BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berusaha membangun dalam segala bidang aspek seperti politik, sosial,

Katalog BPS :

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2017

Kemiskinan di Indonesa

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah utama yang sedang dihadapi dan masih

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya strategi dalam memasarkan produk. Didalam suatu perekonomian yang sifatnya kompetitif, perusahaan yang

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BERITA RESMI STATISTIK

BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI LAMPUNG

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kemerdekaannya Bangsa Indonesia telah bercita-cita untuk

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2011

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR MARET 2012

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraannya, sehingga menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun non formal dan membawa konsekuensi terhadap pendidikan informal yang rendah (Supriatna, 2000:196). Defenisi kemiskinan terbagi atas tiga yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46). Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang penanganannya membutuhkan keterkaitan berbagai pihak. Kemiskinan di Indonesia diiringi oleh masalah kesenjangan baik antar golongan penduduk maupun pembangunan antar wilayah, yang diantaranya ditunjukan oleh buruknya kondisi pendidikan dan kesehatan serta rendahnya pendapatan dan daya beli, sebagaimana tercermin dari rendahnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki pendapatan berada dibawah garis

kemiskinan yang dijadikan sebagai ukuran resmi kondisi kemiskinan di Indonesia (Sumodiningrat, 2009:5). Bank Dunia (Situmorang) menggambarkan pengertian sangat miskin ini sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari USD 1 per hari dan miskin dengan pendapatan kurang dari USD 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, ternyata 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan sangat miskin dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001. Garis kemiskinan (Sudantoko, 2009:52) di Indonesia didekati dengan pengeluaran minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per hari ditambah pengeluaran minimum bukan makanan berupa perumahan dan fasilitasnya, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi dan barang-barang lainnya. Tahun 2010 BPS mengeluarkan standar baru indikator kemiskinan nasional sebesar Rp 211.000,- per bulan per orang yang diukur berdasarkan tingkat kebutuhan makanan dan non makanan. Standarisasi BPS dipandang sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dimana indikatornya yang pertama adalah bahan kebutuhan pokok yakni angka kecukupan gizi sebesar 2.100 kilo kalori per hari atau jika diekuivalen dengan rupiah berlaku maka sekira Rp 5.000 per hari per kepala atau Rp 155.615 per bulan per kepala. Indikator yang kedua adalah kebutuhan non makanan yakni sektor kesehatan, pendidikan dan transportasi. Ketiga sektor ini banyak diintervensi pemerintah melalui program-program seperti Jamkesmas dan Bantuan Operasional Sekolah (Okezone, 2010). Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang

0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen. Selama Maret 2009 - Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp 200.262 per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp 211.726 per kapita per bulan pada Maret 2010 (BPS, 2010). Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.490.900 orang atau sebesar 11,31 persen terhadap jumlah penduduk seluruhnya. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.499.700. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 8.800 orang atau persentasenya berkurang sebesar 0,20 poin. Penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara mengindikasikan bahwa dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara yang berada di daerah perdesaan pada Maret 2010 sebanyak 801.900 orang dan di daerah perkotaan sebanyak 689.000 orang. Jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal pada masing-masing daerah tersebut, maka persentase penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 11,29 persen, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 11,34 persen. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada bulan Maret 2010 garis kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 222.898 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan garis kemiskinannya sebesar Rp. 247.547 per kapita per

bulan dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp. 201.810 per kapita per bulan (BPS Sumut, 2010). Melihat masih tingginya angka kemiskinan, penanggulangan kemiskinan adalah sebuah kebijakan strategis yang mau tidak mau diambil oleh pemerintah selaku agen pembangunan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya perbaikan sosial pada segenap lapisan masyarakat. Namun demikian, upaya penanggulangan kemiskinan penduduk itu bersegi banyak. Analisis masalahnya tidak hanya layak ditujukan pada perspektif masyarakat yang menerima program perbaikan sosial ekonomi. Tidak kurang pentingnya adalah perlunya memberi perhatian khusus pada dinamika aparat pelaksana program itu sendiri (Sarman, 2000:1). Salah satu program yan diluncurkan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan adalah program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin). Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyedia beras bersubsidi. Setiap rumah tangga menerima 15 Kg beras setiap bulan dengan harga Rp. 1.000 per kilogram di titik distribusi. Selain itu tujuan Raskin juga memberikan bantuan pangan/ beras kepada keluarga miskin dalam rangka mengatasi masalah kekurangan gizi makro masyarakat guna memenuhi kebutuhan pangan pokoknya penjualan beras pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan (Pemprov Sumut, 2003). Program Raskin telah dimulai sejak tahun 1998. Program ini dilaksanakan secara lintas sektoral dan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat. Perum Bulog bertugas melakukan penyediaan dan penyaluran Raskin sampai di titik distribusi. Sasaran Raskin adalah keluarga sangat miskin, miskin dan hampir miskin berdasarkan data dari BPS. Pemerintah Daerah melaksanakan pengelolaan dan pengawasan penyaluran,

pengangkutan raskin dari titik distribusi sampai ke titik bagi dan penyaluran sampai penerima manfaat melalui koordinasi oleh Tim Koordinasi Raskin Provinsi, Tim Koordinasi Raskin kabupaten/ kota, kecamatan, aparat desa atau kelurahan serta bekerja sama dengan lembaga musyawarah desa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. Tahun 2008 pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati kenaikan harga beras untuk rakyat miskin (Raskin) menjadi Rp 1.600 per kilogram dari yang berlaku saat ini Rp 1.000. Kenaikan harga Raskin itu disebabkan adanya perluasan jangkauan sasaran Rumah Tangga Miskin (RTM) penerima Raskin dari 15,8 juta menjadi 19,1 juta pada tahun depan. Kebijakan kenaikan harga ini merupakan penyegaran dari tujuan awal kebijakan dasar yakni harga Raskin ditetapkan 50% dari harga beras yang berlaku di pasaran umum. Program Raskin tidak hanya membantu ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga tetapi juga pada tingkat nasional dengan pembelian gabah dan beras yang dihasilkan oleh para petani. Melalui pengadaan beras untuk raskin ini kita harapkan dapat memacu produksi beras dalam negeri, sehingga swasembada beras tetap dapat dipertahankan. Program Raskin serta program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang dilaksanakan merupakan bagian dari upaya pencapaian Millennium Development Goals (MDG s). Oleh karenanya keberhasilan program penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab kita bersama, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Menko Kesra, 2010). Salah satu pemerintah daerah di Indonesia, lebih tepatnya salah satu pemerintah daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan. Menurut data demografis Kabupaten Asahan berdasarkan dari sumber BPS Kabupaten Asahan (2010) pada tahun 2009 setelah terpisah dengan Kabupaten Batu Bara, jumlah penduduknya diperkirakan 700.606 jiwa yang tersebar pada 25 kecamatan dengan 177

desa dan 27 kelurahan dengan luas wilayah daratan 3.719,45 Km² (371.945 Ha) dengan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Asahan 188,36 jiwa per Km 2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan sebesar 70,58 persen dan sisanya 29,42 persen tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak 168.019 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,2 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2009 sebesar 1,71 persen. Dilihat dari kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 35,17 persen, persentase penduduk usia 15-64 tahun sebesar 60,74 persen dan persentase penduduk usia 64 tahun ke atas sebesar 4,09 persen yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 64,64 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 65 orang penduduk usia non produktif. Total penduduk keluarga miskin di Kabupaten Asahan diperkirakan sebanyak 36.737 keluarga di tahun 2008 (Berita Sore, 2009) atau diperkirakan 14,92 persen di tahun 2008 dari total jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Asahan (Kabar Indonesia, 2008). Pengeluaran rata-rata per kapita/ bulan penduduk Asahan tahun 2009, pada golongan pengeluaran kurang dari Rp. 200.000 sebanyak 5,11 persen, golongan pengeluaran Rp. 200.000 sampai Rp. 299.999 sebanyak 26,66 persen. Kemudian pada golongan pengeluaran Rp. 300.000 sampai Rp. 399.999 sebanyak 25,39 persen, golongan pengeluaran Rp. 400.000 sampai Rp. 499.999 sebanyak 15,99 persen dan sebesar 26,85 persen golongan pengeluaran rumah tangga diatas Rp. 500.000. Pola konsumsi rumah tangga berupa pengeluaran untuk makanan sebesar Rp. 274.630 dan pengeluaran untuk bukan makanan sebesar Rp. 187.974 per kapita/ bulan (BPS, Kab. Asahan,2009). Kecamatan Kisaran Timur menurut sumber resmi Pemerintah Kabupaten Asahan (Pemkab Asahan, 2010) merupakan salah satu kecamatan dari 25 kecamatan di Kabupaten Asahan dengan jumlah penduduk sekitar 69.334 jiwa atau dengan jumlah rumah tangga

sekitar 14.087 Rumah Tangga yang tersebar di 12 Kelurahan dengan luas wilayah 38,92 Km 2. Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh pihak kecamatan dan BPS Kabupaten Asahan menunjukkan bahwa penduduk yang dikategorikan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kisaran Timur diperkirakan sebanyak 2.740 RTM (Kabar Indonesia, 2008). Kelurahan Mutiara menurut sumber resmi Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan (BPS. Kab. Asahan, 2010) merupakan salah satu kelurahan dari 12 kelurahan di Kecamatan Kisaran Timur dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 sekitar 6.717 jiwa atau dengan jumlah rumah tangga sekitar 1.434 Rumah Tangga yang tersebar di 7 Lingkungan dengan luas wilayah 200 Ha (2 Km 2 ). Program Raskin (Kantor Kelurahan Mutiara, 2009) juga dilaksanakan di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur sebanyak 269 Kepala Keluarga yang tersebar di 7 Lingkungan, dengan adanya program tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan.

1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui respon masyarakat terhadap program beras miskin untuk keluarga miskin di kelurahan mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. 2. Dapat menjadi masukan bagi instansi atau lembaga terkait dan sumber informasi pemerintah guna peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi beban pengeluaraan keluarga miskin khususnya Pemerintah Kabupaten Asahan. 3. Dapat memberikan sumbangan positif terhadap khasanah keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. 4. Menambah wawasan ilmiah bagi peneliti, terutama yang berhubungan program pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras. 1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika dalam penelitian ini sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, tekhnik pengumpulan data dan tekhnik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti. BAB V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.