I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

POTENSI KARBON TERIKAT DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA HUTAN GAMBUT BEKAS TEBANGAN DI MERANG SUMATERA SELATAN NISA NOVITA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

Iklim Perubahan iklim

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Biomassa. pohon untuk jenis Mahoni, Jati dan Akasia dari berbagai variasi ukuran, diperoleh

I. PENDAHULUAN. terdiri dari sekumpulan vegetasi berkayu yang didominasi oleh pepohonan. Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan untuk memberikan servis kepada bumi demi pemenuhan kebutuhan yang tak berbatas. Fenomena pemanasan global yang diduga oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca terutama CO 2, CH 4 dan N 2 O telah membuat suhu permukaan bumi diperkirakan naik sebesar 1,4-5,8 C selama periode 1990 sampai 2100 (NASA 1998; IPCC 2007). BMG melaporkan bahwa di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0,2-1,0 C, yang terjadi antara tahun 1970 hingga 2000 s ehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan rata-rata curah hujan bulanan sekitar 12-18% dari jumlah hujan sebelumnya (Santoso dan Forner 2007). Tak hanya berdampak terhadap curah hujan, berbagai kejadian ekstrim seperti banjir atau longsor yang frekuensinya makin tak teratur telah menyisakan bencana-bencana yang tak terduga dan memakan korban jiwa. Pemanasan global memiliki dampak besar pada hutan-hutan di dunia. Ekosistem hutan bisa menjadi sumber dan penyerap karbon (IPCC 2000). Sektor kehutanan telah menyumbangkan emisi CO 2 sebesar 17,3% dari total emisi gas rumah kaca lainnya ke atmosfer (IPCC 2007). Akan tetapi, ekosistem hutan dapat membantu mengurangi konsentrasi C di atmosfir melalui proses fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, CO 2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disekuestrasi dalam organ tumbuhan seperti batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah. Sehingga dengan mengukur jumlah C yang disimpan dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang mampu diserap tumbuhan. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam nekromasa secara tidak langsung menggambarkan CO 2 yang tidak dilepaskan ke udara. Menurut Kyrklund (1990), secara umum hutan dengan net growth (terutama dari pohonpohon yang sedang berada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO 2, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO 2 berlebih/ekstra. Selanjutnya Hairiah (2007) menjelaskan bahwa hutan alam yang telah tua dan mencapai klimaks dalam pertumbuhannya sangat sedikit menyerap CO 2 karena

telah mencapai keseimbangan dimana tingkat pembentukan dan pelapukan berimbang. Ironisnya, hutan yang semestinya diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalah global ini, semakin lama semakin berkurang keberadaannya. Fakta kerusakan hutan sebagai sumber tanaman kayu dan keanekaragaman hayati telah berada dalam fase yang sangat mengkhawatirkan. Peace (2007) menyatakan sekitar 8 juta sampai 16 juta hektar hutan tropis dirusak setiap tahunnya antara tahun 1980an dan 1990an. Perusakan ini melepaskan 0,8 milyar sampai 2,4 milyar ton karbon ke atmosfer. Deforestasi, degradasi lahan gambut dan kebakaran hutan telah mengantarkan Indonesia ke posisi ke-3 negara penghasil gas rumah kaca di dunia. Hutan gambut merupakan produk dari hutan masa lalu yang tersusun dari bahan organik hasil dekomposisi vegetasi secara anaerobik dan termasuk kedalam ekosistem lahan basah. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno 1986). Merujuk dari proses pembentukannya yang didominasi oleh bahan organik, hutan gambut memiliki keistimewaan dibandingkan tipe hutan lainnya karena menyimpan lebih banyak bahan organik yang dinyatakan dalam karbon 12-18% atau lebih (SSFFMP 2005). Di wilayah Asia Tenggara, luas areal gambut mencapai lebih dari 25 juta ha atau 69 % dari lahan gambut tropis di dunia. Luas penyebaran lahan gambut di Indonesia seluruhnya diperkirakan 7% dari luas dataran Indonesia (Puslitbangtanak 2001). Sumatera Selatan merupakan salah satu kawasan cadangan gambut terluas di pantai timur Sumatera. Secara keseluruhan luas hutan gambut di Sumsel mencapai 271 ribu hektar namun yang masih berfungsi dengan baik tinggal 210 ribu hektar yang terdapat di kawasan Merang dan Kepahyang Kabupaten Musi Banyuasin (Walhi 2009). Hutan gambut di Merang Kepahyang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter yang harus dilindungi menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Perusakan hutan gambut yang disebabkan oleh penebangan liar akan mempengaruhi unit hidrologi karena pada saat penebangan pohon, akan terjadi subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya hidropobik tidak akan dapat lagi menyerap air. Keadaan subsidensi merangsang pertumbuhan bakteri pembusuk di tanah gambut. Setelah bakteri pembusuk mulai mendekomposisi tanah gambut yang terdiri dari dahan, ranting dan pohon yang tersisa, CO 2 yang terkandung didalam bagian pohon tersebut akan teremisi ke udara dan menutupi lapisan ozon. Akibat penebangan hutan menyebabkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon menurun dimana biomassa dan senyawa organik yang tersimpan di dalam hutan akan terlepas ke udara menjadi gas rumah kaca. Selain itu, penebangan hutan akan menyebabkan terbukanya permukaan tanah terhadap radiasi dan cahaya matahari. Dampak langsungnya adalah meningkatnya suhu tanah dan turunnya kadar air tanah. Pembukaan tajuk akan mempercepat invasi jenis-jenis pionir karena ketersediaan cahaya akan memicu perkecambahan benih yang banyak tersedia di permukaan tanah yang secara langsung akan merubah struktur dan komposisi hutan. Dengan kata lain, penebangan hutan tak terkendali merupakan faktor yang menyebabkan penurunan luasan areal penyerap dan penyimpan karbon yang mempengaruhi perubahan iklim akibat peningkatan suhu bumi. Estimasi biomassa yang tepat sangat dibutuhkan dalam berbagai aplikasi kehutanan dan hubungannya dengan siklus global karbon. Basuki et al. (2009) menyatakan stok karbon dapat diperoleh dari biomassa atas permukaan dengan mengasumsikan 50% dari biomassa tersusun dari karbon. Penelitian ini sekaligus akan menelaah kandungan karbon dalam biomassa hutan bekas tebangan Merang. IPCC (2000) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur biomassa di atas permukaan tanah yaitu pendekatan langsung dengan menggunakan persamaan allometrik dan tidak langsung menggunakan biomass expansion forest. Persamaan alometrik berupa fungsi matematika yang didasarkan pada hubungan berat kering biomassa per pohon contoh dengan satu atau lebih kombinasi dari dimensi pohon contoh (diameter, tinggi dan berat jenis) yang dapat dikembangkan/dihasilkan dari metode destructive sampling. Pada penelitian ini persamaan alometrik dibangun hubungan antara biomassa atas permukaan dengan tiga parameter pohon yakni Dbh (diameter at breast height), tinggi dan berat jenis. Berbagai persamaan alometrik telah dibangun untuk menduga biomassa di hutan hujan tropis dengan

berbagai tipe hutan (Hiratsuka 2003; Brown 1997; Chambers et al. 2001; Chave et al. 2001, Kiyono et al. 2007; Komiyama 2008; Ketterings et al. 2001; Samalca 2007; Ismail 2005; Limbong 2009; Onrizal 2004; Salim 2005; Basuki et al. 2009; Hilmi 2003). Untuk mengetahui besarnya simpanan karbon dari hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin Sumatera Selatan maka diperlukan suatu kajian tentang pendugaan potensi biomassa sebagai sumber estimasi karbon pada hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin. 1. 2 Kerangka Pemikiran Berikut bagan alir kerangka pemikiran penelitian ini : Hutan gambut Penebangan Aktivitas manusia Peningkatan CO 2 di atmosfer Fungsi gambut terganggu Perubahan iklim global Konsesi HPH Ilegal logging Penyerapan karbon hutan bekas tebangan Biomassa tegakan hutan bekas tebangan Potensi karbon terikat atas permukaan tanah Fungsi hutan sebagai sinker karbon Gambar 1 Kerangka pemikiran

1. 3 Perumusan Masalah Emisi karbondioksida terbesar dari Indonesia disumbangkan oleh sektor kehutanan. Peace (2007) menjelaskan deforestasi yang diperkirakan mencapai 2 juta hektar telah menyebabkan pelepasan simpanan karbon Indonesia dalam jumlah besar dan menyumbang sekitar 83% dari emisi tahunan gas rumah kaca Indonesia dan 34% terhadap emisi sektor kehutanan. Dalam hal ini hutan telah menjadi sumber bagi karbon atmosferik akibat ulah manusia. Selain fungsi hutan sebagai sumber karbon, hutan mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat di komponen vegetasi/ekosistem hutan. Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat (sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di atmosfir, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0-3 mm gambut per tahun (Parish et al. 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 ton CO 2 ha -1 tahun -1 (Agus 2009). Lahan gambut menyimpan karbon (C) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Agus (2009) menyatakan di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral. Apabila hutan gambut ditebang, maka karbon yang tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO 2 (salah satu gas rumah kaca terpenting). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Karena pentingnya peran lahan gambut sebagai penyimpan karbon dan sumber emisi CO 2, maka pengukuran karbon tersimpan pada lahan gambut menjadi sangat penting. Data hasil pengukuran dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui keberlanjutan hutan rawa gambut. Selain itu perhitungan neraca karbon penting dalam menghadapi sistem baru perdagangan karbon pasca Kyoto Protocol (tahun 2012) yang dikenal dengan mekanisme REDD (Reducing Emissions from Degradation and Deforestation). Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran biomasa untuk estimasi penyerapan karbon dapat menggunakan persamaan alometrik yang dibangun berdasarkan dimensi pohon. Persamaan alometrik untuk estimasi biomasa pohon di hutan tropika alam dengan berbagai kondisi iklim dan berbagai jenis hutan telah lama dikembangkan (Brown 1997). Namun masih ada ketidakpastian bahwa persamaan alometrik untuk pohon hutan yang telah dikembangkan oleh Brown (1997) tidak dapat dipergunakan di lokasi baru,

karena estimasi biomasa yang diperoleh dua kali lebih tinggi dari berat sesungguhnya (Ketterings et al. 2001). Berdasarkan hal tersebut diperlukan pengukuran biomassa yang akurat untuk membangun model persamaan alometrik di hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana model penduga biomassa dan potensi karbon terikat pada hutan bekas tebangan di Merang Sumatera Selatan? b. Bagaimana profil serapan karbon dengan penyebarannya pada setiap bagian pohon pada setiap kelas diameter? 1. 4 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Memformulasikan model penduga biomassa dan mengetahui kandungan karbon terikat di hutan bekas tebangan Merang di Kabupaten Musi Banyuasin propinsi Sumatera Selatan. b. Menganalisis profil serapan karbon terikat dengan penyebarannya pada setiap bagian pohon (batang, cabang, ranting dan daun) pada setiap kelas diameter. 1. 5 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi secara kuantitatif mengenai pendugaan potensi biomassa tegakan dan potensi karbon terikat pada hutan bekas tebangan Merang di Musi Banyuasin yang diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengelolaan hutan dengan memperhatikan fungsi hutan sebagai solusi pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. 1. 6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah kandungan karbon terikat pada pohon di areal bekas tebangan berdasarkan bagian-bagiannya akan berkorelasi positif dan signifikan dengan diameter dan tinggi pohon pada setiap kelas diameter.