Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Rangka dengan dinding pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

HALAMAN PERNYATAAN. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

PERILAKU STRUKTUR RANGKA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADA GEDUNG EMPAT LANTAI

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG DAN BALOK-KOLOM PRAKTIS TUGAS AKHIR

ABSTRAK. Kata Kunci: perkuatan seismik, rangka beton bertulang, bresing baja, dinding pengisi berlubang sentris, perilaku, kinerja, pushover.

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI

ANALISIS LEBAR STRAT DIAGONAL PADA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DINDING PENGISI BERLUBANG SENTRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG COVER TUGAS AKHIR

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

ABSTRAK. Kata Kunci : rangka beton bertulang, perkuatan, bresing baja eksternal tipe X, MF, BF. iii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. gawang apabila tanpa dinding (tanpa strut) dengan menggunakan dinding (dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

ANALISIS KINERJA STRUKTUR GEDUNG DENGAN COREWALL TUGAS AKHIR

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. kombinasi dari beton dan baja dimana baja tulangan memberikan kuat tarik

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA STRUKTUR

DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT MENENGAH. Refly. Gusman NRP :

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan analisis non-linier yang sederhana namun dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi yang umumnya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara struktural memberikan pengaruh memperkaku rangka terhadap beban horizontal. Dinding pengisi umumnya digunakan untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan struktur beton bertulang dan umumnya dianggap sebagai elemen nonstruktural. 2.1.2 Rangka dengan Dinding Pengisi RDP (infilled frame) ialah struktur yang terdiri atas kolom dan balok berbahan baja atau beton bertulang dengan dinding pengisi berbahan batu-bata ataupun batako. Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi Perilaku struktur rangka akibat adanya dinding pengisi tentu berbeda dengan struktur rangka tanpa dinding pengisi. Perilaku seperti deformasi dan gaya-gaya dalam pada struktur akan diterima pula oleh dinding pengisi yang berarti dinding pengisi akan mendistribusikan gaya-gaya yang ada pada struktur sampai pada batas kemampuannya. Adanya kontak antara dinding dan struktur yang mengelilinginya dan perilaku struktur ketika mendapat beban lateral mengakibatkan dinding pengisi mengalami pola keruntuhan tertentu. Keruntuhan yang terjadi pada dinding salah satunya terjadi pada bagian sudut-sudutnya. 4

Ketika menerima beban lateral, struktur rangka akan menekan dinding bagian ujung, sementara dinding akan menahan gaya tersebut. Konsep inilah yang menjadi dasar untuk memodelkan dinding pengisi sebagai sebuah strat diagonal. 2.2. Pemodelan Analisis pemodelan untuk struktur bangunan yang tinggi bergantung pada beberapa keadaan dan pendekatan yang berhubungan dengan tipe dan ukuran struktur dan banyaknya tingkat dalam desain rancangan. Pemodelan struktur berkembang dengan cepat seiring dengan dukungan teknologi komputer yang makin canggih. Kemudahan yang diberikan dalam pemodelan struktur dengan komputer dapat mempercepat proses perhitungan, sehingga yang menjadi fokus para perancang bangunan adalah bagaimana cara menginterpretasikan permasalahan yang ada ke dalam model struktur yang dapat diproses komputer. Dalam Smith & Coull (1991) dijelaskan bahwa pendekatan dalam pemodelan dibagi menjadi tiga yaitu, analisis pendahuluan, analisis menengah dan final serta pendekatan gabungan untuk analisis pendahuluan dan final. 2.2.1 Analisis Pendahuluan Analisis ini biasanya dilakukan pada tahap awal. Analisis dilakukan untuk menentukan dimensi struktur agar didapat seproporsional dan seefektif mungkin. Maka dari itu analisis ini menuntut kecepatan dari prosesnya sehingga pada pelaksanaannya tidak memodel struktur secara mendetail. Pemodelan dengan cara ini memiliki simpangan sekitar 15% dari analisis yang lebih detail (Smith & Coull, 1991). 2.2.2 Analisis Menengah dan Final Analisi ini dilakukan dengan memodel struktur secara apa adanya dengan menekankan hasil yang didapat haruslah seakurat mungkin. Sehingga model yang akan dibuat menjadi detail sebagaimana kemampuan program yang digunakan untuk mengerjakannya. Kelemahan dari cara ini berada pada waktu pengerjaannya. Semakin kompleks suatu model yang dibuat, semakin banyak parameter yang harus diperhitungkan, dan semakin lama pula proses 5

analisanya.bahkan dengan semakin rumit perhitungan yang dilakukan, resiko terjadinya kesalahan juga semakin besar. 2.2.3 Pendekatan Gabungan untuk Analisis Pendahuluan dan Final Ketika sebuah struktur dimodel dengan sangat detail sehingga kinerja program menjadi sangat berat, maka dapat menggunakan cara analisis pendekatan. Analisis ini bertujuan untuk membuat model yang lebih sederhana namun tetap menghasilkan analisis yang cukup akurat. Caranya adalah dengan menyederhanakan bentuk dari suatu elemen namun tidak menghilangkan kontribusinya dalam mempengaruhi perilaku struktur secara keseluruhan. 2.3. Strat Diagonal Dinding pengisi yang dimodel sebagai strat diagonal sudah lama diterapkan dan sudah banyak pula referensi terkait hal tersebut. Dinding pengisi diasumsikan menerima gaya dari struktur rangka di sekelilingnya yang telah menerima gaya lateral sehingga dinding mengalami gaya tekan. Gaya yang diberikan oleh struktur rangka tersebut akan ditahan oleh dinding secara diagonal. Perumpamaan tersebut yang menjadi dasar untuk memodel dinding pengisi sebagai strat. Strat dalam desainnya juga hanya mampu menerima gaya aksial tekan atau tidak menerima gaya tarik. Asumsinya bahwa dinding pengisi tersusun atas material yang tidak homogen sehingga kuat tarik yang dimiliki material ini diabaikan. Perumusan untuk lebar strat pun sudah banyak berkembang. Salah satu rumus yang cukup banyak digunakan termasuk dalam peraturan FEMA-356 terkait analisis dinding pengisi. r h kolom a h dinding? θ Gambar 2.2Model Dinding Pengisi Sebagai Strat Diagonal 6

a = 0.175 λ 1 col 0.4 r inf (2.1) dimana λ 1 adalah: λ 1 = E me t inf sin 2θ 4E fe I col inf 1 4 (2.2) dengan a adalah lebar strat diagonal, r inf adalah panjang strat, E me adalah modulus elastisitas dinding pengisi, E fe I col adalah modulus elastisitas dan momen inersia kolom, t inf adalah tebal dinding dan tebal strat, h col adalah tinggi kolom di antara as balok, h inf adalah tinggi dinding pengisi, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh strat diagonal. Berdasarkan cara diatas, pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal tidak akan mampu meninjau adanya bukaan atau lubang pada dinding. Maka dari itu, Asteris, et al. (2012) mengusulkan adanya faktor reduksi terhadap dimensi strat diagonal akibat adanya lubang, dengan ketentuan seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3Grafik Hubungan Antara Faktor Reduksi dengan Persentase Lubang pada Dinding. Sumber: Asteris et al. (2012) 7

Grafik di atas menunjukkan hubungan antara persentase bukaan dinding dan faktor reduksi terhadap kekakuan dinding. Persamaan yang dihasilkan oleh grafik tersebut adalah: λ = 1 2α 0.54 1.14 w + α w (2.3) dengan α w adalah persentase lubang (luas lubang dibagi luas dinding). 2.4. Elemen Shell Elemen shell merupakan suatu bentuk sistem struktur berbentuk bidang (area) yang dapat dikerjakan gaya sejajar bidang maupun tegak lurus bidang (Dewobroto, 2013). Pada program SAP2000, penggunaan elemen shell dapat dibagi menjadi tiga sesuai dengan perilakunya yaitu: 1. Membran Elemen membran hanya dapat memperhitungkan gaya-gaya yang bekerja sejajar dengan bidang (in-plane) dan momen drilling (momen yang bekerja dengan sumbu putar tegak lurus arah bidang). Elemen ini dapat digunakan jika ingin memodel suatu bidang tanpa memperhitungkan gaya tegak lurus bidang. 2. Pelat Elemen pelat merupakan kebalikan dari elemen membran, yaitu hanya dapat menerima gaya tegak lurus arah bidang (out-of-plane). Model pelat pondasi yang memiliki rasio ketebalan yang kecil dapat menggunakan elemen pelat ini. 3. Shell Jika dibutuhkan suatu elemen dengan perilaku gabungan antara elemen membran dan elemen pelat, maka elemen shell merupakan pilihannya. Elemen shell memiliki kemampuan untuk menahan gaya searah maupun tegak lurus bidang. Bentuk bidang elemen shell dapat dibagi menjadi dua. Jika nodal yang terdapat pada satu bidang elemen berjumlah 4 buah (j1, j2, j3, j4) maka bentuknya berupa segi empat (quadrilateral) dan jika terdapat tiga buah nodal (j1, j2, j3) maka bentuknya berupa segitiga (triangular). Penggunaan kedua bentuk tersebut 8

ditujukan untuk mendapatkan bentuk yang proporsional dalam membuat model yang saling terhubung (kontinyu) pada setiap nodal. 2.5. Elemen Gap Elemen gap merupakan elemen yang menghubungkan dua material yang berbeda dengan tujuan untuk menyalurkan gaya yang berasal dari masing-masing material tersebut. Pada program SAP2000 terdapat fitur link element atau elemen penghubung yang dapat digunakan sebagai elemen gap. Elemen ini bekerja dengan cara mengikat dua buah titik simpul dan dapat dilepas sesuai kondisi tertentu. Gambar 2.4 menunjukkan elemen gap dan komponennya, dengan i dan j sebagai simpul (titik ujung) dari elemen gap. Simpul atau titik ujung yang dimaksud nodal dari elemen frame dan nodal elemen shell sedangkan k merupakan nilai kekakuan dari elemen gap. Gambar 2.4Elemen Gap Aplikasi elemen kontak ini pada dinding pengisi salah satunya dibahas dalam penelitian dari Dorji& Thambiratnam (2009). Pada penelitian tersebut dijelaskan tentang perbandingan kekakuan yang dimiliki oleh elemen gap dengan kekakuan dari dinding pengisi. Hubungan dari kekakuan kedua elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5 9

Gambar 2.5 Grafik hubungan antara kekakuan dinding dan kekakuan gap Sumber: Dorji (2009) Persamaan dari grafik yang terdapat pada Gambar 2.5 dapat dirumuskan sebagai berikut: K g = 0.0378K i + 347 (2.4) dengan K i K i = E i t (2.5) dimana K g adalah kekakuan dari gap element dalam satuan N/mm, K i adalah kekakuan dari dinding pengisi, E i adalah modulus elastisitas dinding dan t adalah tebal dinding. 2.6. Material Nonlinier Sebuah material atau bahan memiliki sifat nonlinier yang berarti material tersebut dapat menurun kekuatannya pada batas tegangan tertentu. Material yang berbeda tentunya memiliki kekuatan yang berbeda. Hal yang digunakan untuk menunjukkan perilaku material salah satunya adalah modulus elastisitas. Parameter ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu material untuk mengalami deformasi. Semakin kecil nilai modulus elastisitas maka semakin mudah suatu material dapat mengalami perpanjangan atau perpendekan. 10

Berdasarkan SNI 2847:2013, modulus elastisitas pada material beton dapat dicari dengan rumus berikut: untuk beton dengan berat volume antara 1440 dan 2560 kg/m 3 menggunakan rumus E c = w 1.5 c 0.043 f c (2.6) Nilai tegangan dan regangan material beton dapat digambarkan dalam kurva nonlinier. Pada program SAP2000 dapat dibuat kurva tegangan regangan secara otomatis berdasarkan ketentuan dari Mander. Pada material dinding dapat diketahui nilai modulus elastisitasnya berdasarkan pendekatan dari FEMA-356 dengan rumus E m = 550f m (2.7) Sifat nonlinier dari material dinding bata sendiri telah dirumuskan oleh Kaushik et al. (2007). Gambar 2.6 menunjukkan hubungan antara tegangan dan regangan pada dinding bata. Gambar 2.6Kurva Hubungan Tegangan dan Regangan Dinding Pengisi Sumber: Kaushik et al. (2007) 11

Kurva bagian lengkung (parabolic variation) dari titik nol sampai bagian puncak (ε m,f m ) dan pada saat f m turun sebesar 90% (0.9f m ) dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: f m f m = 2 ε m ε m ε m ε m 2 (2.8) Kemudian untuk bagian lurus (linear variation) digunakan persamaan sebagai berikut: f m 0.9f m 0.2f m 0.9f m = ε m ε m @0.9f m 2ε m ε m @0.9f m (2.9) dengan: dimana: C j f j f m ε m = C j = faktor dari kuat tekan mortar = kuat tekan mortar (MPa) = tegangan dinding pengisi (MPa) f m = kuat tekan dinding pengisi (MPa) ε m = regangan dinding pengisi pada f m ε m = regangan dinding pengisi f m E m 0.7 (2.10) C j = 0.27 f j 0.25 (2.11) ε m@0.9f m = regangan dinding pengisi saat 0.9f m 2.7. Penelitian Terkait Kakaletsis and Karayannis (2009) melakukan penelitian laboratorium mengenai perilaku struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan. Dalam penelitiannya, terdapat 10 spesimen yang diuji, ditunjukkan pada Tabel 2.1. Spesimen yang diuji berupa struktur RT (Bare Frame), struktur RDP dengan dinding solid, dan struktur RDP dengan bukaan. Untuk bukaan, parameter yang digunakan yaitu bentuk bukaan dan ukuran bukaan. Terdapat tiga spesimen bukaan jendela dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, 0.50 dan tiga 12

spesimen bukaan pintu dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, dan 0.50. Selain itu, ada dua spesimen menggunakan parameter untuk lokasi bukaan pada struktur rangka dengan perbandingan x/l sebesar 0.167. Dimana, l adalah panjang dinding pasangan bata, la adalah lebar bukaan, dan x adalah jarak antara garis pusat dari bukaan ke tepi dinding pengisi, terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1Spesimen eksperimen Notasi Bentuk bukaan Ukuran Bukaan la/l Jarak Benda Uji Jendela Pintu 0 0.25 0.38 0.5 1 bukaan x/l B Bare Bare - - - - - S Solid Solid - - - - - WO2 - - - - - 0.5 WO3 - - - - - 0.5 WO4 - - - - - 0.5 DO2 - - - - - 0.5 DO3 - - - - - 0.5 DO4 - - - - - 0.5 WX1 - - - - - 0.167 DX1 - - - - - 0.167 Sumber: Kakaletsis & Karayannis (2009) Rincian untuk struktur rangka beton bertulang ditunjukkan pada Gambar 2.7(a). Dimensi balok (100x200) mm dan dimensi kolom (150x150) mm. Dimensi tersebut sesuai dengan1/3 skala dari bentuk asli di lapangan yaitu (300x600) mm untuk balok dan (450x450) mm untuk kolom. Pasangan bata dinding pengisi dalam spesimen memiliki ketinggian (H) =800 mm dan panjang (l) = 1200 mm, ditunjukkan pada Gambar 2.7(c) dan Gambar 2.7(d), yang mewakili dinding partisi bagian luar struktur yang bentuk asli di lapangan dengan tinggi (H) =2.40 m dan panjang (l) = 3.60m, dimana rasio H/l=1/1.50. Pada eksperimen menggunakan dimensi bata (60x60x93)mm, terlihat gambar 2.7(b). Dimensi bata sesuai dengan 1/3 skala dengan bentuk asli bata dengan dimensi (180x180x300) mm. Data material dapat dilihat pada Tabel 2.2. 13

Gambar 2.7Spesimen struktur RDP (a) detail tulangan struktur rangka beton bertulang, (b) unit bata, (c) struktur RDP dengan bukaan jendela dan (d) struktur RDP dengan bukaan pintu, dalam mm. Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009) Tabel 2.2Sifat material yang digunakan Sifat Mekanik Campuran Semen/Plester Kuat Tekan f m Pasangan Bata Kuat tekan untuk rongga f c90 Modulus elastisitas untuk rongga E 90 Geser modulus G Rangka Beton Kuat tekan f c Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009) Nilai yang Terukur 0.22 ksi (1.53 MPa) 0.74 ksi (5.11 MPa) 97.29 ksi (670.30 MPa) 37.65 ksi (259.39 MPa) 4.14 ksi (28.51 MPa) Beban lateral dibuatkan menggunakan alat double action hydraulic actuator sedangkan beban vertikal menggunakan hydraulic jacks, dipasang dengan empat strands di bagian atas setiap kolom, yang konstan dan terusmenerus disesuaikan selama pengujian. Tingkat beban tekan aksial per kolom ini 14

ditetapkan sebesar 50 kn dengan rata-rata tegangan tekan sebesar 0.1 MPa untuk kekuatan tekan. Hasil utama dari eksperimen laboratorium adalah grafik hubungan antara beban lateral dan perpindahan, selain itu ditampilkan pola kegagalan yang terjadi pada struktur, disajikan pada Gambar 2.8, 2.9 dan 2.10 Gambar 2.8Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji S Gambar 2.9Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji WO2 15

Gambar 2.10Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji DO2 Spesimen S pada Gambar 2.8 memiliki dinding penuh, dimana retak pada dinding terjadi pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 1.1%. Kegagalan dari spesimen ini didominasi dengan retak diagonal di dinding pada drift 1.9%. Spesimen WO2 dengan bukaan jendela pada Gambar 2.9 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3% sampai 0.4%. Sendi plastis terjadi pada ujung atas dan bawah kolom pada drift 0.3% sampai 0.9%. Spesimen DO2 pada Gambar 2.10 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 0.4% sampai 0.6%. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium tersebut disimpulkan bahwa ukuranbukaandaribentuk yang samatampaknya tidakjauhmempengaruhi perilakubenda uji. Retak pada dinding dan terpisahnya dinding dari struktur terjadi pada tahap sebelum adanya leleh pada tulangan kolom. Pada perpindahan yang besar pada kasus model dengan bukaan, beban lateral tetap ditahan oleh struktur sementara dinding pengisi mulai berhenti menahan beban. Hasil dari kurva histeresis beban lateral dan perpindahan dari setiap spesimen dapat disederhanakan dengan menghubungkan tiap titik puncaknya seperti pada gambar 2.11. 16

Gaya Lateral (kn) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 S WO2 DO2 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Perpindahan (mm) Gambar 2.11Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan Spesimen S, WO2, dan DO2 2.8. Beban Gempa 2.8.1 SNI 1726:2002 Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktor-faktor yang disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri dari wilayah gempa, percepatan puncak muka tanah (A o ), faktor keutamaan gedung (I), faktor reduksi gempa (R), dan waktu getar alami (T c ). Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C) dengan rumus: dengan C a = A r T (2.12) A r = A m T c (2.13) T = ζ n (2.14) A m = 0.25 A o (2.15) dimana: Ar Am = Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C = Percepatan respons maksimum 17

T ζ n = Waktu getar alami struktur gedung (detik) = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung = Jumlah tingkat Gempa arah vertikal juga diperhitungkan dengan mencari nilai faktor respon gempa vertikal (C v ) dengan rumus: C v = Ψ A 0 I (2.16) dengan ψ adalah koefisien yang disesuaikan dengan wilayah gempa tempat struktur gedung berada. 2.8.2 SNI 1720:2012 Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di Indonesia yang berlaku saat ini diatur dalam SNI Gempa 1726:2012. Pada peraturan ini dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban gempa sebagai berikut: 1. Geografis Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi gedung tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda memiliki percepatan batuan dasar yang berbeda pula. 2. Faktor keutamaan gedung Faktor ini ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan gedung. Gedung dengan kategori risiko I dan II memiliki faktor keutamaan gedung 1, untuk kategori resiko III memiliki faktor 1.25, dan kategori resiko IV memiliki faktor 1.5. 3. Kategori Desain Seismik Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu A, B, C, D, E, dan F. Penentuan kategori ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel A5. 4. Sistem penahan gaya seismik Struktur dengan sistem penahan gaya seismik memiliki faktor reduksi gempa atau koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem 18

(Ω 0 ), dan faktor pembesaran defleksi (C d ) yang berbeda-beda sesuai dengan Tabel A6 pada lampiran A. 2.9. Analisis Pushover Analisis Pushover merupakan metode analisis berbasis kinerja (performance-based design) yang pada perhitungannya mengerjakan beban yang ditingkatkan untuk menunjukkan hasil berupa kinerja dari suatu struktur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan analisis ini meliputi: 2.9.1 Kenonlinieran Material Sifat-sifat nonlinier dari material seperti perbandingan tegangan dan regangan secara otomatis akan diperhitungkan oleh program ketika menggunakan analisis nonlinier. Namun pada program hanya mengenal material beton dan baja saja, sehingga dalam mendefinisikan sifat nonlinier dari material lainnya seperti dinding pengisi harus dilakukan secara manual dengan menginput kurva tegangan dan regangannya sesuai dengan perencanaan. 2.9.2 Sendi Plastis Sendi plastis adalah penggambaran dari perilaku pasca-leleh yang terkonsentrasi dalam satu atau lebih derajat kebebasan. Sifat sendi plastis adalah sebutan pengaturan dari sifat kaku-plastis yang dapat diberikan pada satu atau lebih elemen rangka. Perilaku gaya-perpindahan plastis dapat ditentukan untuk tiap derajat kebebasan gaya (aksial dan geser), begitu pula perilaku momen-rotasi plastis dapat ditentukan untuk tiap derajat kebebasan momen (lentur dan torsi). Derajat kebebasan yang tidak ditentukan tetap dalam kondisi elastis. Pada SAP2000, sendi plastis hanya dapat diaplikasikan pada elemen rangka. Untuk tiap derajat kebebasan, kurva gaya-perpindahan (forcedisplacement) didefinisikan agar memberikan nilai leleh dan deformasi plastis setelah leleh. Hal ini dilakukan dalam hubungan dari kurva dengan nilai pada lima titik, A-B-C-D-E, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.12. Titik-titik tersebut dijelaskan sebagai berikut: - Titik A selalu merupakan titik awal. - Titik B mewakili pelelehan. Tidak ada deformasi yang terjadi dalam sendi plastis sampai titik B, meskipun nilai deformasi ditentukan untuk titik B. 19

Perpindahan (rotasi) pada titik B akan dikurangi dari deformasi pada titik C, D, dan E. Hanya deformasi plastis yang melewati titik B diperlihatkan oleh sendi plastis. - Titik C mewakili kapasitas ultimit untuk analisis pushover. - Titik D mewakili kekuatan sisa untuk analisis pushover. - Titik E mewakili kegagalan total. Setelah titik E, sendi plastis akan jatuh berkurang sampai titik F (tidak diperlihatkan) secara langsung dibawah titik E pada sumbu horizontal. Gambar 2.12 Kurva deformasi plastis untuk gaya-perpindahan 2.9.3 Kontrol Pembebanan Ada 2 macam bentuk kontrol pembebanan untuk analisa statik nonlinear yaitu a load-controlled dan displacement-controlled. A load-controlled dipakai apabila kita tahu pembesaran beban yang akan diberikan kepada struktur yang diperkirakan dapat menahan beban tersebut, contohnya adalah beban gravitasi. Pada a load-controlled semua beban akan ditambahkan dari nol hingga pebesaran yang diinginkan. Displacement-controlled dipakai apabila kita mengetahui sejauh mana struktur kita bergerak tetapi kita tidak tahu beban yang harus dimasukkan. Ini sangat berguna untuk mengetahui perilaku struktur tidak stabil dan mungkin kehilangan kapasitas pembawa beban selama analisa dilakukan. 20