BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

RAPAT TEKNIS PERENCANAAN PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN APBN TA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, Oktober 2015

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan suatu daerah diperlukan anggaran-anggaran. tersebut guna memajukan serta mengembangkan daerah tersebut.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad dalam Azzumar, 2011). Pelaksanaan otonomi daerah merupakan wujud dari berlakunya desentralisasi di Indonesia Otonomi daerah yang secara resmi diberlakukan di Indonesia mulai 1 Januari 2001 yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004, menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. 1

2 Ciri utama yang menunjukkan bahwa suatu daerah merupakan daerah otonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada pemerintah pusat diusahakan seminimal mungkin. Perimbangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat dikatakan ideal apabila setiap tingkat pemerintahan dapat mengatur keuangannya untuk membiayai tugas dan wewenang daerahnya masing-masing. Kinerja keuangan suatu daerah dapat diketahui dengan cara melakukan analisis atau pengkajian menyeluruh terhadap keuangan suatu daerah agar dapat diketahui apakah kinerja keuangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya telah sesuai atau tidak dengan aturan-aturan yang berlaku. Fenomena yang dapat dilihat pada kinerja keuangan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2011 sampai 2014 mengalami peningkatan. Berbagai cara digunakan dalam perhitungan yang dapat menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah namun disini peneliti menggunakan penghitungan rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan APBD yang direncanakan dan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi nyata daerah., Semakin tinggi rasio efektivitas keuangan daerah, maka daerah telah menggunakan APBD secara efektif dalam membiayai kegiatan atau program kerja dalam rangka melaksanakan pembangunan dan mensejahterakan masyarakatnya atau sebaliknya.

3 Gambar 1.1 berikut merupakan perhitungan rata-rata kinerja keuangan dengan menggunakan rasio efektivitas tahun 2011-2014 di Pemerintahan Daerah di Provinsi Jawa Tengah. 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 9,82% Kinerja Keuangan Daerah 11,09% 12,34% 15,86% 2011 2012 2013 2014 Kinerja Keuangan Daerah Sumber : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Provinsi Jawa Tengah, data diolah (2011-2014) Gambar 1.1 Rata-rata Kinerja Keuangan Pemerintah Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014 Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dilihat rata-rata kinerja keuangan pemerintah daerah provinsi Jawa Tengah pada rasio efektivitas pada tahun 2011-2014 mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2011 rata-rata efektivitas keuangan daerah sebesar 9,82%. Tahun 2012 rata-rata efektivitas keuangan daerah mengalami kenaikan sebesar 1,27% sedangkan pada tahun 2013 rata-rata efektivitas keuangan daerah mengalami kenaikan sebesar 1,25% pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 3,52%. Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan

4 publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi. Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda (Harianto dan Adi, 2007). Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah. (Abimanyu, 2005). Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan

5 Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kinerja keuangan daerah (Wong, 2004 dalam Adi, 2006). Tabel 1.1 PAD (Pendapatan Asli Daerah) Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2011-2014 (ribu rupiah) N Kabupaten/ Tahun o Kota 2011 2012 2013 2014 1 Kab. Banjarnegara 71,106,953 94,271,467 98,975,318 161,652,537 2 Kab. Banyumas 191,899,680 242,106,509 308,349,434 435,597,688 3 Kab. Cilacap 172,327,030 196,673,442 278,507,545 374,023,664 4 Kab. Pemalang 79,677,543 97,951,207 136,362,281 217,345,439 5 Kab. Purbalingga 94,946,243 103,755,698 122,858,738 202,593,689 6 Kab. Semarang 521,538,058 156,104,007 215,679,554 248,213,019 7 Kab. Temanggung 63,343,494 78,514,689 102,080,197 160,726,943 8 Kota Semarang 521,538,058 779,616,535 925,919,310 1,138,367,228 9 Kab. Batang 60,155,029 84,720,049 143,502,571 172,638,212 10 Kab. Blora 67,021,769 81,987,007 95,192,786 144,724,169 11 Kab. Boyolali 96,737,566 127,725,206 160,752,449 227,516,495 12 Kab. Brebes 78,275,852 101,806,858 133,836,336 267,770,613 13 Kab. Demak 74,559,136 105,363,369 138,214,446 220,329,949 14 Kab. Grobogan 87,912,458 105,463,320 143,586,365 235,295,346 15 Kab. Jepara 103,642,014 129,076,570 133,778,055 231,673,059 16 Kab. Karanganyar 104,080,774 116,706,893 161,715,929 215,298,860 17 Kab. Kebumen 73,513,164 102,374,370 131,481,736 242,079,502 18 Kab. Kendal 93,289,526 120,162,135 136,029,702 215,294,086 19 Kab. Klaten 72,290,993 84,755,834 115,441,420 177,922,415 20 Kab. Kudus 108,458,832 121,017,026 144,995,092 234,073,380 21 Kab. Magelang 90,462,630 123,722,781 173,253,651 242,448,677 22 Kab. Pati 134,475,561 163,733,665 169,127,415 279,254,884 23 Kab. Pekalongan 81,362,869 114,793,365 147,687,255 255,037,017 24 Kab. Purworejo 88,941,781 98,262,003 127,565,801 200,258,601 25 Kab. Rembang 73,931,945 103,304,514 126,808,083 165,530,925 26 Kab. Sragen 94,518,999 127,695,844 146,721,552 254,392,449 27 Kab. Sukoharjo 96,166,806 164,954,318 192,971,720 264,814,413 28 Kab. Tegal 90,133,274 118,741,620 156,244,859 253,716,602 29 Kab. Wonogiri 77,141,691 100,037,192 111,592,606 182,149,063 30 Kab. Wonosobo 67,398,727 82,335,296 108,729,508 175,319,364 31 Kota Magelang 63,557,701 91,314,601 107,739,838 164,927,631 32 Kota Pekalongan 63,344,977 91,205,786 114,252,438 144,065,424 33 Kota Salatiga 60,611,340 77,798,870 106,100,450 165,747,645 34 Kota Surakarta 181,096,816 231,672,100 298,400,846 335,660,206

6 N Kabupaten/ Tahun o Kota 2011 2012 2013 2014 35 Kota Tegal 117,244,290 156,663,027 176,377,335 241,936,166 Jumlah 4,116,703,579 4,876,387,173 6,090,832,621 8,848,395,360 Sumber : Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Provinsi Jawa Tengah, data diolah (2011-2014) Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pendapatan di setiap kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki kontribusi yang berbeda-beda. Dari 35 kabupaten/ kota tersebut yang memiliki kontibusi terbesar tahun 2014 yakni Kota Semarang sebesar Rp 1,138,367,228 ribu, kemudian diikuti Kabupaten Banyumas sebesar Rp 435,597,688 ribu. Bila dilihat dari keseluruhan Pendapatan Asli Daerah di kabupaten/ kota tersebut, maka PAD di Provinsi Jawa Tengah setiap tahun terus meningkat hingga di tahun 2014 jumlah penerimaan PAD di seluruh Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah mencapai Rp 8,848,395,360 ribu. Besar kontribusi pendapatan asli daerah untuk membiayai pembangunan dan pelayanan masyarakat maka dapat dikatakan ada peningkatan kinerja keuangan pemerintah daerah. Sumber penerimaan daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi untuk saat ini masih didominasi oleh bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus maupun Dana Bagi Hasil, sedangkan proporsi PAD masih relatif kecil. Adanya Dana Perimbangan melalui DAU dan DAK ini ternyata justru menjadi ketergantungan (Soleh dan Rochmansyah, 2010) Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

7 pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Beberapa peneliti telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar (2012) memperoleh hasil bahwa Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah dan tidak berpengaruh signifikan menurut Siti (2015). Menurut Ariani (2010), Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah sedangkan menurut Abdullah (2015) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Menurut Patriati (2010) Retribusi Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah sedangkan menurut Salman (2015) Retribusi berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Penelitian ini merupakan pengembangan dari banyak penelitian sebelumnya dengan mengkombinasikan variabel bebas yang memiliki hasil tidak konsisten maupun yang masih perlu untuk diketahui hasil lebih lanjut mengenai pengaruh variabel bebas tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti merumuskan judul Analisis Pengaruh Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Retribusi Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2014).

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang diatas, pokok masalah yang dapat diambil adalah: 1. Bagaimana pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah? 2. Bagaimana pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah? 3. Bagaimana pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah? 4. Bagaimana pengaruh retribusi daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh belanja modal terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 2. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 3. Untuk mengetahui pengaruh dana alokasi khusus (DAK) terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. 4. Untuk mengetahui pengaruh retribusi daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

9 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan Pemerintah Daerah terutama bidang ekonomi mengenai faktor apa yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi dunia akademis dan peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain baik yang ingin mengulas masalah kinerja keuangan pemerintah dengan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi pembangunan. 3. Bagi penulis dan para pembaca Hasil penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang penulis peroleh dari bangku kuliah dan mampu membandingkan antara teori yang diterima di dalam perkuliahan dan praktik dilapangan. Dengan demikian, diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis maupun yang membaca hasil penelitian ini. 4. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah.