BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua karya tulis seperti buku, skripsi, jurnal, tesis dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal ini. Batu Sungkar dalam jurnal yang berjudul Upacara Masa Kelahiran di daerah Betawi. 2010. Jurnal ini memaparkan tentang upacara adat kelahiran di daerah Betawi yang diatur oleh sistem ritual keagamaan. Karya tulis ini membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana tata cara upacara adat kelahiran yang terdapat di Etnis Betawi dan membandingkannya dengan tata cara upacara Etnis Tionghoa khususnya pada Suku Hokkian. Fu Chunjiang dalam buku yang berjudul Origins of Chinese Name. Terjemahan: (Elia Chun). Asal Usul tentang Adat Buat Nama. 2013. Buku ini menjelaskan tentang adat pembuatan nama pada Etnis Tionghoa dimana upacara dilakukan untuk mengenal tata cara serta peralatan yang digunakan dalam upacara kelahiran dan pembuatan nama sang bayi. Buku ini banyak membantu memberi bahan penelitian mengenai cara pembuatan nama dalam budaya masyarakat Tionghoa. Periksa Ginting dalam jurnal yang berjudul Ma Gwe-Dilakukan Untuk Menyambut Kelahiran Anak. 2006. Jurnal ini menjelaskan bingkisan yang
disediakan dalam upacara kelahiran Manyue dan tujuan membuat acara Ma Gwe yang dikuti dengan pemberian bingkisan itu yakni selain memanjatkan doa agar anak tersebut diberikan keselamatan, kemakmuran serta kejayaan. Hal ini juga sebagai pemberitahuan kepada sanak saudara dan tetangga dekat bahwa di keluarga yang bersangkutan telah lahir seorang anak. Jurnal ini memberikan informasi yang mendalam mengenai upacara Manyue dan bingkisan yang diberikan kepada para tamu dan dapat berguna bagi peneliti sebagai dasar dalam penelitian ini. Koentjranigrat dalam buku yang berjudul Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. 2004. Menjelaskan tentang sejarah dan demografi masyarakat Tionghoa. Buku ini memberi penulis wawasan mengenai data demografi masyarakat, sistem sosial dan kemasyarakataan serta budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia secara umum sehingga dapat dilakukan acuan tentang sistem kemasyarakatan pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Li Xiao Xiang dalam buku yang berjudul Asal Mula Budaya dan Bangsa Tionghoa. 2003. Menjelaskan makna dari Upacara Manyue yang dilakukan pada saat bayi berusia 30 hari dan makanan serta peralatan apa yang digunakan pada saat upacara tersebut berlangsung. Tulisan ini memberikan masukkan terhadap peneliti tentang Upacara Manyue dan makanan yang di hidangkan saat Upacara Manyue berlangsung.
2.2 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan pedoman dalam penelitian. Konsep biasanya untuk mendekripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti yang merupakan gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu: 2.2.1 Kebudayaan Kebudayaan adalah ciptaan manusia yang dapat muncul, berkembang dan hilang. Manusia adalah penghasil kebudayaan, dan kebudayaan sendiri mempengaruhi pembentukkan watak seseorang. Widyasusanto (1996:15) mendefenisikan kebudayaan adalah suatu kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, hokum, moral, kesenian, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dari defenisi diatas dapat diperoleh pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang akan wmempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Kebudayaan juga memiliki ciri-ciri sehingga dapat dengan mudah dikenali. Menurut Maran (2009:49-50) ciri-ciri kebudayaan sebagai berikut: (1) kebudayaan adalah produk manusia, artinya kebudayaan adalah bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan
kebudayaan. (2) Kebudayaan selalu bersifat sosial artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama bukan karya perorang. (3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya melalui proses belajar. (4) Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya. (5) Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Manusia memenuhi segala keburuhannya dengan cara-cara beradab dengan cara-cara yang manusiawi. 2.2.2 Struktur Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) struktur diartikan sebagai susunan antara seluruh bagian-bagian dari sesuatu. Struktur juga dapat diartikan sebagai susunan yang saling berhubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Istilah struktur berasal dari kata structum (bahasa Latin) yang berarti menyusun. Struktur adalah pola hubungan antara manusia dan kelompok manusia. Dengan demikian sebuah struktur dapat kita lihat dalam kehidupan sosial masyarakat yang sering disebut struktur sosial. Komblum (1988) menyatakan Struktur sosial sebagai pola perilaku berulangulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok masyarakat. Hubungan terjadi ketika manusia memasuki pola interaksi yang relatif stabil dan berkesinambungan atau saling ketergantungan yang menguntungkan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa struktur upacara kelahiran adalah susunan, tata cara ataupun tahapan yang akan dilakukan dalam
sebuah upacara kelahiran yang tersusun rapi dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Pada penelitian ini struktur yang akan diteliti adalah struktur atau tahapan-tahapan yang terjadi pada upacara Manyue pada Suku Hokkian di Kota Medan. 2.2.3 Makna Menurut Boediono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009:348) makna adalah arti atau maksud yang penting didalamnya. Menurut Mansoer Pateda, (2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Makna adalah sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda atau simbol (Saussure,1994:286). Segala sesuatu yang melekat dari apa yang kita tuturkan disebut makna. Makna memiliki tiga tingkat keberadaan, yakni: 1. makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan 2. makna menjadi isi dari suatu kebahasaan 3. makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu 2.2.4 Upacara Upacara adalah rangkaian tindakan/perbuatan yang terikat kepada aturanaturan tertentu menurut adat/agama. Upacara juga dapat diartikan sebagai perbuatan/perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubung dengan peristiwa penting (Team Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:1386).
Istilah upacara selalu dikaitkan dengan budaya menjadi upacara budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhaan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Koentjaranigrat (1990:190) pengertian upacara ritual atau ceremony adalah: Sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat/hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Jadi upacara adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara pada dasarnya merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan tentang masa lalunya melalui upacara. Melalui upacara, kita dapat melacak tentang asal usul baik itu tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain. 2.2.5 Manyue Menurut Kamus Besar Tionghoa-Indonesia (2010:204), Man artinya penuh : berisi dan Yue artinya bulan. Upacara Manyue merupakan upacara budaya yang berasal dari Tiongkok dan dilakukan ketika usia bayi mencapai satu bulan atau tepatnya 30 hari saat bayi dilahirkan. Upacara adat kelahiran atau Manyue sering disebut juga dengan upacara pemberian telur merah. Telur yang
melambangkan suatu tahapan kehidupan yang baru, sedangkan warna merah melambangkan perayaan dan keberuntungan. Bentuk telur yang oval melambangkan harmoni dan kesatuan. Jadi telur merah menandakan kebahagian dan permulaan hidup yang baru dengan hadirnya seorang bayi ditengah-tengah keluarga. Pada zaman dahulu kematian bayi di Negara Tiongkok sangat tinggi karena ilmu pengobatan belum maju seperti sekarang ini. Seorang bayi mampu bertahan hingga berusia satu bulan kemungkinan besar dapat bertahan hidup sampai dewasa, maka dari itu dirayakanlah perayaan Manyue. Lalu peran anak laki-laki sangat penting dalam tradisi Etnis Tionghoa, maka dari itu pada zaman dahulu Upacara Manyue hanya dirayakan kepada bayi laki-laki saja atau perayaan buat bayi laki-laki lebih meriah dibanding bayi perempuan. Tetapi sekarang pesta Manyue dirayakan untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Ini di karenakan di Tiongkok masih menganut sistem garis patrilineal. Akan tetapi seiring zaman yang berkembang cara pandang dan berpikir dalam keluarga Etnis Tionghoa khususnya Suku Hokkian mulai terbuka dengan tidak membedakan-bedakan upacara Manyue. 2.2.6 Suku Hokkian Kelompok etnis atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama (Team Penyusun Besar Bahasa Indonesia, 2007:579). Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku,
dan ciri-ciri biologis. Begitu juga dengan Etnis Tionghoa di Indonesia telah banyak yang bergaul dengan penduduk asli Indonesia namun sebagian dari penduduk Indonesia belum mengetahui dan mengenal penduduk etnis Tionghoa itu secara mendalam. Seperti yang dilansir dari salah satu situs berita online www.wisata.kompasiana.com (27/01/2014 pukul 13.09 WIB) menjelaskan: Cerita tentang perdagangan Kota Medan, tidak terlepas dari datangnya para penjelajah dari berbagai negeri. Mulai dari kedatangan kaum kuli, pedagang, hingga penyebar agama, dan kelompok penjajah. Salah satunya adalah kaum pendatang dari negeri Tiongkok. Riwayat perjalanan mereka menyeberangi lautan diceritakan dalam berbagai literature sejarah. Termasuk prasasti dari kerajaan Sriwijaya. Jejak peradaban mereka terangkum dalam berbagai warisan kebudayaan. Seperti di daerah Medan Labuhan ini. Para leluhur Etnis Tionghoa di Indonesia migrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perdagangan. Setiap imigran yang datang ke Indonesia akan membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing. Begitu juga dengan para etnis Tionghoa yang memiliki kebudayaan tersendiri, misalnya : budaya kelahiran atau Manyue, budaya perkawinan, budaya kematian, Imlek, Cap Gomeh dan lain-lainnya. Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia, sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari satu daerah di Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwangtung yang sangat terpencar daerahnya. Para imigran Tionghoa ini datang ke Indonesia mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19. Koentjaraningrat (2007:195) menyatakan:
Etnis Tionghoa sendiri merupakan orang yang berasal dari negara Cina namun pada kenyataannya etnis Tionghoa yang berasal dari negara Cina tersebut tidak menyukai jika para etnis Tionghoa tersebut dikatakan sebagai orang Cina. Hal ini dikarenakan pemakaian kata Cina dianggap sebagai konotasi yang negatif dimana kata Cina dianggap merendahkan etnis Tionghoa tersebut. Maka dari itu kata Cina diganti menjadi orang Tiongkok atau Etnis Tionghoa. Pada dasarnya Etnis Tionghoa terbagi dalam beberapa kelompok etnis atau suku yaitu : Suku Hokkian, Suku Hakka, Suku Kwongfu atau Suku Kanton, Suku Teo-Chiu dan lainnya. Pada dasarnya para Suku Tionghoa yang ada di Indonesia berasal dari Fukkien dan Kwantung. Akan tetapi di kota Medan Suku Tionghoa yang paling banyak adalah Suku Hokkian, Suku Hakka, Suku Teo-Chiu. Suku Tionghoa yang lainnya sudah jarang dijumpai karena kebanyakan sudah menikah dengan Suku Tionghoa yang berbeda. Dengan kata lain Suku Tionghoa tersebut melakukan pernikahan campuran dengan suku yang lain. Suku Hokkian merupakan suku yang terbesar jumlahnya di Kota Medan karena penyebaran Suku Hokkian yang melalui jalur buruh pertanian dan jalur perdangangan. Sampai sekarang Suku Hokkian bermata pencarian sebagai pedagang atau usahawan. 2.3 Landasan Teori Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena dan juga sebagai rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut maka dalam sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Dalam skripsi yang berjudul Struktur dan Makna Upacara Adat Manyue Pada Suku Hokkian di Kota Medan
maka penulis mengggunakan landasan teori struktural fungsional dan semiotika untuk membahas lebih dalam tentang Upacara Manyue. 2.3.1 Teori Upacara Dalam rangka mendeskripsikan upacara Manyue bagi Suku Hokkian penulis menggunakan teori upacara. Pelaksanaan upacara Manyue bermaksud untuk menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya untuk memenuhi kebutuhan untuk tujuan bersama agar upacara Manyue ini lestari menurut waktu dan zaman di mana berada. Hal ini sesuai dengan pendapat Melalatoa (1989:260) bahwa dalam ekspresi jiwa manusia dapat dilakukan melalui upacara yang menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan, atau mencapai tujuan bersama, seperti kemakmuran, persatuan, kemuliaan, kebahagiaan, dan rasa aman yang berhubungan dengan dunia gaib (supernatural), dan lain-lain. Upacara Manyue adalah upacara rasa syukurnya keluarga kepada Tuhan atau Sang Pencipta atas perlindungan Tuhan kepada sang bayi atas bertambahnya anggota keluarga di tengah-tengah keluarga dan wujud syukur keluarga atas perlindungan Tuhan kepada sang bayi yang baru dilahirkan. 2.3.2 Teori Semiotik Istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semion yang berarti tanda. Semiotik juga dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan lambang, penggunaan lambang, pemaknaan pesan dan cara penyampaiannya.
Menurut C.S Peirce (2001:44) mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu populer. (Endaswara, 2008:64) Semiotika memiliki enam prinsip dasar, yaitu : 1. Prinsip Struktural. Tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara sesuatu yang bersifat material dan konseptual. Yang menjadi fokus penelitian adalah relasi antara unsur-unsur tersebut, karena dari relasi tersebut akan menghasilkan makna.
2. Prinsip Kesatuan. Sebuah tanda merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antarabidang penanda yang bersifat konkrit atau material dengan bidang penanda. 3. Prinsip Konvensional. Relasi antara penanda (signifer) dan petanda (signified) sangat tergantung pada apa yang disebut konvensi, yaitu kesepakatan sosialtentang bahasa (tanda dan makna) diantara komunitas bahasa. 4. Prinsip Sinkronik. Tanda dipandang sebagai sebuah sistem yang tetap didalam konteks waktu yang dianggap konstan, stabildan tidak berubah. 5. Prinsip Representasi. Tanda merepresentasikan suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya. 6. Prinsip Kontinuitas. Relasi antara sistem tanda dan penggunanya secara sosial dipandang sebagai sebuah continuum, mengacu pada struktur yang tidak pernah berubah.