ANALISA GAYA DALAM PADA RIGID ZONE PERTEMUAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL STRUT AND TIE TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan

ANALISA DAN PERENCANAAN PILE CAP DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL BERDASARKAN ACI BUILDING CODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi / lebar yang besar, dan angka

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

AS 3C-3F LAPORAN PROGRAM

Analisis Pertemuan Balok-Kolom Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan Metode Strut And Tie. Nama: Budi Piyung Riyadi NRP :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan struktur beton berdasarkan analisa batas (limit analysis) telah

ANALISIS KOLOM BETON BERTULANG DENGAN CORBEL TUNGGAL MENGGUNAKAN PEMODELAN PENUNJANG DAN PENGIKAT. Nama : Jefry Christian Assikin NRP :

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

BAB II LANDASAN TEORI Distribusi Tegangan dan Trayektori Tegangan Utama pada Beton

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA P Collapse PADA GABLE FRAME DENGAN INERSIA YANG BERBEDA MENGGUNAKAN PLASTISITAS PENGEMBANGAN DARI FINITE ELEMENT METHOD

ANALISA STRUKTUR PORTAL RUANG TIGA LANTAI DENGAN METODE KEKAKUAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS HERY SANUKRI MUNTE

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, prosedur perencanaan suatu struktur harus menjamin bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

STUDI ANALISIS PERTEMUAN BALOK KOLOM BERBENTUK T STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PEMODELAN STRUT-AND- TIE ABSTRAK

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Januari Penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

PERANCANGAN PILE CAP DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

ANALISIS DAN DESAIN END BLOCK BALOK BETON PRATEGANG DENGAN MODEL PENUNJANG DAN PENGIKAT (STRUT AND TIE MODEL) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. balok tinggi. Balok tinggi (deep beam) biasanya memikul beban yang besar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR ANALISIS PLASTIS PADA PORTAL DENGAN METODE ELEMEN HINGGA. Disusun oleh: FIRDHA AULIA ARIYANI AZHARI. Dosen Pembimbing:

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

T I N J A U A N P U S T A K A

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

PERHITUNGAN BEBAN DAN TEGANGAN KRITIS PADA KOLOM KOMPOSIT BAJA - BETON

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG LIPPO CENTER BANDUNG

Letak Utilitas. Bukaan Pada Balok. Mengurangi tinggi bersih Lantai 11/7/2013. Metode Perencanaan Strut and Tie Model

PEMODELAN NUMERIK METODE ELEMEN HINGGA NONLINIER STRUKTUR BALOK TINGGI BETON BERTULANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

ANALISA STRUKTUR PELAT DUA ARAH TANPA BALOK (FLAT SLAB)

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM)

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS HOTEL ARCS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PROGRAM SARJANA STRATA SATU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

Jl. Banyumas Wonosobo

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

BAB III METODE PENELITIAN

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

ANALISA GAYA DALAM PADA RIGID ZONE PERTEMUAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL STRUT AND TIE TUGAS AKHIR DANIEL PASARIBU 2 44 33 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 29

ABSTRAK : Telah banyak metode yang dipakai untuk menganalisis gaya dalam yang terdapat dalam suatu struktur yang bekerja akibat dari beban luar. Salah satunya adalah dengan metode elemen hingga ( finite elemen method ) yang telah dipaparkan pada Tugas Akhir sebelumnya. Dalam pembatasan Tugas Akhir terdahulu adalah mengkaji daerah sekitar joint pertemuan balok dan kolom struktur portal. Dalam Tugas Akhir tersebut Penulis terdahulu mencoba membandingkan hasil dari gaya-gaya dalam yang didapat dengan menggunakan metode elemen garis terhadap metode elemen hingga plane stress. Hasil yang didapat pada elemen garis ternyata masih belum ada kecocokan bila dibandingkan dengan metode elemen hingga plane stress. Hasil momen yang didapat pada perhitungan elemen garis bisa mendekati dengan metode plane stress apabila dilakukan pemodifikasian modulus elastisitas pada pertemuan balok dan kolom. Adalah salah satu metode yang jarang digunakan dan kurang memasyarakat dalam proses analisis rancang bangun yaitu metode strut and tie. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis mencoba mengkaji pembatasan masalah yang sama dengan Tugas Akhir terdahulu dan mencoba membandingkan hasilnya dengan metode elemen hingga plane stress. Didalam metode strut and tie aliran gaya divisualisasikan ke dalam model rangka. Aliran gaya tersebut dapat menggambarkan dengan jelas distribusi besarnya gaya. Dimana di dalam model tersebut terdiri dari komponen strut ( tekan ) yang dipikul oleh beton dan tie ( tarik ) yang mewakili tulangan Gaya-gaya dalam ( Momen, Lintang dan Normal ) pada pertemuan balok dan kolom dapat diperoleh dari besarnya gaya rangka. Ternyata setelah mendapatkan hasil gaya tersebut Penulis mencoba membandingkannya dengan hasil yang didapat dengan metode plane stress dan ternyata hasil yang didapat dengan model strut and tie berbeda dengan metode plane stress.

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat dan karunia-nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir yang diberikan judul Analisa Gaya Dalam Pada Rigid Zone Pertemuan Balok dan Kolom Portal Beton Bertulang Dengan Menggunakan Model Strut and Tie ini dapat Penulis selesaikan dengan baik, dimana Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di lingkungan Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Ir. Nurjulisman dan Ibu Ir. Chainul Mahni, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Ir. Risna Lidya, selaku Dosen Wali Penulis yang telah memberikan arahan selama melaksanakan perkuliahan di Lingkungan Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak / Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi. 7. Terkhusus kepada seluruh Keluarga Besar Penulis, Ayahanda P. Pasaribu dan Ibunda T. Simatupang serta adikku Doan Pasaribu dan Lia Pasaribu, aku persembahkan ini buat kalian semua. Kiranya Tugas Akhir ini dapat memberikan sumbangsih bagi kemajuan Departemen Teknik Sipil khususnya dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia pada umumnya. Akhir kata tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk hal ini Penulis memohon maaf karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan Penulis. Terima Kasih. Medan, Februari 29 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI i iii iv vi vii BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan Penulisan 9 1.3. Pembatasan Masalah 9 1.4. Metodologi 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 2.1. Umum 11 2.2. Penentuan daerah D dan B Strut and Tie Model 12 2.3. Asumsi Perancangan Strut and Tie Model 14 2.4. Analisis Penyebaran Tegangan 15 2.5. Metode Perambahan Beban (Load-Path Method) 19 2.6. Komponen Strut and Tie Model 21 2.6.1. Strut 21 2.6.2. Tie 23 2.6.3. Node 25

2.7. Pembuatan Model Strut and Tie 28 2.8. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Langsing 29 2.9. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi 3 2.1. Konsep design Strut and Tie 31 BAB III PERHITUNGAN 32 Model Pertama 32 Model Kedua 43 Model Ketiga 54 BAB IV ANALISA PLANE STRESS 65 4.1 Pengantar 65 4.2 Perhitungan 69 4.2.1. Model Pertama 69 4.2.2. Model Kedua 85 4.2.3. Model Ketiga 1 BAB V PEMBAHASAN 11 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 112 6.1 Kesimpulan 112 6.2 Saran 112 DAFTAR PUSTAKA 113

DAFTAR NOTASI As As Aps Ast Ac A Av Ash B C d : Luas tulangan tarik : Luas tulangan tekan : Luas tulangan baja pratekan : Luas baja tulangan biasa : Luas efektif landasan strut : Lebar landasan : Luas tulangan geser dalam jarak s : Luas total penampang tulangan transversal : Lebar balok : Compression (batang tekan) : jarak titik tangkap resultante gaya tulangan tarik S11 : tegangan normal arah sumbu local 1 S22 : tegangan normal arah sumbu local 2 S12 : tegangan geser arah sumbu local 1 M D L X,Y,Z : Momen : Beban mati : Beban hidup : Sistem Koordinat Global

BAB I 1.1 Latar Belakang Beton sebagai bahan struktur bangunan telah dikenal sejak lama karena mempunyai banyak keuntungan-keuntungan dibanding dengan bahan bangunan yang lain. Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan masih mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan lebih lanjut tanpa mengalami keruntuhan. Timbulnya tegangan-tegangan lentur akibat terjadinya momen karena beban luar dan tegangan tersebut merupakan factor yang menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses perencanaan atau analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap lentur, kemudian baru sisi lainnya seperti geser, retak panjang penyaluran dianalisis sehingga seluruhnya memenuhi syarat. Perencanaan struktur berdasarkan limit analysis telah banyak diselidiki melalui berbagai penelitian selama hampir empat dasawarsa, belakangan ini berbagai manfaat telah diperoleh melalui penyelidikan dan penelitian tersebut terutama pada kekuatan balok dan pelat yang dibebani geser, torsi dan beban kombinasi. Berdasarkan pertimbangan bahwa perilaku struktur beton sangat beragam, maka penggunaan metode limit analysis belum meluas dan sebagian masih membutuhkan penelitian yang mendalam. Walaupun demikian, pada umumnya struktur beton dirancang bertulangan lemah (underreinforced) dimana kuat strukturnya terutama

ditentukan oleh lelehnya tulangan, dan dari berbagai percobaan yang mendalam menunjukkan bahwa pendekatan limit analysis memberikan hasil yang sangat memuaskan termasuk beton bertulangan kuat (overreinforced). Pendekatan melalui limit analysis dapat dinyatakan dalam dua kategori, pertama berdasarkan lower bound (static) dan kedua berdasarkan upper bound (kinematic). Pendekatan kinematic pada umumnya dipergunakan pada perancangan yang sudah ada (existing design) karena keseimbangan dari model yang dipakai hanya berlaku untuk keadaan tertentu, sedangkan pendekatan metode static dapat diterapkan langsung dalam perencanaan dan detailing karena kekuatan beton dan tulangan yang dibutuhkan dapat diperoleh dari system keseimbangan gaya-gaya dalam dari struktur yang dibebani sampai beban batas. Berbagai penelitian terus maju dan mengalami perkembangan dan muncullah berbagai model yang rasional yang dianggap cukup sederhana dan cukup akurat dalam aplikasinya sudah banyak diusulkan. Dan sampai saat ini model yang dianggap konsisten dan rasional adalah pendekatan melalui STRUT AND TIE METHOD Pengembangan dari Strut and Tie Method membawa pengaruh yang besar dalam peraturan beton di beberapa Negara Eropa, Kanada dan baru akhir-akhir ini di Amerika. Namun peraturan beton di Indonesia belum mempergunakannya Strut and Tie berawal dari Truss Analogy Model yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899), Morsch (192). Pada perencanaan bangunan bertingkat, bagian pertemuan antara balok dan kolom adalah bagian yang sangat penting dalam suatu bangunan. Dalam 2 dasawarsa terakhir, para perencana sangat memberikan perhatian yang besar dalam bagian

perencanaan pertemuan balok dan kolom. Beberapa negara telah melakukan penelitian yang mendalam terhadap kelakuan yang terjadi pada bagian joint ini. Pertemuan balok dan kolom harus memiliki cukup kekuatan untuk menahan beban dari balok dan kolom yang berdekatan dengannya. Pada saat sekarang ini, sudah menjadi hal yang biasa bahwa dalam perencanaan bangunan, kolom menggunakan mutu beton yang lebih tinggi daripada balok. Ini dikarenakan kolom dapat menahan beban lebih tinggi dibandingkan dengan balok. Pada kasus kolom external, daerah sambungan terjadi tegangan geser yang besar yang disebabkan oleh pembebanan pada balok. Pada kasus kolom internal, juga disebabkan oleh balok pada kedua sisi. Kegagalan geser ini dapat menyebabkan retak diagonal pada daerah joint. Pada daerah non-seismic, struktur dirancang untuk menahan beban gravitasi dengan sedikit pertimbangan akibat yang dihasilkan oleh gaya lateral. Penggunaan tulangan memanjang dengan mutu yang tinggi atau dengan Namun beton juga merupakan salah satu komponen dasar yang mempunyai prioritas penggunaan dalam konstruksi yang perlu penanganan dan pengawasan secara teliti.diameter yang lebar di dalam penampang yang relative lebih kecil kadang dapat menyebabkan tegangan geser yang tinggi pada daerah pertemuan balok dan kolom. Gaya geser external yang bekerja pada muka joint menimbulkan tegangan geser yang tinggi dalam joint. Tegangan geser dapat menyebabkan tegangan diagonal sehingga menyebabkan tegangan tarik melebihi tegangan tarik beton. Dalam perencanaan struktur frame ( portal ), jenis-jenis joint dapat diidentifikasikan sebagai joint dalam ( interior joint ), joint luar ( exterior joint ), joint sudut ( corner joint ). Ketika 4 ( empat ) balok bertemu dengan muka vertikal sebuah joint, maka joint ini dapat disebut dengan joint dalam ( interior joint ). Ketika 1 ( satu ) balok

bertemu dengan muka vertikal dari sebuah kolom dan 2 ( dua ) balok lain bertemu di joint dalam arah yang tegak maka joint dapat disebut joint luar (exterior joint). Dan ketika 2 ( dua ) balok bertemu pada 2 ( dua ) muka vertikal suatu joint yang saling berdekatan maka disebut dengan joint sudut ( corner joint ). Pola gaya-gaya yang bekerja pada sebuah joint bergantung pada konfigurasidari joint itu sendiri dan jenis beban yang bekerja padanya. Efek dari beban-beban yang bekerja pada 3 ( tiga ) jenis joint akan dibahas sesuai dengan tegangan-tegangan dan pola retak yang timbul padanya. Gaya-gaya pada joint dalam yang dibebani dengan beban gravitasi dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 : Pembebanan Gravitasi Gaya tarik dan tekan dari ujung balok dan gaya-gaya axial dari kolom dapat disalurkan secara langsung melalui joint. Dalam pembebanan lateral, gaya-gaya seimbang dari balok dan kolom menyebabkan munculnya tegangan-tegangan tarik dan tegangan-tegangan tekan pada joint. Retak muncul dalam arah tegak terhadap diagonal tarik A-B pada joint dan pada muka joint dimana balok berpotongan dengan

joint. Struts tekan ditunjukkan dengan garis putus-putus sementara ties tarik ditunjukkan dengan garis padat. Beton lemah terhadap tarik, sehingga tulangan melintang ( tranversal ) dibutuhkan untuk melewati bidang retak untuk menahan gaya tarik diagonal. Gaya-gaya yang bekerja pada joint luar dapat diidealisasikan pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 : Keseimbangan gaya pada joint luar Gaya geser pada joint menimbulkan retak diagonal sehingga membutuhkan penulangan pada joint. Pola-pola dari penulangan memanjang secara signifikan mempengaruhi efisiensi joint. Beberapa pola untuk joint luar ditunjukkan Gmbr 1.3.

Gambar 1.3 : Detail Penulangan Gaya-gaya pada joint sudut dengan kolom yang menerus di atas joint dapat dimengerti seperti halnya pada kolom luar dengan memperhatikan arah dari pembebanan. Tegangan-tegangan dan retak-retak yang ditimbulkan dapat dilihat pada Gambar 1.4a dan 1.4b a. Tegangan b. retak Gambar 1.4

Dalam perencanaan kolom kuat-balok lemah, balok diharapkan terbentuk sendi plastis pada ujung-ujungnya dan membentuk kekuatan flexure yang lebih daripada kekuatan rencana. Gaya-gaya dalam yang terbentuk pada sendi plastis menyebabkan kondisi lekatan yang kritis pada tulangan memanjang yang melewati joint dan juga membebankan geser yang tinggi pada inti joint. Perilaku joint menunjukkan sebuah interaksi yang rumit antara joint dan ikatan. Perlakuan lekatan dari tulangan yang dipasang dalam sebuah joint mempengaruhi mekanisme dalam menahan geser ke tingkat yang lebih signifikan. Gaya-gaya flexure dari kolom dan balok menyebabkan gaya-gaya tarik dan tekan pada tulangan memanjang yang melalui sebuah joint. Selama formasi sendi plastis, gaya-gaya yang relative besar disalurkan melalui ikatan. Ketika tulangan-tulangan memanjang di muka joint berada pada tegangan melebihi leleh, retak membelah mulai terbentuk sepanjang tulangan pada muka joint yang dapat disebut sebagai penetrasi leleh. Panjang penjangkaran yang mencukupi untuk penulangan memanjang harus dipastikan dalam joint yang mengalami penetrasi leleh sesuai pertimbangan. Oleh karena itu, persyaratan lekatan memiliki maksud yang jelas dalam dimensi ukuran kolom dan balok pada joint. Gaya geser pada joint dianggap ditahan oleh 2 ( dua ) mekanisme yang prinsipil yaitu mekanisme strut dan mekanisme rangka. Pada bagian sebelumnya, aturan dari mekanisme strut dan rangka dalam menahan geser dengan memperhatikan kondisi ikatan yang baik sudah dibahas. Untuk merangkum beberapa bagian, mekanisme rangka didukung oleh transfer ikatan yang baik dan penulangan horizontal dan vertikal yang terdistribusi secara baik dalam inti joint. Mekanisme ini cenderung untuk mengurangi keburukan dari ikatan penulangan tranversal tidak lagi dipakai

dalam mengatasi geser joint. Kekuatan tekan dari strut beton diagonal adalah sumber yang dapat dipercaya dalam menahan geser joint. Kekuatan dari strut beton diagonal pada gilirannya dipengaruhi oleh regangan tarik ( atau tegangan tarik ) di dalam beton inti. Pada tingkat ini, penulangan lateral melengkapi pembatasan untuk meningkatkan efisiensi beton dalam mekanisme strut. Pada pertemuan joint terjadi keseimbangan gaya-gaya geser. Mekanisme untuk menyalurkan gaya-gaya geser terdiri dari 2 macam yaitu yang pertama gaya geser yang dipikul oleh strut beton dan yang kedua adalah mekanisme panel rangka yang terdiri dari sengkang horizontal dan strut diagonal beton daerah tarik joint. Keseimbangan gaya-gaya tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 1.5 Gambar 1.5 : Keseimbangan gaya pada joint Gaya-gaya yang bekerja pada daerah joint tersebut dapat dijelaskan dengan strut and tie method seperti pada contoh model yang dapat dilihat pada Gambar 1.6 di bawah ini.

Gambar 1.6 : Truss model pada joint 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini : 1. Untuk mencari gaya-gaya dalam (momen, geser dan normal) dengan model strut and tie pada daerah pertemuan balok-kolom 2. Untuk membandingkan hasil momen, geser dan lintang yang didapat pada Tugas Akhir sebelumnya ( Sisca Sinaga, Raja,Ari Endra) secara plane stress dengan model Strut and Tie 3. Untuk mengetahui hasil analisis sederhana mengenai gaya-gaya yang bekerja pada daerah joint dan sekitarnya 1.3 Pembatasan Masalah 2. Model yang digunakan adalah model pada Tugas Akhir Sisca (3 bentang 1 tingkat), Raja H (4 bentang 8 tingkat) dan Ari Endra 3. Beban yang bekerja adalah kombinasi beban mati dan hidup. Beban gempa diabaikan

4. Material yang digunakan adalah beton bertulang 1.4 Metodologi Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literature yang menyangkut mengenai metode Strut and Tie dalam struktur beton bertulang. Untuk mempermudah perhitungan gaya batang maka dibantu dengan Program Staad Pro 24.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dalam perencanaan suatu portal beton bertulang, analisa dari suatu struktur yang lazim digunakan adalah berdasarkan analisa elastis dengan metode slope deflection, metode distribusi momen ( cross ), metode elemen hingga ( finite elemen method ), dan lain sebagainya. Dari metode-metode analisa struktur inilah akan diperoleh nilai gaya-gaya dalam dari portal yang direncanakan. Nilai-nilai gaya inilah nantinya akan digunakan untuk mendimensi balok dan kolom serta tulangantulangan yang diperlukan untuk kekuatan portal tersebut. Metode ini dikembangkan dari truss analogy yang diperkenalkan secara terpisah oleh Ritter [1899] dan Morch [192]. Sebuah pendekatan yang rasional dalam memvisualisasikan aliran gaya-gaya yang bekerja dimana gaya-gaya tersebut dimodelkan ke dalam sebuah bentuk elemen rangka. Dan selanjutnya dari besar gaya-gaya tersebut, dengan perhitungan yang tepat maka akan didapat pula momen, geser dan normal (M,D,N) secara bersamaan. Konsepsi truss analogi umumnya dipakai dalam menganalisis atau merencanakan elemen-elemen beton bertulang dan beton prategang didaerah peralihan gaya yang dikenal sebagai daerah D-region. Berdasarkan teori St.Venant; pola regangan didaerah peralihan ini tidak mengikuti teori Bernoulli yang menyatakan bahwa regangan akibat pembebanan beralih secara linier sepanjang tinggi potongan penampang yang mengalami deformasi. Pembagian daerah yang mengalami pola-pola tersebut dapat dilihat pada gambar

h h h h b b Daerah Kaku Daerah St. Venant Daerah Bernoulli b b : lebar kolom h : tinggi balok b b Gambar 2.1 : Pembagian Daerah St. Venant dan Bernoulli b Menggunakan Model Strut and Tie dalam menghitung tulangan geser balok merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk merencanakan struktur konstruksi beton bertulang. Selain cara-cara konvensional yang selama ini diketahui luas oleh para engineer maupun mahasiswa sipil di Indonesia pada umumnya terdapat cara lain yang mungkin masih belum terlalu memasyarakat sampai saat ini yaitu Strut and Tie. Pada analisis struktur, biasanya digunakan hypotese Bernoulli yaitu penampang dianggap rata dan tegak lurus dengan garis netral sebelum dan sesudah lentur. Dalam kenyataannya, pada daerah kerja terpusat, tumpuan dan dimana terdapat konsentrasi tegangan yang besar asumsi kondisi penampang tetap datar pada saat deformasi ini, umumnya tidak berlaku. Penampang struktur terbagi-bagi atas 2

tipe daerah yaitu daerah D dan B. Daerah yang tidak datar disebut daerah D (Disturbed atau Discontinuity), yaitu pada daerah D dapat ditentukan dengan Saint Venant Principle yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut. Asas Saint Venant dari penyebaran tegangan yang terlokasikan menyatakan bahwa pengaruh gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan sebagai suatu system yang secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang dibebani hingga menyebabkan distribusi tegangan dapat mengikuti hukum yang sederhana yaitu f = N/A. Daerah dimana berlaku hukum Bernoulli, disebut daerah B (Bending atau Bernoulli). Pada daerah B ini tegangan dapat dicari dengan menggunakan momen lentur. Perencanaannya dapat menggunakan model rangka batang atau juga Modified Compression Field (MFC). 2.2 Penentuan daerah D dan B Strut and Tie Model Slaich (1982-1983) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang konsisten pada struktur yang berada di daerah B dan D yaitu perancangan dengan Strut and Tie model. Dengan demikian keseluruhan struktur dapat dirancang berdasarkan Strut and Tie model. Tetapi dalam praktek Strut and Tie lebih banyak diterapkan pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada perancangan terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut and Tie model dalam perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B

Gambar 2.2 : Penentuan daerah B dan D pada Balok Gambar 2.3 : Penentuan daerah D dan B pada portal Prosedur penentuan daerah D dan B lebih dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Ganti struktur riil dengan struktur fiktif yang dibebani sedemikian rupa hingga hukum Bernoulli berlaku dan keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi b) Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu system keseimbangan pada suatu system struktur bila yang disuperposisikan dengan keseimbangan akan memenuhi syarat-syarat batas

c) Terapkan azas Saint Venant pada system struktur sejarak d=h dari titik keseimbangan gaya-gaya. d) Pada daerah B tegangan sudah tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas, dari penjelasan diatas bahwa penentuan daerah B dan B dipengaruhi oleh geometri dan jenis dari lokasi beban yang bekerja. 2.3. Asumsi Perancangan Strut and Tie Model Dasar teori dari strut and tie model adalah teori plastis. Model ini akan memberikan lower bound solution. Teori lower bound plasticity menyatakan bahwa struktur tidak akan berada diambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan antara beban dan distribusi tegangan dimana pada setiap titik pada struktur tersebut mengalami tegangan lelehnya. Dengan demikian perencana perlu meninjau beberapa alternatif model dan paling sedikit ada dari load-path yang memadai dan memastikan bahwa tidak ada bagian dari load path yang mengalami tegangan yang berlebihan (overstressed). Dengan kata lain model dengan load-path yang dipilih memberikan kapasitas struktur yang terendah (model dengan load-path yang lain akan memberikan kapasitas struktur yang lebih besar dibandingkan dengan model loadpath yang dipilih sebelumnya), dengan demikian penggunaan metode ini dianggap konservatif. Pemilihan bentuk arah load-path atau pola distribusi tegangan tidak boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton mengalami peretakan sehingga keruntuhan lebih awal (premature) dapat dihindari. Struktur yang ditinjau diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang plastis (plastic truss analogy) yang berada dalam keseimbangan.

Keseimbangan rangka batang terpenuhi jika : a) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam keseimbangan. b) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon prategang. c) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan atau tanpa garis-garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua garis-garis gaya tersebut bertemu pada satu titik sehingga titik simpul tersebut tidak timbul momen d) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton akan mengalami kehancuran atau sejumlah batang tarik mengalami pelelehan yang mengakibatkan rangka batang berada dalam mekanisme labil. e) Strut and Tie merupakan resultante dari berbagai medan tegangan. 2.4. Analisis Penyebaran Tegangan Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh penulangan non prategang dari baja lunak yang berfungsi sebagai tulangan tarik pengekang atau oleh baja prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok angker sesudah retak signifikan terjadi, trayektori tegangan-tegangan tekan beton cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai

bagian dar unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai batang tarik di unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah batang tekan. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field). Garis trayektori tegangan utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama terdiri dari garis trayektori tekan dan trayektori tarik. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama yang mempunyai nilai tertentu. Telah diungkapkan di depan bahwa penggunaan Strut and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana awalnya berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastis. Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan teori plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup konservatif, ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah

dibandingkan dengan kuat tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang akurat, Cook dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element (elemen hingga) non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas analisis finite-element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam keadaan batas (limit-state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup konservatif disamping perangkat lunak komputer untuk struktur beton yang non linear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori tegangan yang berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori plastisitas. Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah : a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori adalah orogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik, di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan kelompok trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal. c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 9 d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45. e) Lebih dekat jarak trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan utamanya f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan pada daerah D (lihat gambar 2-3 dan 2-4).

Gambar 2.4 : Trayektori tegangan utama akibat beban merata Gambar 2.5 : Trayektori tegangan utama akibat beban terpusat

2.5. Metode Perambahan Beban (Load-Path Method) Trayektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk Strut and Tie model. Di samping pemanfaatan trayektori tegangan utama, Sclaich (1987) memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan perambahan beban (load-path method). Metode ini dapat dijelaskan seperti pada gambar 2-5 dan 2-6, pada awalnya harus ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban kerja dan reaksireaksi pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan. Kemudian diasumsikan tegangan p berlangsung linear. Pada gambar 2-5, diagram p yang semuanya dalam keadaan tekan dibagi dalam dua bagian sedemikian rupa, sehingga masing-masing bagian mempunyai resultante sebesar A dan B (bekerja pada titik berat masingmasing). Selanjutnya diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan dengan load-path rekanan B-B. Load-path dari masing-masing pasangan bermuara dari titik berat masing-masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan selanjutnya load-path A-A harus berkolerasi dengan load-path B-B, ini dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut and tie sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path A- A berupa polygon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka terbentuklah strut and tie model.

Gambar 2.6 : Aliran Load-path dengan beban dua reaksi Gambar 2.7 : Strut and Tie model dengan satu beban terpusat

2.6. Komponen Strut and Tie Model Strut and Tie adalah suatu bentuk dan model truss (rangka batang) yang mereduksi suatu struktur kompleks menjadi suatu model truss sederhana yang mudah dimengerti. Dalam Model Strut and Tie hanya gaya axial (tarik/tekan) yang bekerja. Adapun komponen dalam Model Strut and Tie adalah: 2.6.1 Strut Strut atau batang tekan merupakan batang uniaxial tekan dan tegangannya adalah tegangan tekan efektif beton pada saat beban mencapai batasnya. Strut tersebut memiliki lebar dan tebal tertentu yang besarannya tergantung pada gaya batang serta tingkat tegangan yang diijinkan. Strut beton dalam keadaan tekan dan tie beton dalam keadaan tarik yang cenderung menyebar ke titik simpul penyebaran gaya-gaya di dalam medan tekan dapat berbentuk prisma, botol dan kipas Kipas Botol Prisma Gambar 2.8 : Gambar dari berbagai bentuk dasar medan tekan

Kuat tekan dari batang strut tanpa tulangan longitudinal (menurut ACI 318-2M) dapat ditulis sebagai berikut : F ns =f cu A c Dimana : F ns = gaya tekan batas terfaktor f cu = tegangan tekan efektif beton A c = luas efektif landasan strut Dimana : f c = kuat specifik tekan beton β = 1 untuk penyokong prismatis di daerah tekan utuh (undisturb) s β =.75 untuk strut berbentuk botol dengan tulangan retak s β =.4 untuk strut yang berada di daerah tarik s β =.6 untuk strut semua kasus s Penulangan tekan harus digunakan untuk menambah kekuatan dari strut, tulangan ini biasanya diangkur paralel dengan sumbu pusat strut, kasus seperti ini adalah kuat tekan tulangan longitudinal yang ditulis : F ns = f cu A c + A s f s Dimana : A s = luas tulangan tekan dalam batang tekan

f s = tegangan tulangan tekan 2.6.2 Tie Bagian kedua dari komponen Strut and Tie Model adalah tension tie atau batang tarik. Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan beton prategang yang dijangkar dengan baik. Karena reruntuhan tarik dari baja tulangan lebih daktail dibandingkan dengan keruntuhan tekan dari strut atau keruntuhan dari node elemen, maka dalam perancangan struktur, keadaan batasnya lebih ditentukan oleh lelehnya tulangan atau batang tarik (tie). Penempatan batang tarik juga harus diperhatikan karena dapat mengakibatkan perubahan dimensi dari node element yang membahayakan seperti ditunjukkan pada Gambar 2-8 dimana akan meningkatkan tegangan pada strut tekan dan node element. Karena Strut And Tie Model diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah. Gaya tarik pada batang tarik tie tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : F nt = Astf y +A ps (f se + f p ) Dimana : F nt =gaya tarik batas terfaktor Ast=luas baja tulangan biasa A ps =luas baja tendon prategang

f se =tegangan efektif yang hilang di dalam baja tendon prategang f p =penambahan gaya prategang disamping level load (f se + f p ) (a) selimut beton besar (b) selimut beton kecil Gambar 2.9 : menunjukkan titik pertemuan antara strut and tie

Gambar 2.1 : Gambar plastic truss model dari suatu balok tinggi 2.6.3. Node Pertemuan dari strut and tie model adalah nodal zones. Tiga atau lebih gaya ini bertemu dalam sebuah node dan harus dalam keadaan seimbang. Titik simpul/joint ini harus atau nodes membentuk suatu elemen yang dinamakan node element atau hydrostatic-element. Daerah ini merupakan titik tangkap gaya-gaya yang bertemu pada 1 titik sehingga tegangan yang terjadi cukup rumit karena daerah ini mengalami tegangan biaxial dan triaxial. Dalam perancangan, node element harus mendapat perhatian yang baik, khususnya pada pertemuan dengan batang-batang tarik yang harus dijangkar. Penjangkaran batang tarik yang tidak baik akan mengakibatkan keruntuhan lebih awal. Penjangkaran dapat dilakukan dengan memberikan panjang penjangkaran, panjang penyaluran dan kait yang cukup. Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut dan tie dengan berbagai kombinasi yang secara umum dapat dibagi ke dalam empat jenis sambungan jenis pertemuan, yaitu : a) C-C-C node jika di dalam node terjadi pertemuan tiga gaya tekan (lihat Gambar II-1) b) C-C-T node yang terdiri dari satu batang tarik (lihat Gambar 2-1) c) C-T-T node yang terdiri dari dua batang tarik (lihat Gambar 2-1) d) T-T-T node yang terdiri dari tiga batang tarik (lihat Gambar 2-1)

Gambar 2.11 : Jenis sambungan pertemuan (node) Kuat tekan dari nodal zone dapat ditulis : F nn =f cu A n Dimana: F nn =gaya batas terfaktor bagian depan dari nodal zone A n =luas bagian depan dari nodal zone Tegangan transversal menguntungkan bila transversal bekerja dalam dua arah dan dikekang (confined concrete). Pengekangan dapat dilakukan dengan memberi tulangan kekang tranversal tertentu di sekeliling daerah medan tekan. Tulangan kekang dan efeknya telah dianalisis dan diuji di laboratorium, perhitungan tegangan tekan dari nodal zone dalam Strut and Tie Model adalah : F cu =,85 β f n n Dimana : landasan/tumpuan β n =1, pada nodal zone yang dibentuk oleh strut-strut tekan dan

β n =.8 pada nodal zone yang mengandung satu batang tarik. β n =.6 pada nodal zone yang mengandung satu batang tarik (tension/tie) lebih dari satu arah. Gambar 2.12 : Distribusi gaya pada daerah nodal zone Pengendalian retak Σρ sin. 3 dimana ΣρYi rasio tulangan lapisan ke i yang memotong Yi Y i unsur penyokong yang ditinjau, dan Y i adalah sudut antara sumbu penyokong dengan tulangan. Faktor reduksi kekuatan Φ senantiasa diambil.75 untuk penyokong, penggantung dan simpul. Critical section adalah daerah kritis atau daerah dimana beton lebih mudah hancur

2.7. Pembuatan Model Strut and Tie Pada suatu struktur, umumnya hanya terdapat beberapa bentuk standar karena itu dapat dibuat analisis yang mendetail untuk menentukan model standar yang dapat diterapkan pada bentuk yang sama dengan ukuran yang berbeda. Standarisasi ini dapat memudahkan pekerjaan seorang perencana dan menghindari variasi penggunaan model oleh perencana yang berbeda. Pembuatan model Strut and Tie pada dasarnya merupakan prosedur grafis yang bersifat iterative. Tidak ada prosedur yang pasti dalam menentukan model Strut and Tie. Konsep dasar dalam pembuatan model Strut and Tie adalah : 1. Model harus dalam keadaan seimbang 2. Batang tarik harus tetap lurus 3. Tulangan geser dapat dimodelkan satu persatu atau ekivalennya 4. Jarak antara batang atas dan batang bawah ditentukan oleh momen ultimate 5. Kemiringan maksimum batang tekan adalah 25-65 dimana idealnya 45 2.8. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Langsing Balok beton bertulang diasumsikan runtuh akibat geser dapat dimodelkan sebagai suatu rangka batang yang sederhana dimana batang tekan diwakili oleh batang atas (beton dengan atau tanpa tulangan tekan), batang tarik diwakili oleh tulangan tarik, dan batang diagonal oleh strut tekan beton, serta sekumpulan tulangan

sengkang sejarak jd/tanθ diwakili oleh batang tegak dari rangka batang tersebut. Pada gambar tersebut batang tekan dinyatakan oleh garis putus-putus dan batang tarik dinyatakan oleh garis utuh. 2.9. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi American Concrete Institute ACI-Code menjelaskan bahwa suatu balok dinyatakan balok tinggi (deep beam) dalam perencanaan lentur bila rasio bentang bersih balok dibandingkan dengan tinggi balok ln/d 1.25 untuk balok atas dua tumpuan dan ln/d 2.5 untuk balok di atas beberapa tumpuan. Selanjutnya balok juga dinyatakan sebagai balok tinggi dalam perencanaan geser bila ln/d 5. dan balok tersebut dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada sisi bawah balok. Permasalahan muncul bila dihadapi suatu keadaan dimana suatu balok dengan ln/d =6 yang dibebani beban terpusat sejarak d dari salah satu tumpuan. Di sini terlihat pada sisi bentang geser yang pendek sejarak d tadi dinyatakan sebagai balok tinggi dan pada sisi lainnya dinyatakan sebagai balok biasa (bukan sebagai deep beam). Kedua pernyataan tersebut cukup menimbulkan kebimbangan. Untuk menghindari permasalahan tersebut, MacGregor (1988) mendefinisikan suatu balok dinyatakan sebagai balok tinggi apabila sebagian besar beban yang dipikul dapat diteruskan atau dihubungkan langsung ke tumpuan-tumpuannya melalui batang tekan (compression strut). Sebagai alternative, kadangkala balok tinggi dianalisis berdasarkan analisa tegangan dengan menggunakan elastic continuum finite element method. Pada struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-region,

balok tinggi diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik (tie), batangbatang tekan (strut), beban-beban kerja dan tumpuan-tumpuan yang saling berhubungan melalui titik-titik simpul (nodes) sehingga terbentuk suatu rangka batang. 2.1. Konsep design Strut and Tie Untuk mempermudah dalam perhitungan Strut and Tie Model dibutuhkan pengertian yang mendasar dan informasi mengenai engineering judgement dan ilmu ini sesungguhnya adalah suatu seni yang layak dipergunakan untuk perencanaan. Dan Strut and Tie Model ini adalah design praktis dengan prosedur pelaksanaan dapat dilihat di bawah ini :

Analisa Struktur dengan metode biasa Tentukan reaksi deformasi dan gaya dalam Taksir Dimensi dan Ukuran lainnya Tentukan daerah B dan Dregion STM Model Design Flow Chart Tentukan daerah B dengan menghitung geser, lentur dan aksial Buat model STM untuk daerah D 1. Stress Trayektori 2. Load Path Dimensi elemen Gaya dan tegangan di node Gaya dan tegangan di batang tekan Detail batang tarik Gambar 2.13 : Bagan alir design strut and tie model

BAB III PERHITUNGAN MODEL STRUT AND TIE 3.1 Model Pertama : Pada kesempatan pembuatan Tugas Akhir ini Penulis memakai model yang dipakai pada Tugas Akhir sebelumnya (Raja Parmahanan, 27). Struktur dengan model portal 4 bentang 8 tingkat. Panjang bentang 7 meter dan tinggi tingkat 4 meter dengan perletakan jepit. Penampang struktur dengan ukuran balok 4 cm X 6 cm dan kolom 1 cm X 1 cm. Beban yang dipakai pada simulasi ini adalah sama sesuai dengan pembebanan Tugas Akhir sebelumnya yang tersebut di atas Beban beban mati sebesar 2.151 t/m untuk atap dan 3.81 t/m untuk lantai. Beban hidup sebesar 1.1 t/m. Kombinasi pembebanan yang dipakai adalah kombinasi beban mati dan beban hidup yaitu 1.2 D + 1.6 L Maka dengan memilih metode perambahan beban (load-path method), Penulis mencoba untuk membuat sebuah model strut and tie Pemodelan strut and tie dapat dilihat pada halaman berikutnya

Gambar 3.1 : Pemodelan Strut and Tie

Dalam mencari gaya-gaya dalam pada titik yang ditinjau maka terlebih dahulu dicari gaya-gaya batang yang bekerja dalam model. Setelah didapat gaya- gaya batang dengan bantuan Program STAAD Pro maka kita dapat mencari gaya-gaya dalam (Momen, Lintang dan Normal) dengan Prinsip Ritter yaitu dengan memotong titik yang ditinjau. Prosedur atau cara untuk mencari gaya dalam tersebut dapat dilihat melalui gambar serta penjelasan di bawah ini Misalkan diambil sebuah daerah titik perpotongan di bawah ini F1 a D M x b F2 a N b F3 Gambar 3.2 : Pola perubahan dari gaya menjadi momen

Maka momen dapat diperoleh dari hasil perkalian gaya dan jarak : M = F1(a)+F2(b)+F3(a) sedangkan untuk Normal dapat diperoleh dengan mencari hasil dari resultante gaya horizontal dari gaya-gaya batang yang dipotong N = F2cos β + F3 F1 dan untuk Lintang dapat diperoleh dengan mencari resultante gaya-gaya vertikal dari gaya-gaya batang yang dipotong D = F2sin β Titik-titik yang mewakili pada model ini adalah Untuk elemen balok : titik pertemuan balok dan kolom (5 cm dari as) Untuk elemen kolom : titik pertemuan balok dan kolom (3 cm di atas dan di bawah as) Untuk titik-titik dan cara perhitungannya tidak ditampilkan, nilai momen, lintang dan normal ditampilkan dalam tabel rekapitulasi dari semua titik yang ditinjau

68.265 46 22.677 26.225 6.858 45.714 29.74 35.43 36.3 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = 68.265(.2) + 35.43(.2) + 45.714(.12) = 26.225 ton-m Normal = 45.714(cos 29.74 ) + 35.43 68.265 = 6.858 ton Lintang = 45.714(sin 29.74 ) = 22.677 ton Gambar 3.4 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 46

.1.8.1.1 46.662 19.125 16.557.4 9 38.553.2 29.74 12.997.1 36.3 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = 46.662(.2) + 12.997(.2) + 38.553(.12) = 16.557 ton-m Normal = 38.553(cos 29.74 ) + 12.997 46.662 =.2 ton Lintang = 38.553(sin 29.74 ) = 19.125 ton Gambar 3.5 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 9

.1.8.1.1.4 59.95 64 4.14.2.2 19.912 21.79.51 29.74 24.562.1 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = 59.95(.2) + 24.562(.2) + 4.14(.12) = 21.79 ton-m Lintang = 4.14(sin 29.74 ) = 19.912 ton Normal = 4.14(cos 29.74 ) + 24.562 59.95 =.51 ton Gambar 3.6 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 64

3.2 Model Kedua : Pada kesempatan pembuatan Tugas Akhir ini Penulis memakai model yang dipakai pada Tugas Akhir sebelumnya (Sisca Sinaga,27). Struktur yang dimodelkan adalah portal dengan 3 bentang 1 tingkat. Panjang bentang 7 meter dan tinggi tingkat 4 meter dengan perletakan jepit. Penampang struktur dengan ukuran balok 4 cm X 6 cm dan kolom 4 cm X 12 cm. Beban yang dipakai pada simulasi ini adalah sama sesuai dengan pembebanan Tugas Akhir sebelumnya yang tersebut di atas yaitu beban mati sebesar 3.81 t/m untuk lantai dan 2.256 t/m untuk atap. Beban hidup sebesar 1.1 t/m Kombinasi pembebanan yang dipakai adalah kombinasi beban mati dan beban hidup yaitu 1.2 D+1.6 L Maka dengan metode perambatan beban, Penulis mencoba untuk membuat suatu model strut and tie untuk struktur ini Pemodelan strut and tie dapat dilihat pada halaman berikutnya

Gambar 3.7 : Pemodelan Strut and Tie

Dalam mencari gaya-gaya dalam pada titik yang ditinjau maka terlebih dahulu dicari gaya-gaya batang yang bekerja dalam model. Setelah didapat gaya- gaya batang dengan bantuan Program STAAD Pro maka kita dapat mencari gaya-gaya dalam (Momen, Lintang dan Normal) dengan Prinsip Ritter yaitu dengan memotong titik yang ditinjau. Prosedur atau cara untuk mencari gaya dalam tersebut dapat dilihat melalui gambar serta penjelasan di bawah ini Misalkan diambil sebuah daerah titik perpotongan di bawah ini F1 a D M x b F2 a N b F3 Gambar 3.8 : Pola perubahan dari gaya menjadi momen

Maka momen dapat diperoleh dari hasil perkalian gaya dan jarak : M = F1(a)+F2(b)+F3(a) sedangkan untuk Normal dapat diperoleh dengan mencari hasil dari resultante gaya horizontal dari gaya-gaya batang yang dipotong N = F2cos β + F3 F1 dan untuk Lintang dapat diperoleh dengan mencari resultante gaya-gaya vertikal dari gaya-gaya batang yang dipotong D = F2sin β Titik-titik yang mewakili pada model ini adalah Untuk elemen balok : titik pertemuan balok dan kolom (6 cm dari as) Untuk elemen kolom : titik pertemuan balok dan kolom (3 cm dari as) Untuk titik-titik dan cara perhitungannya tidak ditampilkan, nilai momen, lintang dan normal ditampilkan dalam tabel rekapitulasi dari semua titik yang ditinjau

61.67 23.728 45 4.377 6.738 33.7 34.832 22.27 42.3 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = 61.67(.2) + 34.832(.2) + 4.377(.11) = 23.728 ton-m Lintang = 4.377 (sin 33.7 ) = 22.27 ton Normal = 4.377 (cos 33.7 ) + 34.832 61.67 = 6.738 ton Gambar 3.9 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 45

.1 1.1 6.119 16.183.1 16.35 6.761.4 29.423 46 33.7.1 1.625 42.3 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = -16.35(.2) 29.423(.11) + 1.625(.2) = 6.119 ton-m Lintang = 29.423 (sin 33.7 ) = 16.183 ton Normal = 29.423 (cos 33.7 ) 16.35 1.625 = 6.761 ton Gambar 3.1 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 46

.1 1.1.1 47.618 19.195 17.65.4 75 34.9.141 33.7 18.51.1 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = 47.618(.2) + 18.51(.2) + 34.9(.11) = 17.65 ton-m Normal = 34.9 (cos 33.7 ) + 18.51 47.618 =.141 ton Lintang = 34.9 (sin 33.7 ) = 19.195 ton Gambar 3.11 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 75

3.3 Model Ketiga : Pada kesempatan pembuatan Tugas Akhir ini Penulis memakai model yang dipakai pada Tugas Akhir sebelumnya (Ari Endra, 25). Struktur dengan model portal dengan 3 bentang 3 tingkat. Panjang bentang 7 meter dan tinggi tingkat 4 meter dengan perletakan jepit. Penampang struktur dengan ukuran balok 4 cm X 6 cm dan kolom 8 cm X 8 cm. Beban yang dipakai pada simulasi ini adalah sama sesuai dengan pembebanan Tugas Akhir sebelumnya yang tersebut di atas yaitu beban mati sebesar 4.35 ton/m untuk lantai dan beban hidup sebesar 1.1 t/m Kombinasi pembebanan adalah beban mati dan beban hidup yaitu 1.2D + 1.6 L Maka dengan metode perambatan beban, Penulis mencoba untuk membuat suatu model strut and tie untuk struktur ini Pemodelan Strut and Tie dapat dilihat pada gambar di halaman berikutnya

Gambar 3.12 : Pemodelan Strut and Tie

.75.65.75 17.53 2.548.1 46.184 1.379.4 44.669 18 7.88 27.3.1 3.6 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = -46.184(.2) - 7.88(.2) 44.669(.14) = 17.53 ton-m Normal = 44.669(cos 27.3 ) + 7.88 46.184 = 1.379 ton Lintang = 44.669(sin 27.3 ) =2.548 ton Gambar 3.13 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 18

.75.65.75.1 59.75.4 23 46.68 21.439 6.166 23.344 27.3 24.39.1 3.6 Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom Momen = -59.75(.2) 24.39(.2) 46.68(.14) = 23.344 ton-m Normal = 46.68(cos 27.3 ) + 24.39 59.75 = 6.166 ton Lintang = 46.68(sin 27.3 ) = 21.439 ton Gambar 3.14 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 23

Tarik Tekan Titik pertemuan balok-kolom.75.65.75.1.4 27.3.1 3.6 52 62.855 12.574 72.652 6.76 146.32 Momen = 62.855(.325) 72.652(.325) 12.574(.23) = 6.76 ton-m Normal = 12.574(cos 3.6 ) + 72.652 + 62.855 = 146.32 ton Gambar 3.15 : Momen, Normal dan Lintang pada titik 52

BAB IV PEMODELAN DAN SIMULASI STRUKTUR BERDASARKAN FINITE ELEMEN METHOD ( TUGAS AKHIR TERDAHULU ) 4.1 Pemodelan Struktur 4.1.1 Pemodelan elemen frame Pemodelan dengan elemen frame ini mengusahakan agar model yang dibuat dapat dilakukan modifikasi elastis pada daerah pertemuan balok dan kolom agar nantinya ketika menganalisa portal tersebut, modulus elastis bahan dapat dibedakan antara daerah pertemuan balok dan kolom dengan daerah lainnya pada portal tersebut. Untuk dapat melakukan hal tersebut, maka bagianbagian portal dibagi berdasarkan titik-titik yang telah ditentukan. Titik-titik tersebut diambil berdasarkan pembagian zona atau daerah-daerah yaitu daerah St. Venant dan daerah Bernoulli di bentang balok dan kolom pada portal tersebut 4.1.2 Pemodelan Plane Stress Struktur yang dimodelkan dengan plane stress diambil dengan membagi penampang struktur dengan elemen-elemen yang lebih kecil, dimana struktur yang dimodelkan kondisinya sama dengan kondisi pada elemen frame yang kemudian dibagi atas elemen-elemen dengan ukuran 1 cm X 1 cm dan dengan ketebalan 1 cm

4.2 Pemodelan Finite Element Method 4.2.1 Pemodelan FEM Plane Stress Matrik kekakuan global ( )( ) ( ) ( ) + = zx yz xy z y x zx yz xy z y x E γ γ γ ε ε ε υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ τ τ τ σ σ σ 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 ( ) ( )( ) ( ) ( ) + = zx yz xy z y x xy y x E γ γ γ ε ε ε υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ τ σ σ 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 ( )( ) ( ) + xy y x xy y x E γ ε ε υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ τ σ σ 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2

Yang akhirnya memberikan : ( ) ( ) ( ) + = xy y x xy y x E γ ε ε υ υ υ υ υ υ υ υ υ υ τ σ σ 2 1 1 1 1 1 1 1 1 ( )( ) ( ) + = xy y x xy y x E γ ε ε υ υ υ υ υ τ σ σ 2 1 1 1 1 1 [ ] ( ) + = 2 1 1 1 1 2 υ υ υ υ E D { } [ ]{ } ε σ D = { } [ ]{ } d B = ε [ ] = m m j j i i m j i m i i A B β γ β γ β γ γ γ γ β β β 2 1 m j i y y = β i m j y = y β j i m y = y β j m i x = x γ

γ = x x j i m γ = x x m j i Jadi, { σ } = [ D ]{ ε} = [ D][ B]{ d} 4.2.2 Pemodelan Plane Frame Pemodelan portal menurut FEM (Finite Element Method) bentuk plane frame elemen yaitu dapat memikul gaya arah vertical, horizontal dan perputaran (rotasi). Matriks kekakuan global dengan transformasi system koordinat sesuai dengan koordinat setiap batang adalah seperti berikut : [ K ] = EI l z 3 2 2 KC + 12S ( K 12) CS 6lS 2 KC 12S ( K + 12) CS 6lS 2 ( K 12) CS ( KS + 12C 6lC ( K + 12CS) KS 2 6lS 2 ) 12C 2 6lS 4l 4l 2l 2 2 2 6lS 6lC KC 2 2 12S + 12S 2 ( K 12) CS 6lS 2 ( K + 12) CS 6lS KC ( K + 12CS) KS 2 6lC ( K 12) CS KS 2 6lC 12C 2 + 12C 2 6lS 6lC 2l 2 6lS 6lC 4l 2 Al K = I z 2 Dimana : E = Modulus Elastisitas I z = Inersia Tampang L = Panjang bentang C = Cosinus sudut S = Sinus sudut

Untuk mencari mencari besarnya gaya-gaya batang yang terjadi maka digunakan persamaan : [ f ] = [ k][ d] dengan [ f ] adalah gaya-gaya batang, [ ] k adalah kekakuan batang dan [ d ] adalah displacement yang terjadi pada batang tersebut. Pada plane frame, gaya-gaya batang yang terjadi adalah gaya arah vertical (V), horizontal(h), dan rotasi (M). Boundary condition yang terjadi antara lain adalah pada tumpuan jepit besarnya displacement yang terjadi adalah nol (u = v = x = ). Sedangkan untuk batang yang runtuh dan pada perletakan sendi dilepaskan sehingga perletakan bebas berputar maka pada ujung batang yang dilepas tersebut besarnya M =, sedangkan untuk H dan V memiliki suatu besaran. Hal ini dapat dimodelkan pada saat akan mencari besarnya gaya dalam batang dimana matriks kekakuan individu untuk batang yang dilepas akan berubah dengan salah satu ujungnya menjadi sendi. Sebagai contoh untuk portal sederhana seperti pada Gambar 3.6 maka akan diperoleh matriks [ ] [ k][ d] f = adalah : Gambar 4.1 Pemodelan Elemen Frame