BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DARAH 1. Definisi Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan pembuluh darah dan menjalankan fungsi transport berbagai bahan serta fungsi hemostatis (Sodikin, 2002). Darah terdiri atas 2 (dua) bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah kira-kira merupakan satu per dua belas berat badan atau kira-kira 5 (lima) liter. Sekitar 55 persenya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah merah (Pearce, 2004). 2. Fungsi Secara umum fungsi darah adalah sebagai berikut : d. Alat transport makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan keseluruh tubuh. e. Alat transport O 2, yang diambil dari paru-paru atau insang untuk dibawa keseluruh tubuh. 5
6 ke empedu dan saluran cerna sebagai tinja (untuk bahan yang sukar larut dalam air). f. Alat transport antar jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh suatu jaringan dibuat oleh jaringan lain. g. Mempertahankan kesehatan dinamis (hemostatis) dalam tubuh, mengatur keseimbangan distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam basa sehingga ph darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang seharusnya. h. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asing yang umumnya selalu dianggap mempunyai potensi menimbulkan ancaman (Sadikin, 2002). B. PLASMA 1. Definisi Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang dalam reaksi bersifat alkali. Plasma terdiri dari 92% air dan mengandung campuran kompleks zat organik dan anorganik (Sloane, 2004). Warna kuning atau kuning tua pada keadaan-keadaan fisiologis atau patologis dimana kadar bilirubin darah meningkat misalnya pada neonatus, hepatitis infectiosa. Berwarna seperti susu dimana kadar cholesterol meninggi. Nampak keruh pada multiple myloma, berwarna merah atau seperti air daging bilamana ada hemolisis dari eritrosit. Warna plasma pucat pada hipokromik mikrositik anemia (Wirawan, 1996).
7 Plasma diperoleh dengan mencegah proses penggumpalan darah. Senyawa tersebut adalah fibrinogen yang tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan (Sadikin, 2002). Protein plasma mencapai 7% dan merupakan satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama yaitu albumin, globulin dan fibrinogen. Plasma juga mengandung nutrient, gas darah, elektrolit, mineral, hormon, vitamin dan zatzat sisa (Sloane, 2004). 2. Fungsi a. Sebagai medium (perantara) untuk penyaluran makanan, mineral, lemak, glukosa dan asam amino ke jaringan. b. Sebagai medium untuk mengangkut bahan buangan seperti urea, asam urat dan karbon dioksida (Peace, 2004). C. SEL DARAH (KORPUSKULI) 1. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu : a. Eritrosit atau sel darah merah b. Lekosit atau sel darah putih c. Trombosit atau butir pembeku (Pearce, 2005).
8 2. Eritrosit a. Definisi Sel-sel bulat, tidak berinti dan berwarna merah kebiruan homogen, jumlahnya sangat banyak diseluruh lapang pandang. Sel-sel inilah yang memberi warna merah pada darah, sehingga dinamai sel darah merah (SDM) atau eritrosit (Sodikin, 2002) b. Fungsi 1. Sel-sel darah merah mentranspor oksigen keseluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. 2. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbondioksida untuk ditranspor ke paru-paru. 3. Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan ph darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam basa (Sloane, 2004). 3. Lekosit a. Definisi Sel-sel yang berinti, dengan bentuk inti dan sitoplasma bermacam-macam, yang dapat dijumpai disana-sini dalam lapang pandang. Oleh karena sel-sel ini tidak memberi warna merah pada darah sel-sel ini dinamai sebagai sel darah putih atau lekosit (Sadikin, 202). b. Fungsi Lekosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi benda asing, termasuk bakteri dan virus (Sloane, 2004).
9 4. Trombosit a. Definisi Serpihan atau keping-keping fragmen sel, yang juga tersebar disana-sini dalam lapang pandang dan berukuran sangat kecil. Partikel ini memang berasal dari sel yang lebih besar dan dinamai sebagai keping sel atau trombosit ataupun platelet (Sadikin, 2002). b. Fungsi Trombosit berfungsi dalam hemostatis (penghentian perdarahan) dan memperbaiki pembuluh darah yang robek (Sloane, 2004). D. DARAH KAPILER 1. Pembuluh Darah Kapiler Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil tempat arteri terakhir. Makin kecil makin menghilang ketiga lapis dindingnya sehingga ketika sampai pada kapiler yang sehalus rambut, dinding itu tinggal satu lapis saja, yaitu lapisan endothelium (Pearce, 2004). Garis tangah kapiler adalah antara 4 dan 9 mikrometer, hampir tidak cukup besar untuk aliran sel darah merah. Bahan-bahan larut lemak, misalnya oksigen dan karbondioksida berdifusi keluar kapiler dengan menembus sel-sel endotel. Bahanbahan yang tidak larut lemak, misalnya ion-ion kecil dan lemak, dapat berdifusi diantara sel- sel endotel melalui celah atau pori-pori antar sel. Pertukaran oksigen dan karbondioksida, suplai makanan dan pengeluaran sisa-sisa metabolisme
10 semuanya berlangsung sebagai hasil difusi yang melintasi kapiler sel tunggal. Garis tengah pori-pori kapiler lebih kecil dari pada garis tengah protein plasma dan sel darah merah. Karena tidak larut lemak, maka keduanya tidak dapat keluar dari sistem vaskuler ke dalam ruang interstisium (Corwin, 2001). Keseluruhan area kapiler sangat luas, dengan area permukaan diperkirakan sekitar 7000 m 2 pada tubuh orang dewasa (Sloane, 2004). 2. Sirkulasi Kapiler Pada suatu saat hanya 5% darah yang beredar berada dalam kapiler, tetapi 5% ini bagian paling penting dari volume darah karena menyebrangi dinding sistem kapiler sehingga O 2 dan nutrisi masuk ke cairan interstisial dan CO 2 serta produk sampah masuk ke aliran darah. Pertukaran melewati dinding kapiler penting untuk kehidupan jaringan (Ganong, 2002). 3. fungsi Kapiler a. Sebagai penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena. b. Tempat terjadinya pertukaran zat antara darah dan cairan jaringan. c. Mengambil hasil dari jaringan. d. Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus. e. Menyaring darah yang terdapat di ginjal (Syaifuddin, 2002). 4. Lokasi Pengambilan Darah Kapiler a. Pada bayi baru lahir Umumnya diambil dari tumit atau ibu jari kaki. Kedua tempat ini relatif lebih luas areanya.
11 b. Anak masih kecil Bila darah dibutuhkan untuk kelompok pemeriksaan yang tak banyak cukup diambil pada jari tangan ke 2, 3, 4. c. Dewasa Dari ujung jari tangan ke 2, 3, 4 atau dari cuping telinga. Pengambilan pada jari tangan dilakukan walau kulit di tempat tempat tersebut relatif lebih tebal jika dibandingkan dengan cuping telinga, tetapi mempunyai keuntungan sewaktu penekanan lebih mudah. Dari cuping telinga sampel kapiler juga bisa dikerjakan sebab kulitnya relatif tipis dan kurang rasa sakitnya (Purwanto, 1996). 5. Kesalahan Dalam Memperoleh Darah Kapiler a. Mengambil darah dari tempat yang menyatakan adanya gangguan peredaran seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (radang, trauma). b. Tusukan kurang dalam sehingga darah harus diperas-peras keluar. c. Kulit yang di tusuk masih basah alkohol sehingga darah mengalami pengenceran. d. Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan. e. Terjadi bekuan dalam tetes darah kerena terlalu lambat bekerja (Gandasoebrata, 2008). E. DARAH VENA 1. Pembuluh Darah Vena Pembuluh darah yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
12 a. Tunika adventisia Lapisan terluar pembuluh darah vena dan paling jauh dari lumen pembuluh. Lapisan ini terutama terdiri dari jaringan ikat dan berfungsi sebagai penunjang. b. Tunika media Lapisan tengah pembuluh darah dan vena pembuluh darah dan terdiri dari otot polos vascular. Lapisan ini mempunyai tegangan atau tekanan yang dapat meningkat atau menurun. Peningkatan tegangan tunika media menyebabkan penyempitan pembuluh dan penyempitan lumen. Hal ini meningkatkan aliran darah yang melintasi pembuluh. Relaksasi otot polos menyebabkan dilatasi pembuluh dan penurunan. c. Tunika intima Lapisan yang terletak paling dalam. Lapisan tunggal ini tersusun oleh lapisan sel- sel endotel dan sel epitel gepeng (Corwin, 2001). 2. Karakteristik Vena Pembuluh darah vena mudah melebar untuk mengakomodasi darah dalam jumlah besar serta mudah kolaps. Karena memiliki kapasitas untuk menampung darah dalam jumlah besar, maka vena-vena disebut pembuluh kapasitansi sistem sirkulasi. Simpanan darah vena ini sewaktu-waktu dapat digunakan apabila volum darah atau tekanan darah berkurang (Corwin, 2001). Darah dalam anggota gerak berjalan melawan gaya berat, maka vena mempunyai katup yang disusun sedemikian sehingga darah dapat mengalir ke jantung tanpa jatuh kembali kearah sebaliknya. Katupnya berbentuk lipatan
13 setengah bulan terbuat dari lapisan dalam vena yaitu endothelium, yang diperkuat oleh sedikit jaringan fibrus. Lipatan-lipatan itu satu sama lain berhadapan (Pearce, 2004). 3. Fungsi Vena Pembuluh darah vena berdinding tipis dan dapat mengembang. Vena menampung 75% volum darah total dan mengembalikan darah ke jantung dalam tekanan yang rendah (Sloane, 2004). Aliran balik vena yang efektif sangat penting karena jantung hanya dapat mensirkulasi darah yang diterimanya. Bila aliran balik vena kurang maka volum darah yang kembali ke jantung juga berkurang dan dapat menyebabkan penurunan curah jantung untuk mempengaruhi aliran darah ke otak dan menyebabkan pingsan (Cambrige Communication Limited, 1999). Darah vena berwarna lebih tua dan agak ungu kerena banyak dari oksigennya diberikan kepada jaringan. Bila sebuah vena terpotong maka darah mengalir keluar dengan arus yang rata (Pearce, 2004). 4. Lokasi Pengambilan darah vena Pada dasarnya semua vena supervisial dapat dipakai sebagai tempat pengambilan, tetapi untuk memudahkan pekerjaan kerena fiksasinya baik biasanya darah diambil dari vena mediana cubiti atau pada percabangan vena di daerah kaki. Sedangkan vena pada punggung tangan jarang dipakai karena fiksasinya kurang baik, sehingga sering meleset bila hendak ditusuk (Sutrisno, 1996).
14 5. Kesalahan Dalam Memperoleh Darah Vena a. Menggunakan semprit dan jarum yang basah. b. Menggunakan ikatan pembendung terlalu lama atau terlalu kencang sehingga menyebabkan hemokonsentrasi. c. Terjadinya pembekuan dalam semprit karena lambatnya bekerja. d. Terjadinya bekuan dalam botol karena darah tidak tercampur merata dengan antikoagulan (Gandasoebrata, 2008). F. PERBEDAAN DARAH KAPILER DAN DARAH VENA Darah kapiler dan darah vena mempunyai susunan darah berbeda. Packed Cell Volume (PCV) atau hematokrit, hitung jumlah sel darah merah, hemoglobin pada darah kapiler sedikit lebih rendah dari pada darah vena (Purwanto, 1996). Total lekosit dan jumlah netrofil lebih tinggi darah kapiler sekitar 8%, jumlah monosit sekitar 12%, sebaliknya jumlah trombosit lebih tinggi darah vena dibanding darah kapiler. Perbedaan sekitar 9% atau 32 % pada keadaan tertentu. Terjadinya ini mungkin berkaitan dengan adhesi trombosit pada tempat kebocoran kulit (Dacie and Lewis, 2002). G. HEMATOKRIT 1. Definisi Hematokrit terdiri dari 2 perkatan yaitu :
15 a. Haem yang berarti darah b. Krinein yang berarti memisahkan Nilai hematokrit ialah volum semua eritrosit dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam % volum darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah kapiler atau darah vena (Gandasoebrata, 2008). Hematokrit merupakan salah satu metode yang paling teliti dan simpel dalam deteksi dan mengukur derajat anemia atau polisitemia. Nilai hematokrit juga digunakan untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata (Wirawan, 1996). 2. Prinsip dan Pengukuran Hematokrit Penetapan nilai hematokrit dapat dilakukan dengan cara mikro atau cara makro. Pada cara makro digunakan tabung wintrobe yang mempunyai diameter dalam 2,5 3 mm, panjang 110 mm dengan skala interval 1 mm sepanjang 100 mm. Volum tabung ini adalah 1 ml. Pada cara mikro digunakan pipet kapiler yang panjangnya 75 mm dan diameter dalam 1 mm. Pipet ini ada 2 jenis, ada yang dilapisi antikoagulan Na 2 EDTA atau heparin dibagian dalamnya dan ada tanpa antikoagulan. Didalam praktek sehari-hari pipet yang mengandung antikoagulan heparin mempunyai tanda garis melingkar warna merah, sedangkan pipet kapiler tanpa antikoagulan mempunyai tanda garis melingkar tanda biru. Pipet kapiler dengan atikoagulan dipakai bila menggunakan darah tanpa anti koagulan seperti darah kapiler. Pipet kapiler tanpa antikoagulan dipakai bila menggunakan darah dengan antikoagulan seperti darah vena (Wirawan, 1996).
16 Pada metode makro, menggunakan centrifuge yang cukup besar, untuk memadatkan sel-sel darah merah dengan memakai centrifuge itu diperlukan ratarata 30 menit. Sedangkan pada metode mikro menggunakan centrifuge mikro hematokrit yang mencapai kecepatan yang jauh lebih tinggi, maka dari itu lamanya pemusingan dapat diperpendek (Gandasoebrata, 2001 : 39-40). Harga normal nilai hematokrit untuk laki-laki 40-48 volum% dan untuk wanita 37-43 volum% (Gandasoebrata, 2008). 3. Lapisan Buffy Coat Lapisan ini terdiri dari lekosit dan trombosit yang berwarna kelabu kemerahan atau keputih-putihan. Dalam keadaan normal tingginya lapisan buffy coat 0,1 mm sampai dengan 1 mm. Tinggi 0,1 mm kira-kira sesuai dengan 1000 lekosit per mm3. Tinggi buffy coat yang masih dalam range normal belumlah berarti benar, misalnya kalau ada limfosit yang pada umumnya lebih kecil dari granulosit. Oleh karena itu tingginya lapisan buffy coat merupakan perkiraan saja terhadap ada tidaknya lekositosis (Dacie dan Lewis, 2002). 4. Antikoagulan yang sering dipakai untuk pemeriksaan hematokrit Untuk pemeriksaan laboratorium hematologi, sering dipergunakan antikoagulan yaitu zat untuk mencegah pembekuan darah (Kiswari dan Agung, 2005).
17 a. EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetat) EDTA adalah jenis antikoagulan yang paling sering digunakan dalam pemeriksaan laboratorium hematologi. Cara kerja EDTA yaitu mengikat ion kalsium sehingga terbentuk garam kalsium yang tidak larut. Kalsium adalah salah satu faktor pembekuan darah sehingga tanpa kalsium tidak terjadi pembekuan darah. Takaran pemakaiannya 1 s/d 1, 5 mg EDTA untuk setiap ml darah. Bila takaran berlebihan akan menyebabkan eritrosit mengkerut. Mengkerutnya eritrosit sangat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan terutama pemeriksaan mikrohematokrit (Kiswari dan Agung, 2005). b. Heparin Heparin adalah antikoagulan yang terpilih untuk pemeriksaan Osmotic Fragility Test (OFT). Heparin tidak dipergunakan untuk membuat apusan darah tepi karena hasil pewarnaan (cara wright) akan menghasilkan preparat yang terlalu biru (gelap) (Kiswari dan Agung, 2005). Heparin berdaya seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit dan lekosit. Dalam praktek sehari- hari heparin kurang banyak dipakai karena mahal harganya. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah. Heparin boleh dipakai sebagai larutan atau bentuk kering (Gandasoebrata, 2008).
18 5. Faktor- Faktor yang mempengaruhi hematokrit secara invivo a. Eritrosit Faktor ini sangat penting pada pemeriksaan hematokrit karena eritrosit merupakan sel yang diukur dalam pemeriksaan tersebut. Hematokrit dapat meningkat pada polisitemia yaitu peningkatan jumlah sel darah merah dan nilai hematokrit dapat menurun pada anemia yaitu penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi (Corwin, 2001). b. Viskositas Darah Efek hematokrit terhadap viskositas darah adalah makin besar prosentase sel darah maka makin tinggi hematokritnya dan makin banyak pergeseran diantara lapisan-lapisan darah, pergeseran inilah yang menentukan viskositas. Oleh karena itu, viskositas darah meningkat secara drastis ketika hematokrit meningkat (Guyton, 1995). c. Plasma Pada pemeriksaan hematokrit plasma harus pula diamati terhadap adanya ikterus atau hemolisis. Keadaan fisiologis atau patofisiologis pada plasma dapat mempengaruhi pemeriksaan hematokrit (Widmann, 1992). 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi hematokrit secara invitro a. pemusingan / sentrifugasi Penempatan tabung kapiler pada lubang jari-jari centrifuge yang kurang tepat dan penutup yang kurang rapat dapat menyebabkan hasil pembacaan hematokrit tinggi palsu. Kecepatan putar centrifuge dan pengaturan
19 waktu dimaksudkan agar eritrosit memadat secara maksimal. Oleh karena itu harus diatur secara tepat. Pemakaian microcentrifuge dalam waktu yang lama mengakibatkan alat menjadi panas sehingga dapat mengakibatkan hemolisis dan nilai hematokrit menjadi rendah palsu (Wirawan, 1996). b. Antikoagulan Penggunaan antikoagulan Na 2 EDTA/ K 2 EDTA lebih dari kadar 1,5 mg/ ml darah mengakibatkan eritrosit mengkerut sehingga nilai hematokrit akan rendah (Wirawan, 1996). c. Pembacaan yang tidak tepat d. Bahan pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan dilakukan e. Tabung hematokrit tidak bersih dan kering (Wirawan, 1996). f. suhu dan waktu penyimpanan sampel Bahan pemeriksaan sebaiknya segera diperiksa, jika dilakukan penundaan pemeriksaan sebaiknya sampel disimpan pada 4 derajat celcius selama 24 jam memberikan nilai hematokrit yang lebih tinggi (Gandasoebrata, 2008). 7. Manfaat pemeriksaan hematokrit dalam klinik Warna plasma yang diperoleh dari pemusingan yang berwarna kuning atau kuning tua baik dalam keadaan fisiologis atau patofisiologis, merupakan indikasi naiknya bilirubin dalam darah misalnya pada infeksi hepatitis. Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari eritrosit (Sacker dan Richard, 2003).
20 Peningkatan hematokrit bisa didapat pada diagnosa kelainan darah, seperti polisitemia. Penurunan hematokrit bisa didapatkan pada penyakit anemia, ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit dan kuantitas hemoglobin, nilai hematikrit juga digunakan untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata (Wirawan, 1996). H. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 1. Kerangka Teori Faktor Pra Analitik Eritrosit Viskositas darah Plasma Faktor Analitik Centrifugasi Antikoagulan Suhu dan waktu penyimpanan Faktor Pasca Analitik Pembacaan yang tidak tepat Darah Pemeriksaan Hematrokit Nilai Hematrokit Vena Kapiler Metode Mikro Metode Makro 2. Kerangka Konsep Darah Vena Darah Kapiler Hematrokit Metode Mikro Nilai Hematrokit
21 I. HIPOTESIS Ada perbedaan hasil nilai hematokrit metode mikro menggunakan darah vena dan darah kapiler.