BAB I. PENGANTAR. dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi

dokumen-dokumen yang mirip
MARAKNYA FENOMENA POLITIK IDENTITAS DI RANA LOKAL A. Latar Belakang Negara Indonesia telah memberikan perhatian yang besar tentang masalah integrasi,

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

I. PENDAHULUAN. suatu keputusan politik, pemerintahan atau kenegaraan. sebagai proses atau upaya penciptaan dari (1) lembaga -lembaga yang

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB V. Penutup. Transformasi institusi yang terjadi di Papua merupakan konsekuensi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah. hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SAMBUTAN PADA RAPAT KOORDINASI KEBIJAKAN PROGRAM SDM APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal. yang dapat disimpulkan di antaranya adalah :

B. Struktur Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Metro secara geografis terletak pada 105, ,190 bujur timur dan

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

I. PENDAHULUAN. terdiri dari pejabat negara dan pegawai negeri untuk menyelenggarakan tugas

CATATAN PENUTUP REFLEKSI AKHIR TAHUN PAPUA 2010 : MERETAS JALAN DAMAI PAPUA OLEH: LAKSAMANA MADYA TNI (PURN) FREDDY NUMBERI

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk. mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen

A. Latar Belakang Penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk dilakukan karena pengelolaan pegawai di instusi pemerintahan akan

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan.

Oleh R. Hari Purwanto ABSTRAK

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencapai tujuannya yaitu sebagai pengelola sistem yang ada dalam

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Dr. Muhammad Taufiq Deputi Bidang Kajian Kebijakan, LAN RI

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Panduan diskusi kelompok

Hal. Bab I Pendahuluan... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Landasan Hukum... 3 C. Maksud dan Tujuan... 5

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta

TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG DANA RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN KAMPUNG (RESPEK)

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dan senantiasa berlangsung secara alami sebagaimana pada era-era sebelumnya,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta harus tetap fokus pada tercapainya

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

B. Refleksi Teoritis, tindaklanjut dan saran

jabatan di struktur Pemko Pematangsiantar? 6. Dan mengapa etnis lainnya seperti Mandailing, Nias dan lain-lain sedikit menduduki

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat desa. Undang-Undang Desa disambut sebagai payung hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. direformasi. Reformasi itu meliputi berbagai bidang termasuk birokrasi-alat

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

REFORMASI BIROKRASI & TATA KELOLA PEMERINTAHAN DI KTI

Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Sumarma, SH R

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 98 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian dalam penyelenggaraan akan selalu terdapat interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut azas. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

PEMERINTAH KABUPATEN BOVEN DIGOEL

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

Good Governance. Etika Bisnis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN. NOMOR 064 TAHUN 2016-Si.1-BKD/2013

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil BAB 1 PENDAHULUAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Transkripsi:

1 BAB I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tesis ini mendiskusikan komposisi etnisitas birokrasi pemerintahan dan dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus serta implikasinya terhadap ketahanan wilayah. Undang-undang No. 21 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan instrumen kebijakan publik Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk memberikan solusi atas masalah krusial yang terjadi di Papua. Masalah tersebut meliputi: 1) konflik politik, berfokus pada isu tuntutan Papua merdeka yang dipandang oleh pemerintah Indonesia sebagai gerakan separatis, 2) konflik sosial antar warga, sebagai akibat tidak adanya solusi yang memadai atas menguatnya konflik politik yang muncul lebih dahulu, serta 3) ketertinggalan pembangunan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat asli Papua, dibandingkan sebagian besar Provinsi lain di Indonesia. Sudah cukup banyak kajian yang dilakukan oleh para ilmuwan sebelumnya yang menggambarkan Otsus Papua dalam pelaksanaan pembangunan politik, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi, budaya di Provinsi Papua (ICS 2003; Pekei, 2003; Karma 2003; Winar, 2005; Solossa, 2003; Hugi, 2010; Lefaan, 2012; Baho, 2009). Kajian yang dilakukan oleh ICS (2003) menegaskan Otsus belum efektif karena lemahnya sosialisasi pemerintah. Kajian yang 1

2 dilakukan oleh Pekei (2003) menegaskan pembangunan dalam rangka Otsus tidak dilakukan secara murni, konsekuen dan tidak merata. Kajian yang dilakukan oleh Karma (2003) menegaskan otsus bermasalah pada kewenangan pelaksanaan pembangunan strategi yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan ekonomi. Kajian yang dilakukan oleh Winar (2005) menegaskan dana otsus tidak efektif di gunakan untuk pendidikan dan perbaikan gizi masyarakat. Karya ilmiah disertasi yang dilakukan oleh Lefaan (2012) menegaskan kuatnya etnosentrisme dan politik representasi di era Otsus Papua. Karya ilmiah tesis yang dilakukan oleh Baho (2009) menegaskan dampak dana otsus terhadap indeks pembangunan manusia di Kabupaten Sorong. Kajian yang dilakukan oleh Salossa (2003) menegaskan evaluasi pelaksanaan satu tahun Otsus dan lain-lain. Bergulirnya Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada tahun 2001 sampai dengan sekarang, perkembangan Otsus mengalami perubahan yang signifikan. Otsus meberikan keluasaan, peluang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahannya dan meracang pembangunan sesuai dengan kondisi permasalahan di daerahnya. Otsus juga memberikan peluang untuk putra-putri asli Papua untuk memegang jabatan-jabatan strategis politik dengan menetapkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Walikota di Provinsi Papua harus berasal dari warga keturunan asli Papua. Jabatan Kepala-kepala Dinas Birokrasi Pemerintahan dalam pelayanan publik juga di dominasi oleh putra-putri asli Papua.

3 Undang-undang Nomor 32 Tahun tentang cara pemilihan kepala daerah dari tidak langsung menjadi langsung (Pemilukada). Dengan adanya perubahan kebijakan sistem politik itu, maka menguatnya politik identitas etnisitas di daerah semakin menguat di Provinsi Papua, semakin menojol peran elite-elite lokal asli Papua dan kekuasaan birokrasi pemerintahan di daerah memiliki kesempatan yang lebih untuk memainkan perannya. Para elite daerah juga lebih leluasa menjalankan strategi-strategi politik untuk mencapai kepentingan politiknya. Acapkali etnisitas dan agama di manfaatkan untuk menjadi senjata yang ampuh mematikan untuk posisi nilai tawar menciptakan isu sebagai Kendaran politik kekuasaan dalam birokrasi pemerintah daerah Provinsi Papua. Terjadi fenomena politik Otsus di Papua dengan menguatnya isu etnisitas dan agama yang mempunyai banyak pengikut yang memiliki ikatan-ikatan primodial dengan Si pemimpin, itu semakin menonjol di birokrasi pemerintahan daerah Provinsi Papua, serta meningkatnya dominasi salah satu suku/etnisitas di dalam struktur Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berasal dari salah satu etnisitas tertetu di Provinsi Papua. Dalam rekrutmen pegawai pemerintahan lebih banyak terakomodir pada salah satu marga-marga suku/etnis tertentu di Provinsi Papua. Juga kepala-kepala Dinas esalon I hingga esalon IV kini banyak dipegang oleh salah satu suku/etnis tertentuh asli Papua yang mendominasi hirarki kekuasaan birokrasi pemerintahan di Provinsi Papua. Dalam penyelenggaraan kekuasaan Birokrasi pemerintahan pada umumnya birokrasi pemerintahan harus mampu berkerja secara profesional dan berkompenten dalam memberikan pelayanan publik dan akses secara optimal

4 pada, etnik-etnik asli di Provinsi Papua. Pelayanana publik sebagai kewajiban aparatur pemerintahan Papua harus memberikan akses pelayanan kepada setiap etnik-etnik asli di Papua dengan merata, berkeadilan, transparansi, akuntabel, terjangkau dan tidak membeda-bedakan suku, agama yang dilayani di instansi birokrasi Pemerintahan Provinsi Papua. Kota Sorong merupakan salah satu Kota yang terletak di bagian kepala burung atau pintu masuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang tidak lepas dari kemajemukan etnisitas. Masyarakat Kota Sorong adalah masyarakat majemuk dengan etnisitas yang bersifat dinamis dan terbuka. Budaya-budaya yang dimiliki oleh masyarakat Kota Sorong sangat beragam. Kerangaman ini dapat dilihat dari adanya beberapa etnik masyarakat asli Papua yang telah mendiami sebagian besar Kota Sorong dan dengan lebel nama suku/etnis masing-masing kampung, yaitu: Teminabuan, Maybrat, Raja Ampat, Biak, Moy, Serui dan lain-lain sebagainya. Suku-suku yang banyak yang tersusun oleh berbagai keragaman tradisibudaya kelompok masyarakat itu, tidak hanya berpeluang menjadikan kuat di masa mendatang, tetapi juga perpotensi mendorong timbulnya benih-benih konflik sosial yang dapat mengancam sendi-sendi Ketahanan Wilayah Kota Sorong Provinsi Papua Barat, jika dinamika kemajemukan sosial-budaya itu tidak dapat dikelola dengan baik. Hubungan sosial didalam masyarakat juga akan terganggu baik secara vertikal maupun secara horizontal. Konflik secara vertikal dapat dilihat dengan adanya saling merebut kekuasaan antara pejabat publik, partai politik dan adanya perilaku KKN serta perilaku negatif lainnya. Konflik secara horizontal dialami oleh masyarakat lapisan bawah adalah terabaikan pelayanan

5 publik salah satu kelompok suku atau mendiskriminasi salah satu suku, secara tidak langsung tidak merasakan dampak dari kebijakan Pemerintah serta program otsus itu sendiri. Apa yang dialami oleh masyarakat kalangan bawah ini menjadi menarik untuk dikaji karena terdapat berbagai macam etnis dengan berbagai macam latar belakang etnisitas yang berbeda turut serta berperan serta mengisi implementasi otonomi khusus Papua. Dengan demikian tulisan ini mencoba menganalisis komposisi etnisitas birokrasi pemerintahan dan dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus serta implikasinya terhadap ketahanan wilayah. Studi Birokrasi Pemerintahan Kota Sorong Provinsi Papua Barat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui permasalahan dampak etnisitas terhadap birokrasi pemerintahan dan akses pelayanan publik selama ini yang terjadi setelah pelaksanaan otonomi khusus. Untuk maksud tersebut, peneliti melakukan pengamatan di Birokrasi Pemerintahan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Maka peneliti mengambil judul komposisi etnisitas birokrasi pemerintahan dan dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus serta implikasinya terhadap ketahanan wilayah, (Studi di Birokrasi Pemerintahan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat) agar masalah tersebut dapat dikaji lebih mendalam. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarka dari uraian latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka perumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut ini:

6 1. Bagaimana komposisi etnisitas di birokrasi pemerintahan dalam implementasi otonomi khusus di Kota Sorong? 2. Bagaimana dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus dan bagaimana implikasinya terhadap ketahanan wilayah di Kota Sorong? 1.3 Keaslian Penelitian Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pasca bergulirnya Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada tahun 2001 sampai dengan sekarang, sudah sangat banyak penelitian-penelitian yang dilakukan secara kritis baik oleh mahasiswa, Intitusi, Pemerintah, LIPI, LSM, ICS, maupun kajian-kajian ilmiah yang berkaitan dengan Otonomi Khusus di Provinsi Papua, dan di seluruh Kabupaten, Kota, di Provinsi Papua dengan sudut pandang yang berbeda. Banyak juga individu yang melakukan penelitian berkenaan dengan implementasi Otonomi Khusus maupun etnisitas yang dilakukan di wilayah Papua, antar lain: Lefaan Avelinus (2012), Asri (2009), Maryanah Tebah (2007), Pakei Beni (2003), Karma Constan (2003), Winar Ditto (2005), dan Baho Yunus (2009). Namun sejauh yang peneliti telusuri, sejumlah penelitian di Perpustakaan Pascasarjana UGM maupun dalam katalog Tesis dan Disertasi di Komputer Perpustakaan Pusat Pascasarjana UGM belum ditemukan penelitian tentang komposisi etnisitas birokrasi pemerintahan dan dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus serta implikasinya terhadap

7 ketahanan wilayah, (Studi di Birokrasi Pemerintahan Kota Sorong Provinsi Papua Barat) belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lainnya. 1.4 Tujuan Penelitian Terkait dengan Tujuan dari Penelitian ini ialah: 1. Untuk mengetahui bagaimana komposisi etnisitas di birokrasi pemerintahan dalam implementasi otonomi khusus di Kota Sorong. 2. Untuk mengetahui bagaimana dampak etnisitas terhadap akses pelayanan publik dalam implementasi otonomi khusus dan bagaimana implikasinya terhadap ketahanan wilayah di Kota Sorong. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang positif bagi: 1. Informasi kepada masyarakat khususnya di Kota Sorong terhadap Dampak Etnisitas dalam Akses Pelayanan Publik dalam Implementasi Otonomi Khusus. 2. Upaya pemberian saran dan masukan serta informasi bagi Birokrasi Pemerintahan Kota Sorong dalam kaitannya Komposisi etnisitas di birokrasi pemerintahan dalam implementasi otonomi khusus di Kota Sorong.

8 3. Perkembangan teori dan konsep ilmu pengetahuan pada umumnya dan lebih khusus ilmu pengetahuan, yaitu sebagai Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah.