BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

Juli Desember Abstract

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau tubercel bacillus dan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

ISSN Vol 5, November 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI RIAU TAHUN 2016

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomi (Depkes, 2007). Para penderita kusta akan cenderung

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan tidak hanya diartikan sebagai ketiadaan suatu penyakit atau kecacatan, namun memperhatikan segala aspek mencakup keseimbangan fisik, mental, sosial dan spiritual, sehingga seseorang menjadi produktif dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Kesehatan Masyarakat sebagai ilmu dan seni hadir dan semakin berkembang dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang dapat menjelaskan bagaimana suatu penyakit dapat terjadi, sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat dalam menangani berbagai masalah kesehatan. Indonesia saat ini masih menghadapi permasalahan pengendalian penyakit menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease) dan penyakit menular baru (new emerging infection diseases), serta adanya kecenderungan meningkatnya penyakit tidak menular (degeneratif) yang disebabkan karena gaya hidup. Hal tersebut menunjukkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit, sehingga Indonesia menghadapi beberapa beban (multiple burden) pada waktu yang bersamaan. Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah penyakit filariasis atau kaki gajah. 1

2 Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan serta dapat menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Kasus filariasis menyerang sekitar sepertiga penduduk dunia atau 1,3 milyar penduduk di 83 negara berisiko terinfeksi filariasis, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis seperti Asia, Afrika, dan Pasifik Barat. Dari 1,3 milyar penduduk tersebut, 851 juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara dan Indonesia menjadi negara dengan kasus filariasis yang paling tinggi (Juriastuti dkk, 2010). Pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 31 provinsi dan 337 kabupaten/kota di Indonesia endemis filariasis dengan adanya 11.914 kasus kronis dan rata-rata prevalensi mikrofilaria sebesar 19%. Jika hal ini tidak ditangani maka diperkirakan yang terinfeksi filariasis sebanyak 44.650.000 orang akan menjadi kasus kronis. Dengan mempertimbangkan jumlah penduduk yang berisiko di daerah endemis filariasis saja (± 130.000.000 orang) maka jumlah kasus asimptomatis adalah 23.750.000 orang (Kemenkes RI, 2010). Filariasis dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup serta stigma sosial berupa pengucilan, kegiatan sosial terganggu, tidak bisa menikmati waktu rekreasi dan rasa tidak nyaman bagi penderita dan keluarganya bila telah menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, payudara, dan skrotum. Keadaan ini juga membawa dampak beban ekonomi yaitu untuk biaya berobat, hari produktif yang

3 hilang karena sakit dan hari produktif anggota rumah tangga lain yang hilang karena harus merawat orang yang sakit (Kemenkes RI, 2010). Dalam penelitian Ascobat Gani dkk tahun 2000 ditemukan bahwa kerugian ekonomi akibat filariasis baik karena kehilangan jam kerja maupun biaya-biaya yang ditanggung selama pengobatan, besarnya adalah Rp. 735.380,- per kasus per tahun atau setara dengan 17,8 % dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3 % dari biaya makan. Untuk seluruh Indonesia diperkirakan kerugian sebesar Rp. 4,6 triliun per tahun (Tuti dkk, 2009). Saat ini penyakit filariasis telah menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi, diperkuat dengan keputusan WHO tahun 2000 mendeklarasikan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the Year 2020. Indonesia sepakat untuk melakukan Program Eliminasi Filariasis yang dilaksanakan secara bertahap dimulai tahun 2002. Adapun pedoman dalam pengendalian filariasis terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1582/MENKES/SK/XI/2005 (Kemenkes RI, 2010). Satuan pelaksanaan (Unit Implementation) dari program eliminasi filariasis adalah kabupaten/kota endemis filariasis dengan Microfilaria rate (Mf rate) > 1%. Strategi yang digunakan yaitu dengan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis dan penatalaksanaan kasus klinis filariasis. Regimen yang dianjurkan WHO untuk POMP filariasis adalah kombinasi DEC / Diethylcarbamazine Citrate dan Albendazole (Kemenkes RI, 2010).

4 Manifestasi klinis filariasis membutuhkan waktu yang lama sehingga pengobatan massal filariasis dilakukan sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut agar penyebab filariasis dapat diberantas dan tidak terjadi reinfeksi filariasis. Adapun tujuan program eliminasi filariasis adalah menurunkan Mf rate menjadi < 1% di setiap kabupaten/kota dan mencegah serta membatasi kecacatan karena filariasis (Kemenkes RI, 2010). Tantangan dari program ini adalah dukungan dari kepala daerah karena sebagian besar daerah belum menjadikan filariasis sebagai prioritas. Sampai tahun 2013 tercatat hanya 145 kabupaten/kota yang sudah melaksanakan program eliminasi filariasis dari 337 kabupaten/kota yang endemis filariasis. Bila hal ini terus terjadi maka eliminasi filariasis global tahun 2020 akan sulit tercapai (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL Depkes RI tahun 2009, tiga provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Provinsi Aceh sebanyak 2.359 orang, Nusa Tenggara Timur sebanyak 1.730 orang dan Papua sebanyak 1.158 orang, sedangkan tiga provinsi dengan kasus terendah adalah Bali yaitu 18 orang, Maluku Utara sebanyak 27 orang, dan Sulawesi Utara sebanyak 30 orang. Provinsi Riau menempati urutan kelima dengan jumlah kasus filariasis terbanyak yaitu 512 orang (Kemenkes RI, 2010). Penyakit filariasis sudah menyebar merata hampir ke seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau dengan jumlah kasus filariasis yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Menurut data Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2011, angka kesakitan filariasis kronis yang ada di Provinsi Riau terbesar di Kabupaten Kepulauan Meranti

5 (9 per 100.000 penduduk) disusul Kabupaten Kuansing, Kabupaten Siak dan Kabupaten Indragiri Hilir (8 per 100.000 penduduk), kemudian Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir (3 per 100.000 penduduk) serta Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Bengkalis (2 per 100.000 penduduk). Untuk Kota Dumai tidak ada kasus, sedangkan Kota Pekanbaru 2 kasus (0,2 per 100.000 penduduk). Adapun kabupaten/kota dengan jumlah kasus terendah tersebut belum tentu menggambarkan situasi yang sebenarnya karena adanya kesulitan dalam pendiagnosaan filariasis tahap awal serta adanya kasus yang belum dilaporkan sehingga perlu ditingkatkan penemuan kasus klinis filariasis di masyarakat. Dari 10 kabupaten dan 2 kota yang terdapat di Provinsi Riau, baru Kota Dumai dan Kabupaten Pelalawan yang sudah berhasil melaksanakan POMP filariasis selama 5 tahun berturut-turut dan berhasil menurunkan Mf rate menjadi < 1% sehingga akan segera disertifikasi. Untuk kabupaten lainnya, ketidaktersediaan dana yang dialokasikan untuk pengobatan kaki gajah menyebabkan kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, padahal pengobatan filariasis harus dilaksanakan selama 5 tahun berturut-turut. Beberapa kabupaten masih menggunakan dana APBD I dalam pelaksanaan POMP filariasis seperti Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Kabupaten lain yang sudah melaksanakan pengobatan massal filariasis melalui dana APBD II yaitu Bengkalis dan Siak (Profil Kesehatan Provinsi Riau 2009). Pada pemetaan endemisitas filariasis di Indonesia yang telah dilakukan sejak tahun 2002, Kabupaten Bengkalis memiliki angka Mf rate tertinggi dibandingkan

6 kota/kabupaten lain di Provinsi Riau yaitu sebesar 3,6% (Dinkes Provinsi Riau, 2008). Dengan tingkat endemisitas yang tinggi maka Kabupaten Bengkalis sangat berisiko terhadap bahaya penularan filariasis sehingga POMP filariasis sangat penting untuk dilaksanakan. Tabel 1.1 Mf rate Kabupaten/Kota di Provinsi Riau No. KAB/KOTA TAHUN SURVEI MF RATE (%) 1 Pekanbaru - - 2 Kampar 2005 2.3 3 Rokan Hulu - - 4 Pelalawan 2005 2,3 5 Kuansing 2003 3.3 6 Indragiri Hulu 2004 1.3 7 Indragiri Hilir 2005 1.5 8 Siak 2004 1.2 9 Dumai 2002 1.3 10 Bengkalis 2005 3.6 11 Rokan Hilir 2003 2.1 Sumber : Dinkes Provinsi Riau, 2008 Kabupaten Bengkalis telah melaksanakan pengobatan massal filariasis pada tahun 2007, namun dilaksanakan secara selektif hanya di beberapa kecamatan (Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2007). Hal tersebut tidak efektif karena POMP filariasis seharusnya dilaksanakan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bengkalis. Akibatnya pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis bersama BTKL-PPM Batam menemukan lagi 4 kasus filariasis kronis yang tersebar di Kabupaten Bengkalis yaitu di Desa Wonosari Kecamatan Bengkalis, Desa Bantan Tua Kecamatan Bantan, Kelurahan Tanjung Kapal Kecamatan Rupat dan Kecamatan Mandau (Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis, 2013).

7 Adanya penemuan kasus filariasis di tahun 2012 dan 2013 serta ditetapkannya Kabupaten Bengkalis sebagai daerah endemis filariasis pada tahun 2012 oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa filariasis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bengkalis mencanangkan program eliminasi filariasis tahun 2013 di Desa Sebauk Kecamatan Bengkalis (riauaksi.com, 2013). Pemerintah Kabupaten Bengkalis telah melaksanakan POMP filariasis dimulai pada tahun 2013 dan akan dilanjutkan selama lima tahun berturut-turut, bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan harapan tercapai Kabupaten Bengkalis zero filariasis pada tahun 2017. Namun, dalam pelaksanaannya tentu masih banyak hambatan yang ditemukan. Pelaksanaan program eliminasi filariasis membutuhkan koordinasi yang strategis serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak agar tujuan eliminasi filariasis dapat tercapai. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program eliminasi filariasis tahun 2013 di Kabupaten Bengkalis. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013.

8 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis dan pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013 2. Sebagai informasi tambahan yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya