II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

dokumen-dokumen yang mirip
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

Karakteristik Sistem Usahatani Bawang Merah Dan Potensi Sebagai Penyangga Supplay Di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan


IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

STABILISASI HARGA PANGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

PENDAHULUAN. masakan guna menambahkan cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir setiap

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

Bab 4 P E T E R N A K A N

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ekonomi Pertanian di Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2016

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2016

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2015

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN JANUARI 2017 SEBESAR 102,22

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JUNI 2015

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

KETERANGAN TW I

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN APRIL 2017

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Selama periode 1989-2003, pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang konstan. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5%) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4%). Konsumsi ratarata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk tahun 2010 mencapai 976.284 ton (konsumsi = 824.284 ton; benih = 97.000 ton, industri = 20.000 ton dan ekspor = 35.000 ton). Analisis data ekspor-impor 1983-2003 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah net importer bawang merah, karena volume ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya. Berbagai indikator menyangkut status, potensi dan prospek pengembangan komoditas bawang merah di atas secara implisit tidak saja menunjukkan sisi positif perkembangan bawang merah, tetapi juga celah dan kesenjangan (sumber pertumbuhan produksi bawang merah yang lebih didominasi oleh pertumbuhan areal serta peningkatan impor yang semakin mengancam daya saing bawang merah domestik) yang perlu mendapat perhatian lebih serius untuk segera ditangani. Penulisan buku ini diarahkan untuk memperoleh gambaran mengenai prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah dalam rangka mendukung upaya revitalisasi sektor pertanian. 1

A. Profil Usaha II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Sembilan propinsi ini menyumbang 95,8% (Jawa = 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003. Selama periode 1989-2003, tingkat pertumbuhan rata-rata produksi bawang merah di Indonesia adalah sebesar 3,9% (areal panen 3,5% dan produktivitas 0,4%) per tahun. Besaran pertumbuhan menunjukkan bahwa sumber dominan peningkatan produksi bawang merah selama periode 1989-2003 adalah peningkatan areal. Hal ini mengimplikasikan bahwa peranan inovasi teknologi dalam memacu pertumbuhan produksi selama periode analisis ternyata relatif kecil. Periode panen di empat propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi, tidak saja antar propinsi, tetapi juga dari tahun ke tahun. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Pebruari sampai Mei dan November. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan April sampai Oktober. Survei di salah satu sentra produksi utama, Brebes-Jawa Tengah (Juli 2002) mengindikasikan bahwa dari 80% responden adalah petani kecil dengan luas lahan usaha < 0.5 ha. Sementara itu, petani kategori sedang (0.50 ha - < 1.00 ha) berjumlah 13%, sedangkan petani besar (1.00 ha - 4 ha) ada sekitar 7%. Ditinjau dari luas penguasaan lahan, petani besar ternyata menguasai sekitar 36% luas lahan usaha tani bawang merah, dibandingkan dengan petani gurem/kecil yang hanya menguasai sekitar 46% lahan usaha tani. Tabel 1. Areal panen dan produksi bawang merah di indonesia, 2001-2003 No Propinsi Areal (ha) 2001 2002 2003 Produksi Areal Produksi Areal (ton) (ha) (ton) (ha) Produksi (ton) 1. NAD 416 3.214 528 3.995 854 6.325 2. Sum. Utara 3.534 28.351 2.706 25.144 3.391 25.431 3. Sum. Barat 1.129 9.058 1.358 10.736 1.238 8.157 4. Riau - - - - - - 5. Jambi 162 1.207 228 1.780 179 1.466 6. Sum Selatan 7 40 3 26 2 18 7. Bengkulu 81 615 81 652 205 2.089 8. Lampung 77 786 176 1.364 86 715 9. Babel - - - - - - Sumatera 5.406 43.280 5.080 43.697 5.955 44.201 10. DKI Jakarta - - - - - - 11. Jabar 12.699 103.326 10.483 96.619 13.353 120.219 12. Jateng 23.467 195.021 24.408 215.601 27.457 231.052 13. D.I. Jogya 1.705 21.514 2.220 27.038 2.383 24.810 14. Jatim 24.546 344.642 21.201 223.147 23.394 213.818 15. Banten 72 496 82 357 39 211 Jawa 62.489 664.999 58.394 562.762 66.626 590.110 16. Bali 824 11.503 1.072. 12.502 1.199 12.614 17. N.T.B 6.855 103.012 8.818 91.151 8.801 82.838 18. N.T.T 1.013 14.685 733 6.524 796 5.367 Bali & N.T 8.692 129.290 10.623 110.177 10.796 100.819 19. Kal. Barat - - - - - - 20. Kal. Tengah - - - - - - 21. Kal. Selatan 7 15 16 120 - - 22. Kal. Timur 7 47 25 114 35 208 Kalimantan 14 62 41 234 35 208 23. Sul. Utara 977 2.643 191 1.506 296 2.243 24. Sul. Tengah 581 2.579 647 4.911 699 4.430 25. Sul. Selatan 3.345 11.607 4.176 41.053 2.949 18.304 26. Sul. Tenggara 142 847 131 972 63 159 27. Gorontalo 128 860 21 147 198 332 Sulawesi 5.173 18.736 5.166 48.589 4.205 25.467 28. Maluku 77 3.303 68 272 133 524 29. Maluku Utara 6 32 65 117 126 630 30. Papua 290 1.446 430 724 153 836 Maluku & Papua 373 4.783 563 1.113 412 1.990 Luar Jawa 19.658 196.151 21.473 203.810 21.403 172.685 Indonesia 82.147 861.150 79.867 766.572 88.029 762.795 2 3

Varietas bawang merah yang ditanam di sentra produksi Jawa Tengah dan Jawa Barat (Brebes dan Cirebon) diantaranya adalah Kuning (Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Philippines dan Thailand. Pada musim kemarau sebagian besar petani (87%) di Jawa Tengah menanam varietas Philippines. Komponen biaya produksi bawang merah tertinggi di Brebes, Cirebon dan Nganjuk secara berturut-turut adalah biaya tenaga kerja (32%-46%), bibit (22%-37%) dan pupuk buatan (8%-11%). Biaya komponen pestisida juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 5%-16%. Rasio penerimaan-biaya usahatani bawang merah di ketiga lokasi tersebut lebih besar dari satu (menguntungkan). Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu. Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Tabel 2. Biaya dan keuntungan usahatani bawang merah per hektar varietas lokal dan impor, 2003 Brebes Cirebon Nganjuk Philippines Timur Philippines Bauji Philippines BIAYA (Rp/ha) 24.386.130 20.250.990 21.433.690 27.230.300 24.067.800 PENERIMAAN (Rp/ha) 26.841.516 21.016.940 26.980.000 45.124.335 35.531.760 UNIT BIAYA (Rp/kg) 2.587 2.580 1.986 1.789 1.748 KEUNTUNGAN (Rp/ha) 2.455.386 234.050 5.546.310 17.894.03 5 11.463.960 R/C 1,10 1,04 1,26 1,66 1,48 Sumber: Data primer, 2003 Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu. Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Beragamnya pengetahuan serta teknologi perbenihan yang berkembang dalam sistem tersebut menyebabkan terjadinya variasi mutu benih yang tinggi. Secara umum, variasi mutu benih/ bibit dapat mengarah pada pencapaian produktivitas yang cenderung di bawah potensi hasil. Observasi lapangan juga mengindikasikan bahwa sistem ini secara tidak langsung memungkinkan terjadinya fluktuasi harga benih yang sangat tajam. Sistem produksi benih non-formal dikenal sebagai jaringan arus benih antar lapangan dan musim. Sistem ini menghasilkan benih tidak bersertifikat. Benih yang diproduksi melalui sistem non-formal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan orientasi pasar tradisional yang belum menuntut persyaratan mutu. Menyadari kenyataan tersebut, alternatif pemecahan masalah benih yang dapat ditempuh adalah memperbaiki kinerja sistem perbenihan informal atau di tingkat petani (informal or farmer-based seed system). Berbagai hasil penelitian telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia. Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan diantaranya adalah: (a) varietas unggul, Kramat-1, Kramat-2 dan Kuning yang memiliki karakteristik potensi hasil 21-25 t/ha, cocok ditanam di dataran rendah, musim kemarau, toleran terhadap penyakit, serta cocok untuk prosesing; (b) teknik budidaya di lahan kering/tegalan, lahan sawah, sistem pertanaman monokultur atau sistem pertanaman tumpang-gilir dengan cabai merah; (c) komponen PHT: budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/ mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, penggunaan biopestisida, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) teknologi pasca panen: pemanfaatan bawang merah dalam bentuk olahan tepung/bubuk. 4 5

B. Pasar dan Harga Pola harga musiman bawang merah di tingkat sentra produksi dan tingkat grosir dalam periode waktu 2000-2003 diperlihatkan pada Tabel 3. Pada tingkat sentra produksi, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga tertinggi terjadi pada bulan Juli. Pada tingkat grosir, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga bawang merah tertinggi tercapai pada bulan Pebruari/ November. Dalam empat tahun terakhir, terdapat indikasi kuat bahwa daya saing bawang merah nasional terus menurun dibandingkan dengan bawang merah impor. Hal ini tercermin dari semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor dan impor sejak tahun 1998. Pada tahun 2003, harga bawang merah nasional yang diekspor adalah US$ 448 per ton atau sekitar Rp. 4.034 per kg (1 US$ = Rp. 9.000), sedangkan harga bawang impor adalah US$ 295 per ton atau Rp. 2.651 per kg (Tabel 4). Jika kondisi perbedaan harga ini semakin menajam, maka diperkirakan pada tahun-tahun mendatang impor bawang merah akan terus meningkat. Pada akhirnya, hal ini dapat mengancam keberadaan dan kebersaingan bawang merah nasional, sekaligus meningkatkan ketergantungan terhadap bawang impor. Selama periode 1989-2003, rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan (Gambar 1). 1000000 900000 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 Table 3. Pola musiman harga bawang merah di tingkat sentra produksi (Brebes-Jawa Tengah) dan tingkat grosir (PIKJ), 2000-2003 Bulan J P M A M J J A S O N D Tingkat Rata-rata harga bulanan (Rp/kg) Sentra 2165 3412 3553 3544 4062 4059 4078 3013 2951 3813 3874 3101 Grosir 3257 5536 5186 5282 5186 4329 4017 3357 3550 4618 5508 5263 a rata bulanan sebagai % dari rata-rata total Rata Sentra 0,62 0,98 1,02 1,02 1,17 1,17 1,18 0,87 0,85 1,10 1,12 0,89 Grosir 0,71 1,21 1,13 1,15 1,13 0,94 0,87 0,73 0,77 1,01 1,20 1,15 a Dihitung dengan membagi setiap harga rata-rata bulanan dengan harga rata-rata bulanan total selama periode 2000-2003 (Rp. 3.469 pada tingkat sentra produksi dan Rp. 4.591 pada tingkat grosir) 6 Gambar 1 Pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah, 1989-2003 7

Tabel 3. (Lanjutan) Tingkat Bulan J P M A M J J A S O N D Rata rata harga bulanan (Rp/kg) Sentra 2165 3412 3553 3544 4062 4059 4078 3013 2951 3813 3874 3101 Grosir 3257 5536 5186 5282 5186 4329 4017 3357 3550 4618 5508 5263 Rata rata bulanan sebagai % dari rata-rata total a Sentra 0,62 0,98 1,02 1,02 1,17 1,17 1,18 0,87 0,85 1,10 1,12 0,89 Grosir 0,71 1,21 1,13 1,15 1,13 0,94 0,87 0,73 0,77 1,01 1,20 1,15 a Dihitung dengan membagi setiap harg a rata - rata bulanan dengan harga rata - rata bulanan total selama periode 2000-2003 (Rp. 3 469 pada tingkat sentra produksi dan Rp. 4 591 pada tingkat grosir) Tabel 4. Harga bawang merah ekspor dan impor, 1993-2003 Thn Ekspor = E Impor = I Ton US$ US$/ton Ton US$ US$/t Selisih harga (E-I) 1993 5.336,5 1.541.403 288,8 22.252,9 9.154.800 411,4-122,6 1994 6.843,3 1.775.171 259,4 15.213,3 5.963.869 392,0-132,6 1995 4.158,5 1.071.889 257,8 31.616,2 11.662.148 368,9-111,1 1996 7.171,0 1.620.627 226,0 42.057,4 15.646.850 372,0-146,0 1997 3.189,0 778.008 244,0 43.083,6 14.380.674 333,8-89,8 1998 176,3 47.306 268,3 43.016,8 11.499.515 267,3 1,0 1999 8.602,7 2.770.566 322,1 35.775,3 9.067.750 253,5 68,6 2000 6.753,3 1.835.233 271,8 56.710,8 12.913.800 227,7 44,0 2001 5.991,5 1.670.775 278,9 47.946,3 12.475.026 260,2 18,7 2002 6.816,2 2.188.967 321,1 32.928,8 9.069.031 275,4 45,7 2003 5.402,1 2.421.134 448,2 42.007,9 12.369.945 294,5 153,7 Sumber: Dirjen Hortikultura (2004) 8 9

Selama periode 1993-2003, Indonesia adalah net importer bawang merah (volume impor > volume ekspor). Ekspor dan impor selama periode tersebut secara berturut-turut mengalami penurunan rata-rata 9% dan 5% per tahun. Namun demikian, penurunan ekspor dari tahun ke tahun terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penurunan impor. Impor bawang merah pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai 78.618,56 ton, dengan nilai US $ 23.071.042,03 Tabel 5. Volume (ton) dan nilai (US$) ekspor - impor bawang merah, 1993-2003. Tahun Volume (ton) Nilai (US$) Ekspor Impor Net Ekspor Impor Net 1993 5336.5 22252.9-16916.4 1541403 9154800-7613397 1994 6843.3 15213.3-8370.0 1775171 5963869-4188698 1995 4158.5 31616.2-27457.7 1071889 11662148-10590259 1996 7171.0 42057.4-34886.4 1620627 15646850-14026223 1997 3189.0 43083.6-39894.6 778008 14380674-13602666 1998 176.3 43016.8-42840.5 47306 11499515-11452209 1999 8602.7 35775.3-35689.03 2770566 9067750-6297184 2000 6753.3 56710.8-49957.5 1835233 12913800-11078567 2001 5991.5 47946.3-41954.8 1670775 12475026-10804251 2002 6816.2 32928.8-26112.6 2188967 9069031-6880064 2003 5402.1 42007.9-36605.8 2421134 12369945-10180978 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jan Mar Mei Jul Sep Nop Gambar 2. Bulan impor bawang merah di Indonesia Bawang lokal Bawang i mpor Tujuan ekspor bawang merah dalam bentuk konsumsi segar sebagian besar adalah ke Malaysia, Singapura dan Taiwan (Tabel 6). Sebagian kecil lainnya diekspor ke Philippines, Belanda, Hongkong, Vietnam dan Amerika Serikat. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand, Philippines, Myanmar dan Malaysia. Negara penting lainnya adalah Vietnam, India, Singapore dan China (Tabel 7). Bawang merah yang diimpor selalu dalam bentuk konsumsi segar, namun di dalam negeri dijual baik untuk konsumsi maupun untuk bibit (40-50%). Gambar 2 menunjukkan pasokan bulanan bawang merah lokal yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) serta pasokan bawang merah yang berasal dari impor. Pasokan bawang merah impor mencapai puncak pada bulan April-Juni, bersamaan dengan rendahnya pasokan bawang merah domestik ke PIKJ. Hal ini memberikan indikasi bahwa bawang impor masuk sebagai respon dari berkurangnya pasokan domestik. Perlu pula dicatat bahwa bulan April-Oktober merupakan bulan-bulan puncak tanam untuk beberapa sentra produksi utama bawang merah di Indonesia. 10 11

Tabel 6. Volume, nilai dan negara tujuan ekspor bawang merah dari Indonesia, 1998-2000 Volume (ton) Nilai (ribu US$) 1998 1999 2000 1998 1999 2000 Australia 0 0 0 0 0 0 Hong Kong 0 4.9 4.9 0 2.9 2.9 Jepang 0 0 0 0 0 0 Malaysia 124.2 3405.2 2777.3 29.6 954.3 785.2 Netherlands 0 52.0 0 0 40.9 0 Philippines 0 80.0 20 0 28.5 0.6 Singapore 36.7 2939.3 2534.5 14.0 1274.5 693.3 Slovenia 0 0 7.3 0 0 10.4 Taiwan 15.4 2097.2 1206.7 3.7 434.2 241.5 Thailand 0 0 0 0 0 0 Tunisia 0 0 0 0 0 0 United States 0 0.2 106.3 0 0.4 92.4 Vietnam 0 24.0 96.3 0 4.8 28.9 Sumber: Dirjen Bin.Prod.Hort (2001) A. Prospek III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu:umbi besar (diameter 2,5-3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun di ekspor. Permintaan pasar di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, diperkirakan permintaan bawang merah mencapai 976.284 ton. Jika produktivitas bawang merah diproyeksikan mencapai 10,22 ton/ha, maka dibutuhkan sekitar 95.527 hektar areal panen. Mengacu pada areal panen tahun 2003, yaitu sebesar 88.029 hektar, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2010 memerlukan perluasan areal sekitar 7.500 hektar (sekitar 1.000 hektar per tahun). Sasaran produksi sebesar 976.284 ton pada tahun 2010 membutuhkan pasokan benih bawang merah sekitar 80.000-90.000 ton. Tabel 7. Volume, nilai dan negara asal impor bawang merah di Indonesia, 1997-2000 Tabel 8. Sasaran produksi bawang merah untuk memenuhi konsumsi, benih, industri dan ekspor, 2005-2025 Volume (ton) Nilai (ribu US$) 1998 1999 2000 1998 1999 2000 China 2.589,6 346,7 481,9 575,7 84,7 138,7 India 84,0 1.405,2 868,2 25,4 382,3 229,9 Malaysia 16.137,6 9.738,9 5.013,5 4.526,2 2.716,8 1.115,2 Myanmar 7.478,6 908,2 13.826,8 2.448,2 151,0 3.413,8 Philippines 12.951,6 6.203,5 10.409,1 2.961,5 1.129,5 2.670,1 Singapore 398,0 1.170,4 308,0 114,1 315,2 85,2 Thailand 1.436,7 6.32,0 23.186,8 276,9 1.333,6 4.545,9 Vietnam 503,8 9.362,5 1.589,2 125,5 2.464,1 437,1 Sumber: Dirjen Bin.Prod.Hort (2001) 12 Tahun Sumber: Dirjen Bin.Prod.Hort.2005 K e b u t u h a n (Ton) Konsumsi Benih Industri Ekspor Total 2005 731.883 91.000 10.000 15.000 847.883 2010 824.284 97.000 20.000 35.000 976.284 2015 952.335 102.900 40.000 100.000 1.195.235 2020 1.067.527 107.900 50.000 110.000 1.335.427 2025 1.194.837 116.900 80.000 150.000 1.541.737 Sampai saat ini ekspor bawang merah dilakukan relatif terbatas mengingat kebutuhan dalam negeri yang begitu tinggi. Prospek untuk peningkatan ekspor sebenarnya cukup tinggi terutama jika dikaitkan dengan fakta-fakta sebagai berikut : (a) di pasar Taiwan, walaupun ada 13

persaingan dari Thailand, Phillipines dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai 86% dari kebutuhan pasar. (b) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Phillippines, Thailand, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Singapore, tidak termasuk Indonesia. Dan (c) ekspor ke negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan. Permintaan benih/bibit bawang merah. khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan benih/bibit tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu, petani menyukai benih/bibit varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tingginya permintaan benih/bibit bawang merah berkualitas super tersebut tercermin dari tingginya peningkatan impor bawang merah, yaitu dari sekitar 13,4 ribu ton pada tahun 1989 menjadi 56,7 ribu ton pada tahun 2000. Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40% dari volume impor bawang merah dijual kembali sebagai benih/bibit. Pada tahun 2010 kebutuhan bibit bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan mencapai 29 ribu ton. Pohon industri (Lampiran 1) memberikan gambaran bahwa produk olahan yang dapat dihasilkan dari bawang merah cukup bervariasi. Produk olahan bawang merah dalam bentuk kupasan utuh dan irisan bawang merah segar mampu menaikkan nilai tambah sekitar 150-250%. Harga satu kilogram bawang segar di tingkat petani berkisar antara Rp. 1.000-Rp. 1.500.- per kg. sedangkan harga produk olahan segar minimal dengan rendeman 80% mencapai Rp. 2.500 - Rp. 5.500.-. Produk olahan bawang merah irisan kering. bawang goreng. pickles. bubuk bawang dan tepung memiliki rendeman bervariasi antara 10-80%. dengan nilai tambah berkisar antara 250-700%. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prospek pengembangan produk olahan bawang merah masih sangat terbuka. B. Potensi Kondisi agroklimat yang cocok untuk bawang merah di dataran rendah adalah yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) ketinggian tempat < 300m. (b) jenis tanah alluvial dan regosol dan (c) tipe iklim (klasisifikasi Oldeman dan Irsal: C3 = 5-6 bulan basah dan 4-6 bulan kering; atau D3 = 3-4 bulan basah dan 4-6 bulan kering; atau E3 = 3 bulan basah dan 4-6 bulan kering. Berdasarkan karakteristik kecocokan agroklimat tersebut, wilayah-wilayah yang disarankan untuk perluasan areal penanaman bawang merah (diperkirakan seluas 116.900 hektar) adalah sebagai berikut: Tabel 9. Lokasi pengembangan bawang merah tahun 2005-2025 No Propinsi Kabupaten 1 NAD Pidie 2 Sumatera Utara Tapanuli Utara. Tobasa dan Padang Sidempuan 3 Jawa Barat Majalengka. Cirebon dan Bandung 4 Jawa Tengah Kendal. Pemalang. Tegal dan Brebes 5 D.I. Yogyakarta Kulon Progo dan Bantul 6 Jawa Timur Probolinggo. Nganjuk. Pamekasan dan Kediri 7 Nusa Teng. Barat Lombok Timur dan Lombok Barat 8 Nusa Teng. Timur Rote Ndau 9 Sulawesi Tengah Kota Palu dan Donggala 10 Sulawesi Utara Sangihe Talaud 11 Sulawesi Selatan Enrekang Sumber: Dirjen Bin.Prod.Hort.. 2005 C. Arah Pengembangan Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi 14 15

(pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu, (c) perluasan areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi dan d) pengembangan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi bawang merah per kapita, kebutuhan bawang merah konsumen dalam negeri, kebutuhan industri olahan dan ekspor serta dengan mempertimbangkan 10% kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Dirjen Bina Produksi Hortikultura (2005) telah menyusun sasaran produksi untuk tahun 2005-2010 secara agregat seperti telah disajikan pada Tabel 8 sebelumnya. A. Tujuan IV. TUJUAN DAN SASARAN Program utama pembangunan pertanian tahun 2005-2010 terdiri dari: (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan kesejahteraan petani. Mengacu pada ketiga program utama tersebut serta mempertimbangkan kondisi agribisnis bawang merah saat ini, masalah dan tantangan yang dihadapi, prospek, potensi serta arah pengembangannya, maka tujuan dan sasaran pengembangan bawang merah pada dasarnya merupakan revitalisasi agribisnis bawang merah di Indonesia melalui upaya-upaya sebagai berikut: (a) menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor); (b) meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode 2005-2010. (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu; dan (d) mengembangkan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. B. Sasaran Sasaran pengembangan agribisnis bawang merah meliputi: (a) tersedianya benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebanyak 18.200 ton ini dapat digunakan untuk luas tanam 22.750 ha; (b) meningkatnya produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode 2005-2010; (c) berkembangnya industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu; serta (d) berkembangnya diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. 16 17