MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGURANGAN BULLWHIP EFFECT DENGAN METODE VENDOR MANAGED INVENTORY

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka kebutuhan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. fleksibilitas dalam supply chain mereka. Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah


SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Implementasi Permainan sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Mahasiswa dalam Pembelajaran Matakuliah di Jurusan Teknik Industri

Deskripsi Mata Kuliah

EVALUASI BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE CENTRALIZED DEMAND INFORMATION (CDI).

PENGENDALIAN PERSEDIAAN DUA ESELON DENGAN MENGGUNAKAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE (JELS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada masa sekarang ini industri manufaktur telah

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PT. MONDRIAN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB I PENDAHULAUAN. perkapita penduduk namun masih belum bisa mengukur tingkat kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. logistik sudah digunakan untuk mengatasi berbagai jenis kebutuhan manusia dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU ABSTRAK

TUGAS AKHIR ANALISA BULLWHIP EFFECT PADA PT. HARUM OSSAMAC PURWODADI

PERANCANGAN VALUE STREAM MAPPING PROSES PRODUKSI MAINAN KAYU PADA CV. MK

Perbaikan Sistem Pergudangan di PT. X

Data untuk Perhitungan Biaya Kirim Data untuk Perhitungan Biaya Simpan Pembeli Data untuk Perhitungan Biaya

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG KARPET MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER INTERVAL PROBABILISTIC MODEL

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

Chain management, dengan menganalisa dari bab-bah sebelumnya dan

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Program Studi Teknik Industri, Universitas Tarumanagara

BAB I PENDAHULUAN. dari sudut pandang konsumen oleh karena itu perlu dieliminasi. Didalam lean

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

Kajian Manajemen Rantai Pasok Terhadap Permintaan Produk Untuk Mengevaluasi Bullwhip Effect

PERMASALAHAN BULLWHIP EFFECT PADA SUPPLY CHAIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA)

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat dan inovatif perilaku konsumen menuntut perhatian yang

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN DI DIVISI GROCERY PT. HERO SUPERMARKET Tbk. CABANG HERO SOLO SQUARE

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI KOORDINASI PRODUKSI, PENJUALAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN ANTARA PRODUSEN DENGAN BEBERAPA DISTRIBUTOR (Studi Kasus di Industri Keramik)

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG DENGAN DEMAND DAN LEAD TIME YANG BERSIFAT PROBABILISTIK DI UD. SUMBER NIAGA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

1.1 Latar Belakang Masalah

Tesis MM 2403 PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT)

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

OPTIMALISASI SISTEM PERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PADA PUSAT DISTRIBUSI MINIMARKET BERJARINGAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan Materi #4

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Studi Perbandingan Ekpektasi Biaya Total Antara Kasus Bakcorder dan Lost Sales pada Model Persediaan Probabilistik

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENERAPAN PENGUKURAN BULLWHIP EFFECT UNTUK MENGURANGI KETIDAKPASTIAN STOK DI MINIMARKET

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

Analisis Pemborosan Proses Loading dan Unloading Pupuk dengan Pendekatan Lean Supply Chain

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sun (2011) mengatakan bahwa lean manufacturing merupakan cara untuk

Penentuan Skenario Kebijakan Persediaan Terbaik dengan Pendekatan Simulasi Montecarlo

BAB III LANDASAN TEORI. Desain Sistem Informasi menerangkan sistem adalah sekumpulan dari elemenelemen

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Lemlit USAKTI 01 (01), 2016

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

Transkripsi:

MEMINIMASI MANUFACTURING LEAD TIME MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN DAMPAKNYA PADA BULLWHIP EFFECT Rahmi Maulidya, Aziz Hamka Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri, FTI, Universitas Trisakti Email : rmauli@yahoo.com, azizhamka@yahoo.co.id ABSTRACT Permintaan pasar yang tidak terpenuhi dapat mengakibatkan meningkatnya variabilitas antara jumlah produksi dan permintaan. Selain menyebabkan terjadinya pemborosan, keadaan ini juga mendorong terjadinya bullwhip effect. Pada kasus perusahaan yang memproduksi produk rumah tangga berbahan plastik, diperoleh nilai BE melebihi 1, yang menandai terjadinya bullwhip effect. Bullwhip effect yang terjadi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu peramalan permintaan dan lead time. Peramalan permintaan mempengaruhi jumlah ketersediaan bahan baku sedangkan lead time memperhatikan manufacturing led time. Pada penelitian diperlihatkan bahwa perbaikan yang dilakukan pada penentuan jumlah produksi melalui peramalan permintaan dapat memperkecil variabilitas Bullwhip Effect. Minimasi Manufacturing Lead Time (MLT) dilakukan dengan menghilangkan dan menggabungkan beberapa operasi produksi. Keterkaitan antara Manufacturing Lead Time dengan ketersediaan bahan baku memiliki hubungan dalam mengurangi nilai Bullwhip Effect sebesar 64,3%. Key Words : Manufacturing Lead Time, Process Cycle Efficiency, Bullwhip Effect 1. PENDAHULUAN Dalam perkembangan rantai pasok, pemasok dan penjual melakukan pengamatan terhadap kinerja rantai pasok. Ketika konsumen meminta produk yang umum, persediaan dan level back-order menjadi sangat berfluktuasi. Tidak terpenuhinya permintaan konsumen dapat mengakibatkan meningkatnya variabilitas antara jumlah produksi dan permintaan yang mendorong pada keadaan bullwhip effect. Pada tingkatan rantai pasok, retailer menentukan permintaan konsumen dan melalukan pemesanan pada wholesaler, kemudian wholesaler menerima produk dari distributor yang dibuat oleh pabrik (Simchi-Levi at.al, 2008). Peningkatan dalam variabilitas pada rantai pasok direferensikan sebagai bullwhip effect pada empat tingkatan sederhana manajemen rantai pasok yaitu: retailer, wholesaler, distributor dan factory. Retailer menentukan permintaan konsumen dan melakukan pemesanan terhadap wholesaler. Wholesaler menerima produk dari distributor, yang memesan kepada factory (Simchi-Levi et al, 2008). Penelitian ini memiliki tujuan untuk meminimasi nilai Bullwhip Effect untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui ketersediaan bahan baku dan perbaikan pada lead time. Batasan dalam penelitian ini adalah tidak membahas masalah biaya dan tidak membahas permasalahan yang diakibatkan oleh faktor eksternal, khususnya supplier. 2. TINJAUAN LITERATUR 2.1. Value Stream Mapping Value stream mapping adalah peta aliran dari value stream process yang menggambarkan proses produksi dengan menggunakan manufacturing lead time pada bagian produksi sampai produk sampai di tangan konsumen yang melalui proses pemesanan, pengadaan bahan baku sampai dengan pendistribusian. Operasi dalam sebuah proses produksi dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan pada konsep customer value, yaitu operasi value adding (VA), operasi business value adding (BVA), dan operasi non value adding (NVA). Operasi value adding (VA) terdiri dari membuat produk, atribut pelayanan, dan mengutamakan kebutuhan konsumen. Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 264

Operasi lainnya meningkatkan kompleksitas proses yang menghasilkan biaya dan cycle time yang lebih tinggi. Kategori pertama berisikan business value added (BVA) sering tidak diperlihatkan dari konsumen, tetapi konsumen terpaksa untuk menanggung pembiayaan produk atau jasa dengan kebutuhan konsumen. Operasi BVA terjadi karena keterbatasan teknologi yang tidak dapat dihilangkan. Meskipun operasi BVA mungkin diperlukan dalam waktu singkat, BVA seharusnya dihilangkan secara periodik dari proses ketika dapat dilakukan. Kategori kedua berisikan operasi-operasi yang sebetulnya tidak diperlukan baik dari internal maupun eksternal kebutuhan konsumen, yaitu non value added (NVA). Operasi NVA harus segera dihilangkan dari proses. Operasi BVA dan NVA terdiri dari transportasi, menunggu, inspeksi, evaluasi, perbaikan, dan administrasi. Salah satu indikator kinerja kunci dari value stream process ialah process cycle efficiency (PCE) yang dirumuskan sebagai berikut =!" # $% &' (1) 2.2. Manajemen Rantai Pasok Manajemen rantai pasok adalah sebuah bagian pendekatan yang digunakan untuk menggabungkan secara efisien antara pemasok, manufaktur, gudang, dan toko, sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan pada jumlah, tempat, dan waktu yang tepat, dengan tujuan untuk meminimasi biaya perluasan sistem ketika memenuhi kebutuhan pelayanan (Simchi- Levi et al, 2008). Definisi tersebut menyebabkan beberapa observasi. Pertama, manajemen rantai pasok menyebabkan pertimbangan setiap fasilitas yang memiliki dampak pada biaya dan memainkan peran dalam menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan konsumen, yaitu dari pemasok dan fasilitas manufaktur melalui gudang dan pusat distribusi ke penjual dan toko. Bahkan, dalam beberapa analisa rantai pasok, hal ini penting untuk memperhitungkan pemasok dari pemasok dan konsumen dari konsumen karena memiliki sebuah dampak dalam pelaksanaan rantai pasok (Simchi-Levi et al, 2008). Kedua, objek dari manajemen rantai pasok ialah menjadikan efisien dan efekstifitas biaya di seluruh sistem; jumlah biaya perluasan sistem, mulai transportasi dan distribusi hingga inventori baik bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi seminimal mungkin. Demikian, penekanan tidak sesederhana meminimalisir biaya transportasi atau mengurangi inventori tetapi, sebaliknya, dalam mengambil sebuah pendekatan sistem ke manajemen rantai pasok (Simchi-Levi et al, 2008). Akhirnya, karena manajemen rantai pasok dilakukan di antara integrasi efisiensi dari pemasok, manufaktur, penyimpanan, dan tempat penjualan yang mencakup aktifitas perusahaan di berbagai tingkatan, dari tingkat strategi hingga taktis tingkat operasional. Hal-hal yang membuat manajemen rantai pasok sulit dilakukan terdapat 3 hal, yaitu pertama, strategi rantai pasok tidak dapat diterapkan dalam batasanbatasan. Kedua, rantai pasok memacu untuk mendesain dan mengoperasikan sebuah total biaya perluasan sistem secara minim, dan perluasan sistem pada tingkat pelayanan dipelihara. Ketiga, ketidakpastian dan resiko melekat di setiap rantai pasok (Simchi-Levi et al, 2008). Tantangan di integrasi rantai pasok tentu saja mengkoordinasikan aktifitas antar rantai pasok sehingga perusahaan dapat meningkatkan performa yaitu menekan biaya, meningkatkan pelayanan, mengurangi bullwhip effect, memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik, dan tanggap secara efektif terhadap perubahan pasar. Seperti banyak perusahaan telah menyadari, tantangan yang ada tidak hanya koordinasi produksi, transportasi, dan keputusan inventori, tetapi lebih umum, pengintegrasian front end dari rantai pasok, permintaan konsumen sampai dengan back end rantai pasok, pembagian produksi dan manufaktur. 2.3. Distorsi Informasi dan Bullwhip Effect 2.3.1. Distorsi Informasi Distorsi informasi pada rantai pasok adalah salah satu sumber kendala dalam menciptakan rantai pasok yang efisien. Sering kali, informasi tentang permintaan konsumen terhadap suatu produk relatif stabildari waktu ke waktu, namun order dari toko ke penyalur dan dari penyalur ke pabrik jauh lebih fluktuatif dibandingkan dengan pola permintaan dari konsumen tersebut. Permintaan yang sebenarnya relatif stabil di Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 265

tingkat pelanggan akhir berubah menjadi fluktuatif di bagian hulu rantai pasok dan semakin ke hulu peningkatan tersebut semakin besar, fenomena ini dinamakan dengan bullwhip effect (Pujawan, 2005). 2.3.2. Penyebab Bullwhip Effect Terdapat beberapa penyebab bullwhip effect yaitu peramalan permintaan, lead time, batch ordering, fluktuasi harga, dan peningkatan pesanan yang akan dijelaskan lebih detail. 1. Peramalan permintaan dilakukan hampir setiap perusahaan karena tidak ada perusahaan yang bisa mengetahui dengan pasti berapa produk yang akan diminta oleh pelanggan pada suatu periode tertentu. Apabila perusahaan menggunakan kebijakan persediaan reorder point atau order-up-to level (ada batas persediaan maksimum dan minimum), parameter persediaan seperti persediaan pengamanan, inventori maximum, dan sebagainya juga berubah dengan adanya pembaharuan ramalan permintaan, hal ini menyebabkan variabilitas order yang dipesan oleh ritel lebih besar dibandingkan dengan variabilitas permintaan yang diterimanya dari pelanggan terakhir. Model ramalan yang digunakan juga bisa berpengaruh terhadap intensitas bullwhip effect. 2. Lead time mudah dilihat bahwa kenaikan variabilitas diperbesar dengan kenaikan lead time. Untuk tujuan ini, memperhitungkan safety stock levels dan base-stock levels, dalam berbagai macam akibat perkiraan dari rata-rata dan standar deviasi permintaan konsumen dengan menjumlahkan lead time dan perhitungan periodik. 3. Batch ordering mengakibatkan ritel akan memesan dalam jumlah yang lebih besar karena proses produksi dan pengiriman produk tidak akan ekonomis bila dilakukan dalam ukuran kecil. 4. Fluktuasi harga dapat mengakibatkan terjadinya bullwhip effect. Jika harga berfluktuasi, ritel sering berusaha untuk meningkatkan persediaan barang ketika harga murah. 5. Peningkatan pesanan konsumen mengakibatkan situasi permintaan lebih tinggi dari persediaan, ritel sering melakukan apa yang dinamakan rationing, yakni hanya memenuhi pesanan pelanggan dalam sekian persen dari volume yang dipesan. Kekurangan stok terjadi setiap saat dan tidak mudah untuk diprediksi. Akibatnya, sering kali saat sebenarnya persediaan mencukupi, pelanggan mengubah atau membatalkan pesanan. 2.3.3. Mengukur Bullwhip Effect Pengukuran bullwhip effect tidak mudah dilakukan. Ukuran bullwhip effect pada suatu eselon rantai pasok merupakan perbandingan antara koefisien variansi dari order dan koefisien variansi dari permintaan. Formulasi matematik dapat dilihat pada persamaan (2). Dimana ( = ) *+,-./01 ) -2345- (2) 6 789: = : *+,-./01 *+,-./01 (3) 6 ; = : -2345- -2345- (4) Keterangan : CV (produksi) : koefisien variansi produksi. CV (demand) : koefisien variansi permintaan. S (produksi) : standar deviasi produksi. mu (produksi) : rata-rata produksi. S (demand) : standar deviasi demand. mu (demand) : rata-rata demand. 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengurangi variabilitas pada rantai pasok melalui pengukuran nilai Bullwhip Effect. Kemudian ditentukan perbaikan yang akan dilakukan diantaranya adalah ketersediaan bahan baku dan lead time. Pembahasan terkait dengan lead time difokuskan pada manufacturing lead time yang memperlihatkan pemborosan. Tahapan untuk meminimasi manufacturing lead time menggunakan value stream mapping untuk menentukan Process Cycle Efficiency dan menentukan perbaikan terkait dengan pemborosan tersebut. Pada penyelesaian yang menyangkut ketersediaan bahan baku, cara yang dilakukan adalah menentukan jumlah kebutuhan bahan baku dengan peramalan. Keterkaitan antara manufacturing Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 266

lead time dan ketersediaan bahan baku pada penelitian ini yang akan memperlihatkan dampak terhadap nilai Bullwhip Effect. 4. HASIL Kasus produk peralatan rumah tangga berbahan plastik memiliki data permintaan dan data produksi selama tiga bulan yang dibagi dalam satuan unit per minggu. Produk yang diamati adalah Produk A dan B dimana kedua produk tersebut berada pada satu lini produksi yang sama. 4.1. Value Stream Mapping Value stream mapping merupakan peta aliran proses produksi dari proses pemesanan, penyediaan bahan baku hingga produk didistribusikan ke konsumen. Salah satu tujuan pembuatan value stream mapping adalah untuk memperoleh manufacturing lead time pembuatan produk yang diamati. Pada Gambar 1 ditunjukkan value stream mapping yang dihasilkan untuk produk A dan B yang berada pada satu lini produksi yang sama. Kemudian akan diperoleh pembagian kategori aktivitas produksi yang ada menjadi value added time (VA), bussiness value added time (BVA), dan non value added time (NVA). Tujuan dari pembagian ketiga kategori ialah untuk meminimasi manufacturing lead time sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dengan waktu produksi yang tersedia dan dapat diperoleh nilai process cycle efficiency (PCE). Perhitungan untuk Produk A dan B yang berada pada lini produksi yang sama memiliki nilai total manufacturing lead time sebesar 237,62 detik dan value added time sebesar 127,13 detik. Perhitungan process cycle efficiency adalah : <=>?@AA BC?D@ EFFG?G@H?C <BE = = IJK,IM = 53,5 %!" # $% &' JMK,NJ 4.2. Pengukuran Bullwhip Effect Pengukuran bullwhip effect bertujuan untuk mengetahui nilai bullwhip effect produk yang diamati. Pengukuran nilai bullwhip effect (BE) ini menggunakan nilai s produksi dan mu produksi untuk produksi dan s order dan mu order untuk demand. Nilai BE menggunakan persamaan (2) untuk Produk A dan B masing-masing dapat dilihat pada tabel 1. Table 1. Data Permintaan dan Data Produksi Produk A Produk B AVR Demand 2058,33 1984,5 Produksi 1965,67 1847,5 STD Demand 55,73 72,98 Produksi 113,74 146,92 CV Demand 0,027 0,037 Produksi 0,058 0,08 BE 2,148 2,162 Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 267

Gambar 1. Value Stream Mapping untuk lini produksi produk A dan produk B 4.3. Perbaikan Perbaikan yang dilakukan terbagi dua berdasarkan nilai manufacturing lead time dan berdasarkan nilai Bullwhip Effect. Nilai manufacturing lead time yang diperoleh dari masing-masing produk di atas 50% yang menandakan efisiensi proses produksi sudah cukup baik dimana titik efisiensi proses produksi untuk perusahaan di Indonesia pada umumnya sebesar 30% (Gaspersz, 2011). Namun, jika dirincikan lebih lanjut, terdapat beberapa elemen kerja yang dapat digabungkan sehingga dapat meminimasi manufacturing lead time. Perbaikan yang dilakukan untuk meminimasi manufacturing leadtime dengan perbaikan sistem kerja terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Usulan perbaikan untuk meminimasi manufacturing lead time No Masalah yang Ada Elemen Kerja Keterangan Usulan Perbaikan 7 Pemindahan Kepala Sapu ke Divisi Sapu & Sikat (Dengan Forklift ) Menggabungkan pemindahan elemen kerja 7 dan 26, karena 1 8 Pemindahan Bulu Sikat ke Pemotongan Bulu Sikat (Dengan Handpallet ) perpindahan dari Divisi Injeksi melalui gudang penyimpanan kardus. Jarak perpindahan 10 Pemindahan Bulu Sapu ke Mesin CNC (Dengan Handpallet ) Menggabungkan pemindahan elemen kerja 8 dan 27 karena perpindahan bahan baku yang 12 Pemindahan Kepala Sapu ke Mesin CNC (Dengan Handpallet ) gagang sapu melalui gudang bulu sikat terlalu jauh 26 Memindahkan Kardus dari Gudang ke Divisi Sapu & Sikat (Dengan Trolley) Menggabungkan pemindahan elemen kerja 10 dan 12, karena 27 Memindahkan Gagang Sapu ke Divisi Sapu Dan Sikat (Dengan Forklift) perpindahan kedua operasi dilakukan ke stasiun kerja yang sama. 2 6 Pemeriksaan Kepala Sapu dan Merapikan Bagian yang Tidak Rata Operasi dilakukan pada Divisi Injeksi yang memiliki peranan Inspeksi berulang 11 Memeriksa Kualitas Kepala Sapu memproduksi kepala sapu, sehingga kualita kepala sapu menjadi pada kedua divisi 22 Sapu Dirapikan pada Bagian yang Tidak Rata tanggung jawab Divisi Injeksi sehingga elemen kerja 11 dan 22 dapat 3 4 Operasi yang dapat dilakukan bersamaan dibagi menjadi operasi yang berbeda Operasi dengan menggunakan mesin dan operator menjadi idle 16 17 Kepala Sapu Dilubangi dengan Mesin CNC Kepala Sapu Diberikan Bulu Sapu dengan Cara Dijahit dengan Menggunakan Kawat oleh Mesin CNC 5 Pencetakan Biji Plastik (Dengan Mesin Injection ) 6 Pemeriksaan Kepala Sapu dan Merapikan Bagian yang Tidak Rata Menggabungkan elemen kerja 16 dan 17 dengan mengambil waktu terpanjang di antara kedua operasi. Pada saat operator menunggu hasil injeksi, operator dapat memeriksa hasil injeksi sebelumnya dan merapikan bagian yang tidak rata pada kepala sapu. Nilai bullwhip effect pada produk melebihi nilai 1 yang disebabkan oleh variabilitas yang cukup tinggi yang terlihat pada nilai rata-rata produksi maupun permintaan. Selisih jumlah permintaan dan kapasitas produksi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya bullwhip effect yang terlihat dari selisih jumlah kebutuhan bahan baku. Faktor penyebab kurangnya persediaan bahan baku salah satunya adalah keterlambatan yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti administrasi bea cukai dan sebagainya dimana hal tersebut menjadi batasan dalam penelitian ini dan jumlah yang tertera di tabel kebutuhan bahan baku menjadi usulan untuk perencanaan periode masa yang akan datang. Rangkuman hasil penelitian untuk produk A dan produk B yang berada pada lini produksi yang sama dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Hasil Penelitian Produk A dan Produk B Parameter Produk Sebelum Sesudah Process Cycle Efficiency Produk A dan Produk B 53,5% 56,29% Nilai Bullwhip Effect Produk A 2,148 1 Produk B 2,162 1,216 Hasil yang terkait dengan semua produk pada kasus yang diamati, memberikan hasil sebagai berikut: Pada Value Stream Mapping terdapat Business Value Added Time (BVA) dan Non Value Added Time (NVA) yang cukup panjang yaitu dengan rata-rata 45,29 % dari total waktu produksi. Setelah dilakukan perbaikan diperoleh penurunan Business Value Added Time (BVA) dan Non Value Added Time (NVA) menjadi 34,93%. Minimasi Manufacturing Lead Time (MLT) yang telah dilakukan dengan menghilangkan dan menggabungkan beberapa operasi produksi menghasilkan penurunan terhadap MLT sebesar 15,63%, peningkatan terhadap Process Cycle Efficiency sebesar 7,27%, dan penurunan Bullwhip Effect sebesar 33,99%. Peramalan permintaan untuk menentukan jumlah ketersediaan bahan Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 268

baku dilakukan dengan 2 metode untuk jangka menengah yaitu metode regresi linier dan metode siklis. Dimana hasil peramalan permintaan yang diasumsikan sebagai target produksi, menunjukkan pengurangan nilai Bullwhip Effect pada produk yang diamati sebesar 69,68%. Keterkaitan antara Manufacturing Lead Time dengan ketersediaan bahan baku miliki hubungan dalam mengurangi nilai Bullwhip Effect sebesar 64,3%. 5. KESIMPULAN Bullwhip effect yang terjadi di setiap produk yang diamati dapat dikurangi pada faktor pertama yaitu peramalan permintaan yang mempengaruhi ketersediaan bahan baku, serta faktor kedua yaitu manufacturing lead time yang dapat digambarkan menggunakan value stream mapping dengan perbaikan melalui evaluasi terhadap elemen kerja dalam proses produksi. Penelitian lebih lanjut untuk meminimasi Manufacturing lead time dalam kasus masih dapat dilakukan melalui perbaikan tata letak produksi. 6. DAFTAR PUSTAKA Buffa, Elwood S. Manajemen Produksi / Operasi, jilid 2. Jakarta : Erlangga, 1984. Krajewski, Lee J. And Ritzman, Larry P. Operations Management: Strategy and Analysis, 6 th ed., PHI, 2002. Londong, Dedy. 2012. Menentukan Lead Time Proses Produksi. Diunduh tanggal 11 April 2013 dari : http://dedylondong.blogspot.com/2012/ 01/bagaimana-cara-menentukan-leadtime.html Sehgal, Vivek. 2009. Enterprise Supply Chain Management (Integrating Bestin-Class Processes). New Jersey : John Wiley & Sons. Simchi-Levi, David, dkk. 2008. Designing and Managing the Supply Chain : Concepts, Strategies and Case Studies (3rd edition). New York : McGraw- Hill/Irwin. Sutalaksana, Iftikar Z.,dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung : Institut Teknologi Bandung. W. Martin, James. 2007. Lean Six Sigma for Supply Chain Management. USA : McGraw- Hill. Webster, Scott. 2008. Principles and Tools for Supply Chain Management. New York : McGraw-Hill/Irwin. Zakim, Ahmad. 2009. Sekilas tentang MRP (Online). Diunduh tanggal 24 April 2013 dari :http://ahmadzakim.blogspot.com/2009/ 09/sekilas-tentang-mrp.html Meminimasi MLT (Rahmi Maulidya, dkk) Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 269