1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak bagi semua warga negara Indonesia. Selain merupakan hak bagi semua warga negara, Visi Departemen Kesehatan juga mengisyaratkan kemandirian dari masyarakat dalam mencapai derajat kesehatannya. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu cara dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat, sehingga masyarakat akan memiliki derajat kesehatan yang setinggi tingginya (Keliat dkk, 2006) Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai beberapa strategi dalam mencapai visi yang sudah ditetapkan. Salah satu strategi yang ditetapkan adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diharapkan akan semakin besar pada masa yang akan datang. Peran serta masyarakat akan lebih banyak terlihat pada fase promotif dan preventif (Keliat dkk, 2006). Kesehatan mental merupakan salah satu aspek yang sering diabaikan karena dianggap tidak langsung mengancam jiwa seseorang. Menurut World Health Organization (WHO), definisi sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang merupakan aspek negatif. Persoalan kesehatan mental merupakan masalah yang kompleks, tidak hanya berkaitan dengan profesional kesehatan jiwa, pasien dan keluarga saja, tetapi juga menyangkut masalah masyarakat yang lebih luas. Masalah yang terutama dihadapi adalah tentang stigma dan perlindungan terhadap harkat dan martabat mereka (Subandi, 2010). 1
2 Pandangan bahwa skizofrenia adalah sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tidak hanya mendominasi di antara kalangan profesional di bidang kesehatan mental. Pandangan serupa juga telah terbentuk sebagai sikap komunitas terhadap penderita gangguan mental. Hal ini telah membentuk stigma dan konstruk pemahaman sosial mengenai yang dimaksud dan makna dari skizofrenia. Sementara itu, pasien sangat termarjinalisasi atau terkucilkan dari sistem (McGorry, 1995 cit.subandi, 2010). Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional gangguan mental emosional, khususnya depresi dan kecemasan pada penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai 11,6% atau diderita oleh sekitar 19 juta penduduk Indonesia. Penderita gangguan jiwa berat yang berusia di atas 15 tahun sebesar 0,46%. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang sering diderita oleh masyarakat (Depkes, RI 2008). Menurut data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo didapatkan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa berat pada tahun 2011 adalah sebanyak 216 penderita gangguan jiwa. Jumlah semua penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011 adalah 470.486 jiwa (dinkes_jogjaprov.go.id). Dari perbandingan data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa yang sudah terdeteksi dan dilaporkan di Dinas Kesehatan masih jauh dari prevalensi penderita gangguan jiwa secara nasional yaitu 0,46%. Masih banyaknya penderita gangguan jiwa di masyarakat yang belum terdeteksi membutuhkan peran serta masyarakat, terutama kader kesehatan jiwa dalam menemukan secara dini para penderita ganguan jiwa tersebut. Jumlah penderita gangguan jiwa di wilayah Kecamatan Nanggulan yang tercatat di Puskesmas Nanggulan pada tahun 2010 adalah 43 orang, tahun 2011 adalah 47 orang, sedangkan pada tahun 2012 adalah 61 orang. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, termasuk di dalamnya gangguan jiwa,
3 dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan satu bentuk pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum terdeteksi, dan membantu pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat. Kader kesehatan jiwa merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai Desa Siaga Sehat Jiwa. Kader kesehatan jiwa akan berperan penting dalam melakukan deteksi dini adanya perilaku yang menyimpang pada anggota masyarakat serta akan berperan daam kelanjutan perawatan pasien gangguan jiwa setelah pulang dari Rumah Sakit Jiwa (Keliat dkk, 2006). Peran kader kesehatan jiwa akan dapat berfungsi secara optimal jika sudah diberi pelatihan dengan menggunakan Modul Community Mental Health Nursing (CMHN). Pelatihan tersebut berisi beberapa materi yang harus dikuasasi oleh kader kesehatan jiwa antara lain deteksi dini perilaku menyimpang, penggerakan masyarakat sehat, penggerakan masyarakat berisiko, penggerakan masyarakat sakit, serta pencatatan dan pelaporan (Keliat dkk, 2006). Keterampilan kader kesehatan jiwa dalam mengenal adanya gangguan jiwa pada penderita yang ada di masyarakat akan sangat menentukan keberhasilan perawatan selanjutnya. Keyakinan kader akan kemampuan (self efficacy) serta peluang untuk dapat merawat penderita gangguan jiwa dengan baik merupakan awal dari keberlangsungan pelaksanaan deteksi gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Peningkatan self efficacy serta keterampilan kader kesehatan jiwa dalam melakukan deteksi dini dapat dilakukan dengan melalui pelatihan kader kesehatan jiwa dengan menggunakan modul CMHN (Keliat dkk, 2006) Penemuan kasus gangguan jiwa secara dini akan sangat berpengaruh terhadap penderita tersebut. Perawatan dan pengobatan penderita gangguan jiwa dapat segera dilakukan, sehingga hasilnya akan lebih baik. Kemampuan kader kesehatan
4 jiwa dalam melakukan deteksi dini gangguan jiwa merupakan hal yang akan sangat mendukung tercapainya Desa Siaga Sehat Jiwa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan kader kesehatan jiwa terhadap self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa dalam mengenali gejala awal gangguan jiwa berat di Desa Banyuroto Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. B. Perumusan Masalah Masalah penelitian yang dapat dirumuskan dalam penelitian yang dilakukan adalah apakah pelatihan kader kesehatan jiwa dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan role play dapat meningkatkan self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa dalam mengenali gejala awal gangguan jiwa berat di Desa Banyuroto Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan 1. Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan CMHN terhadap self efficacy dan keterampilan kader kesehatan dalam mengenali gejala awal gangguan jiwa berat (psikotik). 2. Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa tentang deteksi dini gejala gangguan jiwa berat (psikotik) sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan pelatihan CMHN. b. Mengetahui pengaruh pelatihan CMHN terhadap self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa dalam melakukan deteksi dini pada gejala gangguan jiwa berat (psikotik).
5 c. Mengetahui metode pelatihan CMHN yang lebih baik untuk meningkatkan self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa dalam melakukan deteksi dini gejala gangguan jiwa berat (psikotik). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penderita gangguan jiwa Pasien akan terdeteksi secara lebih dini sehingga perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan dapat segera diberikan kepada pasien tersebut. 2. Bagi kader kesehatan jiwa Meningkatkan kemampuan kader kesehatan jiwa dalam mengenali tanda dan gejala awal dari gangguan jiwa berat yang ada di masyarakat. 3. Bagi Petugas Promosi Kesehatan Petugas Promosi Kesehatan dapat membuat perencanaan mengenai program promosi kesehatan terutama dalam prevensi sekunder dalam menemukan penderita gangguan jiwa sedini mungkin 4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Sebagai pertimbangan penyusunan program promosi kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan jiwa di masyarakat. 5. Bagi peneliti lain Dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya tentang pelatihan kader kesehatan jiwa, self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa dalam melakukan deteksi dini gangguan jiwa berat (psikotik). E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian terkait yang hampir sama dan pernah dilakukan, yaitu: 1. Muhartati (2012) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pelatihan dengan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kader dalam Deteksi Dini Gangguan Jiwa di Kelurahan Argomulyo Cangkringan Sleman. Kesimpulan
6 dalam penelitian tersebut adalah pelatihan kesehatan dapat meningkatkan secara signifikan pengetahuan, sikap dan perilaku untuk mendeteksi gangguan kesehatan jiwa. Hal yang sama dalam penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel bebas berupa pelatihan CMHN bagi kader kesehatan jiwa. Hal yang yang membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel tergantung yang hendak diukur yaitu tentang self efficacy dan keterampilan kader kesehatan jiwa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhartati (2012), pada kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan apapun, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan, kelompok kontrol diberi perlakuan berupa pelatihan kader dengan metode yang berbeda yaitu dengan metode demonstrasi (Muhartati, 2012). 2. Penelitian dengan judul Peran Dukungan Sosial dan Strategi Koping terhadap Self Efficacy Menghadapi Situasi Pemicu Relapse Pada Penyalahguna Narkoba di Kota Bandung yang dilakukan oleh Pratiwi (2010). Hasil penelitianya adalah untuk meningkatkan self efficacy perlu memperkuat keterampilan koping penyalahguna narkoba, terutama kemampuan task oriented coping. Hasil dukungan sosial yang negatif tidak berarti bahwa dukungan sosial tidak diperlukan, namun sebaliknya perlu dicermati lebih jauh dengan tindak lanjut penelitian yang lebih spesifik meneliti bentuk dukungan sosial yang tepat yang dibutuhkan oleh penyalahguna narkoba. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel yang diteliti tentang self efficacy. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah responden penelitian, jenis penelitian survey ( cross sectional) dan variabel dependennya adalah dukungan sosial dan strategi koping (Pratiwi, 2010)