BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Muhammad Ali), kata pegawai

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

MATERI 2 JENIS-JENIS MOBILITAS SOSIAL

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS

NOVIYANTI NINGSIH F

MOBILITAS SOSIAL. Pertemuan Kesembilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

MATERI ULANGAN HARIAN

BAB I PENDAHULUAN. memilki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN SOAL SOSIOLOGI PAKET A TAHUN Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 SOSIOLOGI

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat mempengaruhi diri dan pola perilaku manusia. Tidak jarang

BAB VI ANALISIS PEREMPUAN MENURUT HAMKA. perempuan dalam al-quran telah banyak, disebutlah dalam surat an-nisa masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

Antiremed Kelas 11 SOSIOLOGI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI NEGERI SIPIL. kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. ada di daerahnya. Pembangunan daerah sebagai pembangunan yang dilaksanakan

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

Pasal I. Pasal 1. Pasal 2. Ketentuan mengenai anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undangundang.

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Pendidikan dapat

BAB II. Tinjauan Pustaka. pendapatan atas tenaga kerja dan lahan.di tingkat rumah tangga,

Kelompok Sosial dan Organisasi Sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

Gumgum Gumilar, M.Si. Jurnalistik Fikom Unpad

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

BAB II FUNGSIONALISME STRUKTURAL : ROBERT K. MERTON. pernah kenal berhenti, untuk terus menerus mewujudkan perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Standar Kompetensi :

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

MOBILITAS SOSIAL WARGA PENDATANG DI KELURAHAN KARANGJATI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH

2015 POLA ASUH KELUARGA PEDAGANG IKAN DI PASAR CIROYOM KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpindah-pindah atau kesiapsiagaan untuk bergerak. Sedangkan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

MENGELOLA KONFLIK ORGANISASI MATERI 12

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah harapan bagi setiap orang tua untuk dapat meneruskan cita-cita

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB IV HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) (STUDI KASUS PADA AGEN KANTOR CABANG JAKARTA TIMUR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan organisasi, karena manusia dalam melakukan aktivitas di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Mobilitas sosial adalah bentuk perpindahan status dan peranan seseorang atau

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan atau usaha. Budaya ini cenderung mengakibatkan masyarakat menjadi terkungkung, kurang kreatif karena selalu menurut pada atasan. Maka hanya kelas atas dengan jumlah sedikit yang akan mendapatkan keuntungan, sementara kelompok bawah sebagai mayoritas tidak mendapat apa apa dan akan selalu hidup dalam keterbatasan. Budaya feodalisme ini sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia karena memang merupakan warisan dari zaman kerajaan yang menganut sistem patron klien hampir sama seperti yang terjadi pada masyarakat di Jepang.(Situmorang, 1995: 18-20) Feodalisme ini tercermin dengan nilai yang ada dalam masyarakat yang terlalu berorientasi pada atasan, pada senior dan ke orang orang yang mempunyai pangkat atau kedudukan yang tinggi, yang selalu diminta restunya setiap kali akan melakukan usaha atau kegiatan. Sehingga dalam hal ini masyarakat dalam melakukan sesuatu selalu bergantung pada atasannya. Pengaruh budaya feodalisme yang ternyata dapat mengikis nilai-nilai demokrasi berbangsa dan bernegara. Indikator suatu bentuk feodalisme (http://sistem-stratifikasi-sosial-dalam. diakses pada tanggal 30 April 2011 pukul 14.30 WIB) adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekuasaan yang terpusat sehingga harus ditaati dan dihormati karena dianggap mempunyai hak istimewa. 2. Terdapat pada lapisan utama, yakni raja dan kaum bangsawan (kaum feodal) dan lapisan di bawahnya, yakni rakyat. 3. Adanya ketergantungan dan patriomonialistik; Artinya, kaum feodal merupakan tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus mengabdi dan selalu dalam posisi dirugikan. 4. Terdapat hubungan antarkelompok yang diskriminatif yang tidak adil dan cenderung sewenang-wenang. 5. Golongan bawah cenderung memiliki sistem stratifikasi tertutup. Feodalisme telah mengakar dalam diri masyarakat Indonesia. Feodalisme merupakan salah satu nilai yang dalam hal ini menyebabkan mental masyarakat semakin terbelakang. Karena, dengan budaya feodalisme yang ada di dalam masyarakat dapat mengakibatkan masyarakat menjadi selalu tersubordinasi oleh atasan, senior, ataupun orang yang dituakan. Sehingga daya saing antar masyarakat menjadi terbatasi oleh rasa segan dan takut. Masyarakat juga menjadi pasrah dan tidak suka bekerja keras, karena mereka menganggap dengan menurut kepada atasan, senior, mereka akan mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini mental penjilat akan tumbuh subur dalam budaya feodalisme sehingga usaha sendiri untuk maju begitu sulit untuk dilakukan karena hanya berharap pada atasan.

Feodalisme juga menjadikan masyarakat sulit untuk mengembangkan kreatifitas dalam berusaha. Karena yang dilakukan selama ini hanya atas perintah atasan. Ini menjadikan masyarakat menjadi tertahan suatu mental terbelakang, yaitu mental yang tidak ingin maju, tidak suka bekerja keras, pemalas, dan suka menjilat. Feodalisme juga manjadikan masyarakat mudah putus asa, menyerah pada keadaan karena mereka menganggap tidak dapat melakukan apa apa, yang ia bisa hanya bergantung pada atasan, senior dan lain-lain. Sisa-sisa budaya feodalisme masih banyak berkembang dalam masyarakat perkebunan. Seperti dimana sebagian besar lebih memilih menjadi buruh yang mengabdikan dirinya pada majikan, karena mereka mengangap majikanlah yang paling berkuasa dan paling dihormati sehingga mereka lebih memilih menjadi buruh dari pada melakukan usaha sendiri. Inilah yang mengakibatkan masyarakat perkebunan selalu berada dalam keterbatasan karena tidak mau untuk melakukan yang lebih, dan hanya menurut pada atasan/majikan. Sehingga pemikiran masyarakat perkebunan akan terkooptasi pada hal seputar perkebunan dan enggan untuk keluar dari pemikiran sempit tersebut. Feodalisme dapat membentuk budaya "setia atau tunduk" kepada orang yang telah berjasa, orang yang telah memberi uang atau bentuk berupa upeti dan lainnya. Dimana tanpa disadari bangsa Indonesia sebagian besar sudah terbebani dengan sebuah kesetiaan kepada seseorang yang harus dihormati karena telah berjasa tersebut. Inilah yang mengakibatkan kita terbelenggu oleh budaya tersebut terhadap suatu figur atau teladan yang dianggap dihormati ataupun berperilaku seakan-akan sebagai

"budak" dari seseorang yang dianggap telah berjasa atau dihormati atau orang yang memiliki pengaruh kuat.. Di dalam kultur budaya feodal seseorang yang menjadi figur atau teladan dapat melakukan hal lebih banyak, dapat memerintah, dapat menguasai dan dapat juga memaksa terhadap orang yang disebut "budak" atau orang yang berperilaku seakan-akan "budak" karena telah mengabdikan dirinya sendiri kepada orang atau kelompok tertentu. (http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=817 :feodalisme-membentuk-budaya-korupsi&catid=48:melawan-korupsi Diakses pada tanggal 22 Juni 2011 Pukul 14.21 WIB). 2.2. Teori Struktural Fungsional Teori struktural fungsional merupakan suatu pemikiran yang dipengaruhi oleh pemikiran yang menganggap masyarakat sebagai organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut adalah konsekuensi agar tetap dapat bertahan hidup. Pendekatan struktural fungsional ini bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Durkheim mengemukakan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut yang nantinya akan saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan

sistem (http://id.wikipedia.org/wiki/teori_struktural_fungsional diakses pada tanggal 1 Februari 2011 pada pukul 12.44 WIB) Teori fungsional menyebutkan bahwa secara khusus, ketidaksetaraan imbalan berfungsi sebagai insentif untuk memotivasi manusia agar melaksanakan peran-peran penting dalam masyarakat, sehingga fungsi-fungsi kemasyarakatan dapat berjalan efektif. Suatu tingkat imbalan ekonomi dan sosial sesuai dengan sumbangannya terhadap masyarakat (Sanderson, 1995: 287). Di dalam masyarakat perkebunan terdiri dari tiga lapisan/kelas sosial yaitu; kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dimana di antara kelas-kelas tersebut akan terdapat kecenderungan untuk saling tergantung antara kelas atas dengan kelas menengah dan dengan kelas bawah ataupun sebaliknya untuk menjalankan peran dan fungsinya di perusahaan dengan sebaik-baiknya. Karena ketergantungan inilah nantinya akan membentuk kesatuan yang tersistem. Maka seperti yang telah disebutkan di atas apabila ada salah satu dari kelas-kelas tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akan merusak keseimbangan dari sistem yang telah terstruktur. Di sisi yang lain, Merton berpandangan bahwa teori struktural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, serta objekobjek yang dimaksudkan dari struktural fungsional harus terpola. Seperti yang dikemukakan Merton mengenai fungsi manifest dan fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang tidak dikehendaki. Maka dalam struktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan seperti disfungsi laten dipengaruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Tetapi, lebih dari itu konsep

Merton mengenai fungsi manifest dan laten yang mengatakan bahwa fungsi selalu berada dalam suatu struktur yang terstruktur. Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial (Poloma, 2000: 35-37). Tetapi beberapa sistem sosial dapat dihapuskan yaitu dengan mengakui bahwa struktur sosial dapat menyebabkan perubahan sosial. Kemudian analisis Merton tentang adanya hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Struktur sosial didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu. Anomi terjadi ketika terdapat disfungsi antara norma-norma dan tujuan kultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur menyebabkan beberapa orang tidak mampu bertindak menurut norma-norma yang normatif. Dimana kebudayaan menginginkan adanya beberapa jenis perilaku yang dihindari oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disfungsi antara kebudayan dengan struktur akan memunculkan disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat (Poloma, 2000:46). Artinya, anomi Merton tentang stratifikasi sosial bahwa teori struktural fungsional ini harus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Di sini apabila dikaitkan dengan masyarakat perkebunan dalam menyikapi budaya feodalisme yang telah tercipta adalah adanya keteraturan maka ada pula ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada

status didalamnya tetapi kaitannya dalam peran. Anomi atau disfungsi cenderung dipahami ketika peran dalam struktur berdasarkan status tidak dijalankan akibat dari adanya berbagai faktor. Davis dan Moore berpandangan bahwa suatu jenis pekerjaan hendaknya diberi imbalan yang lebih tinggi karena alasan tingginya tingkat kesulitan dan kepentingannya, sehingga memerlukan bakat dan pendidikan yang lebih hebat pula. Mereka membenarkan bahwa hal tersebut tidak berlaku pada masyarakat yang tidak bersifat kompetitif di mana kebanyakan jabatan pekerjaan merupakan sesuatu yang diwariskan, bukannya sesuatu yang dicapai melalui usaha. Walaupun imbalan mencakup prestise dan pengakuan masyarakat, namun uang merupakan imbalan yang paling utama sehingga diperlukan ketidaksamarataan penghasilan agar semua jenis pekerjaan dapat diduduki oleh orang-orang yang kemampuannya cocok untuk jenis pekerjaan tersebut (Horton dan Hunt, 1992: 27-28). Teori ini menyatakan bahwa orang yang menempati posisi istimewa itu berhak mendapatkan hadiah mereka; imbalan seperti itu perlu diberikan kepada mereka demi kebaikan masyarakat. Kemudian, ada pula pandangan yang mengatakan bahwa struktur sosial yang telah ada sejak masa lalu, maka ia akan terus ada di masa datang. (Ritzer, 2008: 120). 2.3. Teori Mobilitas Sosial Menurut Horton dan Hunt (Narwoko, 2004) mobilitas dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan

biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok. Mobilitas sosial terbagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. Mobilitas Sosial Vertikal Mobilitas sosial vertikal adalah perpidahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial yang satu menuju ke kedudukan yang lainnya yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikal ini terdiri dari: a. Gerak Sosial Meningkat (social climbing), yaitu gerak perpindahan angggota masyarakat dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi. b. Gerak Sosial Menurun (social slinking), yaitu gerak perpindahan anggota masyarakat dari kelas sosial lain lebih rendah posisinya. 2. Mobilitas Sosial Horizontal Adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang massih sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Horton dan Hunt, bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu: a. Faktor Struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. b. Faktor Individu, yaitu kualitas setiap orang yang dapat ditinjau dari segi tingkat pendidikan, penampilan, keterampilan pribadi, dan termasuk faktor

kesempatan yang menetukan siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan tersebut. Mobilitas juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu mobilitas intragenerasi yang mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya, misalnya dari status asisten dosen menjadi dosen atau perwira pertama menjadi perwira tinggi. Kemudian ada yang disebut dengan mobilitas antargenerasi yang mengacu pada perbedaan status yang dicapai seseorang ataupun melalui status yang dimiliki oleh orangtuanya. Misalnya, anak seorang tukang becak berhasil menjadi seorang dokter. Pada umumnya, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sebagai berikut : a. Perubahan Standar Hidup Yaitu berupa kenaikan penghasilan akan tetapi tidak menaikkan status nya secara otomatis, melainkan akan mrefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Hal ini yang akan mempengaruhi peningkatan status, contohnya; seorang buruh kasar, karena keberhasilan dan prestasinya, ia diberikan kenaikan pangkat menjadi karyawan tetap sehingga apabila ditinjau dari segi tingkat pendapatannya akan meningkat. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila tidak berubah standar hidupnya, misalnya ia memutuskan untuk tetap hidup sederhana sama seperti ketika ia menjadi buruh kasar.

b. Perkawinan Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan malalui perkawinan. Contohnya: seorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di lingkungannya. Perkawinan ini dapat menaikkan status wanita tersebut. c. Perubahan Tempat Tinggal Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah dan mewah. Maka secara otomatis seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah tersebut akan diberi label sebagai orang kaya oleh masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas. d. Perubahan Tingkah Laku Untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan berperilaku layaknya kelas yang lebih tinggi sebagi aspirasi dari kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat dan sebagainya. Ia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang dinginkannya. Contoh, agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, ia pun berbicara dengan menyelipkan berbagi istilah-istilah asing yang biasa disebut bahasa gaul.

e. Perubahan Nama Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: di kalangan masyarakat feodal di Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang yang masih memiliki keturunan ningrat kebanyakan mendapat sebutan Raden Mas untuk laki-laki dan Raden Ayu untuk perempuan di depan nama aslinya.