PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENERTIBAN TERNAK

KETENTUAN PEMELIHARAAN TERNAK BUPATI MAROS

PENERTIBAN HEWAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN KONAWE SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

USAHA PETERNAKAN DAN PEMELIHARAAN TERNAK

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PETERNAKAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 06 TAHUN 2014 PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN IJIN PEMELIHARAAN TERNAK DI KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERTIBAN HEWAN TERNAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2010 PEDOMAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 10 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN BUKTI KEPEMILIKAN TERNAK DALAM KABUPATEN BULUKUMBA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009 BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR. 15 TAHUN 2007

BUPATI GIANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

QANUN KABUPATEN ACEH JAYA

Menimbang : a. bahwa salah satu upaya untuk menjaga ketertiban umum

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PEMERIKSAAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : E

PERATURAN DAERAH KOTA PAGAR ALAM NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK BERKAKI EMPAT DALAM KOTA PAGAR ALAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 40 TAHUN 2005

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

7. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten Lahat sebagai Daerah Otonom; diatur kembali;

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 2 TAHUN 2000 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 22 TAHUN 2000 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 45 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

RETRIBUSI PENGELOLAAN PASAR HEWAN

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya untuk meningkatkan populasi hewan ternak, meningkatkan pendapatan peternak, disamping meningkatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup, tetap terciptanya usaha pertanian dan perkebunan serta terjaganya lingkungan yang kondusif dari segi keamanan dan ketertiban pemakaian jalan dari gangguan ternak yang berkeliaran secara bebas, maka perlu diatur penertiban ternak dengan melakukan pengawasan dan pemeliharaan secara Intensif, berdaya guna dan berhasil guna; b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pemeliharaan dan Penertiban Ternak sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang sehingga perlu dilakukan penyesuaian; c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemeliharaan dan Penertiban Ternak. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi 1

2. 3. 4. 5. 6. 7. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik 2

8. 9. 10. 11. 12. 13. Indonesia Nomor 5059); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Peratuan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102); Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1); Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 3); 3

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARRU dan BUPATI BARRU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Barru. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluasluasnya dalam sitem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Barru. 5. Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Barru selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru. 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Inspektorat, Bappeda, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. 7. Dinas adalah Dinas Peternakan Kabupaten Barru. 8. Ternak adalah Hewan Piaraan yang terdiri dari Sapi, Kerbau, Kuda, Kambing, Domba serta Unggas. 4

9. Unggas adalah golongan ternak seperti ayam kampung, ayam broiler, ayam layer, itik, angsa, entok, burung puyuh dan unggas kesayangan. 10. Pemilik Ternak adalah orang pribadi atau Badan yang secara hukum dapat melakukan suatu kegiatan atas peruntukan hewan ternak tertentu. 11. Identitas Permanen adalah suatu tanda khusus yang diberikan pada bagian tubuh ternak, yang bisa bertahan lebih dari satu tahun, dan dapat dilakukan berulang atau pergantian setiap saat. 12. Tempat Pengembalaan adalah sebidang tanah/rerumputan yang digunakan khusus sebagai tempat pemeliharaan/tempat makan ternak. 13. Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara rutin untuk memenuhi kebutuhan ternak. 14. Penertiban adalah upaya yang dilakukan untuk mengawasi dan memelihara ternak secara intensif agar tercipta keamanan dan ketertiban dari gangguan hewan ternak yang berkeliaran. 15. Budidaya Ternak adalah merupakan usaha untuk menghasilkan hewan peliharaan dan produk hewan. 16. Usaha Peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak 17. Pengandangan adalah tempat kegiatan usaha budidaya ternak. 18. Tempat Penampungan Ternak adalah tempat yang disiapkan oleh pemerintah daerah untuk memelihara ternak yang bersifat sementara. 19. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 20. Surat Pernyataan Penanggulangan Lingkungan atau SPPL merupakan suatu pernyataan atau komitmen moral dalam menyelenggaran usaha peternakan, tetap memperhatikan aspek lingkungan atau pencemaran. 21. Petugas adalah mereka yang karena tugas, fungsi atau jabatan ditugaskan untuk melaksanakan/mengamankan pelaksanaan Peraturan Daerah ini. 5

22. Penyidik adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam Lingkup Pemerintah Kabupaten Barru yang diserahi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kabupaten Barru. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Bagian Pertama Maksud Pasal 2 Maksud ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah untuk melakukan penanganan dan penyelesaian permasalahan hewan ternak. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah melakukan penataan dan penertiban ternak, pelestarian sumber daya alam lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak. BAB III KEWAJIBAN, LARANGAN DAN SANKSI PEMILIK TERNAK Bagian Pertama Kewajiban Pasal 4 (1) Setiap pemilik ternak wajib memberikan identitas permanen pada ternaknya. (2) Pemilik ternak diwajibkan memelihara dan menertibkan ternak dan/atau tidak dilepaskan secara bebas dan berkeliaran tanpa ada pengembalaan kecuali pada tempat pengembalaan yang telah ditentukan. (3) Setiap pemilik ternak wajib menyediakan tempat pengandangan ternak yang memenuhi persyaratan teknis dan ketertiban umum sesuai petunjuk Dinas. 6

(4) Penempatan kandang ternak yang dekat dengan permukiman wajib mendapat persetujuan dari tetangga dan diketahui Kepala Desa/Lurah setempat berupa surat pernyataan atau surat perjanjian. Pasal 5 (1) Kegiatan budidaya ternak disesuaikan dengan dukungan sarana dan prasarana yang dapat disediakan oleh pemilik ternak. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tenaga kerja yang disesuaikan dengan jumlah ternak, lapangan rumput atau hijauan makanan ternak yang tersedia, serta tempat pengandangan atau penampungan yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 (1) Setiap orang yang memiliki ternak wajib memeliharanya dan dilakukan dengan sistim pengembalaan secara intensif atau pengandangan. (2) Setiap orang yang memiliki : a. Unggas, sebanyak 1000 ekor atau lebih, dan/atau; b. Ternak kecil (Kambing dan Domba), sebanyak 25 ekor atau lebih, dan/atau; c. Ternak besar (Sapi, Kerbau dan Kuda), sebanyak 10 ekor atau lebih; diwajibkan memiliki amdal dan/atau UKL/UPL dan/atau, SPPL. Pasal 7 (1) Untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal, maka Bupati dapat menetapkan suatu lokasi/areal pengembalaan umum yang dapat digunakan oleh setiap pemilik ternak baik perorangan, kelompok, maupun oleh badan hukum. (2) Batas populasi ternak besar dan kecil untuk setiap satuan luas lokasi/areal pengembalaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sesuai dengan rekomendasi dari Dinas. (3) Kewenangan penunjukan lokasi/areal pengembalaan umum dilimpahkan ke pemerintah desa/kelurahan. (4) Penetapan lokasi atau areal pengembalaan umum ditetapkan oleh kepala desa atau lurah setelah mendapatkan persetujuan dari dinas. 7

Bagian Kedua Larangan Pasal 8 Pemilik ternak dilarang : a. melepas dan atau menggembalakan ternak pada lokasi penghijauan, reboisasi dan pembibitan; b. melepas dan atau menggembalakan ternak pada pekarangan rumah, pertamanan, lokasi pariwisata, lapangan olah raga dan tempat-tempat lain yang dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran c. melepas ternak sehingga berkeliaran di pemukiman, jalan-jalan dan/atau tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu keselamatan/kelancaran pemakai jalan. Bagian Ketiga Sanksi Pasal 9 (1) Ternak yang berkeliaran secara bebas tanpa pengembalaan dianggap ternak liar dan dapat ditangkap oleh Petugas dan atau masyarakat. (2) Ternak yang ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditampung pada tempat penampungan ternak yang telah ditentukan. (3) Tempat penampungan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikerjasamakan dengan pihak lain. Pasal 10 (1) Pemilik yang ternaknya ditangkap, setelah mendapat pemberitahuan resmi dari petugas harus segera mengambilnya. (2) Ternak yang ditangkap dan ditahan pada tempat yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), dikenakan sangsi pemeliharaan dan/atau pengamanan dan/atau kerugian yang ditimbulkan. (3) Pengaturan sangsi pemeliharaan dan/atau pengamanan dan atau penyelesaian kerugian yang ditimbulkan dari ternak yang ditangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kewenangannya diserahkan kepada pemerintah Desa/Kelurahan. 8

BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN PETUGAS Bagian Pertama Kewajiban Pasal 11 Petugas dalam melakukan penertiban ternak wajib: a. menjaga keselamatan ternak sejak saat penangkapan sampai diambil pemiliknya; b. menjaga keamanan ternak yang ditangkap; dan c. menyampaikan tindakan penangkapan kepada pemilik ternak paling lambat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam atau diumumkan melalui saluran informasi/pengumuman yang ada di tingkat desa/kelurahan dan/atau kecamatan. Bagian Kedua Larangan Pasal 12 Petugas dalam melakukan penertiban ternak dilarang bertindak diskriminatif terhadap pemilik ternak dan atau ternak tersebut. Bagian Ketiga Sanksi Pasal 13 Petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diberikan sanksi administrasi berupa teguran dari SKPD yang membidangi. BAB V SYARAT-SYARAT PENANGKAPAN Pasal 14 Petugas wajib melakukan penangkapan ternak apabila : a. ternak berada pada tempat-tempat tertentu yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; 9

b. menganggu keselamatan dan ketertiban umum di pemukiman atau jalan raya; dan c. ada pengaduan dari masyarakat. BAB VI KEBERATAN DAN GANTI RUGI Bagian Pertama Keberatan Pasal 15 (1) Pemilik ternak dapat mengajukan keberatan dalam hal penangkapan yang dilakukan oleh petugas karena melanggar ketentuan dalam Pasal 11 dan Pasal 12. (2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Dinas paling lambat 2 (dua) hari setelah pemberitahuan adanya penangkapan. (3) Keputusan Dinas atas Keberatan yang diajukan diberikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak keberatan diterima. (4) Dalam hal keberatan diterima maka pemilik ternak dibebaskan dari sangsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Bagian Kedua Ganti Rugi Pasal 16 (1) Pemilik ternak wajib membayar ganti kerugian kepada pihak yang menderita kerugian dan atau membayar biaya pemeliharaan dalam hal: a. ternak miliknya merusak tanaman milik orang lain; b. ternak miliknya menyebabkan kecelakaan di jalan raya; c. ternak miliknya merusak sarana dan prasarana umum/publik; dan/atau d. ternak miliknya ditangkap dan ditampung pada tempat penampungan. (2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan nilai kerugian yang layak dan/atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak. 10

Pasal 17 (1) Pemilik ternak dapat menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Daerah dalam hal: a. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan matinya ternak yang akan ditangkap atau yang ada pada tempat penampungan ternak; b. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan hilangnya ternak yang ada pada tempat penampungan ternak; dan c. petugas dengan sengaja dan/atau lalai yang menyebabkan ternak yang ditangkap dijual melalui lelang umum. (2) Pemilik ternak kehilangan haknya untuk menuntut ganti rugi apabila: a. pemilik ternak karena lalai melaksanakan kewajibannya; b. ternak yang hilang tidak memiliki identitas c. kelalaian pemilik ternak mengambil ternaknya walaupun sudah diberitahukan secara resmi oleh petugas. (3) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Pengadilan Negeri Barru. (4) Prosedur dan syarat-syarat untuk mengajukan tuntutan ganti rugi tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PEMELIHARAAN KESEHATAN TERNAK Pasal 18 (1) Pemilik ternak wajib menjaga kesehatan ternak dari gangguan penyakit ternak. (2) Untuk menjamin kesehatan ternak, pemilik wajib menvaksinasi ternaknya secara teratur. Pasal 19 Jika terdapat gejala ternak terkena penyakit maka pemiliknya segera melaporkan kepada Kepala Desa/Lurah dan/atau petugas Dinas yang ada di Desa/Kelurahan atau di Kecamatan agar segera melakukan tindakan pengamanan/pengobatan secara intensif. 11

Pasal 20 (1) Apabila ternyata penyakit yang diderita oleh ternak tersebut dapat menular, Dinas berwenang mengurung/mengisolasi ternak tersebut pada suatu tempat khusus untuk diadakan observasi. (2) Setiap ternak yang sakit yang telah dikurung/diisolasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemiliknya berkewajiban menanggung ongkos pemeriksaan, pengobatan, dan perawatannya. (3) Ternak yang dikurung karena menderita penyakit menular, dapat dibebaskan dan atau diambil oleh pemiliknya setelah ternak tersebut sembuh dari penyakit, dan apabila ternak itu mati dalam kurungan akibat penyakit yang diderita dan/atau harus dibunuh karena penyakitnya berbahaya terhadap ternak lainnya dan/atau kepada manusia yang memakan dagingnya, maka pemiliknya tidak diberi ganti rugi kecuali dibebaskan dari segala biaya pengobatan/perawatan selama ditangani oleh Petugas Dinas. BAB VIII PERPINDAHAN DAN PENGALIHAN TERNAK Pasal 21 (1) Perpindahan Domisili ternak antara Desa/Kelurahan, antara Kecamatan dan Daerah harus dengan sepengetahuan Pemerintah Daerah menurut jenjang struktur Pemerintah Daerah. (2) Pemilik ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada Kepala Desa/Lurah setempat dengan menunjukkan identitas ternak yang bersangkutan dalam waktu 1 x 24 jam dan kepada pemilik ternak dapat diberi keterangan untuk memindahkan ternaknya ke tempat lain. Pasal 22 (1) Setiap mutasi/pengalihan hak atas pemilikan ternak dilakukan secara tertulis dihadapan Kepala Desa/Lurah. (2) Mutasi/Pengalihan hak atas ternak terjadi : a. Antara Desa/Kelurahan dalam Kecamatan, Keterangan diberikan oleh Kepala Desa/Lurah; 12

b. Antara Desa/Kelurahan dalam Daerah, Keterangan diberikan oleh Camat. c. Mutasi keluar Daerah, keterangan diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Setiap terjadi mutasi pemilikan ternak, baik karena transaksi jual beli, pemotongan, pertukaran, maupun karena mati, pemilik ternak yang bersangkutan melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Desa/Lurah. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegewai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan tindak pidana yang dilakukan; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan terjadinya tindak pidana; d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeladahan atau mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana; 13

g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; dan/atau k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 24 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 6, pasal 8, pasal 11, pasal 16, pasal 18, pasal 19, pasal 20, pasal 21 atau pasal 22 dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Barru Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pemeliharaan dan Penertiban Ternak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. 14

Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Barru. Ditetapkan di Barru pada tanggal 23 April 2012 BUPATI BARRU ttd ANDI IDRIS SYUKUR Diundangkan di Barru pada tanggal 23 April 2012 SEKRETARIS KABUPATEN BARRU ttd NASRUDDIN ABDUL MUTTALIB LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2012 NOMOR 3 15

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PENERTIBAN TERNAK I. UMUM Dalam penyelenggaraan pemerintahan, daerah diberi hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah mengatur mengenai pemeliharaan dan penertiban ternak agar masyarakat dalam hal ini peternak dan bukan peternak tidak saling merugikan (win win solution). Bahwa dalam rangka upaya untuk meningkatkan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup disamping upaya meningkatkan populasi hewan ternak, serta tetap terciptanya usaha pertanian dan perkebunan dan keamanan dan ketertiban pemakaian jalan dari gangguan ternak yang berkeliaran secara bebas, maka perlu diadakan pengaturan, penertiban ternak dengan melakukan pengawasan dan pemeliharaan secara Intensif, berdaya guna dan berhasil guna. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2. 16

Pasal 3 Pasal 4 Ayat (3) Yang dimaksud dengan Persyaratan Teknis dalam peraturan daerah ini adalah suatu persyaratan yang diharuskan secara teknis dalam budidaya ternak. Yang dimaksud dengan Ketertiban Umum adalah hal-hal yang dapat mengganggu ketentraman, keamanan orang atau lingkungan yang ada disekitar kandang. Ayat (4) Pasal 5 Pasal 6 Yang dimaksud dengan sistim pengembalaan secara intensif adalah pengelolaan ternak dengan mengembalakan pada lokasi atau kawasan tertentu yang telah ditentukan. 17

Cukup jelas Pasal 7 Ayat (3) Ayat (4) Pasal 8 Pasal 9 Masyarakat yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang perorangan atau lebih yang dirugikan ternak yang berkeliaran dan atau ternak yang digembalakan pada tempat yang tidak memenuhi syarat teknis dan atau ternak yang digembalakan pada tempat pengembalaan umum yang ditentukan oleh pemerintah. Ayat (3) Pihak lain yang dimaksud dalam pasal ini adalah orang, badan usaha dan atau aparat penegak hukum setempat. 18

Pasal 10 Yang dimaksud dengan Pemberitahuan Resmi dalam pasal ini adalah pemberitahuan dari dinas berupa persuratan kepada pemilik ternak yang ternaknya ditangkap oleh Petugas. Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Sanksi administratif berupa teguran secara tertulis dari Dinas Peternakan. Pasal 14 Pasal 15 Ayat (3) Ayat (4) Pasal 16 19

Pasal 17 Ayat (3) Ayat (4) Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Yang dimaksud dengan observasi dalam pasal ini adalah tindakan, pengamatan, pemeriksaan dan pengujian laboratorium. 20

Ayat (3) Pasal 21 Ternak yang dimaksud dalam pasal ini adalah ternak besar berupa Sapi, Kerbau dan Kuda. Pasal 22 Ayat (3) Yang dimaksud dengan melaporkan kejadian dalam pasal ini adalah pemilik ternak melapor secara lisan dan aparat desa/lurah mengeluarkan surat keterangan dalam bentuk tertulis. Pasal 23 Ayat (3) 21

Ayat (4) Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 15. 22