HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Sampel

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAHAN DAN METODE. Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 3 METODE PENELITIAN

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Sampel Tanaman daun dewa yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Balitro dan PSB. Hasil Identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Bogor, menunjukkan tanaman daun dewa yang digunakan pada penelitian ini termasuk ke dalam suku Asteraceae, dengan spesies Gynura pseudochina (L.) DC. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman daun dewa yang telah cukup umur, yaitu 6-8 bulan, sehingga diharapkan zat-zat yang terkandung dalam umbi dan daun telah terbentuk sempurna. Daun yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau tua dan ukuran daun cukup besar serta berkualitas baik. Kualitas daun yang baik adalah bentuk daun utuh, tidak rusak dimakan hama dan tidak terserang penyakit, yaitu yang tidak terkena infeksi virus, bakteri atau jamur. Umbi yang digunakan pada penelitian ini adalah umbi yang telah berusia 8 bulan. Untuk menghindari pencemaran yang diakibatkan oleh zat pengotor seperti debu dan tanah, maka daun dan umbi sebelum dianalisa ataupun dikeringkan, terlebih dahulu dicuci. Pencucian daun dan umbi dilakukan dalam waktu singkat dan tidak diulang untuk mencegah berkurangnya rendemen pigmen antosianin terlalu banyak karena sebagian kecil antosianin akan larut bersama air pencuci. Daun dewa yang telah dicuci siap digunakan untuk keperluan berbagai analisis. Untuk mencegah terjadinya perubahan kimia, daun yang sudah dicuci langsung dikeringkan dalam oven bersuhu rendah (4-6 o C) dan memiliki aliran udara yang baik. Sedangkan umbinya selesai dicuci, diris tipis-tipis terlebih dahulu baru dikeringkan dalam oven. Pengeringan yang dilakukan selama 48 jam terus menerus pada suhu 4-6 o C menghasilkan daun yang tetap berwarna hijau dengan rendemen kurang lebih 12% untuk sampel daun dewa dari Balitro, 5% untuk sampel dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB). Untuk umbi tanaman tersebut diperoleh umbi kering yang berwarna tetap putih dengan rendemen kurang lebih 29% untuk sampel umbi dewa dari Balitro dan PSB.

Penapisan fitokimia umum dan golongan flavonoid dilakukan terhadap sampel daun dan umbi tanaman daun dewa, baik yang masih segar maupun yang telah dikeringkan menjadi serbuk, untuk menelusuri golongan senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya. Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia Umum dan Golongan Flavonoid Sampel Asal dan Jenis Sampel Keberadaan Golongan Senyawa Balitro PSB DDS SDD UDS SUD DDS SDD UDS SUD Meyer - + - + - + - + Alkaloid Wagner - ++ + ++ - ++ - ++ + Dragendorf - ++ + +++ - ++ + ++ Flavonoid H 2 S 4/p + + + + + + + + Sianidin CH 3 CNa + - + - - - - - - FeCl 3 Na 2 C 3 - - - - - - - - Malvidin CH 3 CNa + - - - - - - - - FeCl 3 Na 2 C 3 - - - - - - - - Pelargonidin Na 2 C 3 - - - - - - - - Mg + HCl/p - - + + - - - - (CH 3 C) 2 Pb + + - - - - - - F l a v o n o i d Flavon Flavonol Kalkon Auron NaH - - - - - + + + H 2 S 4/p + + - - + + + + Mg + HCl/p - + - - - + + - (CH 3 C) 2 Pb - - - - - - - - NaH - - - - - + - - H 2 S 4/p + + - - - + + - Mg + HCl/p - - - - - - - - (CH 3 C) 2 Pb - - - + - - - - NaH + + + + - - - - H 2 S 4/p - - + + - - - - Mg + HCl/p - - - - - - - - (CH 3 C) 2 Pb - - + - - - - - NaH + + + + - - - - H 2 S 4/p - - - - - - - - Fenolhidrokuinon - + - - - - - + Triterpenoid - - + + - - + + Steroid + +++ - + + + - + Tanin + + - + + + + + Saponin + + ++ + + + + + Keterangan : DDS = Daun Dewa Segar UDS = Umbi Dewa Segar SDD = Serbuk Daun Dewa SUD = Serbuk Umbi Dewa - = hasil uji negatif + = hasil uji positif (+ = sedikit ; ++ = sedang ; +++ = banyak)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa beberapa golongan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam tanaman daun dewa tidak teridentifikasi pada keadaan segar, tetapi hampir semuanya dapat teridentifikasi pada keadaan kering/serbuk. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses pengeringan oven dengan suhu 4-6 o C tidak merusak kandungan metabolit sekunder tanaman. Senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun dan umbi tanaman daun dewa termasuk golongan senyawa flavon, flavonol, kalkon dan auron. Sedangkan untuk senyawa flavonoid yang termasuk kelas antosianin yaitu sianidin, malvidin dan pelargonidin tidak teridentifikasi pada daun dan umbi baik dalam keadaan segar maupun serbuknya, kecuali sianidin teridentifikasi hanya pada serbuk daun dewa untuk sampel yang berasal dari Balitro. Dari hasil pengeringan sampel tanaman daun dewa segar, sampel yang berasal dari Balitro menghasilkan rendemen yang lebih tinggi, selain itu hasil uji fitokimia juga menunjukkan sampel dari Balitro memiliki kandungan jenis metabolit sekunder yang lebih banyak, sehingga dalam penelitian ini digunakan sampel yang berasal dari Balitro. Ekstraksi Senyawa Flavonoid Proses ekstraksi senyawa flavonoid dilakukan menggunakan pelarut metanol. Hasil penapisan fitokimia daun dewa segar menunjukkan hasil negatif untuk kelas senyawa antosianin, namun isolasi senyawa antosianin dari daun dewa tetap dilakukan, karena hasil penapisan terhadap serbuk daunnya ada yang menunjukkan hasil positif (Tabel 1) dan dari penampakan daun yang permukaan bagian belakangnya berwarna ungu, sehingga diduga kemungkinan ada senyawa antosianin di dalam daun dewa. Proses ekstraksi untuk mendapatkan kelompok senyawa antosianin dilakukan dengan mengekstraksi daun dewa segar dengan pelarut metanol yang mengandung asam klorida. Menurut Markham (1988), untuk antosianin daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan, tetapi harus digerus dengan MeH yang mengandung 1% HCl pekat. Sedangkan untuk mendapatkan senyawa flavonoid lain yang bukan kelompok antosianin dilakukan isolasi dengan mengekstrak serbuk daun dan umbi sampel tanaman daun dewa.

Ekstraksi Antosianin dari Daun Dewa Isolasi dilakukan terhadap sampel tanaman daun dewa yang berasal dari Balitro. Jumlah total rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi adalah 4,6692 % dengan nilai total fenol adalah,6587 mg/g. Pengamatan secara visual terhadap filtrat hasil ekstraksi daun dewa segar menunjukkan warna kuning kemerahan. Pemeriksaan secara kualitatif sederhana menggunakan larutan HCl 2M dan NaH 2M, menunjukkan bahwa pemanasan filtrat hasil ekstraksi daun dewa segar dalam larutan HCl 2M selama 5 menit (1 o C) menghasilkan warna yang tetap tidak berubah yaitu warna kuning kemerahan. Penambahan larutan NaH 2 M ke dalam filtrat hasil ekstraksi merubah warna menjadi lebih pekat. Jika filtrat mengandung antosianin, filtrat akan berubah warna menjadi hijau biru dan memudar perlahan-lahan. Ekstraksi filtrat dengan amilalkohol, memberikan warna jingga dengan penambahan CH 3 CNa dan FeCl 3, dan bening dengan penambahan Na 2 C 3. Hal ini tidak sesuai dengan ciri-ciri warna jika ekstrak mengandung antosianin. Penapisan fitokimia flavonoid yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa flavonoid dalam ekstrak kasar antosianin (EAD) memberikan hasil (Tabel 2) golongan antosianin dalam ekstrak EAD sampel tidak terdeteksi, tetapi senyawa flavonoid golongan lainnya, yaitu flavon, dan flavonol serta kalkon dan auron menunjukkan hasil uji positif. Tabel 2 Hasil Uji Fitokimia Flavonoid Ekstrak Hasil Isolasi Antosianin No. Golongan Flavonoid Keberadaan Senyawa 1 Sianidin - 2 Malvidin - 3 Pelargonidin - 4 Flavon + 5 Flavonol + 6 Kalkon + 7 Auron + Spektrum tampak ekstrak EAD di dalam larutan HCl,4 M dalam metanol dan di dalam larutan HCl 1,5N-EtH 95% (15:85) memberikan spektrum seperti terlihat pada gambar 4. Spektrum ekstrak EAD tidak menunjukkan panjang gelombang maksimum (λ maks ) pada kisaran 55-535 nm yang

merupakan ciri senyawa antosianin. Ekstrak EAD menunjukkan λ maks pada 239, 346,5 dan 415 nm dalam larutan HCl,4 M dengan pelarut MeH dan menunjukkan λ maks pada 239,5 dan 412 nm dalam larutan HCl 1,5 N dengan pelarut EtH 95% (15:85). 239 2,535 346,5 HCl-MeH HCl-EtH 2,3 1,525 415 Absorbans 1,2 412,515,1 -,495 2 24 28 32 36 4 44 48 52 56 6 panjang gelombang (nm) 1 Gambar 4 Spektrum Ekstrak EAD di dalam HCl,4 M dalam MeH dan di dalam HCl 1,5 N-EtH 95% (15:85) pada Konsentrasi Ekstrak 8 ppm. Analisa KLT terhadap ekstrak EAD menggunakan fase diam silika gel 6 F 254 plat aluminium dengan eluen BAA (n-butanol asam asetat air = 4:1:5) penampak bercak uap amonia (Harborne 1988) menghasilkan kromatogram dengan perhitungan nilai Rf seperti pada Tabel 3. Hasil analisa menunjukkan bahwa ekstrak EAD menghasilkan spot lebih dari satu. Hal ini berarti terdapat keragaman senyawa metabolit yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Di samping itu, adanya spot yang berwarna kuning, jika diuapi dengan amoniak dapat menunjukkan adanya senyawa flavon atau flavonol di dalam ekstrak.

Kromatogram Tabel 3 Hasil KLT Analitik Ekstrak EAD dengan Eluen BAA Jumlah Spot Warna UV-365 NH 3 Rf 6 violet coklat,1 violet coklat,29 violet kuning (samar),4 violet -,53 violet kuning,62 violet kuning (samar),74 Hasil uji toksisitas ekstrak terhadap larva A. salina Leach menunjukkan ekstrak memiliki potensi bioaktivitas (Tabel 4). Karena berdasarkan hasil uji tersebut diperoleh nilai LC 5 <1 ppm. Tabel 4 Data Uji Toksisitas Ekstrak EAD dengan Larva A. salina Leach. Konsentrasi Jumlah larva yang mati LC Jenis 5 (ppm) 1 2 3 4 Rata-rata (ppm) Kontrol - 1 2 5 1 2 2,5 Ekstrak 1 12 12 1 12 11,5 EAD 61,35737 1 15 15 15 15 15 Dilihat dari nilai LC 5 yang lebih kecil dari 1 ppm menunjukkan ekstrak memiliki potensi bioaktivitas. Namun dari hasil uji antikhamir ekstrak terhadap khamir S. cerevisiae ternyata ekstrak EAD dengan konsentrasi 1 ppm tidak menunjukkan aktivitas antikhamir, karena dari hasil uji tidak terbentuk zona bening pada media uji, berarti ekstrak tidak menghambat pertumbuhan khamir S. cerevisiae. Hasil uji ditunjukkan pada gambar 5. Gambar 5 Hasil Uji Antikhamir Ekstrak EAD terhadap Khamir S. cerevisiae.

Berdasarkan hasil uji fitokimia pada Tabel 2 dan hasil pembacaan spektrum ekstrak yang tidak menunjukkan terdeteksinya senyawa antosianin, maka tahapan lanjutan untuk isolasi antosianin tidak diteruskan. Ekstraksi Flavonoid Serbuk daun dan umbi yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah hasil pengeringan daun dan umbi tanaman daun dewa yang berasal dari Balitro. Kadar air serbuk daun 1,25% dan umbi 12,35%. Sampel serbuk daun dan umbi masing-masing direndam dalam pelarut metanol-air (9:1) selama 12 jam dan dilakukan penyaringan. Selanjutnya ampas dimaserasi kembali dengan pelarut metanol-air (1:1) selama 12 jam dan dilakukan penyaringan. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dirotavapor, lalu dipartisi berturut-turut dengan n-heksan, kloroform, dietil eter, etil asetat dan n-butanol. Hasil uji flavonoid, perhitungan total rendemen dan nilai total fenol serta nilai LC 5 yang diperoleh dari hasil uji bioassay menggunakan larva A. salina terhadap hasil ekstraksi dan partisi dapat dilihat pada Tabel 5. Data Tabel 5 menunjukkan fraksi yang memiliki nilai total fenol tertinggi dari keseluruhan ekstrak uji adalah fraksi metanol, tetapi nilai LC 5 jauh di atas 1 ppm. Fraksi yang memiliki nilai LC 5 lebih kecil dari 1 ppm untuk ekstrak ESD adalah fraksi D-FK dan D-FB. Dari hasil uji kualitatif D-FK tidak mengandung senyawa golongan flavonoid, sehingga untuk ekstrak ini, fraksi yang mungkin diteruskan untuk pemurnian lebih lanjut adalah fraksi D-FB. Sedangkan untuk ekstrak ESU, fraksi yang memiliki nilai LC 5 lebih kecil dari 1 ppm adalah fraksi U-FE dan positif mengandung senyawa flavonoid, sehingga untuk ekstrak ini, fraksi yang mungkin diteruskan untuk pemurnian lebih lanjut adalah fraksi U-FE.

Tabel 5 Keberadaan Golongan Flavonoid dalam Fraksi Hasil Partisi Ekstrak Sampel, Jumlah Rendemen, Nilai Total Fenol dan Nilai LC 5 Ekstrak Sampel ESD ESU Fraksi Uji Flavonoid Total Rendemen (%) Total Fenol (mg/g) LC 5 (ppm) ESD kasar + 22,456,2467 D-FH - 1,2995 D-FK -,4664,77 972,6999 D-FD +,52,59 1586,61372 D-FE +,964,28 229,7995 D-FB +,7947,11 832,12297 D-FA + 5,472,19 182,68283 D-FM +,6727,682 341,63585 ESU kasar + 8,6645,589 U-FH -,1982,293 - U-FK +,144,142 - U-FD -,492,36 136,5619 U-FE +,742,282 723,4425 U-FB +.1341,166 - U-FA +,8542,246 - U-FM +,931,3863 - Keterangan: ESD = ekstrak serbuk daun D-FH = fraksi n-heksan D-FK = fraksi kloroform D-FD = fraksi dietil eter D-FE = fraksi etil asetat D-FB = fraksi n-butanol D-FA = fraksi air D-FM = fraksi metanol ESU = ekstrak serbuk umbi U-FH = fraksi n-heksan U-FK = fraksi kloroform U-FD = fraksi dietil eter U-FE = fraksi etil asetat U-FB = fraksi n-butanol U-FA = fraksi air U-FM = fraksi metanol Penapisan Fraksi Terpilih Analisa KLT menggunakan fase diam silika gel 6 F 254 plat aluminium dengan eluen BAA (4:1:5), penampak bercak uap amonia (Harborne 1988) terhadap Fraksi D-FB dan U-FE merupakan fraksi terpilih yang menunjukkan fraksi D-FB menghasilkan spot yang lebih banyak dibandingkan fraksi U-FE. Kromatogram hasil analisa dan perhitungan nilai Rf fraksi ini ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil KLT Analitik Ekstrak D-FB dan U-FE dengan Eluen BAA Warna Kromatogram Fraksi Rf UV-254 UV-365 NH 3 D-FB (7 spot) coklat (samar) coklat (samar) coklat (samar) coklat gelap coklat (samar) coklat (samar) coklat gelap berpendar putih tidak tampak berpendar putih coklat gelap berpendar ungu tidak tampak berpendar merah kuning (samar) kuning kuning (samar) hijau,28,36,46,53,67,81,95 U-FE (3 spot) kuning coklat (samar) coklat gelap violet violet gelap violet gelap Kuning Hijau hijau,59,75,89 Hasil pembacaan spektrum kedua jenis ekstrak dalam etanol maupun dalam metanol memiliki pola spektrum yang sama, tetapi jika dibandingkan antara spektrum ekstrak fraksi n-butanol serbuk daun dengan fraksi etil asetat serbuk umbi, ada perbedaan panjang gelombang maksimum antara kedua jenis ekstrak. Gambar spektrum masing-masing ekstrak seperti pada gambar 6 dan 7. 3 2,5 2 Absorbans 1,5 1,5 -,5 D-FB EtH U-FE EtH Kuersetin -1 2 25 3 35 4 45 5 55 6 panjang gelombang (nm) Gambar 6 Spektrum Ekstrak D-FB, U-FE dan Kuersetin dalam Etanol.

4 3,5 3 2,5 F4-DB F7-DB Kuersetin Abs 2 1,5 1,5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 panjang gelombang (nm) Gambar 7 Spektrum Ekstrak D-FB, U-FE dan Kuersetin dalam metanol. Berdasarkan spektrum UV, fraksi D-FB menunjukkan panjang gelombang maksimum pada 234 (dalam metanol) dan 232,5 nm (dalam etanol). Fraksi U-FE menunjukkan panjang gelombang maksimum 24,5 (dalam metanol) dan 223 nm (dalam etanol). Dari hasil analisa KLT, fraksi D-FB menunjukkan kandungan senyawa metabolit yang lebih beragam dibanding fraksi U-FE. Jika ditinjau dari hubungan jumlah total rendemen dengan nilai total fenol (Tabel 5), fraksi U-FE memiliki nilai total fenol yang lebih tinggi, sehingga kemungkinan kandungan flavonoidnya lebih tinggi. Nilai LC 5 fraksi U-FE lebih tinggi daripada fraksi D-FB, namun hasil uji antikhamir kedua fraksi tersebut memberikan hasil negatif, tidak terbentuk zona bening di sekitar kertas cakram. Hal ini berarti kedua fraksi tidak bersifat menghambat pertumbuhan khamir S. cerevisiae (Gambar 8). D-FB U-FE Gambar 8 Hasil Uji Antikhamir Fraksi D-FB dan U-FE terhadap khamir S. cerevisiae.

Hasil analisa KCKT terhadap fraksi D-FB dan fraksi U-FE dengan pembanding standar kuersetin menunjukkan hasil (Gambar 9) bahwa, di dalam fraksi D-FB terdapat senyawa flavonid kuersetin. Hal ini diyakini berdasarkan adanya puncak yang muncul pada rentang waktu retensi 8-9 menit, meskipun tinggi puncak lebih rendah dari tinggi rerata noise. leh karena rendahnya rendemen dari fraksi U-FE, maka yang ditelusuri lebih lanjut adalah fraksi D-FB. 5. UV-VIS Retention Time 5. Volts 2.5..92 1.56 1.337 1.89 1.833 2.38 2.31 2.193 2.557 3.45 4.287 4.113 4.87 4.543 8.46 2.5. Volts 5 1 15 2 25 3 Minutes a) ( Puncak kuersetin (b) (c) Gambar 9 Kromatogram KCKT, (a) standar kuersetin [5 ppm] (b) Fraksi D-FB [,25 ppm] (c) Fraksi U-FE [1,25 ppm].

Ditinjau dari perolehan total rendemen yang lebih tinggi, dan analisa KCKT menggunakan larutan standar kuersetin sebagai pembanding, memperlihatkan fraksi D-FB menunjukkan adanya puncak pada rentang waktu retensi 8, 9, seperti halnya yang ditunjukkan pada analisa KCKT standar kuersetin. Untuk itu, yang ditelusuri lebih lanjut adalah fraksi D-FB. Karakterisasi Komponen Pemisahan fraksi D-FB dilakukan dengan KLT preparatif menggunakan fase diam silika gel 6 F 254 (ukuran 5x1 cm) eluen pengembang n-butanol-asam asetat- air (4:1:5), dan diperoleh 7 pita. Masing-masing pita yang dihasilkan dilarutkan kembali dalam pelarut n-butanol untuk selanjutnya dikeringkan menggunakan rotavapor. Persentase rendemen fraksi (pita 1 sampai 7) yang didapat berturut-turut,584; 9,892; 16,37; 23,3754; 2,7762;,817 dan 24,5112%. Dari tujuh pita yang dihasilkan diambil 2 pita dengan rendemen tertinggi, yaitu fraksi pita ketujuh (F7-DB) yang dibawah sinar UV 365 nm berpendar merah dan fraksi pita keempat (F4-DB) yang berwarna coklat gelap di bawah sinar UV 365 nm dan berwarna kuning dengan uap amoniak. Karakterisasi dengan Spektrometer UV-Vis Karakterisasi F4-DB dan F7-DB secara spektrometri UV-Vis dilakukan dalam metanol dan metanol dengan penambahan pereaksi geser yaitu NaMe, AlCl 3, AlCl 3 + HCl, NaAc dan NaAc + H 3 B 3. Spektum UV F4-DB, F7-DB dan kuersetin dalam metanol menunjukkan spektrum seperti pada gambar. Hasil karakterisasi F4-DB, F7-DB dan kuersetin dalam metanol dengan penambahan pereaksi geser menghasilkan spektrum seperti pada Gambar 1, 11, 12 dan 13 serta Tabel 7, 8 dan 9.

4 246,5 244,5 3,5 3 2,5 238,5 371 411,5 395 F4-DB F7-DB Kuersetin Abs 2 1,5 1,5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 panjang gelombang (nm) Gambar 1 Spektrum UV F4-DB, F7-DB dan Kuersetin dalam MeH. 3,5 3 2,5 2 F4 F4-NaMe 5' F4-NaAc 5' F4+NaAc+H3B3 F4+AlCl3 F4+AlCl3/HCl Abs 1,5 1,5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 panjang gelombang (nm) Gambar 11 Spektrum UV F4-DB dalam Pereaksi Geser.

Tabel 7 Pergeseran Spektrum UV dan Tampak pada F4-DB Sampel λ maks (nm) Pengaruh pada Spektrum Pita II Pita I F4-DB dalam MeH 238,5 [1 ppm] (F4) (F4) + NaMe 24, 45,5 menggeser λ pita II sebesar 1,5 nm, dan menunjukkan pita I (F4) + NaAc 241,5 281, menggeser λ pita II sebesar 3 nm, dan menunjukkan pita I (F4) +NaAc & H 3 B 3 244, menggeser λ pita II sebesar 5,5 nm, dan tidak menunjukkan pita I (F4) + AlCl 3 236,5 257,5, menggeser λ pita II sebesar 2 nm, dan menunjukkan pita I (F4) + AlCl 3 & HCl 236, 259, menggeser λ pita II sebesar 1,5 nm, dan menunjukkan pita I 4 3,5 3 2,5 F7 F7+NaMe F7+AlCl3 F7-AlCl3HCl NaAc 5' NaAc + H3B3 Abs 2 1,5 1,5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 panjang gelombang (nm) Gambar 12 Spektrum UV F7-DB dalam Pereaksi Geser.

Tabel 8 Pergeseran Spektrum UV dan Spektrum Tampak pada F7-DB Sampel λ maksimum (nm) Pengaruh pada Spektrum Pita II Pita I Fraksi 7 dalam MeH 246,5 411,5 [11 ppm] (F7) (F7) + NaMe 242 45,5 menggeser λ pita I sebesar 6 nm, pita II sebesar 4,5 nm (F7) + NaAc 242,5 412 menggeser λ pita I sebesar,5 nm, pita II sebesar 4 nm (F7) +NaAc & H 3 B 3 254,5 412 menggeser λ pita I sebesar,5 nm, pita II sebesar 8 nm (F7) + AlCl 3 25,5 42,5 menggeser λ pita I sebesar 9 nm, pita II sebesar 4 nm (F7) + AlCl 3 & HCl 253 423 menggeser λ pita I sebesar 11,5 nm, pita II sebesar 6,5 nm 3,5 3 2,5 Abs 2 1,5 1 Kuersetin K+NaMe 5' K+AlCl3 K+AlCl3,HCl K+ NaAc 5' K+NaAc,H3B3,5 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65 7 panjang gelombang (nm) Gambar 13 Spektrum Kuersetin dalam Pereaksi Geser. Tabel 9 Pergeseran Spektrum UV dan Spektrum Tampak pada Kuersetin Sampel λ maksimum (nm) Pengaruh pada Spektrum Pita II Pita I Kuersetin [1 ppm] dalam MeH 244,5 395 Ada pita bahu pada 371 menunjukkan flavonol 3-H bebas kuersetin + NaMe 239,5 35,5 menggeser λ pita I sebesar 34,5 nm, pita II sebesar 5,5 nm kuersetin + NaAc 238,5 41,5 menggeser λ pita I sebesar 5 nm, pita II sebesar 6 nm kuersetin +NaAc & H 3 B 3 245,5 412,5 menggeser λ pita I sebesar 17,5,5 nm, pita II sebesar 1 nm kuersetin + AlCl 3 25,5 42,5 menggeser λ pita I sebesar 25,5 nm, kuersetin + AlCl 3 & HCl pita II sebesar 6 nm 253 423 menggeser λ pita I sebesar 28 nm, pita II sebesar 13,5 nm

Hasil karakterisasi dengan spektrometer UV-Vis dalam metanol dan dalam metanol dengan penambahan pereaksi geser yaitu NaMe, AlCl 3, AlCl 3 + HCl, NaAc dan NaAc + H 3 B 3 menunjukkan tidak ada pergeseran λ yang berarti pada λ maksimum untuk F4-DB dan F7-DB jika dibandingkan dengan kuersetin. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan rangkap (=) dalam F4-DB dan F7-DB tidak dalam keadaan terkonjugasi. F4-DB dan F7-DB memiliki satu puncak serapan maksimum di daerah UV, yaitu 238,5 nm untuk F4 dan 246,5 nm untuk F7 (satu puncak serapan pada daerah tampak, yaitu 411,5 nm). Serapan-serapan senyawa flavonoid berhubungan dengan resonansi gugus sinamoil yang melibatkan cincin B (serapan sekitar 3-55 nm, pita I) dan gugus benzoil yang melibatkan cincin A (serapan sekitar 23-295 nm, pita II). F4-DB dan F7-DB memiliki satu puncak serapan di daerah UV (pita II) yang menunjukkan rentang serapan gugus benzoil. Sehingga diduga F4-DB dan F7-DB mengandung senyawa golongan flavonoid. Karakterisasi dengan spektometer FTIR Karakterisasi F4-DB, F7-DB dan kuersetin dengan FTIR menunjukkan spektrum dengan puncak serapan pada rentangan yang sama (seperti dalam gambar 14 dan Tabel 1), diduga F4-DB dan F7-DB mempunyai gugus fungsi --H yang dapat berikatan hidrogen antar molekul, karena adanya serapan lebar pada 32-36 cm -1 tetapi tidak adanya pergeseran serapan ke daerah 3 cm -1 menunjukkan senyawa tidak mempunyai gugus karboksilat, karena tidak ada korelasi gugus C= dengan gugus -H. Adanya serapan pada daerah 169-176 cm -1 menunjukkan senyawa mempunyai gugus C=. Serapan di daerah 11-13 cm -1 menunjukkan adanya uluran C-C-C dan tekukan C C C yang berarti senyawa mengandung gugus C= keton. Adanya serapan di daerah 12-1275 cm -1 menunjukkan adanya uluran C--C tak simetrik dari aril alkil eter. Serapan di daerah 15-16 cm -1 menunjukkan adanya regang C=C aromatik.

Standar kuersetin F4-DB F7-DB Gambar 14 Spektrum FTIR Standar Kuersetin, F4-DB dan F7-DB. Bilangan gelombang Kuersetin Tabel 1 Absorbsi Infra Merah Gugus Fungsi F4-DB dan F7-DB Bilangan gelombang F4-DB Bilangan gelombang F7-DB Bilangan gelombang Tabel Korelasi (*) (cm -1 ) Perkiraan Gugus Fungsi 349 3433 3428 32-36 regang -H, berikatan hidrogen 2854 2926 ; 2854 2926 ; 2855 285-297 regang C-H 1668 1734 1712 169-176 regang C= 1523 1594; 1514 161 ;1514 15-16 regang C=C aromatik 1351 1461 ; 1417 ; 1461 ; 142 ; 134-147 lentur C-H 1387 1382 1168 ; 196 1265 1264 15-13 C- Keterangan: (*) Bilangan gelombang rujukan dari tabel korelasi Skoog (1992) Dari Gambar 14 dan data Tabel 1 menunjukkan F4-DB dan F7-DB memiliki gugus fungsi yang juga dimiliki oleh standar kuersetin. Dengan demikian F4-DB dan F7-DB memiliki gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa flavonoid.

Karakterisasi dengan KLT Analitik 2 Arah Analisa secara KLT analitik 2 arah dengan pengembang butanol-asam asetat-air (BAA) (4:1:5) dan asam asetat (HAc) 5% terhadap kedua fraksi tersebut memberikan hasil seperti pada gambar 15. HAc 5% B A A F4-DB F7-DB Gambar 15 Kromatogram KLT 2 Arah F4-DB dan F7-DB. Hasil KLT F4-DB dengan eluen BAA menghasilkan spot tunggal, tetapi elusi dengan HAc 5% menghasilkan pemisahan spot, berarti menunjukkan F4- DB belum merupakan senyawa tunggal. F7-DB dengan eluen BAA menghasilkan spot tunggal. Spot yang didapat tidak bergeser ketika dielusi kembali dengan eluen HAc 5%, berarti komponen memiliki kepolaran yang berbeda dengan HAc 5%, sehingga komponen tersebut tidak terelusi. Karakterisasi dengan KCKT Karakterisasi KCKT F4-DB dan F7-DB dilakukan dengan kondisi kolom chrospher (R) 1 RP-18, laju alir,8 ml/menit, detektor UV 37 nm, isokratik dengan eluen MeH-buffer KH 2 P 4,25 M ph 2,4. Hasil analisa menunjukkan MeH dan bufer KH 2 P 4 sebagai eluen hanya tampak sebagai noise. Analisa terhadap standar kuersetin, F7-DB dan F4-DB menunjukkan kromatogram seperti pada gambar 15 (Kromatogram standar kuersetin pada Lampiran 11). Data konsentrasi dan luas puncak kromatogram ditampilkan pada Tabel 11.

1 UV-VIS Retention Time Puncak kuersetin F4-DB 1 Volts 5.827 1.34 1.81 1.557 2.457 2.397 2.83 3.333 3.95 4.4 5.23 6.28 6.743 8.983 14.63 5 Volts 5 1 15 2 25 3 Minutes Volts.4.2. UV-VIS Retention Time.123.57.663.327.883.817 1.363 1.937 1.75 2.253 2.55 2.627 2.763 2.84 3.653 3.3 4.13 3.833 4.913 5.473 5.75 6.17 6.587 6.393 6.227 7.5 6.953 6.837 6.713 7.463 7.423 7.17 7.593 7.713 Puncak kuersetin 8.163 8.6 7.85 8.233 8.737 8.387 8.883 8.643 8.53 8.953 9.53 9.477 9.3 9.963 9.893 1.67 9.783 1.617 1.44 1.91 11.27 11.383 11.6 11.893 11.847 11.617 12.23 12.397 12.63 12.82 12.563 12.933 13.47 13.13 13.27 13.723 13.557 13.973 14.23 14.34 14.463 15.57 14.93 14.87 15.557 15.4 15.273 15.65 16.7 16.18 15.9 16.423 16.313 16.973 16.97 16.68 17.193 17.67 17.33 17.527 17.93 18.6 18.357 18.213 18.647 19.123 18.923 18.78 19.357 19.217 19.973 19.783 2.513 2.337 2.173 2.827 2.71 21.197 21.4 21.543 21.497 21.657 22.213 21.893 22.373 22.29 22.57 22.947 22.727 23.13 22.82 23.31 23.243 23.56 F7-DB 23.653 24.183 24.4 23.927 24.343 24.493 24.83 24.987 25.59 25.43 25.27 25.227 25.717 26.12 25.883 25.87 26.623 26.443 26.267 26.88 27.6 27.1 26.793 27.353 27.263 27.497 27.947 27.63 27.84 27.73 28.42 28.217 28.14 28.853 28.62 29.57 28.73 29.147 29.427 29.34 29.937 29.82 29.723.4.2. Volts 5 1 15 2 25 3 Minutes Gambar 16 Kromatogram KCKT F4-DB dan F7-DB. Tabel 11 Konsentrasi Kuersetin dan Luas Puncak Kromatogram Hasil Analisa KCKT Standar F7-DB F4-DB Larutan Konsentrasi Kuersetin (ppm),5 2,5 5, 7,5 1, - 1,9454 Luas Puncak 29,2913 746624 2337656 4434117 6141223 235 764692 Tinggi Puncak 1844 5829 22787 53514 71918 211 596 Tinggi puncak rerata noise pada pengukuran KCKT 236,6. Untuk konsentrasi standar terendah,5 ppm yang digunakan pada analisa ini tinggi puncak yang muncul adalah 1844, maka dapat digunakan untuk menghitung kadar kuersetin. Menurut Chow et al. (24) perbandingan sinyal dan noise adalah sebesar 1:1 untuk limit kuantifikasi dan 1:3 untuk limit deteksinya. Menurut Levin (22) limit kuantifikasi mempunyai tinggi puncak tiga kali tinggi rerata noise. Limit kuantifikasi adalah batas minimum suatu sinyal dapat

dikuantifikasi (Linda et al. 1994). Kromatogram standar yang digunakan memenuhi limit kuantifikasi dan limit deteksi. Untuk F7-DB kromatogram KCKT menunjukkan tinggi dibawah rerata noise, maka puncak yang muncul pada waktu retensi pada rentang 8-9 tidak dapat diyakini sebagai puncak senyawa kuersetin. F4-DB dari pembacaan kromatogram KCKT menunjukkan adanya senyawa kuersetin dengan rentang waktu retensi 8,-9, menit. Hasil penambahan larutan standar kuersetin ke dalam fraksi F4-DB dengan perbandingan volume 1:1 menunjukkan penambahan luas area puncak, sehingga memperkuat dugaan dalam F4-DB terdapat senyawa kuersetin (Gambar 18). Hasil perhitungan berdasarkan kurva standar kuersetin, kadar kuersetin dalam F4-DB adalah 1,9454 ppm atau 2,7458 mg/g. 1 UV-VIS Retention Time Puncak kuersetin F4-DB 1 Volts 5.827 1.34 1.81 1.557 2.457 2.397 2.83 3.333 3.95 4.4 5.23 6.28 6.743 8.983 14.63 5 Volts 5 1 15 2 25 3 Minutes Gambar 17 Kromatogram KCKT F4-DB. 3 UV-VIS Retention Time Puncak kuersetin F4-DB + Standar Kuersetin 3 Volts 2 1 1.74 2.273 2.723 3.353 3.743 4.317 4.863 6.87 6.643 6.55 6.48 8.883 2 1 Volts 1.347 5 1 15 2 25 3 Minutes Gambar 18 Kromatogram KCKT F4-DB + Standar Kuersetin [7,5ppm], Perbandingan Volume (1:1).

Kromatogram KCKT F4-DB dan F7-DB menghasilkan puncak lebih dari satu pada waktu retensi yang berbeda, dibandingkan dengan kromatogram standar kuersetin yang hanya menghasilkan satu puncak (Gambar 2), hal ini menunjukkan bahwa F4-DB dan F7-DB bukan merupakan senyawa tunggal tetapi terdapat beberapa senyawa. 2 UV-VIS Retention Time 2 Volts 1 1 Volts.84 1.177 1.557 1.333 1.813 1.897 2.927 3.453 4.13 4.52 4.277 5.2 4.86 5.457 2.193 2.263 2.497 2.777 8.367 5 1 15 2 25 3 Minutes Gambar 19 Kromatogram KCKT Standar Kuersetin [1 ppm]. Karakterisasi dengan GC-MS Karakterisasi F4-DB dan F7-DB dengan GC-MS menghasilkan kromatogram dengan beberapa puncak pada waktu retensi yang berbeda, seperti ditampilkan pada Gambar 2 dan 21. Hasil ini menunjukkan bahwa F4-DB dan F7-DB belum merupakan senyawa tunggal. Adanya puncak dengan waktu retensi yang hampir sama antara F4-DB dan F7-DB menunjukkan senyawa yang terdapat dalam F4-DB dan F7-DB ada yang sama atau dalam banyak hal memiliki sifat yang sama.

F4-DB 49.28 49,78 33.88 26.33 4.79 31.68 32.59 56.95 43.75 25.55 3.55 Gambar 2 Kromatogram GC F4-DB. F7-DB 31.6 33.9 26.32 49.77 49,27 3.83 25,41 3,42 Gambar 21 Kromatogram GC F7-DB. Kromatogram hasil analisa GC terhadap F4-DB dan F7-DB menunjukkan ada beberapa senyawa yang diduga merupakan senyawa yang sama, karena beberapa puncak yang muncul memiliki waktu retensi yang hampir sama seperti tercantum pada Tabel 12. Tabel 12 Waktu Retensi Puncak Hasil GC dari F4-DB dan F7-DB Ekstrak Waktu Retensi (menit) F4-DB 25,55 ; 26,33 ; 3,55 ; 31,68 ; 32,59 ; 33,88 ; 4,79 ; 43,75 ; 49,28 ; 49,78 ; 56,95 F7-DB 25,41 ; 26,32 ; 3,42 ; 3,83 ; 31,59 ; 33,9 ; 49,27 ; 49,77

Puncak dengan waktu retensi hampir sama pada kromatogram GC F4-DB dan F7-DB memiliki pola fragmentasi m/z yang hampir sama (Tabel 13), sehingga diduga merupakan senyawa yang sama. Tabel 13 Pola Fragmentasi Massa Hasil GC-MS Waktu Retensi (menit) Sampel Karakteristik Spektrum Massa Data m/z 26.33 F4-DB M + = 219; 19 (1); 175; 159; 144; 128; 115; 14; 97; 91; 77; 69; 63; 51; 41 26.32 F7-DB M + = 19; 175 (1); 159; 144; 128; 12; 115; 13; 91; 77; 69; 63; 51; 45 31.68 F4-DB M + = 219; 28; 192; 177 (1); 162; 146; 131; 119; 15; 91; 77; 69; 63; 55; 43 31.59 F7-DB M + = 28; 193; 177 (1); 162; 153; 146; 137; 131; 121; 115; 13; 91; 77; 65; 57; 51; 41 33.88 F4-DB M + = 264; 25; 26; 19; 175; 159 (1); 146; 131; 115; 13; 91; 77; 65; 51; 43 33.9 F7-DB M + = 25; 19 (1); 175; 146; 131; 115; 13; 91; 77; 65; 51; 43 49.28 F4-DB M + = 38; 19 (1); 175; 159; 144; 128; 115; 13; 91; 77; 65; 53; 41 49.27 F7-DB M + = 38; 19 (1); 175; 159; 144; 128; 115; 14; 91; 77; 65; 51 49.78 F4-DB M + = 38; 19 (1); 175; 159; 144; 127; 115; 14; 91; 78; 65; 43 49.77 F7-DB M + = 38; 19 (1); 175; 159; 144; 128; 115; 14; 91; 77; 65; 51; 4 Dugaan Senyawa Berdasarkan Data Base (Wiley 275.L) 2-dimetil amino indene 2-dimetil amino indene (E)-4-(3`,4`- dimetoksifenil)but-3- en-1-ol (E)-4-(3`,4`- dimetoksifenil)but-3- en-1-ol 1,2-dihidro-3,5- dimetoksinaftalena 1,2-dihidro-3,5- dimetoksinaftalena (E dan Z)-1-(3,4- dimetoksifenil) butadiena (E dan Z)-1-(3,4- dimetoksifenil) butadiena 2- oksatetrasiklo[6.5.. (3,7).(5,13)]trideka- 9,11-d 2- oksatetrasiklo[6.5.. (3,7).(5,13)]trideka- 9,11-d Adanya golongan flavonoid yang merupakan salah satu golongan senyawa fenol dalam F4-DB dan F7-DB diduga dari hasil analisa dengan spektometer UV-Vis menunjukkan serapan dengan λmaks berada pada rentang λmaks untuk senyawa golongan flavonoid (3-35 dan 23-295), hasil analisa dengan

spektrometer FTIR menunjukkan serapan pada rentangan yang sama dengan rentangan serapan senyawa kuersetin yang digunakan sebagai pembanding dan hasil analisa dengan KCKT yang menunjukkan adanya kandungan senyawa kuersetin di dalam F4-DB. Hasil analisa GC-MS, adanya golongan flavonoid diduga dari adanya puncak pada waktu retensi 31,68 menit untuk F4-DB dan 31,59 menit untuk F7-DB. Berdasarkan data base yang ada pada alat GC-MS puncak yang muncul pada waktu retensi 31,68 dan 31,59 menit merupakan fragmen bagian dari F4-DB dan F7-DB adalah (E)-4-(3`,4`-dimetoksifenil)but-3- en-1-ol (Rumus Struktur, Gambar 22) dengan pola fragmentasi mengikuti harga m/z 28, 177 (1), 146 dan 91 (Gambar 23). CH 3 H 3 C H Gambar 22 Rumus struktur (E)-4-(3`,4`dimetoksifenil)But-3-en-1-ol. Pengujian Bioaktivitas Uji bioaktivitas terhadap kematian larva A. salina menunjukkan F4-DB memiliki potensi bioaktif yang lebih tinggi dibanding F7-DB, tetapi keduanya dapat dikatakan memiliki potensi bioaktivitas, karena memiliki nilai LC 5 kurang dari 1 ppm (Tabel 14). Tabel 14 Data Uji Toksisitas Kuersetin, Ekstrak F4-DB dan F7-DB dengan Larva A. salina Leach. Jenis Konsentrasi Jumlah larva yang mati (ppm) 1 2 3 4 Rata-rata LC 5 (ppm) Kontrol - 1 9 9 1 1 9,5 Kuersetin 1 1 1 1 1 1 dihidrat 5 1 1 1 1 1 F4-DB F7-DB 1 1 1 1 1 1 1 9 8 9 8 8,5 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 8 2 4 6,25 1 5 5 4 1 6, 5 6 6 6 7 6,25 1 1 1 1 1 1 6,48384 7,848 28,51563

CH 3 CH 3 H 3 C H + +e H 3 C H +e m/z = 28. m/z = 28 CH 3 -. CH 3 H 3 C. + m/z = 28 H -. CH 3 H 3 C + H m/z = 193 + + H 3 C m/z = 177 H H 3 C. H H m/z = 193 H 3 C + H C C H CH 2 CH 2 - CH 2 =CH 2 + H 2 + -. CH 3 H H 3 C CH -C m/z = 178 m/z = 131 + m/z = 15 H Gambar 23 Dugaan Pola Fragmentasi Fragmen (E)-4-(3`,4`dimetoksifenil)but-3-en-1-ol.