BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan sangatlah penting. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. Telah terjadi kenaikan tax ratio yang cukup besar. 14,8 trilyun, tahun 2000 sebesar Rp.16,9 trilyun.

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia yang dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor perpajakan diarahkan untuk mendorong perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

DAFTAR KANWIL DJP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-06/PJ/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan kepada Negara, hibah, wasiat, dan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-06/PJ/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang berpotensi besar yaitu pajak yang menyumbang rata-rata lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I 1.PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak di Indonesia. membayar, serta melaporkan pajaknya dengan menggunakan Surat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peneriman di negara Indonesia yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang - undang, keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-49/PJ/2011

BAB I PENDAHULUAN. sumber penerimaan utama negara yang masih terus digali potensinya oleh

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-07/PJ/2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kebudayaan manusia dalam era globalisasi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan penerimaan negara yang yang berasal dari dalam negeri tanpa harus

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I merupakan instansi vertikal

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang dipungut oleh pemeritah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kas negara yang digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

DAFTAR KANWIL DJP DAN KPP BERDASARKAN KELOMPOK TARGET RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1

BAB V PENUTUP. sudah selayaknya ditarik kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara yang berguna untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BABl PENDAHULUAN. Negara membutuhkan ketersediaan dana untuk membiayai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.01/2012 perubahan kedua atas peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak bahwa Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Terdapat tiga jenis KPP yaitu, KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama Menurut Pandiangan (2007), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya sebagai salah satu model organisasi, tugas pokok dan fungsi yang dimodernisasi, hingga saat ini belum semua Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak memilikinya. Bila di pulau Jawa hampir semuanya Kantor Wilayah sudah ada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya, sedangkan di pulau Sumatera hanya di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau, serta Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka dan Belitung. Di Kalimantan hanya di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur, dan di Sulawesi hanya di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara. Tahapan Pembentukan Kantor Pelayanaan Pajak (KPP) Madya adalah sebagai berikut : a. Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.01/2004, dibentuk Kantor Pelayanaan Pajak (KPP) Madya Jakarta Pusat yang mulai beroperasi melayani Wajib Pajak pada tanggal 1 September 2004. b. Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 579/KMK.01/2005, dibentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Batam, yang mulai beroperasional pada 1 Februari 2006. 1

c. Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 238/KMK.01/2006, dibentuk : 1) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Pekanbaru 2) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Tangerang 3) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Denpasar, Keempat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya ini mulai beroperasional melayani Wajib Pajak sejak tanggal 1 Juli 2006. d. Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006, dibentuk lagi 13 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya, yaitu : 1) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Medan 2) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Palembang 3) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Barat 4) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur 5) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Utara 6) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Selatan 7) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Bandung 8) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Semarang 9) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Surabaya 10) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Sidoarjo 11) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Malang 12) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Balikpapan 13) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Makassar Ke-13 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya di atas diresmikan pada tanggal 27 Desember 2006 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersamaan dengan Kantor Pusat dan Kantor Wilayah. Sedangkan saat mulai operasinya melayani Wajib Pajak sejak tanggal 9 April 2007. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya yang berkedudukan di Jalan Asia Afrika No.114 Bandung. Dengan alasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah) dan juga terbatas jumlahnya. Jenis pajak yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya sama dengan pajak 2

yang dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, yaitu hanya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai. Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung mempunyai struktur organisasi dimana struktur organisasi tersebut merupakan suatu sarana untuk pembagian kerja sesuai dengan bidangnya, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan dan memudahkan proses kegiatan yang dilaksanakan. Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung terdiri dari sepuluh seksi. Sepuluh seksi tersebut adalah sebagai berikut: a. Subbagian Umum b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi c. Seksi Pelayanan d. Seksi Penagihan e. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV j. Kelompok Jabatan Fungsional Gambar struktur organisasi terdapat pada lampiran 1. 1.2 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara pada dasarnya terbagi atas dua sumber, yaitu penerimaan dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Sumber penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pemerintah Indonesia yang dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional, selain itu pajak merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu Negara dapat membiayai pengeluarannya secara mandiri. Oleh karena itu pelaksanaan perpajakan sangat diatur guna mempertahankan penerimaan Negara. Pentingnya pajak terbukti dalam target penerimaan Negara yang tercantum dalam RAPBN yang ditentukan setiap tahunnya. Di dalam RAPBN terdapat target 3

penerimaan khususnya penerimaan yang berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu komponen yang digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan. Berikut ini adalah komposisi persentase realisasi penerimaan pajak negara dari tahun 2011 sampai tahun 2013 dalam miliar rupiah : Tabel 1.1 Komposisi Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2011-2013 (Milyar Rupiah) Tahun Total Penerimaan Negara Penerimaan Pajak Persentase 2011 1.205.346 873.874 72,50% 2012 1.332.323 980.518 73,60% 2013 1.497.521 1.148.365 76,68% Sumber : Badan Pusat Statistik Dari tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2011 sampai tahun 2013 lebih dari 50% penerimaan Negara berasal dari pajak. Pada tahun 2011, kontribusi penerimaan negara yang berasal dari pajak sebesar 72,50%. Pada tahun 2012, 73,60% penerimaan negara dihasilkan dari penerimaan pajak. Sedangkan pada tahun 2013, kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri mancapai 76,68%. Hal ini membuktikan bahwa dalam perkembangannya pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam negeri untuk menjadi bangsa yang mandiri. Karena pentingnya kontribusi pajak dalam penerimaan negara, maka masyarakat wajib pajak mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang perpajakan dengan semua peraturan pelaksanaannya. Penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh Pajak Penghasilan badan. Hal tersebut dikarenakan sebagai instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati dirinya, terpantau kehadirannya, terdeteksi kegiatannya dan transparan obyek pajaknya sehingga pemungutan pajak atas badan lebih optimal daripada orang pribadi. Pemungutan pajak atas orang 4

pribadi terjadi kesulitan pemantauan dan pendeteksian Penghasilan Kena Pajak orang pribadi, terutama karena tidak adanya informasi transaksi finansial dari tiap orang (Cahya, 2013). Pada awal tahun 1984 sejak dimulainya reformasi perpajakan, sistem perpajakan di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. Dalam official assessment system tanggung jawab pemungutan terletak sepenuhnya pada petugas pajak, sedangkan dalam self assessment system Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor dan melaporkan besarnya pajak yang terhutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Wicaksono, 2011). Dalam melakukan pembayaran atas pajak yang terutang, Wajib Pajak diperbolehkan untuk mengangsurnya, jumlah angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan didasarkan pada pajak yang terutang pada tahun sebelumnya. Mekanisme pembayaran ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak ketika jumlah pajak yang terutang pada suatu tahun telah dihitung. Pembayaran cicilan pajak dimuka tentu tidak memberatkan Wajib Pajak dalam melunasi kewajiban pajaknya. Prosedur penentuan angsuran pajak ini diatur secara khusus dalam pasal 25 UU PPh Tahun 2008, atau sering disebut dengan PPh Pasal 25. Dengan adanya pembayaran angsuran pajak maka Wajib Pajak lebih ringan bebannya dalam membayar beban pajak pada akhir tahun pajak dan bagi pemerintah merupakan pemasukan untuk penerimaan Negara (Wicaksono, 2011). Angsuran pajak ini nantinya akan diperhitungkan dengan PPh terutang pada akhir tahun, sehingga lebih memudahkan wajib pajak dalam membayar pajak penghasilannya. Berikut ini adalah realisasi penerimaan pajak negara dari tahun 2011 sampai tahun 2012 dalam miliar rupiah : 5

Tabel 1.2 Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2011-2013 (Milyar Rupiah) Jenis Pajak Realisasi Tahun 2011 % 2012 % 2013 % PPh Pasal 21 79.594 25% 66.747 22% 90.130 26% PPh Pasal 22 5.506 2% 4.945 2% 6.834 2% PPh Pasal 22 Impor 31.610 10% 28.291 9% 36.331 10% PPh Pasal 23 20.304 6% 18.702 6% 22.206 6% PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi 3.763 1% 3.286 1% 4.384 1% PPh Pasal 25/29 Badan 152.131 48% 154.602 51% 155.066 45% PPh Pasal 26 24.610 8% 27.239 9% 31.100 9% Total 317.518 303.812 346.051 Sumber : Laporan Direktorat Jendral Pajak Dari tabel 1.2 terlihat bahwa salah satu jenis pajak yang memiliki andil dan peranan terhadap penerimaan pajak adalah Pajak Penghasilan (PPh), terutama Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Badan. Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 Badan pertahun rata-rata hampir sebesar 50% dari total penerimaan Pajak Penghasilan secara keseluruhan. Walaupun demikian masih diperlukan optimalisasi penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan guna tercapainya target penerimaan pajak. Keberadaan self assessment system memungkinkan Wajib Pajak untuk melakukan kecurangan pajak. Untuk menjaga agar wajib pajak tetap berada dalam koridor peraturan perpajakan, maka diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria untuk diperiksa. Sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu dalam Pasal 29 ayat (1) bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Agusti dan Herawaty, 2009). Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan alat pengendali agar wajib pajak tetap 6

mematuhi kewajibannya sehingga berdampak pada peningkatan penerimaan pajak. Dirjen Pajak Fuad Rahmany menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan bukan semata-mata hanya mencari penerimaan pajak saja. Namun, ditujukan memberikan efek jera, dan mendorong wajib pajak yang lainnya untuk membayar pajak secara benar. Fuad mengaku kadangkala pemeriksaan itu bisa saja tidak memberikan tambahan penerimaan sama sekali, apabila wajib pajak yang diperiksa ternyata sudah membayar dengan benar. Meskipun begitu, dia mengaku implikasi dari pemeriksaan cukup besar (www.finansial.bisnis.com). Hal ini sejalan dengan penelitian Agusti dan Herawati (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan pemeriksaan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Berbeda dengan penelitian Sari dan Afriyanti (2012) yang menyatakan kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 wajib pajak badan. Dalam usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak, antara lain fiskus melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak. Ekstensifikasi ditempuh dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang aktif. Sedangkan, intensifikasi dapat ditempuh melalui meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan pembinaan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap wajib pajak, dan pembinaan kepada para wajib pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan hukum (Lainutu, 2013). Banyaknya jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar tentunya secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pajak yang akan diperoleh. Walaupun, sebenarnya banyak jumlah Wajib Pajak Badan tersebut belum tentu mengindikasikan penerimaan pajak, khususnya penerimaan Pajak Penghasilan Badan dapat meningkat. Logikanya, setiap terjadi penambahan jumlah Wajib Pajak Badan maka akan diiringi dengan meningkatnya jumlah penerimaan Pajak Penghasilan Badan yang signifikan. Penambahan jumlah Wajib Pajak Badan yang seperti inilah yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada masa-masa berikutnya (Tresno et al.,2012). Adapun jumlah wajib 7

pajak orang pribadi dan badan yang terdaftar di Indonesia terus bertambah dari tahun 2011 sampai tahun 2013 adalah seperti tabel 1.3 berikut: Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Terdaftar di Indonesia Tahun 2011-2013 Jenis Wajib Pajak Jumlah WP Terdaftar 2011 2012 2013 Orang Pribadi 19.881.684 22.131.323 23.082.822 Badan 1.929.507 2.136.014 2.218.573 Total 21.811.191 24.267.337 25.301.395 Sumber : Laporan Direktorat Jendral Pajak Dari Tabel 1.3, terlihat bahwa jumlah wajib pajak orang pribadi dan badan yang terdaftar di Indonesia dari tahun 2011 sampai tahun 2013 terus mengalami peningkatan, sehingga total wajib pajak orang pribadi dan badan secara keseluruhan juga ikut meningkat. Peningkatan jumlah wajib pajak orang pribadi terbesar terjadi pada tahun 2011 sampai tahun 2012 sebesar 11,31%, sedangkan peningkatan jumlah wajib pajak badan terbesar terjadi pada tahun 2011 sampai tahun 2012 sebesar 10,7%. Jumlah wajib pajak orang pribadi dan badan yang terus mengalami peningkatan tersebut, diharapkan juga bisa meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan. Penelitian Lainutu (2013) dan Syahab (2008) yang menyatakan bahwa jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan, artinya semakin meningkatnya jumlah wajib pajak maka penerimaan pajak penghasilan juga akan meningkat. Dalam penelitian Syahab (2008), membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara penambahan wajib pajak terdaftar (dalam hal ini jumlah wajib pajak) terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan. Menurut Devano dan Rahayu (2006:112), kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan 8

yang berlaku dalam suatu negara. Suatu keadaan dimana wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak tersebut telah memenuhi ketentuan formal (Devano dan Rahayu, 2006:110). Tingkat kepatuhan wajib pajak di Jawa Barat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat 1 Adjat Djatnika menuturkan dari 1,2 juta wajib pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan di wilayah Jabar 1, hanya 50% yang melaporkan SPT Pajak Tahunan. Ironisnya, dari 50% pembayar pajak aktif, tidak semua membayar pajak sesuai dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Jadi tidak heran penerimaan pajak di Jabar masih rendah (bisnis-jabar.com). Di daerah Bandung sendiri, tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak hingga tahun 2011 baru mencapai 42%, dari sekitar 385.000 wajib pajak dan dari 42.000 perusahaaan, baru sekitar 32% yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) di Kota Bandung. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I Adjat Djatnika mengatakan, angka tersebut tergolong rendah karena tidak sampai menembus setengah jumlah wajib pajak di Kota Bandung. Menurut Adjat, masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak, kemungkinan disebabkan dua faktor. Pertama, sosialisasi yang minim sehingga wajib pajak tidak melakukan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak, dan kedua, karena wajib pajaknya yang enggan membayar pajak karena alasan-alasan tertentu (Pikiran Rakyat Online). Sedangkan untuk tahun 2013, berdasarkan data Ditjen Pajak yang diperoleh Bisnis.com, menyebutkan tingkat kepatuhan pajak sampai batas waktu penyerahan surat pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2013 per 30 April 2014 anjlok dari periode sama tahun lalu 38% menjadi hanya 32%. Dari data tersebut, penurunan tingkat kepatuhan paling parah terjadi pada WP Badan, yang tahun lalu 25% menjadi tinggal 14%. Sementara itu, tingkat kepatuhan WP orang pribadi susut dari posisi tahun lalu 41% menjdi 35% (www.finansial.bisnis.com). Kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. 9

Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama Kantor Pelayanan Pajak (KPP), selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara Negara di bidang perpajakan. Penelitian Rosdiana (2013) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan. Semakin patuh wajib pajak maka akan meningkatkan penerimaan pajak. Begitu juga dengan penelitian Suhendra (2010) yang menunjukkan terdapat pengaruh antara tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan dikarenakan semakin bertambahnya pengetahuan wajib pajak yang mengerti dan memahami sistem perpajakan di Indonesia. Kondisi seperti itu, akan berdampak positif pada perilaku wajib pajak terhadap kesadaran dan kepatuhan dalam hal menghitung dan membayar sendiri utang pajak yang terutang, serta menyampaikan SPT Tahunan PPh tepat pada waktunya sehingga akan signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan setiap tahunnya. Berbeda dengan penelitian Pangemanan (2013) yang menyatakan, kepatuhan wajib pajak dalam hal ini pelaporan SPT tahunan tidak mendukung adanya peningkatan penerimaan pajak penghasilan dengan alasan kemungkinan adanya pelaporan yang terlambat dan tidak rill. Dalam keadaan ini, dimana wajib pajak terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Tahunan atau melewati tanggal 31 Maret maka wajib pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan formal perpajakan. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka peneliti termotivasi untuk menganalisa lebih jauh mengenai pengaruh pemeriksaan pajak, pertumbuhan jumlah wajib pajak badan dan kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Penelitian ini mengambil judul Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Pertumbuhan Jumlah Wajib Pajak Badan dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Badan Periode Tahun 2011-2013. 10

1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pemeriksaan wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 2. Bagaimana pertumbuhan jumlah wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 3. Bagaimana kepatuhan wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 4. Bagaimana penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 5. Bagaimana pengaruh secara simultan pemeriksaan pajak, pertumbuhan jumlah wajib pajak badan dan kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 6. Bagaimana pengaruh secara parsial pemeriksaan pajak, pertumbuhan jumlah wajib pajak badan dan kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? a) Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? b) Bagaimana pengaruh pertumbuhan jumlah wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? c) Bagaimana pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013? 11

1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 2. Untuk mengetahui pertumbuhan jumlah wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 3. Untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 4. Untuk mengetahui penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 5. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan pemeriksaan pajak, pertumbuhan jumlah wajib pajak badan dan kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 6. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial pemeriksaan pajak, pertumbuhan jumlah wajib pajak badan dan kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 a) Untuk mengetahui pengaruh pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 b) Untuk mengetahui pengaruh pengaruh pertumbuhan jumlah wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 c) Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Periode Tahun 2011-2013 12

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis Kegunaan teoritis yang ingin dicapai dari pengembangan pengetahuan dalam penelitian ini, antara lain: a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan serta menambah wawasan mengenai perpajakan khususnya mengenai penerimaan pajak penghasilan pasal 25 wajib pajak badan. b) Penelitian ini juga sebagai sarana pengembangan dan penerapan teori ilmu pengetahuan yang dipelajari selama bangku perkuliahan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi oleh penelitian sejenis untuk melakukan penelitian selanjutnya. 1.5.2 Aspek Praktis Kegunaan praktis yang ingin dicapai dari penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian ini adalah: a) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan kajian terhadap berbagai pertimbangan kebijakan peraturan perundangundangan untuk memaksimalkan penerimaan pajak penghasilan pasal 25. c) Bagi Wajib Pajak Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang perpajakan dan undang-undang perpajakan agar wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya. 1.6 Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: 13

BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian ini secara teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini menguraikan landasan teori yang digunakan sebagai acuan dasar bagi penelitian khususnya mengenai perpajakan. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, tinjauan umum mengenai variabel dalam penelitian, pengembangan kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian dan pedoman untuk pengujian data, serta ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, populasi dan sampel, serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan keadaan responden yang diteliti, deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi, analisis dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Selain itu, disajikan keterbatasan serta saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 14