BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º 50-110º 35 BT. Sedangkan secara administratif Kota Semarang dibatasi oleh: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Laut Jawa : Kabupaten Semarang : Kabupaten Kendal : Kabupaten Demak Berdasarkan Kota Semarang dalam Angka 2016, Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,30 Km 2 dan dari luasan tersebut dibagi lagi menjadi 16 wilayah kecamatan dan 177 Kelurahan. Kota Semarang juga mempunyai ketinggian sekitar 0.75-348 meter diatas permukan laut. Ketinggian 0.75-90.5 meter termasuk dalam kawasan Pusat Kota Semarang (Dataran Rendah Semarang Bagian Utara) yang di wakili oleh titik tinggi di Daerah Pantai Pelabuhan Tanjung Mas, Simpang Lima, Candibaru. Sedangkan ketinggian 90.5-348 meter terletak pada daerah pinggir Kota Semarang, yang terbesar disepanjang arah mata angin yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen dan Gunungpati. Berdasarkan sumber yang sama, rata-rata curah hujan pada tahun 2013 sebanyak 6,25 mm/hari atau 2.251 mm/tahun dengan 132 hari hujan. Suhu udara terendah di Kota Semarang adalah 23 C dan suhu tertinggi 41 C. Tingginya intensitas curah hujan dan kondisi geografis Kota Semarang yang 1
berbatasan dengan laut menyebabkan Kota Semarang paling rentan terhadap bencana rob. Dalam Peraturan Daerah Kota Semarang nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang (RTRW) disebutkan bahwa pada tahun 2011 ada beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan banjir dan rob. Untuk banjir yakni Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Genuk, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Tugu. Sedangkan untuk kawasan rawan rob diantaranya yaitu Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Genuk, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Tugu. Gambar 1 : Potret Rob di Kota Semarang Sumber : http://infodarianda.com diakses pada tanggal 25 Mei 2017 Pemerintah Kota Semarang sebenarnya telah berupaya dalam melakukan penanganan dan penaggulangan banjir dan rob. Penanganan dan penanggulangan banjir dan rob di Kota Semarang pada saat ini telah menggunakan beberapa sistem, yaitu dengan normalisasi sungai, perbaikan sistem drainase perkotaan, penggunaan rumah pompa, dan penggunaan sistem polder. Meskipun begitu, banjir dan rob masih terus terjadi di Kota Semarang. 2
1.1.2. Kawasan Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara Dari berbagai kawasan rentan bencana rob yang berada di bagian utara Kota Semarang, yang memiliki peran krusial bagi Kota Semarang ialah Kawasan Tambak Lorok. Kawasan Tambaklorok berada di Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara dan sudah lama dikenal sebagai perkampungan nelayan yang rentan bencana. Kawasan Tambaklorok mempunyai luas lahan sebesar 47,12 Ha di mana saat ini lahan tersebut sudah penuh dihuni. Berdasarkan buku kependudukan Kelurahan Tanjung Mas tahun 2016, jumlah penduduk di Tambaklorok mencapai 8.317 jiwa (Monografi Kelurahan Tanjung Mas, 2013). Kondisi Tambaklorok yang sangat rentan bencana bertolak belakang dengan potensi Tambaklorok sebagai kampung nelayan di Semarang Utara cukup besar mengingat pusat industri dan perdagangan maritim berada di bagian utara Kota Semarang. Gambar 2: Peta Lokasi Kawasan Tambaklorok Sumber : Google Maps dan diolah penulis (2016) Berdasarkan wawancara dengan Bapak Achmadi (Februari, 2017) selaku tokoh penting di Tambaklorok, Kawasan Tambaklorok mulai dihuni pada awal tahun 1950, di mana pada saat itu terdapat kurang dari 10 keluarga saja yang menghuni disana. Seiring perkembangan waktu, Kawasan Tambaklorok menjadi target hunian masyarakat Kota Semarang dan 3
sekitarnya yang berprofesi sebagai nelayan tradisional. Menurut penelitian Natalia dan Alie (2013), terdapat 3 faktor yang menyebabkan Kawasan Tambalorok berkembang menjadi permukiman padat seperti sekarang ini, yaitu : 1) Lokasi Tambaklorok yang strategis karena terletak pada titik aktivitas ekonomi yang cukup penting di Kota Semarang. 2) Jarak lokasi hunian yang dekat dengan pasar dan juga laut sebagai sumber mata uang. 3) Sarana pencapaian lokasi yang mudah dan beraksesibilitas tinggi. Meskipun didominasi oleh penggunaan roda dua dan jalan kaki, jarak yang perlu ditempuh tidaklah jauh sehingga meminimalisir transportation cost. Gambar 3 : Potret Kampung Nelayan Tambaklorok Sumber : http://semarangdaily.com/ dan http://hadimaxim.com/ diakses pada tanggal 5 April 2016 Kawasan Tambaklorok menurut penelitian Kumalasari (2014) memiliki kerentanan yang tergolong tinggi. Kerentanan yang dimaksud tidak hanya kerentanan secara fisik namun juga kerentanan sosial dan juga kerentanan ekonomi. Untuk membuktikan pernyataan tersebut, Kumalasari membuat tabel yang berisi penilaian kerentanan dari masing - masing RW disertai keterangan penunjang seperti yang dapat dilihat di bawah ini : 4
Tabel 1 : Tabel Kerentanan Kawasan Tambaklorok Sumber : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Edisi September 2014 Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa Kawasnan Tambaklorok merupakan kawasan yang sangat rentan bencana sehingga perlu penanganan yang berbasis mitigasi bencana untuk mengembangkan kawasan tersebut. Meskipun memiliki segudang masalah terutama terkait ketangguhan, Kawasan Tambaklorok memiliki potensi - potensi sebagai berikut : 1) Penyumbang Nelayan Terbesar di Kota Semarang. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2014, dari 1.411 nelayan yang ada di Kota Semarang, lebih dari 50% nya (897 jiwa) berada di Kawasan Tambaklorok. 2) Memiliki kekerabatan (aspek sosial) yang cukup kuat. Berdasarkan penelitian Dimitra dan Yuliastuti (2012), kawasan Tambaklorok memiliki skor nilai indeks sebesar 2,02. Skor ini didapat dari hasil perhitungan yang melibatkan frekuensi interaksi, frekuensi perkumpulan RT, frekuensi kerja bakti, kepedulian bertetangga, tingkat 5
keamanan, frekuensi konflik, dan tingkat kekerabatan sebagai indikatornya. 3) Berada di titik perdagangan, titik transportasi, dan titik potensial industri. Berlokasi di Kecamatan Semarang Utara, Tambaklorok berdekatan dengan berbagai pasar yang dapat menjadi sarana penjualan hasil maritim. Selain itu, Tambaklorok juga berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Mas selaku pelabuhan utama perniagaan dan manusia bagi Kota Semarang. Tambaklorok juga berada di titik potensial industri karena perkembangan area - area hinterland nya yang juga ke arah sektor sekunder. Dengan beragam masalah dan potensi yang dimiliki Kawasan Tambaklorok, diperlukan penataan tematik yang tidak hanya mampu memecahkan masalah yang ada namun juga mampu mencegah masalah - masalah baru timbul di kemudian hari sekaligus memaksimalkan segala potensi yang ada seperti potensi perikanan dan industri sehingga dapat menjadi kampung nelayan yang tangguh dan berkelanjutan. 1.2 Dugaan Permasalahan 1.2.1. Permasalahan Utama Berdasarkan data dari BPBD Kota Semarang tahun 2016 dan penelitian Kumalasari (2014), dapat diidentifikasi bahwa permasalahan utama di Kawasan Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara ialah sebagai berikut : Sebagai kampung nelayan terbesar di Kota Semarang, Kawasan Tambaklorok memiliki tingkat ketangguhan wilayah terhadap bencana yang relatif rendah. 1.2.2. Permasalahan Parsial Permasalahan parsial yang ada di Kawasan Tambaklorok menurut berbagai sumber primer dan sekunder adalah sebagai berikut : 6
1) 100% Kawasan Tambaklorok rentan terhadap bencana rob, berdasarkan data dari BPBD Kota Semarang tahun 2016, tingkat kebencanaan tertinggi di Kecamatan Semarang Utara berpusat di kawasan Tambaklorok dengan seluruh kawasan (100%) rentan bencana terkhusus bencana rob dikarenakan ketinggian permukaan tanah dari laut yang relatif rendah Gambar 4 : Peta Kerentanan Bencana Rob Kota Semarang 2016 Sumber : Laporan Tahunan BPBD Kota Semarang Tahun 2016 2) Kapasitas adaptasi Tambaklorok yang tergolong rendah, terkhusus pada level kampung / komunitas, menurut Kumalasari (2014), Tambaklorok meskipun pada level household sudah memiliki kapasitas adaptasi yang sedang (dibuktikan dengan perbaikan rumah, menjaga kebersihan halaman), ternyata pada level yang lebih besar masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari belum adanya penanganan yang cukup serius terkait rob, selain itu tidak semua warganya bersikap aktif memberantas kerentanan pada skala kampung. 7
3) Kualitas lingkungan yang buruk dan tidak menunjang keberlanjutan. Berdasarkan survey primer dan wawancara dengan tokoh masyarakat setempat yakni Bapak Achmadi (2016), Kawasan Tambaklorok memiliki kualitas lingkungan yang relatif rendah dan pembangunannya belum menerapkan unsur - unsur berkelanjutan. 1.3 Tujuan dan Sasaran Penataan 1.3.1. Tujuan Penataan Tujuan utama dari penataan Kampung Tangguh Tambaklorok ini adalah menata ulang kawasan sehingga tangguh, bebas kumuh, dan berkelanjutan melalui pengembangan kampung yang tangguh bencana berbasis perencanaan partisipatif. 1.3.2. Sasaran Penataan Sasaran penataan Kampung Tangguh Tambaklorok yang merupakan derivikasi dari tujuan utama penataan ialah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi permasalahan spasial yang ada di kawasan Tambaklorok 2) Mentransformasikan konsep kampung tangguh yang merupakan turunan dari konsep resilient city ke dalam penataan kawasan Tambaklorok 3) Mewujudkan keberlanjutan di kawasan Tambaklorok baik dari segi non fisik dan juga fisik 4) Mengembangkan penataan spasial bersama masyarakat yang sesuai dengan peraturan tata ruang yang berlaku di Kota Semarang 1.4 Ruang Lingkup Penataan 1.4.1. Lokasi Penataan Cakupan sektoral penataan Kampung Tangguh Tambaklorok berada di Desa Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Kawasan Tambaklorok berbatasan dengan : 8
a. Selatan : Jalan Arteri Yos Sudarso b. Timur : Kali Banger c. Utara : Laut Jawa d. Barat : PLTGU (Indonesian Power) Berikut wilayah batasan penataan Kampung Tangguh Tambaklorok menurut skala 1 : 10.000 : Gambar 5 : Lokasi Penataan Kawasan Tambaklorok Sumber : BAPPEDA Kota Semarang (2011) dan diolah penulis (2017) 1.4.2. Periode Penataan Proses analisis dan perenanaan Kampung Tangguh Tambaklorok akan dilaksanakan dalam rentang waktu kurang lebih 4 bulan. Rentang waktu tersebut akan dibagi 2 di mana pada dua bulan pertama akan dilaksanakan analisis dan perumusan konsep penataan umum, dan pada dua bulan berikutnya akan dilaksanakan pembuatan penataan beserta visualisasinya. Rencana yang dibuat merupakan rencana jangka pendek selama 5 tahun dengan pentahapan dibuat rentang 1 semester. 9
1.5 Kerangka Pikir Dalam melakukan penataan Kawasan Tambaklorok, penulis membuat kerangka pikir terlebih dahulu sebagai pedoman bagi langkah - langkah yang dilakukan di keesokan hari, berikut kerangka pikir penulis : Gambar 6 : Kerangka Penataan Kawasan Tambaklorok Sumber : Analisis penulis, 2016 10
1.6 Penelitian dan Penataan Terkait Berlandaskan sumber referensi seperti Perpustakaan Jurusan Teknik Arsitektur dan Penataan Universitas Gadjahmada, Perpustakaan Online Institut Teknologi Bandung, Perpustakaan Online Universitas Diponegoro, Perpustakaan Online Institut Teknologi Sepuluh November, Perpustakaan Online Universitas Indonesia, penataan dengan judul Penataan Kawasan Tambaklorok Dengan Konsep Kampung Tangguh melalui Pendekatan Participatory Planning belum pernah dilakukan sebelumnya. Meskipun begitu, terdapat beberapa penelitian atau penataan dengan bahasan yang serupa yakni terkait kampung tangguh dan Kawasan Tambaklorok. 11
Tabel 2. : Tabel Keaslian Penelitian No 1 2 Judul Penelitian Dampak Kerusakan Pantai di Wilayah Pantura, Semarang (Studi kasus : Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara) Kampung Wisata Kuliner Tambak Lorok Semarang dengan Penekanan Konsep Desain Eko - Arsitektur Peneliti, Institusi, Tahun Penelitian Alia Rasmaya, Universitas Gadjah Mada, 2010 Yoga Ayu M., Universitas Diponegoro, 2011 Tujuan Lokasi Metode Menganalisis apa saja jenis kerusakan yang terjadi dan bagaimana dampaknya bagi Tambaklorok secara langsung maupun tidak langsung Merencanakan bagaimana Kawasan Kuliner Tambaklorok akan dibuat dengan desain eko - arsitektur mengingat lokasinya yang berada di pesisir rentan bencana sehingga pembangunan harus berbasis lingkungan Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Kuantitatif dan Kualitatif Perencanaan (prescriptive) Perbandingan Penelitian dengan Perencanaan yang Akan Dilakukan Bersifat penelitian, sedangkan yang dibuat penulis bersifat perencanaan Perencanaan yang dibuat berskala mikro dan lebih berfokus pada perancangan desain Tambaklorok sebagai sebuah area wisata kuliner, perencanaan yang dibuat penulis bersifat meso dan berfokus pada pengembangan kawasan Bersambung.. 12
Lanjutan Tabel 2. 3 4 5 Kajian Kemiskinan Pesisir di Kota Semarang (Studi Kasus : Kampung Nelayan Tambak Lorok) Kapasitas Adaptasi terhadap Kerentanan dan Bencana Perubahan Iklim di Tambak Lorok Kelurahan Tanjung Mas Semarang Kredit Untuk Nelayan: Sumber dan Pengaturannya pada Nelayan di Tambak Lorok Sumber: Data Olahan, 2016 Mita Natalia dan Muhammad Mukti Alie, Universitas Diponegoro, 2013 Novia Riska Kumalasari, Universitas Diponegoro, 2014 Bonna Nur Ischaq D., Universitas Diponegoro, 2015 Menjelaskan bagaimana fenomena kemiskinan di Kawasan Tambaklorok bisa terjadi dan termasuk kategori kemiskinan yang manakah Tambaklorok (kultural, struktural, natural). Menganalisis kapasitas adaptasi sebagai bahan pertimbangan dalam segala pembangunan di Kampung Tambaklorok Mengidentifikasi peranan pemilik modal terhadap perekonomian nelayan di Tambaklorok Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Kampung Tambaklorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Kualitatif Kuantitatif Kuantitatif berkonsep resilient kampong Bersifat penelitian, sedangkan yang dibuat penulis bersifat perencanaan Bersifat penelitian, sedangkan yang dibuat penulis bersifat perencanaan Bersifat penelitian, sedangkan yang dibuat penulis bersifat perencanaan 13