BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan dipengaruhi dari pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olahraga dan stress. Perubahan gaya hidup terutama di kotakota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif diantaranya penyakit jantung koroner, Diabetes Melitus tipe II (DM II), obesitas dan tekanan darah tinggi National Institute of Diabetes, and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK, 2012). Sebanyak 347 juta orang mengidap DM II di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diperkirakan 3,4 juta orang meninggal akibat konsekuensi dari tingginya gula darah puasa. Lebih dari 80% kematian diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan DM II akan menjadi penyebab utama kematian ke-7 tahun 2030 World Health Organization (WHO, 2011). Diabetes melitus tipe II adalah salah satu penyakit tidak menular dan tidak dapat disembuhkan yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus DM II di Indonesia yang berada di urutan ke-4 setelah negara India, China dan Amerika dengan jumlah DM II sebesar 8,4 juta orang dan diperkirakan akan terus meningkat sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni, 2011). Menurut Skevington et al., (2004) dijelaskan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat ketergantungan, hubungan sosial, dan hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan Isa dan Baiyewu (2006) Quality of Life of Patients with Diabetes Mellitus in a Nigeria Teaching Hospital dengan pendekatan cross sectional terhadap 251 responden dengan menggunakan score Quality of Life (QOL) yang disamakan kuesioner WHO tentang kualitas hidup (SF-36) diperoleh hasil dengan skor QOL yaitu 52 pasien (20,7%) baik, 164 (65,4%) cukup baik, dan 35 (13,9%) rendah. Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa pada umumnya pasien DM II menunjukkan kualitas hidup yang cukup baik.
Dalam tentang Family and Disease Management in African- American Patients with Type 2 Diabetes terhadap 159 orang dijelaskan bahwa manajemen dukungan keluarga yang baik signifikan dengan semangat hidup pasien diabetes di Afrika-Amerika (Chelsea et al., 2004). Penelitian yang sama dilakukan oleh Bahremand et al., (2014) Relationship Between Family Functioning and Mental Health Considering the Mediating Role of Resiliency in Type 2 Diabetes Mellitus Patients terhadap 225 orang diperoleh hasil bahwa dukungan keluarga berperan penting dalam kesehatan mental pada pasien diabetes dalam hal ini kualitas hidup. Menurut yang dilakukan oleh Mayberry et al., (2012) diperoleh hasil bahwa dukungan keluarga yang negatif atau ketidakpedulian dapat mempengaruhi ketidakpatuhan dalam pengobatan sehingga kualitas hidup pasien DM II semakin menurun. Pada ini dijelaskan bahwa partisipasi keluarga dalam memberikan motivasi mampu mengubah kualitas hidup yang lebih baik dalam hal semangat bertahan hidup serta kepatuhan pada pasien diabetes. Berdasarkan hasil yang dilakukan oleh Laffel et al., (2003) General quality of Life Youth With Type 1 Diabetes dengan desain cross sectionl terhadap 100 anak, diperoleh hasil; bahwa keterlibatan keluarga yang bermasalah sangat mempengaruhi penurunan kualitas hidup pasien diabetes tipe 1 (p<0,02). Menurut Grey et al., (1998) dijelaskan bahwa dukungan keluarga merupakan prediktor penting dari penyesuaian emosional setelah diagnosis awal DM II. Dalam longitudinal peran keluarga terhadap status kesehatan pasien dengan penyakit kronik dilakukan oleh Griffin et al., (2001) diperoleh hasil bahwa adanya hubungan yang kuat antara peran dukungan keluarga terhadap kontrol gula darah dan manajemen DM II dengan status kesehatan, dimana dukungan yang negatif akan mengakibatkan rendahnya status kesehatan pasien atau penurunan kualitas hidup. Dalam Skarbek (2006) diperoleh hasil bahwa dukungan keluarga merupakan preditor penting terhadap psikologis pasien DM II. A Cross Sectional Study of QOL of Diabetic Patients at Tertiary Care Hospital in Delhi terhadap 260 orang, diperoleh hasil bahwa adanya hubungan
antara jenis kelamin dimana wanita mempunyai kualitas hidup lebih rendah dibandingkan laki-laki. Status sosial, ekonomi, dan pendidikan yang rendah dapat memberi efek buruk terhadap rendahnya kualitas hidup pasien DM II (p<0,0001) (Gautam et al., 2009). Sedangkan lama menderita DM II (p-value: 0,48), dan jenis kelamin (p-value: 0,06) tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien DM II (Wen, 2004). Dalam yang telah dilakukan oleh Whittemore et al., (2013) tentang Self-Management as a Mediator of Family Functioning and Depressive Symptoms With Health Outcomes in Youth With Type 1 Diabetes terhadap 320 pasien diperoleh bahwa adanya hubungan antara konflik yang terjadi dalam keluarga terhadap rendahnya kualitas hidup pasien diabetes. Kurangnya dukungan keluarga dapat mempengaruhi respon negatif diantaranya penerimaan pasien terhadap penyakitnya semakin menurun dan kesulitan yang dirasakan dalam selfcare behaviors sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien. Penelitian yang sama dilakukan oleh Tang (2008) Social Support, Quality of Life, and Self-Care Behaviors Among Africans with Type 2 Diabetes dengan desain cross sectional terhadap 89 orang dewasa diperoleh bahwa dukungan keluarga berperan dalam kualitas hidup pasien DM II. Berdasarkan hasil Mandagi dalam Yusra (2010) diperoleh bahwa status kualitas hidup berhubungan dengan umur (OR=5,35; p=0,040), olah raga (OR=3,4; p=0,019), waktu tidur (OR=4,44; p=0,036), pengetahuan (OR=9; p=0,003), kepatuhan berobat (OR=4,33; p=0,041), diet (OR=6,33; p=0,021) dukungan keluarga (OR=8,75; p=0,003). Status kualitas hidup tidak berhubungan dengan jenis kelamin (OR=3,63; p=0,135), pendidikan (OR=3,4; p=0,108), merokok (OR=3,8; p=0,078). Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM II. Selanjutnya yang mirip dilakukan oleh Goldney (2004) dijelaskan bahwa dukungan keluarga yang negatif merupakan prediktor untuk terjadinya depresi yang akan memberikan implikasi negatif terhadap manajemen DM serta kualitas hidup pasien.
The Relative Roles of Family and Peer Support in Metabolic Control and Quality of Life for Adolescents with Type 1 Diabetes terhadap 19 pasien diabetes dengan desain cross sectional diperoleh hasil bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling utama dalam mempertahankan metabolik kontrol yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien (Robinson, 2008). Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia oleh Yusra (2010) Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup pasien DM II di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta dengan desain cross sectional diperoleh hasil adanya hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup pasien DM II (p=0,001). Diabetes merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita menjadi lebih buruk atau baik setelah didiagnosa oleh dokter. Dalam pengelolaan DM II selain dokter, perawat, ahli gizi, serta tenaga kesehatan lain, peran dukungan dari keluarga menjadi sangat penting. Dukungan keluarga diartikan sebagai bagian dari dukungan sosial, merupakan bentuk interaksi antar individu yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis melalui terpenuhinya kebutuhan akan afeksi serta keamanan. Dukungan keluarga mempunyai pengaruh kepada sikap dan kebutuhan belajar bagi penderita DM II dengan cara menolak atau menerima dukungan baik secara fisik, psikologis, emosional, dan sosial. Pasien DM II akan memiliki sikap lebih positif untuk mempelajari DM II apabila keluarga memberikan dukungan dan berpatisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai DM II. Sebaliknya, pasien DM II akan bersikap negatif apabila terjadi penolakan terhadap pasien dan tanpa adanya dukungan dari keluarga selama menjalani pengobatan. Sikap negatif terhadap penyakit dan pengobatan akan mengakibatkan kegagalan penatalaksanaan DM II. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan sosial pasien (Soegondo, 2009). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan dibagi menjadi empat dimensi yaitu empathethic (emosional) dijelaskan sebagai ungkapan empati, kepedulian dan perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan), dimensi encouragement (dorongan Semangat) dijelaskan bahwa keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing, dan menengahi pemecahan masalah, dimensi facilitative (instrumental) dijelaskan bahwa keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, dan dimensi participative (partisipasi) dijelaskan bahwa keluarga berfungsi sebagai kolektor dan penyebar informasi tentang dunia contohnya memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, dan sarana-sarana (Friedman, 2013). Menurut Hensarling (2009) dukungan keluarga terbagi menjadi empat yaitu dimensi empathethic (emosional), dimensi encouragement (dorongan semangat), dimensi facilitative (instrumental), dan dimensi Participative (partisipasi). Masing-masing dimensi ini penting dipahami bagi individu yang ingin memberikan dukungan keluarga karena menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan dukungan keluarga bagi seseorang. Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi bagaimana cara persepsi penerima terhadap makna bantuan tersebut. Dukungan keluarga yang aktif dapat meningkatkan kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri dalam hal ini kualitas hidup pasien DM II. Dukungan keluarga yang diberikan baik secara fisik, psikologis, emosional, dan sosial mempunyai pengaruh terhadap sikap dan kebutuhan belajar bagi pengidap DM II dengan cara menerima atau menolak. Pasien DM II merespon positif jika terjadi penerimaan dukungan yang diperoleh dari keluarga berupa berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan mengenai DM untuk memanajemen DM. Sebaliknya pasien merespon negatif akan terjadi penolakan dukungan keluarga sehingga pengobatan menjadi tidak terkontrol. Sikap inilah akan mengakibatkan ketidakpatuhan penatalaksanaan DM II yang teraupetik sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan sosial pasien (Dimatteo, 2004). Dukungan keluarga yang negatif merupakan penyumbang untuk terjadinya depresi yang akan memberikan implikasi yang negatif juga terhadap manajemen DM II serta kualitas hidup pasien (Reinhardt, 2001).
Menurut Taylor (2006) dijelaskan bahwa dukungan keluarga sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota kelurga yang lain sehingga akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang dihadapkan pada situasi stress. Menurut Neff (2000) dukungan keluarga merupakan faktor utama dalam kepatuhan manajemen penyakit untuk remaja dan dewasa dengan penyakit kronik. Dukungan keluarga merupakan indikator yang paling kuat memberikan dampak positif terhadap perawatan diri pada pasien diabetes. Menurut Ayala dan Murphy (2011) dijelaskan bahwa dukungan keluarga sangat berperan dalam manajemen kepatuhan dan perawatan diri, jika dukungan keluarga direspon positif oleh pasien DM II maka kualitas hidup akan meningkat. Kualitas hidup adalah pesepsi dari individu dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tersebut hidup dan dalam hubunganya dengan tujuan hidup, harapan, standar dan kekhawatiran. Hal ini merupakan konsep luar yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat ketergantungan, hubungan sosial, keyakinan personal dan hubungannya dengan keinginan dimasa yang akan datang terhadap lingkungan (WHO, 2004). Berdasarkan WHO (2006) dijelaskan bahwa penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian, serta mempengaruhi usia harapan hidup pasien DM II. Sedangkan menurut International Diabetes Federation (IDF, 2012) dijelaskan bahwa diabetes sangat berhubungan dengan berbagai komplikasi serius yang dapat mengurangi kualitas hidup dan kematian. Kualitas hidup merupakan muara akhir dari seluruh intervensi kesehatan pada penderita DM II. Quality Of Life adalah kapasitas fungsional pasien, psikologis dan kesehatan sosial serta kesejahteraan pasien diabetes mellitus yang dipengaruhi oleh penyakit yang diderita serta pengobatan yang dijalani (Issa, 2008). Menurut WHO (2004) dijelaskan bahwa QOL adalah konsep multidimensional yang luas yang biasanya meliputi evaluasi subjektif dari kedua aspek positif dan negatif dari hidup. Dimana multidimensional mencakup domain fisik, mental dan sosial. Anggota keluarga, memainkan peran penting sebagai pemberi asuhan primer tidak hanya
untuk lansia yang lemah, tetapi untuk banyak anggota keluarga dari semua usia yang masih begantung, sering kali akibat disabilitas fisik dan atau mental kronik. Kini diabetes bukan hanya mengalami peningkatan terus-menerus tiap tahun di kalangan masyarakat perkotaan namun sudah merambat ke kalangan masyarakat pedesaan. Hal ini disebabkan oleh tingkat perekonomian yang semakin meningkat sehingga pola hidup sehat kurang diperhatikan, ketidaktahuan atau ketidakpedulian untuk menjaga pola makan yang sehat. Berdasarkan hasil laboratorium dan gejala, proporsi penderita DM II di perkotaan 6,8% sedangan di perdesaan (7,0%) (Riskesdas, 2013). Puskesmas Panjatan II merupakan salah satu wilayah pedesaan di Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan tempat berdasarkan Riskesdas (2013) dijelaskan bahwa adanya peralihan pola hidup di pedesaan serta adanya klub DM II Sehati sehingga sangat membantu dalam pelaksanaan di Puskesmas Panjatan II Kulon Progo. Data Persentase proporsi penderita DM II di Puskesmas Panjatan II tahun 2010-2013 diperoleh fluktuatif dari tahun 2010 sebesar 7,11%, kemudian tahun 2011 sebesar 6,8%, pada tahun 2012 naik menjadi 7,70%, tahun 2013 naik menjadi 8,36% (Kasie Surveilans Puskesmas Panjatan II). Bukan hanya tenaga kesehatan yang mempunyai peran dalam pengelolaan pasien DM II namun peran dukungan keluarga juga ikut andil dalam hal ini, melalui dukungan yang aktif dalam pengontrolan DM II diantaranya diet, aktifitas fisik, kontrol medik secara teratur yang dilaksanakan secara komprehensif terhadap pasien DM II diharapkan kualitas hidup yang baik dapat dicapai. Begitu pula sebaliknya bila rendahnya dukungan keluarga akan berdampak terhadap keterlaksanaan pengelolaan DM yang berisiko terhadap penurunan kualitas hidup. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien karena ini belum pernah diteliti di Puskesmas Panjatan II serta dari - sebelumnya diperoleh hasil bahwa dukungan keluarga berperan penting dalam pengelolaan DM II yang akan bermuara pada kualitas hidup penderita. Selain itu hasil ini
diharapkan menjadi masukan untuk dokter, paramedis, ahli gizi dalam pengelolaan DM II. B. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II di Puskesmas Panjatan II Kulon Progo? C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II di Puskesmas Panjatan II Kulon Progo. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik responden b. Untuk mengetahui dimensi dukungan keluarga (emosional, dorongan semangat instrumental, dan partisipasi). c. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien DM II d. Untuk mengetahui hubungan dimensi dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II. D. Manfaat Penelitian 1. Peneliti Dari hasil ini dapat menambah wawasan pengetahuan untuk peneliti khususnya masalah DM II. 2. Institusi Hasil ini diharapkan dapat membantu para tenaga medis puskesmas, rumah sakit negeri/swasta, klinik swasta yang menangani/merawat pasien diabetes rawat jalan untuk memberikan edukasi kepada keluarga penyandang DM II karena pendekatan keluarga salah satu cara dalam perawatan pasien DM. 3. Masyarakat Sebagai acuan bagi keluarga pasien DM II untuk memberi dukungan positif bagi pasien sesuai dengan perkembangan penyandang DM, serta
menambah wawasan keluarga dan masyarakat tentang pentingnya dukungan psikologis bagi perawatan pasien.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini sudah pernah diteliti sebagai berikut: Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Tahun Persamaan Perbedaan 1 Tang Social Support, 2008 Metode Wilayah Quality of Life, and Self-Care Behaviors Among Africans with Type 2 Diabetes : Cross sectional, 2 Bahremand Relationship Between Functioning Mental Considering family and Health the Mediating Role of Resiliency in Type 2 DM Patients 3 Gao Effects of self-care, self efficacy, social support on glycemic control in adults with type 2 diabetes 4 Mayberry Family support, Medication Adherence, and Glycemic Control Among Adults with Type 2 Diabetes 5 Yusra, A Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta 2014 Variabel Independe n: fungsi keluarga, 2013 Jenis cross sectional Variabel independe n: dukungan sosial, 2012 Jenis cross sectional, Variabel independe n: dukungan keluarga 2010 Desain cross sectional. Variabel dependen: kualitas hidup,, HbA1c, dan wilayah Variabel dependen: kualitas hidup Asuhan diabetes dan pengendalian gula darah dengan HbA1c dan wilayah Variabel dependen: pemeriksaan darah dengan HbA1c dan wilayah Wilayah