Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. agribisnis yang mencakup subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN MENTERI KOPERASI DAN PEMBINAAN PENGUSAHA KECIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Potensi daerah yang berpeluang pengembangan tanaman hortikultura; tanaman perkebunan; usaha perikanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; sektor in

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari. pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KEC. BANGOREJO KAB. BANYUWANGI

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak. terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

Sebagai bagian dari pembangunan nasionai, pembangunan subsektor. perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berusaha. Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan dalam sistem agribisnis yang mencakup subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem usahatani, subsistem pengolahan hasil dan subsistem pemasaran. Keberhasilan pengembangan sistem agribisnis akan sangat bergantung pada upaya memadukan keterkaitan fungsional para pelaku di tiap-tiap subsistem tersebut. Keterkaitan fungsional yang dimaksud adalah didasarkan atas adanya rasa saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling menerapkan etika bisnis. Kegagalan memadukan keterkaitan fungsional tersebut dapat menyebabkan ketidakberhasilan pembangunan sistem agribisnis secara keseluruhan. Oleh karena itu upaya pengembangan agribisnis harus selalu mengikutsertakan seluruh pelaku agribisnis (baik agribisnis skala besar maupun agribisnis skala kedl). Kebijaksanaan yang dipilih adalah mendorong terjadinya kemitraan yang saling memerlukan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat. Kebijaksanaan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena dasarnya kedua kelompok pelaku bisnis agribisnis tersebut saling membutuhkan (Sulistyowati, 1997). Dalam GBHN 1999-2004 telah ditetapkan, untuk diterapkannya ekonomi kerakyatan dalam mengatasi berbagai persoalan, melalui pemberdayaan masyarakat dan seluruh

kekuatan ekonomi Nasional terutama Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKM & K) melalui pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang produktif, mandiri, maju dan berdaya saing, berwawasan Iingkungan, yang berkelanjutan. Pemberdayaan usaha kecil, menengah dan koperasi menjadi prioritas bagi pemerintah. Pengembangan UKM & K akan dapat menciptakan demokrasi ekonomi, mengurangi kesenjangan ekonomi dan mendukung perubahan dari Foot Loose Industry ke arah Industri berbasis sumberdaya lokal. Strategi pemerintah dalam pemberdayaan UKM & K seperti tercantum dalam GBHN adalah memberikan bantuan fasilitas dalam bentuk perlindungan, pendidikan dan pelatihan, informasi bisnis, teknologi, permodalan, lokasi serta mengembangkan hubungan kemitraan. Konsep kemitraan telah cukup lama diperkenalkan pemerintah bahkan pada tahun 1995 telah dicanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional. Menurut Dirjen Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (1994), bahwa kemitraan pada dasarnya rnerupakan jalinan kerjasama antara dua pihak atau lebih yang saling rnembutuhkan dan saling rnenguntungkan dengan syarat atau ikatan tertentu. Dengan demikian, kemitraan akan berjalan dengan efektif apabila pihak-pihak yang terlibat menikrnati keuntungan rnelalui kemitraan yang dibangun. Jika tidak ada saling ketergantungan, maka pihak yang 2

tergantung pada pihak lain akan tertindas, dan jika tidak ada saling menguntungkan maka kemitraan tidak akan jalan. Pola kemitraan yang dikembangkan oleh pihak swasta dengan petani harus mengandung dua unsur utama yaitu saling ketergantungan dan saling menguntungkan. Selain itu pola kemitraan pihak swasta dengan petani harus berdampak pada: dinamisasi plasma, peningkatan pendapatan petani plasma, stabilitas harga jeruk, kepastian pasar bagi petani plasma, peningkatan mutu jeruk sesuai standar pasar, dan peningkatan terhadap kontribusi terhadap PAD. Komoditas jeruk Siam (Citrus Nobilis LOUR var. Microcarpa) merupakan salah satu komoditi unggulan Kalimantan Barat yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan memberikan peranan yang besar dalam pertumbuhan ekonomi daerah khususnya Kabupaten Sambas. Berdasarkan Dinas Tanaman Pangan (2001), bahwa puncak kejayaan jeruk dari daerah Kalimantan Barat terjadi pada tahun 1992 dengan produksinya sebanyak 234.509 ton dari luas panen 14.756 Ha dan luas tanam sekitar 21.337. Namun kejayaan ini tidak dapat lama dipertahankan, produksi jeruk terus menurun sampai tahun 1997, luas tanam menurun hingga 11.605 Ha dari luas panen sekitar 5.398 Ha dengan produksi hanya 27.960 ton, dan akhirnya pada tahun 1999 jeruk Pontianak tidak terdengar lagi dipasaran. Semakin menurunnya produksi jeruk pada saat itu, dikarenakan sebagian tanaman terserang penyakit mengalami kematian karena umurnya sudah tua, CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration), terintrusi 3

air asin akibat penanaman yang tidak sesuai dengan agroklimat, cara perbanyakan bibit dengan sistem cangkokan yang terus-menerus sejak puluhan tah,un dengan bibit yang tidak' jelas asalnya, dan kurangnya perawatan. Para petani melakukan penanaman jeruk tidak memperhatikan kesesuaian lahan yang dimiliki karena terpengaruh oleh ramainya penanaman jeruk pada saat itu. Akibat berlakunya sistem dalam tata niaga jeruk yang mengakibatkan harga jatuh, serta kesulitan dalam pemasaran, sulitnya sarana transportasi, sehingga jeruk mengalami stagnasi dengan kemunduran atau semakin berkurang karena buah jeruk tersebut tidak dapat dipasarkan oleh petani. Hal ini berdampak pada kurangnya perhatian petani dalam pemeliharaan tanaman jeruk, bahkan membiarkan tanaman jeruknya mati, sehingga mengakibatkan sekitar 22.338 KK yang kehilangan mata pencahariannya. Seiring pembangunan infrastruktur dengan membaiknya prasarana dan kemudahan transportasi jalan darat dan laut. Secara perlahan para petani mulai mengembangkan tanaman jeruk, namun perkembangan produksinya masih sedikit sehingga pemasarannya belum mampu bersaing dengan produksi jeruk import yang sejenis, serta jeruk dari daerah lain seperti jeruk Garut, jeruk Teja Kula, jeruk dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang cukup banyak memasuki pasaran Jawa. Selama Pelita VI, target pertumbuhan ekonomi wilayah Kalimantan Barat telah ditetapkan sebesar 10,9 % per tahun, sedangkan khusus sektor pertanian rata-rata 6,41 % pertahun. Adapun sektor Tanaman 4

Pangan diharapkan dapat tumbuh sebesar 4,61 % pertahun. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu komoditi yang dapat memberikan konstribusi cukup besar bagi peningkatan pertumbuhan di sub sektor ini adalah tanaman jeruk (Dinas Tanaman Pangan, 2001). Komoditi jeruk telah memberikan peranan yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi daerah terutama Kabupaten Sambas dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat luas. Dalam peningkatan pendapatan, tidak hanya diperoleh petani jeruk tetapi juga telah menjangkau peningkatan pendapatan buruh atau pekerja kebun seperti buruh angkut dari kebun ketempat pengumpulan, pekerja penyortir, pembuat peti/kotak buah jeruk, pembuat keranjang jeruk, dan pengambil jasa seperti pedagang lokal, dan supir angkutan. Dalam upaya pengembangan jeruk siam Pontianak, Pemerintah Kalimantan Barat, melakukan program Rehabilitasi dan Pengembangan Jeruk Siam Pontianak. Program ini dilaksanakan dengan pendekatan aspek pasar, aspek budidaya dan aspek bimbingan, penyuluhan dan penelitian. Melalui Proyek Kawasan Sentra Produksi, telah dibangun sentra jeruk di kawasan kabupaten Sambas, kabupaten Pontianak, kabupaten Sanggau dan Bengkayang. Kawasan sentra jeruk untuk tahun 1999 seluas 800 Ha, berlokasi di kecamatan Pemangkat dan Kecamatan Tebas seluas 400 Ha dengan 16 kelompok petani, sampai tahun 2002 telah mencapai 3.665 Ha, target luasan yang diharapkan untuk 2003 seluas 10.000 Ha, untuk setiap satu hektar ditanam 400 pohon, hal ini berarti komoditas jeruk akan mampu 5

menyumbang sebesar Rp. 400 milyar pertahun, untuk itu diperlukan peran serta semua pihak baik pemerintah, swasta dan petani. (Dinas Tanaman Pangan, 2001). Berdasarkan konsepsi agribisnis lebih berorientasi pada prospek pasar yang mengutamakan kualitas, kontinyuitas dan skala ekonomi dengan jumlah" yang cukup. Selain itu posisi wilayah Kalimantan Barat yang cukup strategis, Mega Proyek Natuna yang wilayahnya sangat dekat dengan Kalimantan Barat, dan adanya ke~asama Kawasan Timur Asean seperti BIMP-EAGA, IMS-GT dan Sosek Malindo, yang memberikan peluang yang cukup menjanjikan di masa mendatang. Dengan berdirinya kawasan sentra jeruk dan dalam upaya mendukung program rehabilitasi dan pengembangan jeruk siam Pontianak. Perusahaan Mitra Jeruk Lestari (PT. MJL) telah melakukan pengembangan areal kebun jeruk melalui pola kemitraan sejak tahun 1999, mulai berdiri tanggal 1 bulan Pebruari, yang berlokasi di desa Seberkat Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Pembudidayaannya dengan pola Inti-Plasma yang merupakan pola hubungan kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), bertindak sebagai perusahaan inti yakni PT. Mitra Jeruk Lestari dengan melibatkan 600 petani plasma peserta KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota). Areal yang dijadikan sebagai lahan perkebunan jeruk sampai tahun 2004 ditargetkan seluas 1.000 hektar. Untuk penanamannya terbagi atas dua tahap, tahap pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2000 dengan telah terealisir seluas 460 Ha, yang terdiri 160 Ha adalah lahan inti dan 6

lahan uji penyesuaian Iingkungan, dan 300 Ha adalah lahan plasma. Untuk tahap kedua telah terlaksana dari tahun 2002 sampai tahun 2003, dan terealisir seluruhnya seluas 803,40 Ha, yang terdiri 203,40 Ha sebagai lahan inti dan lahan uji penyesuaian lingkungan serta 600 Ha adalah lahan plasma. Untuk target akhir pada tahun 2006, yaitu seluas 2000 Ha. Pelaksanaan kemitraan inti-plasma, yang dilakukan sampai saat ini berdasarkan perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit. Kegiatan kemitraan yang dilakukan sesuai Gambar 1, pada pola kemitraan Inti Plasma antara PT.Mitra Jeruk Lestari dengan petani plasma, adalah PT. Mitra Jeruk Lestari sebagai penyediaan sarana produksi meliputi bibit, pupuk dan teknologi, dan membimbing serta mengarahkan petani plasma dalam pencapaian target dan kualitas produksi yang sesuai, melalui pelaksanaan pengembangan jeruk dari tanaman belum menghasilkan, sampai tanaman menghasilkan atau masa panen. Adapun petani plasma sebagai penyedia lahan berkewajiban menghasilkan produksi dan kualitas buah jeruk terbaik serta menjual hasil panen jeruknya ke perusahaan inti. Penyediaan dana fasilitas kredit melalui kredit PT Bank Danamon Indonesia, sedangkan Jubata sebagai lembaga penjaminan kredit anggota KKPA KUD Berkat yang terlibat sebagai petani plasma jeruk. 7

Bank Danamon Indonesia sebagai penyedia dana denqan fasilitas kredit Lembaga penjaminan Memberikan penjaminan kredibilitas fasilitas kredit yang diberikan SDI kepada plasma...-----r---.t - Penyediaan sarana produksi sesuai luas lahan yang akan ditanam plasma. - Membimbing & memberikan penyuluhan kepada plasma agar produksi yang ditargetkan dapat tercapai sesuai target. - Membeli hasil panen yang dihasilkan plasma sesuai dengan harga dan kualitas yanq ditetapkan. Petani I I Petani I I Petani I I Petani J Petani Plasma - Menyediakan lahan untuk produksi tanaman - Menghasilkan produksi dengan kualitas terbaik - Menjual hasil panen ke perusahaan inti Sumber. Kantor PT. Mitra Jeruk Lestari Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma antara PT. Mitra Jeruk Lestari dengan Petani Plasma. 1.2. Indentifikasi Masalah Terjadinya kegagalan panen mengakibatkan pendapatan petani semakin rendah. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan petani untuk mengolah, dan bertanam jeruk kembali karena investasi dalam pembangunan kebun jeruk memerlukan biaya yang cukup besar. Dalam rangka peningkatan pendapatan petani dan perkembangan ekonomi daerah, pemerintah daerah berupaya melakukan program rehabilitasi dan 8

pengembangan jeruk siam Pontianak pada kawasan sentra produksi jeruk, salah satunya di wilayah Kabupaten Sambas. Dalam mendukung program pemerintah daerah, PT. Mitra Jeruk Lestari yang berdiri sejak tahun 1999, melaksanakan kegiatan pengembangan jeruk melalui pola kemitraan inti-plasma yaitu perusahaan sebagai inti dengan 600 plasma. Pelaksanaan kemitraan ini berpedoman pada kesepakatan perjanjian kerjasama dan perjanjian kredit. Namun peranan dan kejelasan pelaksanaan kemitraan pola inti-plasma yang dilakukan PT. Mitra Jeruk Lestari sebagai perusahaan inti, KUD Barkat Jubata dan petani plasma, masih belum diketahui secara keseluruhan. Suatu kemitraan dapat dikatakan berhasil, jika dapat memberikan.manfaat pada kedua pelaku kemitraan, yaitu perusahaan mitra dalam hal ini PT. Mitra Jeruk Lestari dan petani plasma sebagai kelompok mitra. Hubungan kemitraan inti-plasma yang dilakukan antara pelaku kemitraan berdasarkan capaian kemitraan yang telah berlangsung selama empat tahun sesuai aspek manfaat belum diketahui seberapa besar manfaat yang diperoleh. Banyaknya bantuan dan kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan kegiatan kemitraan pengembangan jeruk kepada petani plasma, perlu adanya studi mengenai pelaksanaan kemitraan, serta tingkat kepuasan dan tingkat manfaat yang dapat dirasakan atau diperoleh petani plasma. Dengan evaluasi kemitraan, tidak hanya ditujukan kepada petani plasma tetapi juga dapat memberikan suatu masukan terhadap stakeholders secara keseluruhan. 9

1.3. 8atasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi untuk mengkaji, pelaksanaan kemitraan yang dilakukan PT. Mitra Jeruk Lestari, KUD Barkat Jubata dan petani plasma, menganalisa aspek manfaat kemitraan PT. Mitra Jeruk Lestari dan petani plasma, dan menganalisa tingkat kepuasan dan tingkat manfaat yang diperoleh petani plasma. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan indentifikasi masalah tersebut, dapat dinyatakan ke dalam beberapa perumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan PT. Mitra Jeruk Lestari, KUD Barkat Jubata dan petani plasma? 2. Bagaimana tingkat hubungan kemitraan yang didasarkan pada aspek manfaat, penilaian tingkat kepuasan dan penilaian tingkat manfaat? 3. Bagaimana alternatif rekornendasi perbaikan pelaksanaan kemitraan? 1.5. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan PT. Mitra Jeruk Lestari, KUD Barkat Jubata dan petani plasma. 10

2. Menganalisis tingkat hubungan kemitraan yang didasarkan pada aspek manfaat, penilaian tingkat kepuasan dan penilaian tingkat manfaat. 3. Merumuskan alternatif rekomendasi perbaikan pelaksanaan kemitraan. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi bahan masukan sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan penulis dalam mengkaitkan teori kemitraan dengan kenyataan di lapangan dalam upaya pengembangan jeruk. 2. Sebagai masukan bagi PT. Mitra Jeruk Lestari dalam pelaksanaan kemitraannya dengan petani jeruk, agar dapat menghasilkan produktivitas jeruk yang maksimal, peningkatan pendapatan petani jeruk, masyarakat dan memberikan sumbangan bagi pendapatan Pemerintah Daerah, serta turut berperan penting dalam Program Rehabilitasi dan Pengembangan Jeruk Siam Pontianak. 3. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah tentang permas'alahan pengembangan jeruk dan upaya yang harus ditempuh dalam pengembangannya dan menjadikan kembali Kalimantan Barat sebagai daerah yang terkenal akan jeruknya. 11