digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil prevalensi infeksi parasit usus sebesar 18,3%. Prevalensi infeksi parasit tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Boye et al.(2014) pada Ibu Hamil di Ghana, Afrika yaitu didapatkan infeksi parasit sebesar 20,5 %. Namun, bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wekesa et al.(2014) pada Ibu hamil di Kenya dan penelitian yang dilakukan oleh Obiezue et al.(2013) pada Ibu hamil di Nigeria yaitu sebesar 13,8 % dan 16,3 %, prevalensi dari hasil penelitian penulis relatif lebih banyak. Pada penelitian cacing yang paling dominan menginfeksi adalah cacing Ascaris lumbricoides dan Hookworm dengan prevalensi yang sama yaitu sebanyak 7 orang (6,7 %). Infeksi parasit usus protozoa relatif sedikit yaitu Giardia lamblia sebanyak 3 orang (2,9 %) dan Entamoeba histolytica sebanyak 2 orang (1,9 %). Menurut Boye et al (2014) ada beberapa hal yang memengaruhi prevalensi infeksi parasit usus yaitu keadaan lingkungan yang berbeda-beda baik iklim, suhu, dan kelembaban sehingga jenis parasit usus yang menginfeksi berbeda-beda prevalensinya satu sama lain. Selain itu menurut Palgunadi (2010) pemahaman mengenai sanitasi lingkungan, sanitasi pribadi, dan kondisi sosio ekonomi demografi masyarakat antardaerah tidaklah sama sehingga menyebabkan perbedaan intensitas infeksi parasit usus. 75
digilib.uns.ac.id 76 Kecamatan Jaten memiliki iklim, suhu, dan kelembaban yang sesuai bagi parasit untuk tumbuh, namun pada kenyatannya jumlah infeksi parasit usus pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Jaten tidak terlalu tinggi. Menurut Aria (2004), terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perilaku hidup bersih dengan infeksi parasit usus. Berdasarkan data dari Puskesmas 1 Jaten diketahui bahwa penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dilakukan dengan baik dan rutin oleh pihak Puskesmas 1 Jaten setiap bulannya. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab rendahnya infeksi parasit usus di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Jaten. Selain itu, menurut Marleta dkk. (2005), tingkat pendidikan dan pekerjaan berpengaruh terhadap kejadian infeksi parasit. Pada penelitian, tingkat pendidikan relatif baik dengan jumlah yang paling banyak adalah SMA (60,3% ), kemudian SMP (30,1%), PT (8,2%), dan SD (1,4%). Pada penelitian juga tidak ditemukan pekerjaan yang mendukung terjadinya infeksi parasit usus seperti petani atau perajin batu bata dan genteng. Subjek penelitian paling banyak sebagai ibu rumah tangga (48%), buruh pabrik (37,0%), lain-lain (9,6%), pedagang (3%), dan PNS (1,3%). Selain parasit patogen (menyebabkan penyakit pada manusia), pada penelitian juga ditemukan parasit usus yang bersifat non patogen seperti Entamoeba coli (10,6%), Yeast Cell (14,4%), dan Blastocyst hominis (26,9%). Organisme apatogen yang paling banyak jumlahnya adalah Blastocyst hominis yaitu sebanyak 28 orang (26,9%). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chirioni et al. (1999) terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan Blastocyst hominis dengan rendahnya commit tingkat to user imunitas seseorang. Jadi, terdapat
digilib.uns.ac.id 77 kemungkinan subjek penelitian mempunyai tingkat imunitas yang rendah. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut terkait hubungan antara Blastocyst hominis dengan status imunitas ibu hamil. Pada pemeriksaan hemoglobin, didapatkan prevalensi anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Jaten sebesar 27,7%. Angka kejadian anemia pada penelitian ini lebih rendah dari angka prevalensi anemia Ibu Hamil di Indonesia menururt Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang sebesar 37,1 %. Anemia pada ibu hamil dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor dasar yang meliputi pengetahuan tentang anemia dan tingkat pendidikan, faktor tidak langsung seperti kunjungan Ante Natal Care (ANC), paritas, jarak kehamilan, umur, serta dukungan suami, dan faktor langsung yaitu pola konsumsi tablet Fe, pola asupan gizi, serta penyakit kronis dan infeksi (Nasichah, 2011). Berdasarkan faktor-faktor tersebut, faktor umur, paritas, pola konsumsi tablet Fe, penyakit kronis dan infeksi, serta kunjungan ANC telah dikendalikan dengan baik pada penelitian. Namun, faktor pendidikan, pengetahuan, dukungan suami, dan pola asupan gizi tidak dapat dikendalikan dengan baik. Pada penelitian diperoleh 73 responden yang termasuk dalam kriteria untuk selanjutnya antara infeksi parasit usus dengan anemia ibu hamil dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Fisher. Setelah dilakukan uji Fisher pada responden yang memenuhi kriteria didapatkan hasil tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi parasit usus dengan anemia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Jaten. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurdiati dkk. (2001) pada 442 Ibu Hamil di Kabupaten Purworejo,
digilib.uns.ac.id 78 Jawa Tengah bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara infeksi parasit dengan anemia pada ibu hamil. Faktor kejadian anemia pada orang yang terkena infeksi parasit usus dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya karena lamanya infeksi, cadangan besi tubuh, dan asupan gizi (Bethony et al., 2006). Menurut Nurhidayati (2014), asupan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil. Dimungkinkan ibu hamil yang mengalami infeksi parasit namun tidak mengalami anemia dikarenakan pola asupan gizi ibu hamil yang sudah baik dan bergizi seimbang. Akibatnya walaupun ibu hamil mengalami infeksi parasit usus namun memiliki asupan gizi yang baik dan seimbang menyebabkan kadar hemoglobinnya normal karena dapat mengkompensasi kehilangan nutrisi dan darah oleh infeksi parasit usus. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Kesumasari dkk. (2014) terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan mengonsumsi tablet besi dengan peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) Ibu hamil memerlukan minimal 90 tablet besi untuk mencegah anemia selama kehamilan. Dimungkinkan ibu hamil yang mengalami infeksi parasit namun tidak mengalami anemia dikarenakan konsumsi tablet besi ibu hamil yang sudah baik. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian yaitu sebanyak 44 orang (60,3%) mempunyai pengetahuan yang baik terhadap anemia, 25 orang (34,2%) mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap anemia, dan 4 orang (5,5%) mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap anemia. Menurut Arisman (2008)
digilib.uns.ac.id 79 Ibu hamil yang memiliki pengetahuan anemia yang baik akan cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan semakin patuh dalam mengonsumsi tablet zat besi (Fe) untuk pencegahan anemia. Pada penelitian juga diperoleh fakta bahwa mayoritas subjek penelitian mendapatkan dukungan dari suami selama kahamilan. Ibu hamil yang mendapat dukungan suami selama kehamilan sebanyak 76,7% dan sebanyak 23,3% tidak mendapat dukungan suami. Dukungan yang diberikan untuk ibu hamil adalah dukungan sosial antara lain: kesiapan finansial, dukungan informasi, dukungan psikologis, serta mengingatkan istri dalam meminum obat, terutama tablet Fe untuk mencegah terjadinya anemia (Musbikin, 2008). Pada penelitian yang dilakukan Nurdiati dkk. (2001) hasilnya tidak berhubungan antara infeksi parasit dengan anemia ibu hamil dikarenakan tidak adanya infeksi berat yang terjadi pada subjek penelitiannya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa infeksi parasit tersebut belum berlangsung lama pada saat penelitian sehingga belum bermanifestasi menjadi anemia. Cadangan besi dan nutrisi lain untuk membentuk sel darah merah masih tercukupi, namun tidak menutup kemungkinan sebagian ibu hamil yang mengalami infeksi parasit usus nantinya akan mengalami anemia bila infeksi parasit usus tersebut berlangsung lama dan tidak segera diobati. Hal tersebut menjadi kelemahan dalam penelitian karena dalam penelitian ini menggunakan metode formol ether concentration. Metode ini merupakan metode pemeriksaan feses secara kualitatif sehingga tidak bisa mengetahui tingkat keparahan infeksi parasit usus (Moges et al.,2010).