RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan I. PEMOHON 1. Ismail Thomas, SH., M.Si., sebagai Bupati Kabupaten Kutai Barat (Pemohon I); 2. Jackson John Tawi., sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Barat (Pemohon II); 3. Yustinus Dullah (Pemohon III). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Jannes Halomoan Silitonga, SH., dkk yang tergabung dalam Tim Advokasi Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 15 Juni 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 1
3. Bahwa objek permohonan adalah pengujian Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU 23/2014), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon I adalah lembaga negara, yaitu Bupati Kabupaten Kutai Barat perode masa jabatan Tahun 2011-2016. 4. Pemohon II adalah perorangan warga negara Indonesia yang juga sebagai Pimpinan/Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Barat. 5. Pemohon III adalah perorangan warga negara Indonesia yang menjabat sebagai Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat. 2
6. Bahwa Pemohon II dan Pemohon III saat ini sebagai warga Kabupaten Kutai Barat sama-sama merasakan krisis ketenagalistrikan secara langsung dan dalam rangka menjalankan tugas kesehariannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kutai Barat dan sebagai Ketua Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat banyak mendapat aspirasi dari masyarakat Kabupaten Kutai Barat tentang ketenagalistrikan. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 23/2014: Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan: No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi 5. Ketenagalistrikan a. Penetapan wilayah usaha listrik dan izin jual beli tenaga listrik lintas negara. b. Penerbitan izin usaha listrik lintas Daerah provinsi, badan usaha milik negara dan penjualan tenaga listrik serta penyewaan jaringan kepada penyedia tenaga listrik lintas Daerah provinsi atau badan usaha milik negara. c. Penerbitan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup lintas Daerah provinsi atau berada di wilayah di atas 12 mil laut. d. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dan penerbitan izin pemanfaatan jaringan, untuk telekomunikasi, multimedia, dan informatika dari ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. e. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa a. Penerbitan izin usaha listrik non badan usaha milik negara dan penjualan tenaga listrik serta penyewaan jaringan kepada penyedia tenaga listrik dalam Daerah provinsi. b. Penerbitan izin operasi yang fasilitas instalasinya dalam Daerah Provinsi. c. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dan penerbitan izin pemanfaatan jaringan untuk telekomunikasi, multimedia, dan informatika dari ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi. d. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik, rencana usaha listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik Daerah Kab/Kota 3
jaringan tenaga listrik, rencana usaha listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. f. Penerbitan izin usaha jawa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh badan usaha milik negara atau penanam modal asing/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing. g. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana listrik belum berkembang, daerah terpencil dan pedesaan. dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemeirntah Daerah provinsi. e. Penerbitan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan usaha dalam negeri/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri. f. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana listrik belum berkembang, daerah terpencil dan pedesaan. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur hingga saat ini masih mengalami masalah ketenagalistrikan, dan untuk mengatasinya Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat bermaksud membangun pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada; 2. Bahwa Lampiran bagian CC angka 5 Sub Urusan Ketenagalistrikan UU 23/2014 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak dapat memberikan kepastian hukum sebab tidak mencantumkan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam masalah ketenagalistrikan; 4
3. Bahwa, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam masalah ketenagalistrikan, yaitu diatur dalam Pasal 5 ayat (3). VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; 4. Dengan dibatalkannya Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait ketenagalistrikan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. 5