BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

Persalinan Induksi persalinan diindikasikan pada pre-eklampsia dengan kondisi buruk seperti gangguan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. normal yaitu tekanan darah 140/90 mmhg (Prawirohardjo, 2008). 12 minggu pasca persalinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu. American College Obstetry and Gynecology (ACOG)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 yakni

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

KELUARAN MATERNAL DAN PERINATAL PADA KASUS-KASUS PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai salah satu penyulit kehamilan. 1. (AKI) di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu adalah satu dari delapan program Millenium

Preeklampsia dan Eklampsia

dr. Hydrawati Sari, SpOG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENANGANAN TERKINI PREEKLAMSIA EFENDI LUKAS DIVISI FETOMATERNAL, DEPARTEMEN OBGYN FK UNHAS / RS DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Hipertensi Dalam Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Preeklampsia di dalam kehidupan awam sehari-hari dikenal sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN PREEKLAMPSIA RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Disusun oleh : Intiyaswati. membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai protein didalam urine

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kematian ibu akibat preeklampsia di Indonesia adalah 9,8-25% (Schobel et al.,

Vitamin C dan E untuk Mencegah Komplikasi Kehamilan-Terkait Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

a. Hipertensi kronik b. Preeklampsia eklampsia c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia. d. Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008).

BABt PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10% dan 3-4%

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Sehingga AKI mencerminkan resiko

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIKEJANG DAN ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PREEKLAMPSIA BERAT DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dr Agus Suhartono,SpOG (K) Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUD Kota Malang

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi Survei Demografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

Untuk memberkan asuhan keperawatan penyakit hipertensi pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. Preeklamsi adalah kehamilan patologi yang merupakan masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. normal. Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

Small for Gestational Age: What We Have Worried about?

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan preeklampsia memperlihatkan edema 9. Jika gejala yang muncul adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN KANDUNGAN PROTEIN DALAM URIN PADA IBU BERSALIN DENGAN PRE EKLAMPSI DI RSUD

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Preeklamsi (PE) merupakan gangguan multiorgan pada kehamilan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoadmojo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. Buruknya derajat kesehatan perempuan di Indonesia. di tunjukan dengan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. masa kehamilan, bersalin dan nifas, yaitu berkisar 5-10%. 1. sebagian kasus hipertensi gestasional diikuti oleh tanda dan gejala

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB V PEMBAHASAN. dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ovulasi, migrasi sperma dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Preeklamsi 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg. The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu : a) Hipertensi kronik b) Preeklampsia-eklampsia c) Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic hypertension). d) Hipertensi gestasional Hipertensi Kronik Didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada dan dapat diamati sebelum kehamilan atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi yang didiagnosa pertama kali selama kehamilan dan tidak kembali normal postpartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronik. Preeklampsia-Eklampsia Kedua penyakit ini dikenal sebagai pregnancy-spesific syndrome dan merupakan jenis pregnancy-induced hypertension/pih karena muncul hanya dengan adanya kehamilan dan berakhir dengan terminasi kehamilan. Preeklampsia

adalah hipertensi yang timbul setelah usia gestasi 20 minggu disertai dengan proteinuria pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (normotensif). Berdasarkan manifestasi klinisnya, preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Eklampsia adalah kejadian kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak berkaitan dengan penyebab lain. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic hypertension). Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklampsia atau eklampsia. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai dengan proteinuria, didiagnosa sebagai preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia). Preeklampsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia gestasi lebih dini daripada preeklampsia murni, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. Hipertensi Gestasional Wanita yang memiliki peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali setelah pertengahan masa kehamilan, tanpa proteinuria diklasifikasikan memiliki hipertensi gestasional. Terminologi yang tidak spesifik ini memasukkan wanita dengan sindrom preeklampsia yang tidak memiliki proteinuria maupun wanita yang tidak mengalami sindrom preeklampsia. Pada hipertensi gestasional, disebut sebagai (1) hipertensi transient pada kehamilan jika tidak ada preeklampsia pada saat melahirkan dan tekanan darah kembali normal 12 minggu postpartum atau (2) hipertensi kronik jika peningkatan tekanan darah tetap berlangsung. 2.1.2 Epidemiologi

Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk di antara trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas karena kehamilan (Cunningham et al., 2006). Diperkirakan 6-8% dari seluruh kehamilan mengalami penyulit ini (NHBPEP, 2000). Preeklampsia dan hipertensi gestasional merupakan jenis yang paling sering terjadi, yakni rata-rata 70% dari wanita-wanita yang didiagnosa dengan hipertensi kehamilan mengalami jenis hipertensi ini (Sibai, 2003). 2.1.3 Faktor Resiko Banyak faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko preeklampsia telah dapat diidentifikasi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut, dengan frekuensi dan tingkat keparahan penyakit ditemukan lebih tinggi pada lima faktor resiko pertama (Sibai, 2003) : a) Kehamilan multipel (14%) b) Hipertensi kronik maupun penyakit ginjal sebelumnya c) Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya (18%). d) Diabetes mellitus pregestasional e) Riwayat trombofilia f) Nuliparitas (2-7%) g) Obesitas h) Riwayat preeklampsia-eklampsia pada keluarga 2.1.4 Etiologi dan Mekanisme Patogenik Preeklamsi Penyebab mendasar preeklampsia tetap tidak diketahui (de Souza Rugolo et al., 2011 ; NHBPEP, 2000 ; Sibai et al., 2005). ). Zweifel (1916) dalam Gant dan Worley (1980) menyebut preeklampsia sebagai disease of theories karena terlalu banyak teori yang dikemukakan untuk menjelaskan penyakit ini terutama berkaitan dengan etiologi serta patogenesisnya dan istilah ini telah menjadi suatu kekhasan untuk preeklampsia dan eklampsia selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, akhir-akhir ini ada kemajuan dalam pemahaman tentang penyakit ini

yang memimpin pada prediksi yang akurat, pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik (Lindheimer et al., 2008 ; Roberts dan Cooper, 2001). Pertimbangan utama mengarah pada plasenta sebagai fokus patogenik karena preeklampsia dan eklampsia hanya terjadi pada keberadaan plasenta dan persalinan menjadi penyembuhan definitif satu-satunya pada penyakit ini (NHBPEP, 2000 ; Roberts dan Cooper, 2001). Oleh sebab itu penelitian-penelitian yang ada difokuskan pada perubahan pembuluh darah ibu yang menyuplai aliran darah ke plasenta. Cunningham et al. (2006) menyatakan preeklampsia sebagai sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan disfungsi endotel. Teori plasenta sebagai dasar preeklampsia menjelaskan penyakit ini dalam dua tahap (de Souza Rugolo, 2011 ; NHBPEP, 2000). Tahap pertama disebut sebagai silent placental events, dimulai dengan plasentasi yang buruk dan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Keadaan ini menjadi menyebabkan hipoksia plasenta yang berakibat pada pelepasan faktor-faktor hasil produksi plasenta : mediator-mediator inflamasi seperti growth factors dan reseptor dapat larut mereka, sitokin inflamasi, debris plasenta, dan stres oksidatif plasenta, yang memasuki aliran darah maternal Tahap kedua adalah tahap maternal yang merupakan manifestasi nyata dari penyakit ini. Tahap ini bergantung tidak hanya pada aksi dari faktor plasenta yang sudah bersirkulasi, tetapi juga pada kesehatan ibu termasuk penyakit-penyakit yang mengenai pembuluh darah (riwayat penyakit kardiorenal, metabolik, faktor genetik, obesitas). Produk-produk plasenta ini menyebabkan disfungsi sel endotelial dan sindrom inflamasi sistemik, yang menimbulkan manifestasi klinis pada preeklampsi.

Gambar 2.1. Patogenesis Preeklampsia Sumber : Preeclampsia : Effect on the Fetus and Newborn (American Academy of Pediatrics, 2011). 2.1.5 Patologi dan Patofisiologi Manifestasi Multisistem Maternal Pada Preeklampsia Kardiovaskular Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru (Cunningham et al., 2006). Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan kondisi kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia biasanya tidak mengalami hipertensi

yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi, namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya (NHBPEP, 2000). Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitianpenelitian kini difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu, pada kehamilan normal respon pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida dan amin vasoaktif khususnya angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita dengan preeklampsia hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini (NHBPEP, 2000). Ginjal Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut : a) Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar yang jauh di bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga kadar asam urat serum meningkat, umumnya 5 mg/cc. Klirens kreatinin juga menurun sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai 1 mg/cc. Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum sekitar 1 mg/dl per hari), umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai. b) Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-sel endotel membengkak sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun parsial, dan terdapat fibril (serabut-

serabut) yang merupakan materi protein, yang dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia. c) Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria akibat meningkatknya ekskresi kalsium. d) Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi. e) Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu. Hepar Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular ringan (nekrosis hemoragik periporta) dengan abnormalitas enzim serum (aminotransferase dan laktat dehidrogenase) sampai dengan sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet). Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan. Sistem Saraf Pusat Manifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui. Perubahan neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa : a) Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak. b) Gangguan visus/penglihatan, terutama pada preeklampsia berat, akibat spasme arteri retina dan edema retina. Gangguan visus yang terjadi dapat berupa pandangan kabur, skotoma, dan buta kortikal (jarang). Prognosisnya baik dan penglihatan biasanya pulih dalam seminggu.

c) Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan pemeriksaan radiologik segera. d) Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran utama adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul. Sebagian pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius, pasien dapat mengalami herniasi batang otak. e) Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia, menjadi penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada penyakit ini. Paru Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru, yang dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Perubahan Hematologis Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang sangat rendah meningkatkan resiko perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal. 2.1.6 Diagnosa Preklampsia Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklampsia.

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa Preeklampsia Tekanan darah sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg yang muncul setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Proteinuria minimal, yang didefinisikan sebagai 0,3 gr protein dalam spesimen urin 24 jam. Sumber : Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin, 2002). Hipertensi didefinisikan sebagai sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg yang timbul pada wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya. Diagnosis preeklampsia yang akurat bergantung pada keakuratan pengukuran tekanan darah (misalnya ukuran manset yang digunakan, posisi lengan setinggi level jantung, dan kalibrasi alat) yang sangat penting pada wanita dengan obesitas. Proteinuria minimal didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg (0,3 gr) protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Dibutuhkan minimal dua sampel acak urin yang pengambilannya terpisah setidaknya 6 jam. Pada preeklampsia berat, nilai dipstick urin sebaiknya tidak digunakan. Adanya kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklampsia sekaligus menjadi penanda beratnya preeklampsia yang terjadi. Kelainan yang ditemukan mencakup jumlah urin yang semakin sedikit diikuti dengan klirens yang menurun sehingga kreatinin plasma meningkat, abnormalitas enim-enzim hati, dan trombositopenia. Tandatanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukkan preeklampsia yang parah.

Gejala-gejala klinis yang bertambah juga menunjukkan keparahan preeklampsia yang terjadi. Preeklampsia berat dibagi menjadi (1) preeklampsia berat tanpa impending preeclampsia dan (2) preeklampsia berat dengan impending preeclampsia. Disebut impending preeclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntahmuntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan edema hepatoselular yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan karena nyeri ini menandai infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul yang sangat berbahaya. Gejala lain yang ditemukan pada preeklampsia yang memberat adalah disfungsi jantung dengan edema paru, gejala sistem saraf pusat yang berat dan menetap (misalnya perubahan status mental, nyeri kepala, pandangan kabut, dan kebutaan), serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata. Tanpa adanya proteinuria, preeklampsia tetap harus dipertimbangkan jika hipertensi disertai dengan kelainan temuan laboratorium dan gejala-gejala memberat sebagaimana ditemukan pada preeklampsia berat.

Tabel 2.2. Diagnosa Preeklampsia Berat Preeklampsia dipertimbangkan berat bila salah satu atau lebih dari kriteria ini ditemukan pada pasien : Tekanan darah sistolik 160 mmhg atau diastolik 110 mmhg pada dua kali pengukuran yang terpisah 6 jam sementara pasien dalam keadaan istirahat. Proteinuria 5 gr dalam urin 24 jam atau 3 gr dalam dua sampel urin yang dikumpulkan terpisah setidaknya 4 jam. Oliguri <500 ml/24 jam. Gangguan serebrum atau penglihatan. Edema pulmonum atau sianosis. Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas. Fungsi hepar terganggu Trombositopenia (trombosit 100.000 mm 3 ) Restriksi pertumbuhan janin Sumber : Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia (ACOG Practice Bulletin, 2002). 2.1.7 Manajemen Preeklampsia Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi yang sehat (Angsar, 2009). Manajemen preeklampsia bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Secara umum pada setiap kehamilan yang disertai penyulit suatu penyakit, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) sikap terhadap penyakitnya, yang berarti pemberian obat-obatan atau terapi medikamentosa dan (2) sikap terhadap kehamilannya, yang berarti tindakan terhadap kehamilan tersebut, apakah akan diteruskan sampai aterm (perawatan konservatif atau ekspektatif) atau akan diakhiri/diterminasi (perawatan kehamilan

aktif atau agresif). Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog Indonesia (POGI) baik untuk preeklampsia ringan maupun untuk preeklamsia berat adalah sebagai berikut : A. Manajemen Preeklampsia Ringan Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) atau rawat inap (hospitalisasi). a) Rawat jalan (ambulatoir) 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan. 2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus. 3. Vitamin prenatal. 4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam. 5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu. b) Rawat inap (hospitalisasi) Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah : 1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu. 2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu. 3. Hasil tes laboratorium yang abnormal. 4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan. c) Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan 1. Usia kehamilan < 37 minggu

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. 2. Usia kehamilan 37 minggu Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan. B. Manajemen Preeklampsia Berat Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. a) Pemberian terapi medikamentosa. 1. Segera masuk rumah sakit. 2. Tirah baring ke kiri secara intermiten. 3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%. 4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi atas loading dose (initial dose) atau dosis awal dan maintenance dose (dosis lanjutan). 5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi 180 /110 atau MAP 126. 6. Diuretikum. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka. 7. Diet. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih. b) Sikap terhadap kehamilannya 1. Perawatan konservatif/ekspektatif Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan

meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Indikasi : kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO 4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan monitoring baik terhadap ibu maupun janin. Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria. 2. Perawatan aktif/agresif Tujuan : terminasi kehamilan. Indikasi : a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa (setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten), tanda dan gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, dicurigai terjadi solusio plasenta, timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan. b. Indikasi janin : umur kehamilan 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG, NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal, timbulnya oligohidramnion. c. Laboratorik : adanya tanda-tanda Sindrom HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat. Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.

2.2. Keluaran Maternal Pada Preeklamsi Preeklamsi merupakan masalah obstetrik utama yang mengarah pada morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh utama, terutama di negara-negara sedang berkembang. Keluaran maternal dan perinatal pada preeklamsi bergantung pada satu atau lebih faktor berikut : usia gestasi saat onset preeklamsi dan saat persalinan, keparahan penyakit, kualitas manajemen penyakit, adanya kehamilan kembar, dan adanya faktor komorbid atau penyakit sebelumnya misalnya diabetes pregestasional, penyakit ginjal, dan trombofilia. Secara umum, keluaran maternal dan perinatal biasanya lebih baik pada wanita dengan preeklamsi ringan yang muncul saat usia gestasi di atas 36 minggu. Sebaliknya, morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal meningkat pada saat onset preeklamsi di bawah 33 minggu usia gestasi, pada wanita dengan penyakit medis sebelumnya, dan pada mereka yang berada di negara-negara sedang berkembang (Sibai & Dekker, 2005). Beberapa keluaran maternal, baik akut maupun jangka panjang, yang dapat muncul sebagai komplikasi pada preeklamsi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3. Keluaran Maternal Pada Preeklamsi Akut Jangka Panjang Sindrom HELLP Hipertensi kronik Edema pulmonum/aspirasi Diabetes mellitus Solusio plasenta Gagal ginjal kronik Gagal ginjal akut Penyakit arteri koroner Eklampsia Defisit neurologik Sindrom distres pernapasan Kematian Perdarahan/ruptur hepar Stroke Kematian Sumber : Maternal Mortality from Preeclampsia/Eclampsia (Semin Perinatol 36:56-59, 2012).

2.3. Keluaran Perinatal Masalah utama berkaitan dengan keluaran perinatal adalah angka mortalitas yang tinggi, IUGR (intrauterine growth restriction), dan meningkatnya morbiditas neonatus karena persalinan prematur. Menurut Sibai (2005) beberapa komplikasi preeklampsia pada perinatal yaitu prematuritas (15-67%), pertumbuhan janin terhambat (10-25%), cedera hipoksia-neurologik (<1%), kematian perinatal (1-2%), dan morbiditas kardiovaskular jangka panjang yang berhubungan dengan BBLR (fetal origin adult disease). Faktor utama yang berperan pada keluaran perinatal yang buruk adalah insufisiensi uteroplasental, solusio plasenta, dan masa gestasi yang pendek. Juga ditekankan bahwa tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh ibu, misalnya derajat hipertensinya, proteinuria yang meningkat, atau adanya sindrom HELLP, juga memberi pengaruh pada keluaran perinatal. Proteinuria yang berat, meskipun tidak menjadi penanda tunggal keluaran perinatal yang buruk, telah diketahui berkaitan dengan preeklampsia yang muncul lebih awal dan persalinan pada usia gestasi yang lebih dini, yang memperburuk komplikasi pada neonatus. Sindrom HELLP berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas maternal yang meningkat; angka kematian perinatal yang tinggi (200-400 dalam 1000 kelahiran); dan meningkatnya insidens dari solusio plasenta, distres fetus, dan IUGR. Mortalitas Mortalitas perinatal berkisar antara 59/1000 kelahiran di negara-negara berkembang hingga 300/1000 kelahiran di negara dengan pendapatan rendah. Pada preeklampsia berat dini yang muncul pada usia gestasi 24-34 minggu, angka kematian lebih dari 200/1000 kelahiran dan lebih tinggi lagi pada preeklampsia berat yang muncul pada usia gestasi kurang dari 24 minggu, yakni lebih dari 800/1000 kelahiran. Mortalitas perinatal meningkat pada bayi yang mengalami asfiksia ataupun IUGR. Angka lahir mati (stillbirth) pada preeklampsia diperkirakan antara 9-51/1000 kelahiran. Berdasarkan data Riskesdas 2007, hipertensi maternal menjadi

penyebab utama lahir mati di Indonesia, yakni 23,6% dari 75 kasus lahir mati pada tahun tersebut. IUGR (Intrauterine Growth Restriction) / PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) Komplikasi ini merupakan masalah yang paling banyak diperhatikan. Meskipun hubungan antara IUGR dan preeklampsia masih kontroversial, insidens bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK) cukup tinggi, berkisar antara 15-50%. Prematuritas Preeklampsia merupakan salah satu indikasi paling sering untuk persalinan prematur sehingga angka bayi prematur tinggi untuk kasus ini. Prematuritas pada dasarnya berpengaruh pada mortalitas dan morbiditas neonatus, dan bayi-bayi prematur yang lahir dari wanita dengan preeklampsia merupakan masalah utama karena bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa bayi-bayi ini terpajan dengan stres oksidatif yang tinggi, yang diketahui terlibat dalam patogenesis penyakit-penyakit serius pada neonatus.