BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan. pertumbuhan sektor ekonomi, dengan pendapatan sektor ekonomi yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. industri yang ramah lingkungan juga sering disebut sebagai industri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kewenangan yang lebih luas. Masing-masing kepala daerah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sangat penting dilakukan untuk menyelesaikan analisis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian (Sukirno 2004:27). Banyak orang memandang bahwa inflasi selalu

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memperbesar pendapatan asli daerah maka pemerintah perlu. pariwisata dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan pembangunan maka berbagai sektor harus secara seiring dan berimbang demi mencapai suatu pembangunan yang merata disetiap daerah yang pada akhinya akan mempercepat pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi merupakan usaha untuk mengubah suatu perekonomian yang kurang maju, sangat tradisional dan berpendapatan rendah menjadi suatu perekonomian yang modern yang mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi. Sukirno (2012) pembangunan ekonomi hanya akan tercapai apabila pendapatan perkapita masyarakat terus menerus bertambah secara cepat dalam jangka yang cukup panjang. Peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah terus diusahakan untuk lebih meningkatkan keselarasan dan kesinambungan dengan pembangunan nasional. Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanankan 1

2 dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Pemberian wewenang ini diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat daerah. Pelaksanaan dalam upaya mempercepat pembangunan suatu daerah maka pemerintah pusat memberlakukan hak otonomi pada pemerintah daerah untuk menggali potensi yang sebesar-besarnya dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran serta pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia didaerah masing-masing sebagai upaya memperbesar kemampuan daerah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan bersama mengambil inisiatif pembangunan daerah, oleh karena itu pemerintah beserta partisipasi masyarakatnya dengan menggunakan sumberdaya sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kualitas hidup, dan keterampilan, dengan bimbingan serta bantuan dari pemerintah. Diberlakukannya UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004, secara umum menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan menganut asas desentralisasi

3 dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan keampuan untuk menggali sumbersumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dari pendapatan keuangan daerah. Pengelolaan PAD yang baik adalah pengelolaan PAD yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan, seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa mengurangi alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan, dengan adannya pelaksanaan desentralisasi fiskal memberikan peluang pada pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsinya secara efektif, oleh sebab itu setiap pemerintah daerah berupaya untuk dapat meningkatkan perekonomian daerahnya sendiri termasuk meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri, ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak milik daerah, dalam otonomi daerah sumbersumber keuangan daerah atau pendapatan asli daerah merupakan salah satu tolak ukur yang nyata dinamis, serasi dan bertanggungjawab. Pada umumnya suatu daerah dikatakan siap untuk melakukan otonomi daerah apabila pendapatan asli daerahnya dapat memberikan sumbangan terhadap anggaran

4 pendapatan belanja daerah. Sumber utama pembangunan daerah harus dapat dibiayai dari pendapatan asli sehingga daerah tidak bergantung dari subsidi pemerintah pusat, oleh sebab itu dengan diberlakukannya desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal serta akan memacu kreativitas pemerintah daerah, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi didaerah akan teratasi. Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013-2015 (ribu rupiah) No Kabupaten/Kota Tahun 2013 2014 2015 1 Kulon Progo 95.991.513 158.623.927 187.802.917 2 Bantul 224.197.863 357.411.064 312.419.914 3 Gunung kidul 83.427.448 159.304.338 145.856.403 4 Sleman 449.270.306 573.337.600 577.588.009 5 Yogyakarta 383.052.140 470.634.762 449.849.108 Jumlah 1.235.939.270 1.719.311.691 1.673.516.351 Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (data diolah 2016). Tabel 1.1 menunjukan bahwa pendapatan disetiap Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kontribusi yang berbeda-beda. Dari lima Kabupaten tersebut yang memiliki kontibusi terbesar tahun 2015 yakni Kabupaten Sleman sebesar Rp577.588.009 ribu, kemudian diikuti oleh Kota Yogyakarta sebesar Rp449.849.108 ribu. Bila dilihat dari keseluruhan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten/ Kota tersebut, maka PAD di Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun terus meningkat hingga di tahun 2015 jumlah penerimaan PAD di seluruh Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai Rp16.673.516.351 ribu.

5 Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu Negara, terutama pemerintah daerah tempat obyek wisata itu berada, menurut UU Kepariwisataan No. 9 Tahun 1990. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud tidak untuk mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tapi hanya semata untuk menikmati perjalanan tersebut untuk mencapai kepuasan. Jumlah kunjungan wisatawan merupakan salah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan penerimaan daerah, baik dari kunjungan domestik maupun mancanegara. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi wisata yang berlimpah dan bervariasi. Terdapat berbagai jenis obyek wisata di Kota ini, seperti wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah dan wisata pendidikan, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta yang relatif aman dan nyaman dengan keramah-tamahan masyarakatnya menjadikan yogyakarta menjadi tujuan wiasatawan serta memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

6 Tahun TABEL 1.2 Laju Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan ke DIY Tahun 2010-2015 Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara Jumlah 2010 415.204 7.855.784 8.270.988 2011 461.162 8.839.624 9.300.786 2012 499.515 10.880.125 11.379.640 2013 647.984 12.194.311 12.842.295 2014 572.617 16.201.618 16.774.235 2015 740.409 18.281.909 19.022.318 Sumber : Dinas Pariwisata DIY, (data diolah 2016) Tabel 1.2 menunjukan bahwa jumlah kunjungan wisatawan disetiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2010 sebesar 415.204 orang sampai tahun 2013 selalu mengalami peningkatan sebesar 647.984 orang, akan tetapi penurunan terjadi pada tahun 2014 sebesar 572.617 orang kemudian pada tahun 2015 mengalami peninkatan sebesar 740.409 orang, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan nusantara pada setiap tahunya mengalami peningkatan, pada tahun 2010 sebesar 7.855.784 orang meningkat menjadi 18.281.909 orang pada tahun 2015. Selain jumlah kunjungan wisatawan, indikator lain yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah adalah Jumlah Penduduk. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penentu adanya disparitas pendapatan antar daerah. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan, dan bukan satu masalah, melainkan sebagai unsur penting yang dapat merangsang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Faktor inilah yang akan menjadi

7 salah satu unsur penting pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah demi kemakmuran masyarakat. Pada sisi lain penduduk juga dapat dipotensikan juga sebagai subyek pembangunan yang tidak hanya menikmati tetapi juga berperan aktiv, oleh karena itu penduduk dipandang sebagai sentral dalam pembangunan suatu wilayah, hal ini akan meningkatkan tingkat produksi yang dihasilkan suatu daerah dengan adanya konsumen yang akan membeli dan mengkonsumsi barang yang dihasilkan. Konsumsi dari penduduk inilah yang akan menimbulkan permintaan agregat. Jadi perkembangan ekonomi suatu wilayah akan ditentukan oleh adanya permintaan yang datang dari penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dengan adanya penigkatan jumlah tenaga kerja memungkinkan suatu wilayah akan menambah produksinya. Tabel 1.3 Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010-2015 (juta jiwa) Jumlah L+P No Tahun Laki-laki Perempuan (juta jiwa) 1 2010 1 710,9 1 756,5 3 467,4 2 2011 1 732.6 1 777,3 3 509,9 3 2012 1 754.2 1 798,1 3 552,4 4 2013 1 775,8 1 818,9 3 594,8 5 2014 1 839,7 1 839,7 3 637,1 6 2015 1 824,7 1 866,4 3 691,1 Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (data diolah 2016). Berdasarkan tabel 1.3 jumlah penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010 sampai dengan 2015 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 3.467,4 juta jiwa, selanjutnya pada tahun 2011 mengalami

8 kenaikan sebesar 3.509,9 jiwa, pada tahun 2012 jumlahnya sebesar 3.552,4 juta jiwa, dan pada tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 3.594,8 juta jiwa, pada tahun 2014 mengalami kenaikan jumlah penduduk sebesar 3.637,1 juta jiwa, kemudian ditahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 3.691,1 juta jiwa, selain jumlah penduduk, keberhasilan pembangunan perekonomian suatu wilayah dapat diamati melalui beberapa indikator makro. Indikator lain dalam mengukur tingkat keberhasilan suatu daerah yaitu melalui pertumbuhan ekonomi secara agregat yang dihitung melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah atau wilayah tersebut dalam periode tertentu. PDRB dapat dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga tahun berjalan. Nilai PDRB harga berlaku nominal menunjukan kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah dan pergeseran struktur perekonomi daerah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dapat mencerminkan perkembangan rill perekonomian secara keseluruhan dari tahun ke tahun yang digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi. Data PDRB juga dapat menggambarkan kemampuan daerah mengelola sumberdaya pembangunan yang dimilikinya, oleh karena itu besaran PDRB setiap daerah bervariasi sesuai dengan potensi yang dimiliki dan faktor produksi masing-masing daerah.

9 Tabel 1.4 Laju Pertumbuhan PDRB di Daerah Istimewa Yogyakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2013-2015 (Persen) No Kabupaten/Kota Tahun 2013 2014 2015 1 Kulonprogo 15,56 15,60 15,65 2 Bantul 16,46 16,51 16,56 3 Gunungkidul 16,13 16,18 16,22 4 Sleman 17,04 17,10 17,15 5 Yogyakrta 16,82 16,87 16,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (data diolah 2016). Tabel 1.4 menunjukan PDRB di lima kabupaten Daerah istimewa Yogyakarta meningkat disetiap tahunnya meskipun tidak terlalu besar, dari lima kabupaten laju pertumbuhan terbesar berada di Kabupaten Sleman dengan laju pertumbuhan tahun 2013 sebesar 17,04 persen kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar 17,10 persen peningkatan terakhir pada tahun 2015 sebesar 17,15 persen, kemudian disusul oleh Kota Yogyakarta dengan laju pertumbuhan di tahun 2015 sebesar 16,92 persen. Bila dilihat dari keseluruhan PDRB di Kabupaten/ Kota tersebut, maka PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahun terus meningkat hingga tahun 2015. Alasan peneliti memilih seluruh Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai objek penelitian dikarenakan kabupaten atau kota di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki berbagai macam budaya baik dari kawasan wisata, maupun sumber daya alam yang dapat mendukung sektor industri dan perdagangan sebagai salah satu prioritas pembangunan penggerak ekonomi masyarakat, sehingga berpotensi menghasilkan

10 penerimaan daerah yang cukup besar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain itu setiap tahunnya Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidaklah sama di masing-masing daerah kabupaten atau kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto berhubungan positif dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mendorong dilakukannya penelitian serta mengkaji lebih dalam tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), melalui penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2015). B. Batasan Masalah Penelitian Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Maka penelitian ini akan dibatasi oleh beberapa faktor terpenting saja yang dianggap berpengaruh besar terhadap Pendapatan Asli Daerah, yaitu Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto. Data yang di gunakan adalah data tahunan yaitu pada periode tahun 2009-2015 Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

11 C. Rumusan Masalah penelitian Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Jumlah Kunjungan Wisatawan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Apakah Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah IstimewaYogyakarta? 3. Apakah Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta? 4. Apakah variabel Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto secara bersama-sama berpengaruh dan secara ststistik signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui: 1. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor Jumlah Kunjungan Wisatawan terhadap Pendapatan Asli Darerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

12 2. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Darerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Menganalisis bagaimana pengaruh faktor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap Pendapatan Asli Darerah (PAD) Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis dan pembaca, Hasil penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis dan pembaca untuk dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dibidang ekonomi khususnya mengenai Pendapatan Asli Daerah. 2. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah intelektualitas dan aktualitas diri serta sebagai referensi atau acuan bagi studi tentang Jumlah Kunjungan Wisatawan, Jumlah Penduduk, dan Produk Domestik Regional Bruto atau objek penelitian sejenis. 3. Bagi masyarakat, Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan berupa informasi yang berarti bagi masyarakat luas mengenai kondisi perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Bagi pemerintah terkait, Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan acuan pengambilan kebijakan dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah

13 dalam upaya mendorong perekonomian daerah sehingga dapat tercapai kesejahteraan yang adil dan makmur.