BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan Pencucian Uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang di banyak negara saat ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian. Perhatian yang cukup besar dari beberapa negara terhadap kejahatan Pencucian Uang ini dikarenakan besarnya akumulasi dana yang mampu diekspoitasi oleh aktivitas pencucian uang, dan sulit untuk memperkirakan jumlahnya karena sifat dari kejahatan Pencucian Uang ini yang tersamar. Tujuan dari kejahatan Pencucian Uang ini sendiri adalah untuk menyamarkan dan mengaburkan asal usul uang yang berasal dari tindak pidana. Perhatian beberapa negara terhadap kejahatan Pencucian Uang ini sendiri cukup besar dikarenakan pengaruh yang ditimbulkannya cukup massive. Beberapa pengaruh yang dapat ditimbulkan dari kejahatan pencucian uang sangat merugikan negara karena dapat menyebabkan rusaknya stabilitas perekonomian nasional, terjadinya instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi, serta kemungkinan terjadinya gangguan terhadap pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam aktivitas kejahatan pencucian uang nominal uang yang dicuci biasanya luar biasanya jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global, dan Menurut R. Bosworth Davies, dapat menekan perekonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama jika dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir (organized crime). Kejahatan pencucian uang ini sendiri dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan yang terorganisasi (organized crime), kejahatan yang berlangsung terus menerus, yang dijalankan secara teratur, memiliki lini bisnis, berkegiatan dalam volume yang besar, melibatkan dana yang besar, untuk kegiatan operasional dan menghasilkan uang yang besar. Bahkan seringkali dilakukan secara kasar dan tidak perduli dengan hukum, bahkan pelanggaran pribadi, dan berkaitan erat dengan korupsi untuk kepentingan politik (Ivan Yustiavanda, 2010: 25-26). The effect of money 1

digilib.uns.ac.id 2 laundering on economic development are difficult to enumerate but it is clear that such activity damages the financial-sector institutions that are critical to economic growth (Efek dari kejahatan pencucian uang terhadap pembangunan ekonomi sulit untuk diukur tetapi jelas bahwa aktivitas tersebut menyebebkan kerusakan pada sektor lembaga keuangan yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi) (Idowu Abiola dan Kehinde A. Obasan, 2012: 367). Dikarenakan pengaruh dari kejahatan pencucian uang tersebut ini cukup massive maka diperlukan suatu aturan yang mengatur tentang kejahatan Pencucian Uang ini. Terkait dengan kejahatan pencuian uang ini sendiri telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang dan tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan dan penipuan. Adanya pengaturan terkait dengan kejahatan pencucian uang juga dimaksudkan untuk memutus mata rantai kejahatan. Pemutusan mata rantai kejahatan tidak hanya dilakukan dengan mengungkapkan kejahatan itu sendiri, tetapi bisa ditempuh dengan cara memutus pendanaan dari kejahatan itu maupun membatasi pemanfaatan dari hasil kejahatan itu sendiri. Itulah sebabnya perlu adanya kriminalisasi atau upaya untuk menjadikan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana, dalam hal ini melakukan kriminalisasi terhadap pemanfaatan, penggunaan, dan pendanaan kegiatan dan lain-lain atas harta kekayaan atau aset yang berasal dari tindak pidana yang diperoleh secara tidak sah, yang kemudian dikenal sebagai tindak pidana pencucian uang (Yudi Kristiana, 2014: 8). Dengan adanya kriminalisasi terhadap pemanfaatan hasil tindak pidana, maka dengan sendirinya financing atas kejahatan berikutnya akan terputus. Termasuk commit juga to user upaya untuk mengintegrasikan hasil

digilib.uns.ac.id 3 kejahatan dalam sistem keuangan melalui berbagai transaksi yang sah dapat dicegah. Pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana khusus telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun seiring dengan berkembangnya kejahatan-kejahatan pencucian uang yang terjadi maka undang-undang tersebut dirubah dan ditambah sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang di dalamnya berisi tentang hukum materiil dan hukum formil yang berkaitan dengan kejahatan pencucian uang. Ciri khusus dari peraturan perundang-undangan hukum pidana, bahwa di dalamnya harus memuat hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana formil ini sangat penting dalam penegakan hukum pidana di Indonesia yang memuat mengenai ketentuan tentang tindakan dan upaya yang boleh atau harus dilakukan oleh pihak-pihak yang belum puas terhadap putusan Pengadilan. Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo. Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, menyebutkan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain. Kemudian berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyebutkan bahwa: penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogate legi generalis, yang artinya hukum yang khusus mengenyampingkan hukum yang berlaku umum.

digilib.uns.ac.id 4 Pengaturan secara khusus tentang penegakan hukum dan proses persidangan perkara pencucian uang menggunakan ketentuan formil yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun dalam hal ini apabila terhadap hal-hal yang belum diatur maka pengaturannya menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Tujuan dari adanya hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat guna mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah suatu tindak pidana itu terbukti telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2011: 7-8). Proses pencarian kebenaran materiil sendiri sudah dimulai sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan, hingga penjatuhan putusan oleh hakim. Proses pencarian kebenaran materiil pun masih dapat dilakukan apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan Hakim. Oleh karena itu peran Hakim dalam menemukan kebenaran materiil disini cukup besar bahwa hakim harus mampu memutuskan perkara yang diadilinya berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan dengan tiada membeda-bedakan orang dengan berbagai resiko yang dihadapannya. Akan tetapi perlu diingat, bahwa hakim juga manusia, sehingga seringkali putusan yang dijatuhkan oleh Hakim tidak memuaskan Terdakwa atau Penuntut Umum. Terkait dengan hal tersebut maka dapat diajukan upaya hukum oleh Terdakwa atau Penuntut Umum. Upaya hukum merupakan hak terdakwa atau Penuntut Umum yang dapat dipergunakan apabila Terdakwa ataupun Penuntut Umum merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh Pengadilan. Upaya hukum di dalam KUHAP sendiri dibagi dua yaitu upaya hukum biasa (banding dan kasasi) dan upaya hukum luar commit biasa to (kasasi user demi kepentingan hukum dan

digilib.uns.ac.id 5 Peninjauan Kembali). Terkait dengan kasasi, bahwa berdasarkan Pasal 253 KUHAP menyebutkan bahwa: pemeriksaan kasasi dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan: a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. Menurut M. Yahya Harahap (2012: 539), yang menyatakan bahwa tujuan kasasi adalah memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya dan apakah cara mengadili benar-benar dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pendapat M. Yahya Harahap tersebut dapat diketahui bahwa terkait kesalahan dalam penerapan hukum merupakan sesuatu yang diharapkan tidak terjadi. Akan tetapi perlu diketahui pula bahwa Hakim juga manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan sehingga kemungkinan Hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya atau salah dalam menerapkan hukum kemungkinan dapat terjadi. Dengan semakin berkembangnya kejahatan-kejahatan Pencucian Uang yang terjadi yang membawa pengaruh cukup besar terhadap masyarakat dan negara khususnya dalam bidang perekonomian nasional. Serta semakin banyak pula kesalahan-kesalahan dalam penerapan hukum formil terutama pada perkara pencucian uang, maka penulis tertarik untuk mengkaji mengenai salah satu kasus perkara pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama dengan Terdakwa Raden Mas Johanes Sarwono, S.H., Ir. Stefanus Farok Nurtjahja, dan Umar Muchsin (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). Dalam perkara pencucian uang yang dilakukan secara bersama-sama tersebut, Terdakwa I Raden Mas Johanes Sarwono, S.H. selaku Komisaris, Terdakwa II Ir. Stefanus Farok Nurtjahja selaku Direktur Utama, dan Terdakwa III Umar Muchsin selaku Direktur pada PT. Nusa Utama Sentosa sekaligus masing-masing sebagai pemegang saham pada PT. Nusa Utama Sentosa, baik secara bersama-sama atau

digilib.uns.ac.id 6 pun secara sendiri-sendiri diduga telah menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Kasus ini sendiri bermula dari adanya akta perjanian kerja sama pengalihan dan pengoperan hak atas tanah antara Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama sebagai investor/pembeli dengan Yayasan Fatmawati sebagai pemilik tanah, sedangkan Para Terdakwa selaku pengurus PT. Nusa Utama Sentosa ditunjuk sebagai pihak yang mengurus dan melaksanakan proses pengoperan tanah tersebut. Dalam perkara ini, Para Terdakwa telah diduga menerima atau menguasai penempatan, pentrasferan, dan pembayaran harta kekayaan yang berasal dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama dengan cara masing-masing dari Terdakwa menandatangani kuitansi penerimaan dana dari PT. Graha Nusa Utama dalam bentuk cek atau bilyet giro, yang kemudian cek atau bilyet giro tersebut secara bertahap diterima atau dikuasai oleh Para Terdakwa dengan mencairkan atau mengkliringkan cek atau bilyet giro pembayaran dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya. Padahal berdasarkan fakta-fakta yang ada, dapat diketahui bahwa danadana yang diterima oleh Terdakwa selaku pengurus PT. Nusa Utama Sentosa tersebut, merupakan dana-dana dari hasil tindak pidana penipuan dan tindak pidana penggelapan nasabah Century yang dilakukan oleh Robert Tantular. Dimana Terdakwa sendiri mengetahui bahwa PT. Graha Utama tidak memiliki aset-aset dan tidak ada aktivitas operasional, sehingga seharusnya Para Terdakwa mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa dana-dana yang diterima oleh Para Terdakwa dari Ir. Toto Kuntjoro Kusumajaya selaku Direktur PT. Graha Nusa Utama adalah berasal dari hasil tindak pidana yang dilakukan baik oleh Ir. Toto Kuntjoro Kusuma maupun oleh Robert Tantular dan kawan-kawan. Atas perkara tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusan yang amarnya menyatakan Para Terdakwa lepas dari segala tuntutan Jaksa/Penuntut Umum (onstlag van alle rechtsvervolging) sebagaimana yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst. Bahwa commit Judex to user Factie dalam pertimbangannya

digilib.uns.ac.id 7 menyatakan unsur Penempatan, pentransferan dan unsur pembayaran yang dijadikan dasar untuk Pasal 6 ayat (1) tersebut sebagaimana Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak memenuhi kualifikasi unsur tindak pidana yang didalilkan Jaksa/Penuntut Umum. Selain itu Judex Factie dalam pertimbangannya menyatakan bahwa perbuatan Para Terdakwa adalah merupakan perbuatan perdata dan bukan perbuatan pidana dengan pertimbangan perjanjian sebagai dasar ikatan antara mereka. Oleh karena hal tersebut maka Penuntut Umum pun mengajukan Permohonan Kasasi atas Putusan Lepas dari segala tuntutan tersebut. Dalam memori kasasinya. Penuntut Umum menguraikan hal-hal yang menjadi alasan pengajuan upaya hukum kasasi tersebut. Pengajuan upaya hukum kasasi oleh Penuntut Umum dengan alasan atau dasar bahwa Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Para Terdakwa telah memutuskan putusan lepas dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (onstlag van alle rechtsvervoelging) yang artinya apa yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum telah memenuhi unsur dan terbukti dilakukan oleh Para Terdakwa namun Judex Factie berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Majelis Hakim pada tingkat kasasi pun mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian yang mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014 untuk mengetahui apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah bentuk penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: ARGUMENTASI HUKUM commit HAKIM to user DALAM MENGABULKAN

digilib.uns.ac.id 8 PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM DENGAN ALASAN JUDEX FACTIE TIDAK MENERAPKAN HUKUM DALAM PERKARA PENCUCIAN UANG (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam penulisan penilitian hukum, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun permasalahan yang akan dikaji penulis dalam penelitian hukum ini, yaitu: 1. Apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP? 2. Apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP? C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh penulis. Dalam suatu penelitian hukum, secara umum tujuannya adalah untuk mendapatkan data-data hukum guna menjawab permasalahan hukum yang diangkat serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian:

digilib.uns.ac.id 9 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP. b. Mengetahui apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah wawasan dan pengetahuan, mengembangkan serta memperdalam pemahaman penulis di bidang Hukum Acara Pidana khususnya dalam hal memahami argumentasi hukum Hakim dalam mengabulkan permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara pencucian uang. b. Menambah kemampuan Penulis dalam menerapkan teori, konsep, pemikiran, pengetahuan dan wawasan mengenai Hukum Acara Pidana yang penulis peroleh selama masa perkuliahan guna menganalisis kasus di bidang Hukum Acara Pidana. c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian yang dilakukan diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diperoleh dari sebuah penelitian baik manfaat bagi Penulis maupun manfaat bagi orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

digilib.uns.ac.id 10 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan pengajaran, literature dan referensi serta sebagai sarana untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai argumentasi hukum hakim dalam mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara pencucian uang b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wahana bagi penulis dalam mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang sistematis, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan Ilmu Hukum yang diperoleh penulis selama Penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya. E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu kegiatan know how dalam ilmu Hukum. Sebagai suatu kegiatan yang bersifat know-how, maka tujuan dari adanya penelitian hukum adalah untuk untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi. Oleh karena tujuannya adalah untutk memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi maka dibutuhkanlah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum commit yang ada, to user melakukan penalaran hukum, serta

digilib.uns.ac.id 11 menganalisis yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas permasalahan tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Ketika memulai suatu penelitian hukum diperlukan adanya penulusuran terhadap bahan hukum. Penulusuran hukum diperlukan sebagai dasar dalam pembuatan suatu keputusan hukum (legal decision making) terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi. Selain itu penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang bertujuan untuk memberikan refleksi dan penelitian terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi (Jhony Ibrahim, 2006: 299). Tujuan dari penelitian hukum yaitu untuk menghasilkan suatu argumentasi terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi maka diperlukanlah suatu metode penelitian. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun penelitian hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal atau normatif. Terkait dengan penelitian hukum doktrinal atau normatif ini, Peter Mahmud Marzuki memberikan pendapat, menurutnya semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah selalu normatif. Jika tipe penelitian harus dinyatakan dalam suatu tulisan cukup dikemukakan bahwa penelitian ini adalah penelitian hukum. Dengan adanya pernyataan demikian maka sudah jelas bahwa penelitian tersebut adalah bersifat normatif. Hanya saja pendekatan dan bahan-bahan hukum yang digunakan harus dikemukakan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 55-56). Adapun penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif karena kembali kepada fungsi penelitian menurut Peter Mahmud Marzuki yaitu untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai dengan norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan

digilib.uns.ac.id 12 seseorang telah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Oleh karena yang penulis cari pada penelitian ini adalah mengenai kesesuaian antara sesuatu yang hendak diteliti dengan nilai atau ketepatan aturan atau prinsip yang hendak dijadikan referensi dan bukan bertujuan untuk mencari fakta empiris. Maka jenis penelitian hukum yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan. Hal yang membedakan antara ilmu hukum dan ilmu-ilmu sosial adalah ilmu hukum bukan termasuk ke dalam kategori ilmu perilaku. Ilmu hukum itu tidak bersifat deskriptif tetapi preskriptif. Objek ilmu hukum itu adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku atau act dan bukan perilaku atau behavior individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41-42). Ilmu hukum merupakan ilmu yang bersifat preskriptif yang tidak masuk ke dalam bilangan ilmu sosial. Akan tetapi ilmu hukum bukan hanya bertalian dengan nilai-nilai belaka, melainkan juga harus diterapkan sehingga tidak mungkin masuk ke dalam ruas humaniora (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 44). 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum, terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014: 133) pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),

digilib.uns.ac.id 13 pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus ini adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupun untuk kajian akademis, ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 134). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Dalam suatu penelitian hukum, dikenal adanya sumber bahan hukum. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, maka diperlukanlah sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum itu meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Selain itu, untuk keperluan akademisi pun bahan nonhukum dapat membantu untuk menganalisis dan mengidentifikasi sehingga dapat memberikan jawaban atas isu hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 205-206). Adapun sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian kali ini adalah:

digilib.uns.ac.id 14 a. Bahan Hukum Primer, meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; 6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi; 8. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 96/PID.B/2013/PN.Jkt.Pst; 9. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014. b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi: 1. Buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum; 2. Jurnal-jurnal hukum; 3. Artikel; dan 4. Bahan dari media internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan hukum untuk digunakan dalam penelitian hukum. Mengingat pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kasus (case approach), maka teknik pengumpulan bahan hukum salah satunya adalah dengan mengumpulkan putusan-putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud commit Marzuki, to user 2014: 438).

digilib.uns.ac.id 15 Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas, dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah dengan menggunakan penalaran hukum dengan metode deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian setelah itu diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 89). Selanjutnya Hardjon dalam pemaparannya mengemukakan bahwa di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang menjadi premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik konklusi (Peter Mahmud Mazuki, 2014: 90). Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan penulis adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor Republik Indonesia 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan yang menjadi premis minornya adalah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dan kesesuaian argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie commit Tidak to user Menerapkan Hukum dalam perkara

digilib.uns.ac.id 16 pencucian uang (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 535 K/Pid.Sus/2014). F. Sistematika Penulisan Hukum Dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk memberikan pemahaman terkait seluruh isi dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan menjabarkannya ke dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana di setiap bab akan dibagi ke dalam beberapa sub bagian untu mempermudah pemahaman mengenai isi dari penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab I penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang hakim, tinjauan umum tentang upaya hukum, tinjauan umum tentang penuntut umum, tinjauan umum tentang tindak pidana pencucian uang dan tinjauan umum tentang putusan. Selain itu dalam bab ini juga akan dilengkapi dengan kerangka pemikiran untuk memberikan pemahaman mengenai alur berfikir penulis.

digilib.uns.ac.id 17 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab III penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: apakah pengajuan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan apakah argumentasi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mengabulkan Permohonan Kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie Tidak Menerapkan Hukum dalam perkara pencucian uang sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. BAB IV : PENUTUP Pada bab IV penulis menguraikan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN