BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami perubahan dan akan terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat itu sendiri. Tidak terkecuali masyarakat kabupaten Mimika yang merupakan suatu kabupaten di Provinsi Papua, juga terus mengalami perkembangan, baik positif maupun yang negatif. Adapun dalam perkembangan-perkembangan yang negatif di antaranya kebiasaan dalam mengonsumsi minuman beralkohol. Kabupaten Mimika dengan latar belakang sebagai kota industri dengan keberadaan PT Freeport Indonesia menyebabkan mobilisasi penduduk dari berbagai daerah di Indonesia ke Timika yang ingin mengadu nasib serta mengali potensi-potensi yang ada untuk di berdayakan. Kehadiran penduduk dari luar daerah sehingga memadati aktifitas sosial masyarakat Mimika. Penduduk yang datang dari luar Mimika dengan latar belakang pendidikan serta budaya yang berbeda mempengaruhi penduduk asli yang ada di Kabupaten Mimika, termasuk minuman beralkohol yang sebenarnya mereka dari awalnya tidak tahu mengkonsumsi minuman beralkohol menjadi tahu dan saat ini minuman beralkohol menjadi fokus utama dalam kehidupan penduduk asli tanpa menghiraukan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh minuman beralkohol. 1
Sedangkan masalah minuman beralkohol sendiri, sudah tidak dapat dipungkiri, sangat meresahkan kehidupan sosial masyarakat. Minuman beralkohol diyakini tidak saja membahayakan pemakainya, tetapi juga membawa dampak yang sangat buruk di lingkungan masyarakat pemakai. Penyimpangan perilaku negatif pada khususnya kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan hingga menyebabkan hilangnya kontrol pada diri sendiri, atau sering dikatakan mabuk, yang pada akhirnya melahirkan pelanggaran atau bahkan tindak pidana yang sangat meresahkan masyarakat. Sehingga minuman beralkohol dapat disimpulkan sebagian sumber dari tindakan-tindakan yang melanggar aturan hukum yang berlaku baik itu, kecelakaan lalu lintas, pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, penganiayaan, bahkan sampai pada tindak kekerasan dalam keluarga (Mandagi, 1996). Orang yang suka minum di sebut alkoholisme, yaitu kecanduan minuman keras sedemikian rupa sehingga orang bersangkutan tidak mampu mengendalikan diri untuk menahan agar tidak minum (Arief Rahman, 2000). Hal yang demikian sangat membahayakan bagi diri sendiri, baik fisik maupun jiwanya serta kehidupan sosial disekitarnya. Harry Barner dan Negley K Teeters (dalam Soekanto, 1982) mengatakan bahwa alkoholisme di kategorikan sebagai penyakit masyarakat (pathalogy social). Sebagai penyakit sosial jelas alkoholisme berpengaruh terhadap timbulnya berbagai bentuk perilaku yang membawa dampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu yang penting disini dituntut adanya kontrol dan pengendalian diri agar menjaga jarak atau bila perlu menjauhkan diri dari minuman beralkohol. Sedangkan pada saat ini penyebaran 2
minuman keras di kabupaten Mimika, sudah tidak terkontrol lagi, sebagai contoh dalam penyebarannya sudah tidak lagi memandang batasan usia pemakai atau pengonsumsi minuman beralkohol serta dikhawatirkan akan membawa dampak yang negatif pada masyarakat, terutama pada anak-anak usia remaja yang nantinya sebagai generasi penerus bangsa. Penyalahgunaan alkohol bukan lagi merupakan masalah individu tetapi sudah merupakan masalah masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karenanya, untuk mengatasi persoalan minuman beralkohol ini sangat diperlukan langkah dan terobosan serta tindakan tegas namun terukur yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, baik masyarakat sebagai korban maupun masyarakat sebagai pelaku itu sendiri. Tanpa kepedulian terhadap mereka, berarti sama halnya dengan membiarkan kehancuran moral masyarakat serta dampak kesehatan akibat seringnya mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan. Upaya politik pemerintah kabupaten Mimika, di dalam menangani masalah minuman beralkohol, yaitu dengan menerapkan suatu Peraturan Daerah yang khusus menangani masalah minuman beralkohol di kabupaten Mimika, sebagai langkah penanggulangan peredaran minuman beralkohol, yaitu Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran dan penjualan serta memproduksi minuman beralkohol di Kabupaten Mimika merupakan produk kebijakan publik Pemerintah Daerah dalam membatasi peredaran minuman beralkohol di Kabupaten Mimika yang semakin marak terjadi. Kewenangan yang di berikan kepada pemerintah daerah melalui 3
penyelenggaraan otonomi daerah bagi Propinsi Papua melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tepatnya pasal 136 menyatakan: Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan, serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masingmasing daerah. Pentingnya kebijakan tentang minuman beralkohol ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatur peredaran miras agar tidak ada penjualan bebas minuman beralkohol dalam lingkungan masyarakat. Dalam penerapannya semenjak Perda Nomor 5 Tahun 2007 ini dibentuk dan di terbitkan banyak menimbulkan reaksi dari kalangan masyarakat baik yang pro maupun yang kontra. Sikap yang pro datang dari berbagai kalangan masyarakat seperti dari Tokoh Masyarakat, Tokoh Gereja, Tokoh Perempuan dan LSM yang menganggap Perda Nomor 5 tahun 2007 ini sangat baik untuk segera di terapkan guna menekan peredaran minuman beralkohol di Kabupaten Mimika. Sedangkan sikap kontra di tunjukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, seperti pengusaha bar, diskotik dan distibutor serta para penjual minuman beralkohol ini karena akan berpengaruh terhadap income mereka (Dikutip dari, surat kabar harian Radar Timika, tanggal 07/12/2009, Pemda Mimika Sosialisasikan Perda Miras). Dibentuknya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tersebut dinilai sebagai upaya kongkret pemerintah dan wakil rakyat ( DPRD ), didalam mengontrol, menekan dan menanggulangi peredaran minuman beralkohol dimasyarakat khususnya daerah kabupaten Mimika. Hanya saja, sejauhmana implementasi Perda tersebut, masih banyak kalangan yang menyangsikan 4
mengingat masih adanya kendala-kendala yang ada, selama perda tersebut diterapkan. Sudah 5 (lima) tahun Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran dan ijin serta memproduksi minuman beralkohol di tetapkan dan di berlakukan di Kabupaten Mimika. Namun kasus-kasus kriminal yang terjadi di Kabupaten Mimika akibat minuman beralkohol dari tahun ke tahun cenderung semakin bertambah. Misalnya data dari Satuan Lalu Lintas Polres Mimika, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir telah terjadi begitu banyak kecelakaan lalu lintas, penyebab utama kecelekaan lalu lintas yang terjadi karena pengemudi kendaraan yang mabuk akibat mengkonsumsi minuman beralkol. Pada tahun 2012 telah terjadi 138 kasus lalu lintas yang mengakibatkan 49 orang meninggal dunia, 97 orang mengalami luka berat dan ringan dengan kerugian. Dibandingkan pada tahun 2011 terjadi 108 kasus laka lantas yang mengakibatkan 36 orang meninggal dunia, sementara pada tahun 2010 terjadi 155 kasus laka lantas dengan korban meninggal dunia 28 orang dan pada tahun 2009 terjadi 84 kasus laka lantas denga korban meninggal dunia 23 orang (Dikutip dari, tabloid jubi, tanggal, 05/08/2012, Miras Akar Semua Masalah Di Mimika). Kasus kriminal lainnya yaitu minuman opolosan yang marak terjadi di Kabupaten Mimika yang menyebabkan banyak korban jiwa, seperti yang terjadi di kampung Nayaro pada tanggal 31 Desember 2011, 3 (tiga) pemuda kampung Nayaro tewas dan belasan pemuda lainnya di kampung Nayaro mengalami keracunan minuman oplosan dan harus di rawat intensif di Rumah Sakit Mitra 5
Masyarakat kabupaten Mimika (Dikutip dari, http://www.tabloitgatra.com, tanggal, 05/01/ 2012, Pesta Miras Oplosan 3 Tewas Belasan Di Rawat). Pada prinsipnya upaya untuk mengatasi persoalan yang ada di tengahtengah masyarakat, tidak hanya berhubungan dengan bagaimana pemerintah merumuskan suatu kebijakan yang baik. Namun juga terkait dengan bagaimana kebijakan tersebut dapat di implementasikan dan mendapat dukungan penuh dari semua pihak. Oleh karena itu, implementasi kebijakan merupakan tindakan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan dan pemberantasan minuman beralkohol tidak hanya secara konseptional seperti yang diajukan oleh Clinebel H (2008) yaitu, dengan melibatkan seluruh golongan dan lapisan masyarakat untuk turut berperan aktif, tetapi juga melalui preventif, represif, treatment, dan rehabilitasi serta peningkatan partisipasi masyarakat melalui siskamtibmas. Penyalahgunaan minuman beralkohol suatu hal yang menganggu keamanan dan ketenangan orang dalam masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat mengaharapkan agar pemerintah segera menanggulanginya, karena apabila di tangulangi maka pengaruh minuman beralkohol akan merajalela di tengah-tengah masyarakat dan akan membawa efek-efek negatif, sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar di kalangan masyarakat maupun pemerintah. Terlepas dari pro dan kontra diberlakukannya Perda Nomor 5 tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran Dan Penjualan Serta Memproduksi Minuman Beralkohol Di Kabupaten Mimika ini tidak hanya menarik untuk di cermati karena banyak menimbulkan reaksi dari berbagai 6
kalangan, tetapi juga pergulatan ide yang ada di balik Perda tersebut. Namun setiap peraturan yang lahir melalui aspirasi masyarakat atau usulan eksekutif maupun legislatif, Perda sebagai produk kebijakan publik tidak dapat di lepaskan dari proses politik yang dapat di latar belakangi oleh berbagai idealisme politik yang di anut oleh para pembuat kebijakan. Kenyataan inilah yang membuat penulis ingin mengambil atau membuat suatu penelitian yang tertuju, pada implementasi Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran Dan Penjualan Serta Memproduksi Minuman Beralkohol Di Kabupaten. Bagi penulis diberlakukannya perda seperti ini, penting untuk dilakukan kajian yang mendalam, mengingat di dalam perda tersebut melibatkan dari berbagai aspek sosial, yang meliputi dari eksekutif, legislatif, aparat penegak hukum dan masyarakat kabupaten Mimika. Dalam permasalahan penelitian ini, peneliti mencoba melihat faktor-faktor yang menghambat dalam pengimplementasian Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika ini karena dalam sejarahnya semenjak Perda itu di terbitkan mengalami kesulitan bahkan bisa di katakan buntu sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Sederet fenomena yang mewarnai pengimplementasian Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, 7
Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika sejak di bentuk dan diterbitkan masih terjadi hingga saat ini dan belum terselesaikan karena berbagai kendala dalam proses pengimplementasian kebijakan ini. Bedasarkan data dan gejala-gejala tersebut yang penulis temukan dilapangan maka perumusan masalah yang di ajukan disini adalah, Faktor-faktor apa saja yang menghambat implementasi kebijakan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka penelitian terhadap kebijakan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika dengan tujuan : 1. Mendeskripsikan implementasi Perda Nomor 5 Tahun 2007 di Kabupaten Mimika. 2. Mengetahui dan menganalis faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika 8
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat di lihat dari dua sisi : 1. Akademis, yaitu penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam memahami persoalan implementasi Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Ijin Penjualan Serta Memproduksi Minuman beralkohol di Kabupaten Mimika agar dapat dicarikan solusinya. 2. Praktis, yaitu dapat dijadikan tolak ukur bagi pemerintahan Kabupaten Mimika tentang aspirasi yang muncul terhadap implementasi Perda Nomor 5 Tahun 2007. 9