BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO pada tahun 2007 proporsi kematian di dunia akibat penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47% dan kejadian ini akan terus meningkat diperkirakan pada tahun 2020 menjadi 73% kematian dan 60% kesakitan yang disebabkan penyakit tidak menular (Depkes RI, 2006). Rheumatoid Artritis (RA) merupakan penyakit kelainan autoimun, ditandai dengan adanya inflamasi sendi dan dapat berlangsung secara kronik (Pradana, 2012). RA ditandai dengan peradangan pada lapisan sinovium sendi yang dapat menyerang persendian kecil hampir 90% keluhan utamanya adalah sendi terasa kaku. Penderita rheumatoid artritis akan mengalami beberapa gejala seperti nyeri, inflamasi, kekakuan sendi di pagi hari dan kesulitan bergerak. RA juga menyebabkan gangguan fungsional yang ditandai dengan kelelahan, nafsu makan berkurang dan menurunnya berat badan.ra stadium lanjut akan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Penyebab penyakit rheumatoid artritis masih belum diketahui secara pasti, namun meningkatnya resiko penyakit ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik (Rubenstein, 2003). Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit rheumatoid artritis, dimana5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia55 tahun (Wiyono, 2010). Menurut WHO tahun 2010 Lebih dari 355 juta orang di dunia menderita penyakit rheumatoid artritis sementara di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus rheumatoid artritis di Indonesia berkisar 0,1% sampai 0,3% sementara di 1
Amerika mencapai 3% (Nainggolan, 2009). Sesuai data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 penyakit RA menempati urutan ke-6 dari 10 kasus. Sementara data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, RA merupakan salah satu dari 10 penyakit terbesar di Lampung sejak tahun 2011 dengan 17.671 kasus (5,24%). Hasil data tersebut diperoleh pasien wanita tiga kali lebih banyak dibanding pria. Angka ini diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami kelumpuhan ini dapat diakibatkan oleh hormon, stres, merokok dan faktor lingkungan (Dinkes, 2011). Rasa sakit atau nyeri sendi pada penderita menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari.pengobatan rheumatoid artritis terdiri dari farmakoterapi, fisioterapi atau pembedahan.farmakoterapi dengan pemberian obat antiinflamasi non-steroid (AINS) efektif dalam mengontrol rasa sakit akibat inflamasi pada RA.Namun sediaan AINS dapat menyebabkan efek samping yang dapat berakibat fatal (Lelo, 2001). Obat yang digunakan dalam pengobatan rheumatoid artritis umumnya terbagi menjadi lima kategori yaitu, OAINS (Obat anti-inflamasi non steroid), analgesik, glukokortikoid, DMARD(Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)non biologik, dan DMARD(Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs) biologik (Kumar, 2013). Penatalaksanaan rheumatoid artritis terdiri dari terapi farmakologi dan terapi non farmakologi (Tular,2006).Salah satu obat yang dipakai untuk menghilangkan nyeri pada rheumatoid artritis adalah obat antiinflamasi non steroid (AINS).Penggunaan obat AINS yang tidak efektif dapat menyebabkan efek samping yang serius seperti pengikisan pada lambung, gangguan saluran pencernaan, kerusakan pada ginjal sampai perdarahan lambung. Resiko ini akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia penderita dan dosis yang dipakai. Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada jurnal Clinical Gastro Enterology and Hepatology, dari 21 pasien yang menggunakan obat AINS dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan Asetaminofen (Parasetamol) atau tidak menggunakan obat 2
apapun didapatkan 71% pasien yang menggunakan obat AINS mengalami kerusakan pada usus kecil, dibandingkan dengan 10% pasien dalam kelompok kontrol (Martin, 2013). Penelitian juga dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan hasil penggunaan obat antiinflamasi pada rheumatoid artritis disalah satu rumah sakit di kota Bandar Lampung bahwa manajemen awal pengobatan pasien rheumatoid artritis, obat meloxicam golongan AINS merupakan obat yang paling banyak diresepkan. AINS diberikan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.efek terapi dan efek samping AINS berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang dibutuhkan dalam biosintesis prostaglandin.pertimbangan farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antiinflamasi pada rheumatoid secara rasional yaitu AINS terabsorbsi cepat dan terdistribusi kedalam sinovium (Lelo, 2004). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antiinflamasi pada rheumatoid artritis rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan, yang menjadi gambaran pengobatan semua pasien rheumatoid artritis rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Kesesuaian nama dan golongan obat yang diberikan dalam pengobatan rheumatoid artritis, obat AINS sebagai terapi awal mampu mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan (Suarjana, 2009). 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan obat antiinflamasi pada pasien rheumatoid artritis berdasarkan karakteristik pasien (usia dan jenis kelamin) dan karakteristik obat (jumlah obat, lama pemberian, cara pemberian, golongan obat, bentuk sediaan, dosis obat) pada pasien rheumatoid artritis rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan periode Juni 2014 -Desember 2014. 3
1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah penggunaan obat antiinflamasi pada penyakit rheumatoid artritis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan berdasarkan karakteristik pasien (usia dan jenis kelamin) dan karakteristik obat (jumlah obat, lama pemberian, cara pemberian, golongan obat, bentuk sediaan, dosis obat). 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggunaan obat antiinflamasi pada penyakit rheumatoid artritis berdasarkan (jenis kelamin, usia, jenis obat (generik atau non generik), golongan obat, jumlah obat, lama pemberian obat, bentuk sediaan obat, dosis obat, cara pemberian obat antiinflamasi). 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yangdiharapkandalampenelitianiniialahmenambahilmupengetahuandanpemahamanpenelitida ntenagakesehatanmengenaipenggunaanobat antiinflamasi yang efektifdanrasionaldalamprakteksehari-hari di RumahSakitUmumPusatH. Adam Malik Medandalampenggunaandosisobat, lama pemberianobat, pemilihanjenisobat yang tepatsehinggapasiendapatmemperolehmanfaat yang maksimaltanpaefeksampingataudenganefeksamping yang seminimalmungkin. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang penggunaan obat antiinflamasi pada pasien rheumatoid artritis di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan, danmengidentifikasi obat-obat antiinflamasi yang sering digunakan dalam pengobatan rheumatoid artritis. Dalam hal ini yang merupakan variabel pengamatan adalah karakteristik pasien (usia dan jenis 4
kelamin) dan karakteristik obat (jumlah obat, lama pemberian, cara pemberian, bentuksediaan, dosis obat). Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir peneliti ini ditunjukkanpadagambar 1.1. VariabelPengamatan i. Jenis Kelamin dan usia ii. Jenisobat(generikatau non generik ) iii. Golonganobat iv. Lama pemberianobat v. Bentuksediaan dan cara pakai obat vi. Dosisobat Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian 5