BAB V PENDEKATAN & KONSEP 5.1 Pendekatan Konsep Pendekatan konsep didasarkan kepada karakteristik baik gua maupun kondisi lingkungan kawasan karst. 5.1.1 Pendekatan Karakteristik Tapak Karakteristik kawasan karst merupakan hal yang mendasari pendekatan konsep. Karaktik karst permukaan tanahnya rentan karena merupakan sifat alami batuan kapur. Rentan karena kondisi kepadatan tanah tidak sama halnya dengan tanah pada kawasan lainnya. Tanah karst terdiri atas campuran batuan kapur dan tanah biasa. Jika dipotong secara vertikal maka pada bagian paling atas merupakan lapisan tanah biasa yang menutupi lapisan batuan kapur. Ketebalan lapisan tanah tersebut bervariasi pada setiap tempat di tanah karst. Pada lapisan batuan kapur, terkadang ditemukan rongga-rongga bawah tanah yang mengurangi tingkat kepadatan tanah karst. Hal ini yang membuat tanah di kawasan karst rentan. Pendekatan desain yang cocok pada kawasan ini adalah dengan mendirikan bangunan yang seringan mungkin. Faktor-faktor bangunan ringan terdiri dari beberapa hal: jumlah lantai, sistem struktur, dan material. Jumlah Lantai Oleh karenanya bangunan bukan merupakan bangunan tingkat, hanya berupa bangunan satu lantai saja untuk meminimalisir beban bangunan pada tanah karst. Gambar 60. Analisa beban bangunan Sistem Struktur Sistem struktur yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa sistem salah satunya sistem struktur membran. Struktur membran merupakan alternatif bagi 71
bangunan agar menjadi ringan. Atap yang terbuat dari membran akan lebih ringan dari atap yang terbuat dari alumunium, beton, dan genting. Gambar 61. Perkembangan Struktur Ringan Sumber: Mollaert, Marijke, The Design of Membrane and Lighweight Structures (2002) Gambar 62. Contoh Bahan Membran dan Penggunaannya Sumber: http://www.sbp.de/ diakses pada 16 Junli 2014 72
Material Penggunaan material yang ringan pada bangunan akan berpengaruh pada beban bangunan keseluruhan. Contoh penggunaan material ringan pada bangunan adalah membran, kayu, alumunium, baja ringan. Material beton bertulang adalah yang paling memiliki beban berat sehingga penggunaan beton dihindari. Landscape karst yang didominasi oleh bentukan alam batuan kapur merupakan bentang alam geologi yang keberadaannya harus dilindungi. Maka dalam mendirikan bangunan di atasnya, haruslah memiliki sekecil mungkin tingkat kerusakan pada landscape permukaannya. Bangunan yang memiliki konsep panggung akan meminimalisir kontak antara bangunan dengan tanah di bawahnya. Sehingga tingkat kerusakan tanah yang terjadi akan lebih kecil daripada bangunan yang didirikan langsung menempel pada tanah. Gambar 63. Bentuk panggung meminimalisir kerusakanpermukaan tanah Lokasi tapak berada di area karst Gunung Sewu. Artinya lokasi tapak sudah memiliki ciri bentang alam yang khas, yakni bentang alam karst dengan beberapa ciri morfologi tertentu. Yang paling umum dijumpai di kawasan ini adalah bentukan bukit-bukit kerucut khas Pegunungan Sewu. Selain dilihat dari topografi, kawasan karst Gunung Sewu juga memiliki beberapa hasil bumi khusus, yakni batuan kapur. Batuan kapur merupakan ciri kawasan karst yang paling utama. Pada dasarnya hampir semua material dasar bangunan seperti semen, bata ringan, gypsum, tersusun dari bahan dasar batuan kapur. Batuan kapur juga bisa diolah menjadi bahan dekorasi dan diterapkan pada fasad bangunan. Gambar 64. Olahan batuan kapur di Kecamatan Ponjong Sumber: dokumentasi pribadi (2011) 73
Hasil bumi lainnya adalah kayu jati. Di kawasan karst banyak sekali ditanami pohonpohon jati karena memang sifat pohon jati yang bisa tahan pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang sedikit. Gambar 65. Pohon-pohon Jati di kawasan karst Sumber: dokumentasi KDKL Hikespi (2012) 5.1.2 Pendekatan Karakteristik Gua Setiap gua pada dasarnya memiliki bentuk yang berbeda dengan gua lainnya. Artinya tidak ada dua gua yang memiliki bentuk sama karena pembentukannya sendiri membutuhkan waktu yang lama denga faktor pembentukan yang kompleks. Bantuk gua terdapat dua macam, vertikal dan horizontal. Gua horizontal umumnya berupa lorong memanjang dengan kedalaman bervariasi bahkan terdapat cabang-cabang lorong yang menambah kerumitan bentuk gua. Beberapa gua telah dipetakan sehingga bentuk denahnya dapat terlihat seperti pada peta gua berikut: Gambar 66. Peta Gua Sumber: data Arisan Caving Yogyakarta, 2014 74
Dalam hal ini bentuk lorong gua dapat dimaknai sebagai bentuk linier karena pada umumnya lorong tersebut memanjang dan berkelok-kelok. Namun terkadang ditemukan juga bentuk gua yang memiliki banyak cabang dengan sebuah ruangan besar yang biasa disebut chamber. Dari chamber tersebut lalu terdapat dua atau lebih cabang menuju lorong lainnya. Bentuk yang kedua ini lebih mendekati konsep dasar bentuk radial. Jika diilustrasikan maka seperti gambar berikut: Gambar 67. Ilustrasi lorong dan chamber gua Lorong yang bercabang dan meliuk-liuk tersebut menimbulkan kesan dinamis dan tidak kaku. Sifat-sifat tersebut dapat diterapkan pada desain bangunan pusat studi baik itu untuk penerapan pada fasad, tata massa, juga tata ruang bangunan. Bangunan dapat mengambil filosofi dari morfologi khas gua tersebut baik itu meliuk, bercabang, meningkat, memiliki chamber. Bentuk-bentuk tersebut perlambangan dari fleksibilitas, ketidak kakuan dari garis-garis yang bisa diterapkan pada wujud fisik bangunan. Gambar 68. Filosofi morfologi gua Gua memiliki zonasi khusus sesuai dengan kondisi lingkungan terkait dengan keberadaan makhluk hidup yang masuk ke dalamnya. 75
Gambar 69.Filosofi zonasi gua Terkait dengan zonasi pada bangunan, pembagian zonasi gua tersebut dapat digunakan sebagai analogi dalam pembagian zonasi pada bangunan. Analogi tersebut sesuai dengan pembagian zonasi publik-privat pada bangunan. Pada zonasi terang, dianalogikan sebagai zona publik karena makhluk hidup dapat masuk zona tersebut tanpa ada halangan. Sedang zona peralihan merupakan zona semi publik karena hanya makhluk hidup yang memiliki tujuan tertentu untuk memasuki zona tersebut. Zona gelap abadi dapat dianalogikan sebagai zona privat karena makhluk hidup yang telah beradaptasi dengan zona tersebut saja yang dapat tinggal. 5.2 Konsep Gambar 70. Analogi zonasi gua dengan zonasi publik-privat Proses penelitian membutuhkan sebuah lingkungan yang kondusif dan terkadang membutuhkan privasi yang tinggi berkaitan dengan data-data yang diperoleh dari lapangan sifatnya rahasia. Para peneliti umumnya adalah usia dewasa. Kegiatan penelitian yang kontinuitasnya tinggi terkadang membuat para pelaku penelitian membutuhkan sesuatu untuk relaksasi. Bentuk-bentuk desain yang tidak kaku akan menampilkan sifat-sifat dinamis. Konsep bangunan juga menanggapi konteks lingkungan sekitar dengan berbagai solusi desain. Salah satunya dengan tidak merusak landscape sekitar yang telah terbentuk dengan ciri khas bentang alam karst. Setidaknya dampak terhadap bentang alam disekitarnya adalah sesedikit mungkin. Selain tidak merusak landscape, wujud bangunan merupakan hasil harmonisasi dengan bentang alam, baik itu secara wujud fisik maupun secara sistem. 5.2.1 Konsep Tapak Tapak secara makro 76
Bangunan Pusat Studi Speleologi dimaksudkan untuk mewadahi kegiatan penelitian bidang speleologi di kawasan karst Gunung Sewu. Sehingga lokasinya yang berada di sentral kawasan diharapkan dapat mencakup keseluruhan wilayah dan dapat dijangkau dengan mudah dari ujung barat ke timur. Gambar 71. Cakupan wilayah Pusat Studi Speleologi Tapak secara mikro Tapak secara mikro merupakan lokasi dimana pusat studi speleologi berada. Kondisi tapak yang memiliki bentang alam khas, lokasinya yang dekat dengan gua songgilap, akses jalan yang hanya satu, akan mempengaruhi konsep desain baik itu orientasi bangunan maupun bentuk bangunan. Lokasi tapak dengan ciri-ciri tersebut harus ditanggapi dalam sebuah wujud desain yang sesuai. Gambar 72. Konsep tapak mikro 77
Lantas untuk menanggapi faktor-faktor tersebut, dari hasil analisis bab sebelumnya bentuk yang paling efektif adalah bentuk radial dimana gabungan bentuk linier dan terpusat. Konsep radial memiliki banyak nilai tambah jika diterapkan pada kondisi tapak secara mikro ini. Bentuk-bentuk garis diameter bukit di sekitar site dapat digunakan sebagai acuan dalam mebuat grid pada bangunan. 5.2.2 Konsep Filosofi 5.2.1.1. Filosofi Zonasi Gua filosofi dalam Gambar 73. Konsep radial dalam tapak Berdasarkan pendekatan karakteristik gua, maka dapat diambil zonasi gua sebagai ruang-ruang bangunan pusat studi. Konsep zonasi ini pada dasarnya merupakan pengulangan konsep pada setiap merancang ruang-ruang yang ada. Baik itu di ruang-ruang penelitian maupun bukan. Bahwa zona terang merupakan area publik atau entrance dari setiap memasuki sebuah area ruangan. Gambar 74. Filosofi Zonasi Gua 78
5.2.1.2. Filosofi Morfologi Gua Morfologi gua yang memiliki lorong panjang bercabang dan meliuk-liuk dapat diterapkan dalam beberapa ruang ataupun koridor-koridor seperti pada ilustrasi berikut: 5.2.3 Konsep Zonasi Gambar 75. Alternatif Konsep Morfologi Gua Konsep zonasi pada site Pembagian zona pada site disesuaikan dengan sifat-sifat ruang dan kebutuhannya. Konsep zonasi pada site dibagi menjadi tiga macam, zona publik, zona semi publik, dan zona privat. Untuk mencapai zonasi privat, harus melalui zona publik dan semi publik terlebih dahulu. Zona privat, pada site dilokasikan pada bagian belakang,, artinya yang paling jauh dengan akses pencapaian utama terhadap site. Gambar 76. Konsep zonasi pada site Konsep Zonasi pada Bangunan 79
Zonasi pada bangunan mengacu kepada pembagian zonasi terhadap site. Konsep zonasi jika diterapkan pada bangunan dengan bentuk radial seperti pada pembahasan sebelumnya akan tampak seperti ilustrasi berikut: 5.2.4 Konsep Sirkulasi Gambar 77. Konsep zonasi pada bangunan Konsep sirkulasi pada pusat studi salah satunya mengacu kepada zonasi. Selain itu keadaan kontur kawasan juga mempengaruhi bentuk-bentuk sirkulasi. Alur pendatang pertama diarahkan pada zona publik lalu semi publik dan privat. Gambar 78. Sirkulasi Publik Privat 80
Sirkulasi yangmenghubungkan area publik dengan area publik harus jelas, sedang sirkulasi dari area publik ke area privat disamarkan agar terdapat batasan jelas antara publik dan privat. 5.2.4.1 Sirkulasi Ruang luar Gambar 79. Ilustrasi Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi ruang luar merupakan sirkulasi langsung. Artinya jalan yang ada langsung menuju ke bangunan tanpa tersamarkan ataupun memutar. Alur sirkulasi ini dipilih karena akses utama menuju bangunan pusat studi hanya ada satu. Akses satu-satunya tersebut pada mulanya merupakan akses menuju gua songgilap bagi para penelusur gua. Oleh karenanya selain jalan menuju bangunan harus dibuat pula jalan langsung menuju ke gua jika pengunjung bukanlah pengunjung pusat studi yang mana tanpa melalui area pusat studi. Sirkulasi antar massa bangunan satu dengan lainnya memanfaatkan kondisi tapak. Contohnya penghubung bangunan seperti natural bridge yang memanfaatkan kontur untuk menambah pengalaman ruang. Gambar 80. Jembatan Penghubung 81
5.2.4.2 Sirkulasi Ruang Dalam Sirkulasi ruang dalam secara horizontal ini mengacu kepada konsep filosofi gua, baik itu secara zonasi maupun morfologinya. Terutama diterapkan kepada ruang-ruang dalam bangunan. Bentuk bangunan hasil analisis merupakan bentuk radial yang mana gabungan antara bentuk linier dan terpusat. Pada massa linier, otomatis sirkulasi di dalamnya berupa koridor memanjang dengan ruang-ruang pada sisi kanan-kiri koridor. Jika dianalogikan dengan konsep morfologi gua, maka pengunjung akan memasuki sebuah mulut gua pada pintu masuk bangunan. Lalu yang dijumpai pertama kali adalah chamber gua. dari chamber tersebut akan ditemui cabang-cabang gua ke beberapa arah. Lau jika dianalogikan dengan konsep zonasi gua, maka pengunjung akan langsung menuju zona terang (publik) zona peralihan (semi publik) dan zona gelap abadi (privat). 5.2.5 Konsep Tata Massa Bangunan Gambar 81. Konsep sirkulasi dalam bangunan dan filosofinya Berdasarkan Penataan massa bangunan mengacu pada hasil analisis pada pembahasan sebalumnya. Dengan penerapan konsep-konsep filosofi dan morfologi gua. Tata massa bangunan juga menerapkan pendekatan pada tapak, yakni perbukitan kerucut khas Gunung Sewu. Konsep bentuk radial seperti yang telah dibahas sebelumnya memiliki beberapa kelebihan, yakni bidang-bidang pembatas antara ruang dalam dan ruang luar yang luas sehingga dapat memanfaatkan potensi view, cahaya, juga sirkulasi udara. Modul bentuk radial ini dapat dikembangkan dengan tetap mengacu pada pola-pola gabungan antara terpusat dan linier. 82
5.2.5.1. Garis Grid Tapak Gambar 82. Garis grid pada tapak Berdasarkan eksisting tapak, terdapat bukit-bukit di sekelilingnya yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan garis-garis grid. Garis grid tersebut lalu digunakan untuk penentuan bentuk konfigurasi massa bangunan. Terdapat beberapa alternatif penentuan konfigurasi massa seperti pada tabel berikut. 5.2.6.2 Alternatif Konfigurasi Massa Tabel 11. Alternatif Konfigurasi Massa Sumber: Analisis Penulis (2014) A B C D E F 83
Bentuk massa bangunan menerapkan pendekatan karakteristik tapak dimana topografi area sekitar menjadi konsep wujud bangunan. Bentukan bukit-bukit kerucut dapat diadaptasi pada bentuk massa bangunan. Hal ini dimaksudkan agar desain bangunan lebih harmoni dengan bentang alam topografi karst. Gambar 83. Adaptasi bentuk kerucut bukit karst 5.2.6 Konsep Fasad dan Material Material yang digunakan pada desain bangunan merupakan material yang sifatnya ringan seperti bahan membran. Material ringan lalu dipadukan dengan material lokal misalnya dominasi warna putih kapur sebagai pelengkap. Fasad bangunan akan menyatu dengan kondisi lingkungan sekitar dengan penggunaan material-material tersebut. Konsep menyatu serta harmonisasi dengan lingkungan karst dapat diterapkan pada atap bangunan. Agar tidak merusak landscape bukit-bukit kerucut di sekitarnya, pemberian vegetasi pada atap akan semakin menambah keserasian antara bangunan dengan alam sekitar. Meskipun tidak diterapkan pada keseluruhan bangunan. Atap vegetasi dikomposisikan dengan atap konvensional warna putih. Gambar 84. Contoh atap membran dan atap dengan vegetasi Sumber: http://ltwsas.com.au/gallery/ (kiri) dan http://www.gbb.org/ (kanan) diakses pada 8 Juni 2014 84
5.2.7 Konsep Sistem Struktur Gambar 85. Contoh Penrpaduan Atap Membran dan Atap vegetasi Sistem struktur pada bangunan pusat studi ini mengacu kepada teori mendirikan bangunan pada kawasan karst. Kawasan karst yang memiliki sifat-sifat alami batuan kapur sehingga kepadatan tanahnya pun tidak sebaik tanah biasanya. Pada tanah karst terdapat rongga-rongga pada bagian bawah tanahnya. Sehingga jika dalam penggalian untuk pembuatan pondasi ditemukan rongga-rongga tersebut akan menjadi masalah bagi pembangunan. Salah satu solusi dalam mendirikan bangunan di kawasan karst adalah dengan membuat pondasi di atas bagian tanah yang padat. Namun jika ditemukan rongga-rongga, solusinya adalah dengan megisi rongga tersebut dengan material kedap air. Sehingga kepadatan tanah meningkat dan bangunan dapat dibangun di atasnya. Solusi lain adalah dengan tidak membangun bangunan lebih dari 3 lantai. Karena semakin tinggi bangunan, semakin dalam pula pondasi yang harus dibuat. Oleh karena itu desain pusat studi speleologi hanya mencapai hanya dua lantai tanpa basement. Gambar 86. Solusi pondasi yang dibangun di kawasan karst Sumber: (Sowers, 1984) 85
Lalu untuk struktur bangunan berdasarkan pendekatan karakteristik tapak, dipilih bentuk struktur panggung agar meminimalisir kemungkinan kerusakan pada lahan karstnya. Beberapa contoh dari bangunan dengan struktur panggung adalah seperti pada gambar berikut: Gambar 87. Contoh struktur panggung Sumber: http://www.swide.com/photo-gallery/top-buildings-on-stilts-from-around-the-world-by-top-designersand-architects/2013/05/04/3-6 diakses pada 10 Juli 2014 5.2.8 Konsep Utilitas Gambar 88. Rumah panggung di Austria 5.2.8.1. Sistem Penghawaan Penghawaan memaksimalkan sirkulasi udara alami. Lokasi site terletak cukup jauh dari lalu lintas kendaraan umum sehingga tidak memungkinkan adanya udara berpolusi memasuki lokasi. Tata hijau area tapak juga memaksimalkan penghawaan alami. Kawasan karst cenderung kering sehingga tingkat kelembaban udara tidak tinggi. 86
Namun pada ruang-ruang tertentu dalam bangunan membutuhkan kondisi temperatur yang konstan sehingga sebagian kecil ruangan menggunakan penghawaan yang dapat diatur seperti laboratorium komputasi, laboratorium arkeologi & paleontologi. Dan sebagian ruangan lain justru membutuhkan ventilasi udara atau exhaust agar udara hasil penelitian dapat dikeluarkan dengan segera. Contohnya laboratorium hodrologi. 5.2.8.2. Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan alami diperlukan untuk ruang-ruang yang terbuka ataupun terinteraksi dengan ruang luar. Koridor-koridor tunggal juga memanfaatkan cahaya alami. Laboratorium yang sifatnya basah membutuhkan cahaya alami agar tidak menjadi terlalu lembab. 5.2.8.3. Jaringan Air Bersih Pada area tapak, tidak memungkinkan untuk penggalian air sumur karena kondisi tanahnya yang mengandung batuan kapur. Namun di dekat area tapak terdapat reservoir tempat sumber air yang merupakan distribusi dari sumber air bawah tanah Gua Bribin. Bangunan dapat menggunakan reservoir tersebut sebagai sumber air. 5.2.8.4. Jaringan Air Kotor Gambar 89. Distribusi Air Bersih 5.2.8.5. Jaringan Listrik Jaringan listrik memanfaatkan energi listrik negara PLN. Selain itu terdapat energi listrik cadangan dari genset yang digunakan dalam keadaan tertentu. Gambar 90. Jaringan Listrik 87