BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (pihak manajemen suatu perusahaan) dengan principal (pemilik). Hubungan agensi ada ketika salah salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa, dan dalam hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Achmad, 2012:269). Principal merupakan pihak yang memberikan amanat kepada agent untuk melakukan suatu jasa atas nama principal, sementara agent adalah pihak yang memberi mandat, dengan demikian dapat disimpulkan agent bertindak sebagai pihak yang mengevaluasi informasi (Nila, 2014). Kenneth and Jeffrey (2007:186-188) menyatakan bahwa teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul diantara berbaagai pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut. Teori ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu penghubung (nexus) kontrak. Hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau lebih), seorang principal dan seorang agent untuk memberikan jasa demi kepentingan principal termasuk melibatkan adanya pemberian delegasi kekuasaan pengambilan keputusan kepada agent. Baik principal maupun agen diasumsikan untuk termotivasi hanya oleh
kepentingannya sendiri, yaitu untuk memaksimalkan kegunaan subjektif mereka dan juga untuk menyadari kepentingan mereka bersama. Hubungan keagenan ini memberi ruang bagi terjadinya konflik kepentingan potensial antara pemilik dan agen. Selain itu, tidak mungkin bagi pemilik atau agen berada pada biaya nol untuk meyakinkan bahwa agen akan membuat keputusan optimal dari pandangan pemilik, sehingga memunculkan biaya keagenan (Priyanka, 2013). Untuk mengetahui konflik kepentingan antara principal dan agent, maka principal menggunakan pihak independen untuk mengawasi (monitoring) terhadap perusahaannya. Pihak independen tersebut adalah auditor internal yang diminta melakukan audit dengan fee yang dianggarkan perusahaan sehingga muncul monitoring cost. Auditor internal bertanggung jawab untuk memaksimalkan kinerjanya dalam mengawasi agent sebagai ganti dari imbalan yang diterima. 2.1.2 Kualitas Audit Kualitas audit merupakan kemampuan dari seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya, dimana dalam melakukan audit seorang auditor dapat menemukan kesalahan klien dan melaporkannya. Angelo (1981) dalam Achmad (2012: 123) kualitas audit adalah probabilitas dimana auditor akan menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Seorang akuntan publik dalam menjalankan tugas auditnya harus berpegang pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku, harapannya audit dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dan para pemegang saham. Dengan dipatuhinya standar dan prinsip
yang berlaku, sehingga tujuan yang inginkan akan tercapai yaitu audit yang berkualitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mu azu and Siti (2013), ada lima hal yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien, (2) tingkat ketepatan waktu penyelesaian audit, (3) tingkat kepatuhan terhadap SPAP, (4) tingkat kepercayaan terhadap pernyataan klien, dan (5) tingkat kehati-hatian pengambilan keputusan. Laporan audit yang baik dan menghasilkan kualitas audit yang memuaskan apabila seorang akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya dengan memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2004:47) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu: 1) Tanggungjawab Profesi Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukan. 2) Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3) Integritas Setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4) Objektivitas Setiap anggita harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5) Kompetensi dan kehati-hatian professional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehatihatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh menfaat dari jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. 6) Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesionalnya dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan berdasarkan hukum untuk mengungkapkannya. 7) Perilaku Profesional Srtiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8) Standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan profesionalnya yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. 2.1.3 Locus Of Control (LOC) Johan (2002:9, dalam Liu, 2010) mendefinisikan locus of control adalah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalan dalam melakukan berbagai kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang didalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan, dan lingkungan kerja, serta dihubungkan dengan faktor internal individu yang didalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan. LOC dibedakan menjadi LOC internal dan LOC eksternal. Menurut Robbins (2008:102) LOC internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka. LOC eksternal adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan (Robbins, 2008:102). LOC adalah persepsi tentang kendali seorang atas nasib, kepercayaan diri dan kepercayaan mereka atas keberhasilan diri. LOC memainkan peranan penting dalam berbagai kasus, seperti dysfunctional audit behavior, job satisfaction, kinerja, komitmen organisasi dan turnover intention (Patten, 2005). Beberapa perusahaan mengalami permasalahan dengan menjaga masa retensi karyawan yang ada dalam perusahaannya. Bahkan di sebagian besar perusahaan, justru
dengan semakin meningkatnya bisnis perusahaan tersebut akan dibarengi dengan tinggi tingkat turn over dari karyawan tersebut. Banyak alasan yang melatarbelakangi mengapa aspek turnover karyawan di perusahaan meningkat, dan anehnya muncul ketika pertumbuhan bisnis perusahaan juga meningkat. Alasan-alasan yang melatarbelakangi tingginya angka turnver karyawan dalam perusahaan. 1) Tidak adanya pengembangan kompetensi yang memadai 2) Tidak adanya jenjang karir di perusahaan 3) Iklim perusahaan 4) Faktor kompensasi 5) Tidak adanya sistem (Standard Operating Procedure) LOC merupakan salah satu aspek karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh setiap individu dan dapat dibedakan atas LOC internal dan LOC external dalam Setriadi et al. (2015). LOC adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya. LOC diartikan sebagai persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan. LOC dibedakan menjadi LOC internal dan LOC eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya, sedangkan kontrol eksternal adalah karyawan yang merasakan bahwa terdapat kontrol diluar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya seperti lingkungan kerjanya.
Teori LOC menggolongkan individu apakah termasuk dalam LOC internal atau eksternal. Internal control adalah tingkatan di mana seorang individu berharap bahwa reinforcement atau hasil dari perilaku mereka bergantung pada perilaku mereka sendiri atau karakteristik personal mereka. External control adalah tingkatan di mana seseorang berharap bahwa reinforcement atau hasil adalah fungsi dari kesempatan, keberuntungan atau takdir di bawah kendali yang lain atau tidak bisa diprediksi. Pandangan hidup menurut internal dan external LOC sangat berbeda. Seseorang yang mempunyai internal LOC yakin dapat mengendalikan tujuan mereka sendiri, memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Individu dengan internal LOC diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri dan juga lebih menyukai keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan. Pada individu yang mempunyai external LOC akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya. External LOC diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain, hidup mereka cenderung dikendalikan oleh kekuatan di luar diri mereka sendiri (seperti keberuntungan), serta lebih banyak mencari dan memilih kondisi yang menguntungkan. (Robbins, 2008: 7) LOC dapat digunakan untuk memprediksi seseorang, LOC yang berbeda bisa mencerminkan motivasi dan kinerja yang berbeda. Internal akan cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada eksternal, mereka cenderung
mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi lebih cepat dan mendapatkan penghasilan lebih. Sebagai tambahan, internal LOC dilaporkan memiliki kepuasan yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan terlihat lebih mampu menahan stres daripada LOC eksternal. Penelitian sebelumnya (Siti dan Edi, 2013) menyatakan bahwa LOC eksternal berpengaruh negatif terhadap kinerja sehingga secara umum seseorang yang ber-loc eksternal akan berkinerja lebih baik ketika suatu pengendalian dipaksakan atas mereka, atau sebaliknya ia akan melakukan perilaku disfungsional (tidak sesuai aturan) untuk memenuhi ataupun mengelabui pengendalian tersebut. 2.1.4 Integritas Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur tersebut diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Integritas merupakan kualitas yang menjadi dasar timbulnya kepercayaan masyarakat. Auditor dituntut untuk jujur dengan taat pada peraturan, tidak menambah atau mengurangi fakta dan tidak menerima segala sesuatu dalam bentuk apapun (Mohd et al., 2014). Integritas diatur dalam Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia (1998) dalam (Harjanto, 2014) yang menyatakan integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional. Dalam menghadapi aturan, standar, panduan khusus atau menghadapi pendapat yang bertentangan,
anggota harus menguji keputusan atau dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Dimana integritas mengaruskan anggotanya untuk mentaati standar teknis dan etika. Dengan mentaati semua standar yang telah ditentukan dan bersikap jujur serta transparan, maka auditor dapat membangun kepercayaan publik dan meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. 2.1.5 Due Professional Care Due professional care merupakan kemahiran professional yang cermat dan seksama yang harus dimiliki seorang auditor. Dalam PSA No. 4 SPAP (2013), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran professional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme professional, yaitu suatu sikap auditor yang berfikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit. Putri dan Nur (2013) menyatakan bahwa auditor yang memiliki kemahiran professional yang cermat dan seksama akan cenderung menyelesaikan setiap tahapan-tahapan proses audit secara lengkap dan mempertahankan sikap skeptisme dalam mempertimbangkan buktibukti audit yang kurang memadai yang ditemukan selama proses audit untuk memastikan agar menghasilkan kualitas audit yang baik. Auditor harus menggunakan keahlian professional dengan cermat, seksama dan hati-hati dalam penugasan yang dilakukan. Penerapan kecermatan dan keseksamaan ini diwujudkan dengan melakukan review secara kritis pada setiap tingkatan dalam melaksanakan audit. Penggunaan kemahiran dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan (Putri dan Nur, 2013). 2.1.6 Keahlian Audit Keahlian merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki seorang auditor, karena dengan keahlian yang dimiliki memungkinkan tugas-tugas yang dijalankan dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Keahlian merupakan komponen penting yang harus dimiliki seorang auditor dalam melaksanakan audit. Dimana dalam hal ini keahlian audit akan mempengaruhi tingkat kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan yang terjadi. Keahlian merupakan salah satu faktor utama yang harus dimiliki seorang auditor. dengan keahlian yang dimiliki memungkinkan tugas-tugas yang dijalankan dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal. Hasbullah et al. (2014) mendefinisikan keahlian audit merupakan keahlian yang berhubungan dalam tugas pemeriksaan serta penguasaan masalah yang dapat diperiksanya ataupun pengetahuan yang dimiliki sebagai dasar untuk menunjang tugas audit. Keahlian mengharuskan seorang auditor mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang digunakan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dengan kriteria seorang auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu atau yang setara; kompeten di bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintah dan komunikasi. Hal ini memang sangat diperlukan oleh seorang auditor, auditor yang mempunyai keahlian tinggi akan memperlihatkan hasil kerjanya dengan kualitas baik dan akan berprilaku
pantas sesuai dengan persepsi serta ekpektasi orang lain dan lingkungan tempat bekerja. Semakin kompeten seorang auditor dan memiliki keahlian audit akan membuat lebih peka dalam menganalisis laporan keuangan yang diauditnya sehingga auditor mengetahui apakah di dalam laporan tersebut terdapat tindakan kecurangan atau tidak serta mampu mendeteksi trik-trik rekayasa yang dilakukan dalam melakukan kecurangan (Temitope et al., 2013). Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Persamaan penelitian ini adalah menggunakan variabel independen dan variabel dependen yang sama yaitu kualitas audit. sedangkan perbedaannya pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Ringkasan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Pembahasan Penelitian Sebelumnya No. Nama dan Tahun Penelitian 1. Haryanti (2011) Judul Penelitian Pengaruh Kompleksitas Tugas, Locus of Control, Dan Self Efficacy Terhadap Kepuasan Kerja Auditor (Studi pada Auditor KAP se- Jateng & DIY) Variabel Penelitian Kompleksitas Tugas, Locus of Control, Self Efficacy dan Kepuasan Kerja Teknik Analisa dan Hasil Penelitian Teknik Analisis Regresi linear berganda, Terdapat hubungan parsial kompleksitas tugas, locus of control dan self efficacy positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja 2. Gustati (2012) Persepsi Auditor Tentang Pengaruh Locus of Control Terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Survey pada Auditor BPKP Perwakilan Provinsi Locus of Control dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit Teknik Analisis Regresi linear berganda, Terdapat pengaruh yang signifikan variabel LOC internal terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit. Pengujian secara
3. Setriadi Soepriadi, Hendra Gunawan, Harlianto utomo, 2015. 4. Hasbullah, Ni Luh Gede Erni Sulindawat, Nyoman Trisna Herawati, 2014. 5 Putri Arsika Nirmala. Rr, Nur Cahyonow ati, 2013. Sumatra Barat) Pengaruh locus of control, self efficacy, dan komitmen professional terhadap prilaku auditor dalam Pengaruh keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi terhadap kualitas audit. Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit dan Time Budget Pressure Terhadap Kualitas Audit locus of control, self efficacy, dan komitmen professional, prilaku auditor keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi, kualitas audit. Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit Time Budget Pressure, Kualitas Audit simultan ditemukan bahwa LOC internal dan LOC eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit Teknik Analisis Regresi linear berganda dan Korelasi, Terdapat pengaruh positif locus of control, self efficacy, dan komitmen professional terhadap prilaku auditor Teknik Analisis Regresi linear berganda, Terdapat pengaruh positif keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi terhadap kualitas audit Teknik Analisis Regresi linear berganda, Terdapat pengaruh positif Independensi, Pengalaman, Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit dan Time Budget Pressure Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Auditor KAP di Jawa Tengah dan DIY). Diponegoro Journal Of Acounting. 2(3): h:1-13 Sumber : Jurnal Penelitian Publikasi, 2015
2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian yang akan di uji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian- kajian teori relevan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 2.2.1 Pengaruh Locus of Control pada Kualitas Audit Locus of control merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Locus of control merupakan salah satu aspek karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh seorang individu, yang dapat dibedakan atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Setriadi et al. (2015) membuktikan bahwa variabel locus of control memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas dan prilaku audit. Hal yang sama dibuktikan oleh (Siti dan Edy, 2013) tentang pengaruh locus of control signifikan baik terhadap kualitas kerja audit. Mohd et al. (2014) menyatakan hal yang sama dimana locus of control memiliki pengaruh positif pada kualitas kerja seorang auditor. Dipertegas oleh Mahdy (2012) terdapat hubungan positif locus of control terhadap kualitas dan kinerja internal auditor. Karakteristik locus of control memiliki keterkiatan positif terhadap kualitas kerja auditor (Haryanti, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: H1: Locus of control berpengaruh positif pada kualitas audit
2.2.2 Pengaruh Integritas pada Kualitas Audit Intergitas merupakan sikap yang mutlak diperlukan bagi seorang auditor. Hasbullah dan Trisna (2014) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki integritas yang baik. Achmad (2012) membuktikan integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan. Dengan adanya integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan dalam melakukan audit (Pusdiklatwas BPKP, 2014). Pendapat yang sama diungkapkan oleh Pariardi et al. (2014) seorang auditor mampu meningkatkan kualitas audit apabila memiliki integritas yang baik. Lebih dipertegas lagi, adanya integritas yang baik akan memberikan dampak positif terhadap kualitas auditor (Harvita dan Sugeng, 2012). Berdasarkan hal tersebut diatas, hipotesis kedua yang diajukan adalah sebagai berikut: H2: Integritas berpengaruh positif pada Kualitas Audit 2.2.3 Pengaruh Due Professional Care pada Kualitas Audit Due Professional Care menjadi hal yang penting yang harus diterapkan setiap akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya agar tercapai kualitas audit yang memadai. Due professional care menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme professional dan keyakinan yang memadai (Achmad, 2012). Putri dan Nur (2013) menyatakan due professional care berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas audit. Elisha dan Icuk (2010) melakukan penelitian yang membuktikan bahwa due professional care berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Kualitas auditor yang
baik dipengaruhi oleh due professional care secara positif (Melody dan Stefani, 2014). Lebih lanjut Achmad (2012) membuktikan dalam penelitiannya due professional care memberikan dampak positif terhadap kualitas auditor. Berdasarkan penjelasan diatas yang telah didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, maka rumusan hipotesis yang digunakan adalah: H3: Due Professional Care berpengaruh positif pada Kualitas Audit 2.2.4 Pengaruh Keahlian Audit pada Kualitas Audit Salah satu faktor yang mendukung untuk meningkatkan kualitas audit adalah keahlian audit yang dimiliki seorang auditor (Temitope et al., 2013). Keahlian audit memang sangat diperlukan untuk menunjang segala aktifitas yang dilakukan, karena dengan keahlian yang dimilik akan terlihat sejauh mana kemampuan nyang dimiliki oleh seorang auditor (Hasbullah et al., 2014). Penelitian mengenai pengaruh keahlian audit terhadap kualitas auditor telah dilakukan oleh Elisha dan Icuk (2010), dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Ahcmad (2012) juga melakukan penelitian tentang kehalian audit, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keahlian audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sehingga dalam hal ini keahlian yang dimiliki oleh seorang auditor memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas audit (Harvita dan Sugeng, 2012). H4: Keahlian Audit berpengaruh positif pada Kualitas Audit