BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
PERSEPSI MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA DAN BATAK KARO DALAM KONTEKS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak tahun 1920, dunia mengalami economic boom, yakni sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Masyarakat tersebut pada

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sikap bahasa merupakan sebagian dari sosiolinguistik yang mengkaji tentang bahasa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam masyarakat majemuk seperti di Indonesia dimana perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

DINAMIKA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA FISIP USU DALAM MENJAGA HARMONISASI. Fipit Novita Sari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Fokus Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penenlitian.. 7

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kota Salatiga merupakan kota kecil dengan luas wilayah km 2

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas masing-masing yang menjadi pembeda dari setiap suku.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN. sebab sejarah berkaitan dengan sebagian dari kebenaran dan pengetahuan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

KONSEP KEBUDAYAAN. Kuliah 2 - Geografi Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Hasil Olah Peneliti. Universitas Sumatera Utara

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Budaya yang dimiliki seseorang sangat menentukan bagaimana cara kita

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Upacara Adat Pencucian Pusaka Nyangku merupakan suatu upacara

MEMAHAMI ANTILOKUSI PADA POLISI

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengenali apa saja terdapat di daerah itu. Keberagaman kebudayaan tersebut

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan yang menjadi inti dari komunikasi itu sendiri sampai saat ini selalu menjadi suatu kajian yang tak pernah ada habisnya. Secara sederhana, komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan sebuah saluran, sehingga bisa memberikan suatu efek bagi komunikan itu sendiri, sesuai dengan pemaknaannya terhadap pesan yang diterima. Bentuk pesan dalam komunikasi ini juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu pesan dalam bentuk bahasa verbal dan juga pesan dalam bentuk bahasa non verbal. Komunikasi verbal adalah proses penyampaian pesan kepada komunikan dalam bentuk kata-kata baik itu secara lisan ataupun dalam bentuk tertulis. Sedangkan komunikasi non verbal adalah proses penyampaian pesan kepada komunikan dalam bentuk ekspresi, sentuhan, wajah, waktu, gerak, isyarat, bau, perilaku, mata dan lain-lain, yang bisa merangsang makna pada diri komunikan tersebut. Proses pemaknaan inilah yang pasti kita alami dalam segala aspek kehidupan kita, dimana ketika menjalin komunikasi dengan orang lain, kita pasti terlibat langsung dalam komunikasi verbal dan juga non verbal serta bagaimana kita akan memaknai simbol dari komunikasi verbal dan non verbal tersebut (Mulyana, 2007:259). Kesamaan pemaknaan terhadap penggunaan simbol verbal dan non verbal akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama. Dalam hal ini, peneliti ingin menambahkan aspek kebudayaan atau dimensi perbedaan kebudayaan ke dalam proses komunikasi, maka tak lain yang akan diulas adalah Komunikasi Antarbudaya (KAB). Menurut Porter dan Samovar (1982), bahwa hubungan budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, karena melalui pengaruh budayalah maka manusia akhirnya belajar komunikasi.

Komunikasi Antarbudaya adalah komunikasi antara dua orang atau lebih dengan perhatian khusus pada faktor-faktor kebudayaan yang mempengaruhinya, bagaimana dua orang atau lebih, yang ketika menjalin sebuah komunikasi, saling memaknai simbol atau lambang, juga bahasa, dengan latar belakang budaya yang berbeda. Hal tersebut adalah sangat penting bagi kita, sehingga dapat menimbulkan pemaknaan yang sama, untuk terciptanya suatu komunikasi yang efektif. Salah satu asumsi yang ada dalam komunikasi antarbudaya adalah adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan. Bagaimana persepsi mengenai orang lain dan akibat dari persepsi tersebut terhadap sifat hubungan yang terbentuk. Komunikasi, dalam bentuk dan konteks apapun, selalu menampilkan perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikan. Dengan adanya perbedaan iklim budaya tersebut, maka pada umumnya perhatian teoritis atau praktis dari komunikasi selalu difokuskan pada pesan-pesan yang menghubungkan individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang berbeda. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam perbedaan itu umumnya mengimplikasikan bahwa hambatan komunikasi antarbudaya, acapkali tampil dalam bentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, prinsip, struktur budaya dan juga sistem budaya. Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang turut menentukan persepsi manusia. Berbeda kebudayaan, maka berbeda pula persepsi yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebut. Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, penilaian dan perasaan. Persepsi menggambarkan pengalaman manusia tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang objek tersebut, namun adanya perbedaan persepsi diantara manusia terhadap rangsangan yang sama, inilah yang menjadi keunikan dari persepsi itu sendiri. Persepsi mempengaruhi berlangsungnya komunikasi antarbudaya. Pemahaman akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda kebudayaan.

Semakin tinggi tingkat kesamaan persepsi individu dalam suatu kelompok maka semakin besar kemungkinan anggota kelompok itu berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat mempertahankan identitasnya (Liliweri, 2001:114). Peristiwa tentang persepsi dalam komunikasi antarbudaya ini masih sering kita temukan di negara kita sendiri, Indonesia, karena terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri suku yang satu dengan yang lainnya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok masyarakat. Ciri nyata dari keanekaragaman ini adalah adanya kecenderungan yang kuat dari setiap suku bangsa untuk mempertahankan identitas masing-masing. Orientasi yang dominan ke dalam golongan sendiri memberikan indikasi mengenai pekanya hubungan antarsuku atau antarbudaya dalam masyarakat, dikarenakan perbedaan nilai budaya dalam setiap suku, hal ini sering disebut dengan Etnosentrisme (Lubis,1999:2). Etnosentrisme ini juga bisa kita maknai dengan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai hal yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur serta bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Hal ini menyebabkan persepsi dalam setiap kelompok etnis memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai orang barbar, kafir, atau bahkan tidak mempunyai peradaban. Inilah yang sering diperhatikan oleh penulis, jangankan antar suku dalam negara Indonesia, antarsub suku dalam satu rumpun pun, hal seperti ini masih sering terjadi, misalnya suku Batak. Suku Batak terdiri dari sub-sub suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola-Mandailing, Batak Pakpak/Dairi (Siahaan,E.K,dkk. 1975:1). Dalam hal ini peneliti ingin melihat proses komunikasi antarbudaya lebih spesifik lagi dari sekian banyaknya suku di Indonesia, yaitu proses komunikasi antarbudaya Suku Batak Toba dan Suku Batak Karo. Dua suku itu adalah sub suku yang berada dibawah satu rumpun yaitu Suku Batak, namun memiliki perbedaan yang kontras dalam banyak hal, apabila dibandingkan dengan sub Suku Batak lainnya. Tidak hanya dialek

serta bahasanya, namun juga nilai-nilai kehidupan, prinsip hidup, struktur sosial, adat-istiadat dan yang lainnya. Perbedaan persepsi, adanya stereotip, prasangka dan juga etnosentrisme dari suatu suku terhadap suku lainnya sering terealisasi dalam fenomenafenomena yang sering diamati, bahkan dialami langsung oleh peneliti, yaitu adanya keluarga suku Batak Toba yang melarang anak-anaknya berpacaran dengan suku Batak Karo dan juga sebaliknya, orang tua dari suku Batak Karo melarang anak-anaknya untuk menjalin hubungan yang sangat dekat atau pacaran bahkan menikahi orang yang bersuku Batak Toba. Peneliti mendapati hal yang demikian karena sudah bertanya kepada beberapa orang yang mewakili kedua suku tersebut, teman-teman dari suku Batak Toba dan suku Batak Karo yang ada di kampusnya, akhirnya peneliti mendapati fenomena yang sama. Jika ditarik benang merah, maka yang menjadi pemicu timbulnya fenomena adalah persepsi yang berbeda, stereotip, prasangka dan etnosentrisme diantara kedua sub suku Batak tersebut, Batak Toba dan Batak Karo yang membuat komunikasi antarbudaya menjadi sedikit terbatas. Hal ini tentunya semakin diperkuat lagi setelah peneliti melakukan pra penelitian di Desa Unjur, Kabupaten Samosir, pada tanggal 18 Januari 2013, dengan bertanya kepada beberapa orang yang berasal dari suku Batak Toba yang ada di desa itu dan pra penelitian di Desa Surbakti, Kabupaten Karo, pada tanggal 25 Januari dengan melakukan hal yang sama, yaitu bertanya kepada beberapa orang yang berasal dari suku Batak Karo, peneliti pun akhirnya menemukan stereotip dari suku Batak toba terhadap Batak Karo dan juga sebaliknya. Adapun stereotip masyarakat suku Batak Toba terhadap masyarakat suku Batak Karo, cenderung pendendam, jorok, kuat dalam hal-hal mistis, perempuan Batak Karo cenderung lebih etnosentris, sedikit licik, berbeda apa yang dikatakan dimulut dan dihati, bahasa dan tradisi yang kuat, pemalas, mengutamakan harta daripada pendidikan, sedikit sombong dengan harta benda yang dimiliki. Sebaliknya suku Batak Karo juga mengakui bahwa suku Batak Toba itu pekerja keras, harga diri tinggi namun bukan berarti gengsi, menjunjung tinggi harkat khusus perempuan,

cerdas, mengutamakan pendidikan dan kemajuan daripada harta benda, prinsip dan idealisme yang kuat, dan agak kasar dan terkesan keras. Prinsip-prinsip yang berbeda dalam budaya kedua suku tersebut menjadi salah satu faktor penghambat komunikasi antarbudaya, yang mengakibatkan individu dari suku Batak Toba lebih mementingkan kelompoknya sendiri karena menganggap prinsip, norma, adat istiadatnya lebih baik daripada suku Batak Karo dan juga sebaliknya, sehingga sulit untuk menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman atau hubungan ke jenjang yang lebih serius, antarsuku tersebut atau sering disebut dengan etnosentrisme. Dalam penelitian ini, peneliti memusatkan perhatian pada dua suku, Batak Toba dan Batak Karo yang berada dibawah satu rumpun suku, yaitu suku Batak. Supaya lebih spesifik lagi, peneliti memilih lokasi untuk mengadakan penelitian kepada masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Unjur, Kabupaten Samosir dan masyarakat Batak Karo yang ada di Desa Surbakti, Kabupaten Karo. Desa Unjur merupakan desa yang secara geografis terdiri dari tanah dan bebatuan. Desa ini akan terlihat kering, gersang dan tandus ketika musim kemarau melanda. Sama seperti desa lainnya, Desa Unjur ini juga memiliki iklim penghujan dan kemarau di setiap tahunnya. Sumber penghasilan masyarakat di desa ini adalah dengan bertani. Hasil tani yang paling bisa diandalkan dari desa ini adalah jagung, bawang merah, beras, dan juga jenis sayuran tertentu. Desa Unjur adalah salah satu desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dengan penduduk yang didominasi oleh masyarakat sub suku Batak Toba. Penduduk sebanyak 161 Kepala Keluarga (KK), hanya ada 1 KK yang berasal dari suku Batak Angkola Mandailing dan hanya 1 KK yang beragama Islam, selebihnya beragama Kristen. Jadi memang benar-benar desa yang asli didiami oleh Suku Batak Toba. Desa inilah yang diamati peneliti mengalami fenomena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kemudian, peneliti mencoba bertanya kepada beberapa orang tua yang tinggal di Desa Unjur dan memang masih banyak orang tua yang melarang anak-anaknya menjalin hubungan lebih dari sekedar teman dengan seseorang yang berasal dari suku lain, terutama sub suku Batak Karo.

Sementara Desa Surbakti adalah salah satu desa yang mempunyai penduduk yang cukup banyak berasal dari suku Batak Toba. Desa ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Secara umum keadaan topografi desa Surbakti adalah daerah perbukitan atau dataran tinggi. Iklim di desa ini sama halnya dengan desa-desa lainnya di wilayah Indonesia, yaitu kemarau dan penghujan, hal ini berhubungan dengan mata pencaharian yang mendominasi desa tersebut, yakni bertani. Udara yang sejuk dan pemandangan yang sangat indah adalah salah satu daya tarik dari desa ini. Penduduk dominan adalah suku Batak Karo, dengan jumlah penduduk sebanyak 632 KK. Desa ini sudah dipengaruhi oleh era modern, karena memang letaknya yang dekat dengan Kota Berastagi dan Kota Medan. Namun, ketika peneliti melakukan survey sementara dan bertanya kepada beberapa orangtua di desa Surbakti, tidak jarang peneliti menemukan orang tua yang mengatakan kalau mereka juga berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak pacaran dengan suku Batak Toba, walaupun pada akhirnya beberapa dari anak-anak mereka menikah dengan suku Batak Toba. Inilah yang membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti apa sebenarnya persepsi orang tua dari sub suku Batak Toba terhadap sub suku Batak Karo, dalam nilai-nilai perkawinan kedua suku tersebut, namun bukan berarti hanya dari sudut adat pernikahan, tetapi juga mencakup nilai, norma, sistem kepercayaan, kebiasaan, cara pandang (pandangan hidup), sikap, stereotip, prasangka dan hal lain yang membedakannya. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode studi kasus, agar tidak membatasi pemikiran, pendapat, dan sanggahan dari masyarakat yang ingin diteliti, sehingga peneliti bisa bertanya lebih jauh dan lebih dalam tentang kasus tersebut. Peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data purpossive sampling, dengan kriteria yaitu orang tua yang sudah mempunyai anak 17 tahun ke atas. Kriteria inilah yang dibuat oleh peneliti, karena memang dalam konteks usia anak menuju remaja seperti itulah orangtua akan lebih berhati-hati dalam menghadapi fase perkembangan psikologis anak, dimana usia 17 tahun ke atas itu merupakan umur yang rentan dalam hal biologis (seks) dan merupakan salah satu syarat

diakui sebagai pribadi yang sudah diterima, serta mempunyai tanggung jawab sosial dalam lingkungan bermasyarakat. 1.2 Fokus Masalah Berdasarkan uraian konteks masalah di atas, maka peneliti merumuskan bahwa fokus masalah yang akan diteliti adalah Bagaimana masyarakat suku Batak Toba di Desa Unjur dan masyarakat suku Batak Karo di Desa Surbakti dalam mempersepsi nilai-nilai perkawinan antarsuku tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui persepsi dalam Komunikasi Antarbudaya suku Batak Toba terhadap suku Batak Karo dan sebaliknya, suku Batak Karo terhadap Batak Toba. 2. Untuk mengetahui pergeseran nilai-nilai dari masing-masing kebudayaan dalam memahami arti perkawinan antarsuku tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis dalam Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai Komunikasi Antarbudaya. 2. Manfaat Teoritis, untuk menguji pengalaman teoritis peneliti selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun mahasiswa lain yang membacanya, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi. 3. Manfaat Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam memahami persepsi dalam Komunikasi antarbudaya.