KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

dokumen-dokumen yang mirip
Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

Assalamu alaikum Wr.Wb.

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PERMOHONAN KASASI PERKARA PIDANA YANG TERDAKWANYA BERADA DALAM STATUS TAHANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

1 dari 8 26/09/ :15

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

ADMINISTRASI PERKARA PENGADILAN NEGERI SIBOLGA

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB III PROSES PENGAJUAN DAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DAN KENDALANYA

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 22/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, masyarakat dan

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM

Transkripsi:

PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM 2011 A. PENDAHULUAN Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga negara yang independen, dibentuk berdasarakan Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Di dalam pasal 74 disebutkan bahwa: dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen. Adapun tugasnya adalah, sebagaimana pasal 76 menyebutkan bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas : a. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; b. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Mengenai Hak anak dan perlindungan anak, sebagaimana kita ketahui bersama dalam UU PA pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa: HAK ANAK adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerinth dan Negara. Dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) pasal 52 ayat 2 disebutkan juga bahwa: HAK ANAK adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Selain itu, mengenai perlindungan ABH dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD RI 45) pasal 28 B (2) berbunyi: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 D (1) UUD 45 berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum, yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Bahwa setiap orang berarti termasuk Anak berhak untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana yang tercantum dalam pasal tersebut. Dan perlindungan khusus bagi anak yang berkonflik dengan hukum, dalam UU PA pasal 64 (2) butir a) perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak ; b) penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c) penyediaan sarana dan prasarana khusus; d) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; e) pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hokum; f) pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga dan; g) perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untu menghindari labelisasi. KPAI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menggunakan pendekatan membangun sistem (System Building Approach) yaitu focus pengawasan pada tiga aspek: norma, struktur dan pelayanan, dan proses. 1

a. Norma yaitu pengawasan terhadap kebijakan yang mencakup seluruh perundang-undangan, peraturan dan lainnya. b. Struktur dan pelayanan yaitu pengawasan terhadap para pelaksana kebijakan, mencakup semua instansi dan lembaga layanan yang terkait dengan penyelenggaraan perlindungan anak. c. Proses yaitu pengawasan terhadap seluruh proses pelaksanaan kebijakan dan pelayanan terkait perlindungan anak yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan perlindungan anak. Kami sadar betul bahwa masalah anak yang sangat memerlukan perhatian KPAI cukup banyak namun dalam laporan ini, kami membatasi hanya mengangkat isu Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Dan lebih spesifik lagi, keterlambatan pemberian petikan surat putusan pengadilan (extract vonnis) oleh pengadilan serta keterlambatan pelaksanaan eksekusi oleh penuntut umum di Rumah Tahanan Kelas II A Jakarta Timur, Pondok Bambu. Adapun alasannya: pertama, mengapa memilih isu keterlambatan pemberian petikan Surat Putusan Pengadilan (extract vonnis)? Karena keterlambatan pemberian extract vonnis ini merupakan isu lama namun menjadi masalah laten dan sistemik yang terus berulang, tidak pernah ada penyelesaian secara tuntas, dan pelakunya melibatkan banyak pihak baik dari Aparat Penegak Hukum maupun para aparat terkait. Sehingga anak sebagai pihak terpidana maupun keluarganya yang seharusnya mendapatkan kepastian hukum tidak terlindungi secara hukum. Hal tersebut, jelas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM; kedua, mengapa memilih Rumah Tahanan Pondok Bambu bukan Rumah Tahanan lainnya? Rumah Tahanan Pondok Bambu dapat dijadikan sebagai sebuah sample yang cukup mewakili rumah tahanan anak maupun Lembaga Pemasyarakatan Anak di enam belas daerah, karena semua karakter layanan dan perlindungan anak cukup terwakili di Rutan Pondok Bambu. B. PERMASALAHAN PENYELESAIAN PELAKSANAAN ADIMINISTRASI PERKARA PENGADILAN DI RUMAH TAHANAN KLAS II A JAKARTA TIMUR (PONDOK BAMBU) DATA DATA Permintaan Vonnis dan Eksekusi Data dari RUTAN Pondok Bambu per tanggal 1 Desember 2011 dijabarkan sebagai berikut: 1.1. Wilayah Jakarta Timur 1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana yang di putus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang belum diberikan kepada Terdakwa yang sejumlah: 26 orang (data terlampir P1 ) dengan perincian sebagai berikut: a)wanita (anak & dewasa): 25 2

b) Pria (anak): 1 Tahun sidang terakhir/ putusan a) Tahun 2010 (Nov. dan Agst) : 2 b) Tahun 2011 (Jan s.d Maret) : 3 c) (Apr s.d. Juni) : 3 d) (Juli s.d. Sept) : 5 e) (Okt s.d. Nov.) : 13 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 (Perintah pelaksanaan putusan) dan BA 8 (Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi) / oleh Jaksa/ Penuntut Umum (PU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk di eksekusi: 6 orang (data terlampir P2), karenanya terhadap para Terpidana tersebut belum dapat dilakukan eksekusi, dengan rincian sebagai berikut: a) Wanita (anak & dewasa) : 5 b) Pria (anak) : 1 Tanggal terima vonis (sesuai data P2) (diputus tanggal 2 Agustus 2011, 6 September 2011,11 Juli 2011, 14 September 2011,10 Oktober 2011 a) 21 Oktober 2011 : 1 b) 21 November 2011 : 5 1.2. Wilayah Jakarta Utara 1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana yang di putus di PN Jakarta Utara tetapi belum diberikan kepada Terdakwa sejumlah : 14 orang (data terlampir P4) dengan perincian sebagai berikut: Wanita (anak & dewasa) : 10 Pria (anak) : 4 Sidang terakhir/ putusan Mei 2011 : 1 Agutus 2011 : 1 Oktober 2011 : 2 November 2011 : 10 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 dan BA 8 oleh Jaksa/PU pada Kejari Jakarta Utara : untuk di eksekusi 26 orang (data terlampir P3) karenanya terhadap para Terpidana tersebut belum dapat dilakukan eksekusi dengan rincian sebagai berikut: Wanita (anak & dewasa) : 18 Pria (anak) : 8 1.3. Wilayah Jakarta Selatan Terima vonis November 2010 : 1 Januari 2011 : 1 April 2011 : 1 Mei 2011 : 3 Juli 2011 : 1 September 2011 : 5 Oktober 2011 : 10 November 2011 : 4 3

1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana yang di putus di PN Jakarta Selatan, yang belum diberikan kepada Terdakwa sejumlah : 28 orang (data terlampir P5) dengan perincian sebagai berikut: i. Jenis kelamin Wanita ( anak dan dewasa) : 24 Pria (anak) : 4 Sidang terakhir/ putusan Juni 2010 : 1 Januari 2011 : 1 April 2011 : 1 Mei 2011 : 1 Juni 2011 : 1 Juli 2011 : 3 Agustus 2011 : 2 September 2011 : 3 Oktober : 3 November : 12 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 dan BA 8 oleh Jaksa/PU pada Kejari Jakarta Selatan : untuk di (eksekusi) 13 orang (data terlampir P6) oleh karenanya para Terpidana tersebut belum dapat dilaksanakan eksekusi dengan rincian sebagai berikut: Wanita (anak & dewasa) : 10 Pria (anak) : 3 Terima vonis diputus PN Juli 2011 : 5 Agustus 2011 : 2 September 2011 : 2 Oktober 2011 : 2 Tanpa keterangan : 2 1.4. Wilayah Jakarta Barat 1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/Terpidana yang di putus di PN Jakarta Barat, yang belum diberikan kepada Terdakwa sejumlah : 41 orang, (data terlampir P7) dengan perincian sebagai berikut: i. Jenis kelamin Wanita ( anak dan dewasa) : 27 Pria (anak) : 14 Sidang terakhir/ putusan Tahun 2009 (Feb, dan Des) : 2 Tahun 2010 (Jan s.d Maret) : 2 (Juli s.d Sept) : 2 (Oktbr s.d. Novbr) : 5 Tahun 2011 (Jan s.d. Maret) : 2 (April s.d Juni) : 3 (Juli s.d. Sept) : 7 (Okt s.d. Nov) : 18 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 dan BA 8 oleh Jaksa/ PU pada Kejari Jakarta Barat untuk di (eksekusi): 101 orang (data terlampir P8) oleh karenanya para Terpidana tersebut belum dapat dilaksanakan eksekusi dengan rincian sebagai berikut: 4

Wanita (anak & dewasa) : 88 Pria (anak) : 13 Terima Vonnis Tahun 2010 (April s.d. Juni) : 3 (Juli s.d Sept) : 7 (Okt s.d. Desb) : 20 Tahun 2011 (Jan s.d. Maret) : 11 (April s.d. Juni) : 9 (Juli s.d. Sept) : 16 (Okt s.d. Desbr) : 24 1.5. Wilayah Bekasi (Kejaksaan Cikarang dan Bekasi) Kejaksaan Negeri Cikarang 1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana yang di putus di PN Bekasi (Kejaksaan Negeri Cikarang, tetapi belum diberikan kepada Terdakwa sejumlah: 5 orang) (data terlampir P9) i. Jenis kelamin : tidak ada keterangan Sidang terakhir/ putusannovember 2011 : 5 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 dan BA 8 oleh Jaksa/ PU di PN Bekasi (Kejaksaan Negeri Cikarang untuk di (eksekusi): 5 orang) data terlampir P10 oleh karenanya terhadap Terpidana belum dapat dilakukan eksekusi, dengan rincian sebagai berikut: : tidak ada keterangan Terima Vonnis November 2011 : 5 1.6. Kejaksaan Negeri Bekasi 1) Permintaan vonis untuk Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana yang di putus di PN Bekasi (Kejaksaan Negeri Bekasi, tetapi belum diberikan kepada Terdakwa sejumlah : 12 orang) data terlampir P11 i. Jenis kelamin Wanita : 11 Sidang terakhir/ putusan a) Agustus 2011 : 1 b) November 2011 : 10 2) Vonis sudah diterima, belum dilengkapi P 48 dan BA 8 oleh Jaksa/ PU pada PN Bekasi (Kejaksaan Negeri Bekasi untuk di (eksekusi): 5 orang data terlampir P12), oleh karenanya terhadap Terpidana belum dapat dilakukan eksekusi dengan rincian sebagai berikut: Wanita : 11 Terima Vonnis a. Maret 2011 : 1 b. Juli 2011 : 1 c. Oktober : 2 d. November : 4 C. PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi merupakan akibat dari: 5

1. Belum diberikannya/ diserahkannya Petikan Surat Putusan Pengadilan (Extract Vonnis) kepada sejumlah Terdakwa/Terpidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 226 KUHAP ayat (1) tepat waktu; Dengan akibat Terpidana meskipun sudah diputus oleh Pengadilan masih harus tetap berada dalam Tahanan. 2. Belum adanya pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan oleh Jaksa, sesuai dengan Pasal 270 KUHAP, sehingga status Terpidana belum dapat dirubah menjadi Narapidana, karena harus terlebih dahulu melalui proses registrasi di LAPAS baru mendapatkan status Narapidana C.1. EXTRACT VONNIS (PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN) Pasal 200 KUHAP mengatur : Surat Putusan DITANDA TANGANI oleh Hakim dan Panitera SEKETIKA setelah putusan di ucapkan. Pasal 226 KUHAP mengatur : Ayat (1) Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada Terdakwa atau Pensihat hukumnya SEGERA SETELAH PUTUSAN DIUCAPKAN, Ayat (2) Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan, Ayat (3) Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari permintaan tersebut 1. Kesulitan dan kendala diawali: akibat belum diberikannya Petikan Surat Putusan Pengadilan (extract vonnis) tepat waktu kepada terdakwa yaitu segera setelah putusan diucapkan. (yang semula berstatus Tahanan, namun sudah menjadi Terpidana). Kesalahan awal ini sangat merugikan, karena menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Terdakwa yang sudah berstatus Terpidana, karena Extract Vonnis diperlukan pula bagi Terpidana untuk mengetahui masa hukumannya, kapan berhak mendapatkan Remisi, Pembebasan Bersyarat dan hak-hak lain termasuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan guna menempuh upaya hukum, bilamana merasa keberatan atas putusan pengadilan pengadilan. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan awal tersebut mengakibatkan rangkaian terjadinya kesalahan berikutnya dan kesalahan selanjutnya secara beruntun. 2. Akibat penyimpangan/ tidak dipatuhinya KUHAP, maka: a. Terpidana yang tidak mendapatkan Extract Vonnis segera setelah putusan diucapkan oleh Hakim; b. Dengan akibat bahwa, setelah sidang Pengadilan selesai dan Terpidana yang dikirim kembali ke RUTAN, tanpa membawa keterangan apapun dari hasil Putusan Pengadilan; c. Dengan sendirinya petugas administrasi Tahanan di RUTAN tidak dapat mencatatkan dictum/amar putusan ke dalam buku Registrasi Tahanan/ datadata berapa lama putusan yang di jatuhkan oleh Hakim kepada masing-masing para Terpidana. d. Oleh karenanya pihak RUTAN terpaksa harus menyurati untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri untuk meminta Extract Vonnis bagi setiap Terpidana dan permintaan ke Jaksa/ PU mohon untuk melakukan eksekusi putusan pengadilan terhadap para Terpidana e. Dampak dari kelalaian para Petugas Pengadilan tersebut sangat merugikan Terpidana yang notabene sudah terampas kemerdekaanya, yaitu : Hak dari Terpidana terlanggar Terpidana tidak dapat dinikmati hak sepenuhnya (Pasal 14 Jo. Pasal 51 UU No. 12/ 1995) 6

Terjadi perlakuan yang tidak manusiawi dan sangat merendahkan martabat Terpidana yang dalam keadaan terampas kemerdekaanya C.2. C.3. EKSEKUSI Jaksa/ PU wajib melaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Pasal 270 KUHAP : Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat purusan kepadanya. 1. Sering terjadi, meskipun Extract Vonnis sudah disampaikan ke Jaksa/ Penuntut Umum, tetapi Jaksa/ Penuntut Umum belum juga melaksanakan eksekusi terhadap putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. 2. Setelah Terpidana di eksekusi oleh Jaksa/ PU, maka status Terpidana beralih menjadi Narapidana (untuk anak disebut ANDIKPAS = Anak Didik Pemasyarakatan) setelah diregister di Lembaga Pemasyarakatan. Dengan demikian barulah Narapidana/ANDIKPAS bersangkutan mendapat hak-hak sepenuhnya sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 3. Tetapi FAKTA yang sering terjadi adalah Hakim, Panitera Pengadilan dan Jaksa/ Penuntut Umum tidak melaksanakan dengan tuntas tugas dan kewajiban masingmasing dalam menyelesaikan administrasi perkara putusan Pengadilan. Untuk dapat diingat, bahwa tugas memutus perkara dipersidangan bagi Hakim dan Jaksa/ Penuntut Umum serta Panitera belumlah selesai pada saat perkara diucapkan saja, tetapi MINUTASI dan penyelesaian administrasi perkara pasca perkara diputus masih tetap menjadi tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas dan melakukan kewajiban hukumnya 4. Bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut diatas merupakan perilaku dan sikap pengabaian mentaati ketentuan undang-undang selain KUHAP juga melakukan pelanggaran HAM dan perlakuan tidak manusiawi serta sangat merugikan Terpidana 5. Bahwa Seorang Terdakwa, Terpidana maupun Narapidana yang dalam keadaan terampas kemerdekaannya tetap memiliki Hak dan Perasaan yang harus dihormati (Standard Minimum Rules - SMR adalah Aturan Standar minimum PBB mengenai Perlakuan terhadap Tahanan) Standard Minimum Rules and The Treatment of Prisoners yang digunakan di Indonesia, mengacu pada hasil kongres PBB tentang The Prevention Of Crime and The Treatment of Offenders (Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum) 6. Bahwa Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dengan UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia). (tanggal 28 September 1998) SURAT PENETAPAN PERPANJANGAN PENAHANAN 1. Khususnya bagi para Terdakwa yang berada dalam Tahanan yang sudah habis masa tahanannya, tetapi belum diputus perkaranya, banyak yang belum menerima Surat Penetapan Perpanjangan Tahanan dari Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) dari Mahkamah Agung (MA), sehingga mengakibatkan hal yang sama yaitu terjadinya lagi pelanggaran HAM karena mereka yang terampas kemerdekaanya terpaksa tetap berada di Rutan tanpa ada landasan hukumnya. Hal ini sangat bertentangan dengan KUHAP Pasal 20 29. 7

2. Tanggung jawab Juridis atas Tahanan ada pada pejabat yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan, sedangkan Tanggung jawab secara fisik atas Tahanan ada pada kepala RUTAN (Pasal 21 (3) dan (4) PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. 3. LAPAS adalah instansi berfungsi/ hulu dari sistem Peradilan Pidana Terpadu. Sedangkan RUTAN yang seharusnya ditempatkannya Tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 19 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana), menurut kenyataan kini telah berubah fungsi, selain diperuntukkan bagi Tahanan juga para Terpidana yang sudah mempunyai putusan berkekuatan hukum tetap yang seharusnya sudah siap untuk dieksekusi untuk dipindahkan ke LAPAS menjadi Narapidana. Akan tetapi tidak terlaksana karena adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut diatas hal inilah menjadi salah satu sebab terjadinya Over Capacity C.4. OVER CAPACITY 1. Kondisi RUTAN Jakarta Timur kini adalah dalam keadaan over capacity yang terdiri dari sejumlah besar Terdakwa/ Tahanan dan Terpidana Perempuan dan Anak dari setiap Pengadilan Negeri Jakarta (Pusat, Barat, Utara, Timur dan Selatan) dalam wilayah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Terdakwa/ Tahanan/ Terpidana titipan dari Pengadilan Negeri Bekasi, wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jawa Barat. 2. Agar dapat mengurangi terjadinya over capacity penghuni sebagaimana penjelasan di atas diperlukan tertib administrasi penyelesaian perkara di setiap Pengadilan diikuti pelaksanaan eksekusi oleh Jaksa/ Penuntut Umum, maupun perbaikan sarana prasarana, sehingga dapat memberikan penanganan secara lebih manusiawi dan adanya jaminan kepastian hukum (Pasal 28 ayat (1) d UUD RI 1945) serta perlindungan bagi penghuninya termasuk Anak. D. REKOMENDASI 1. memperkuat pengawasan pasca putusan pengadilan agar extract vonnis dapat diterima terpidana di hari yang sama sesaat setelah putusan pengadilan dibacakan. 2. Menindak tegas para Aparat Penegak Hukum yang melakukan penundaan terhadap extract vonnis karena bertentangan dengan UU dan pelanggaran terhadap kemerdekaan terpidana. Oleh karena itu, kepada para aparat penegak hokum yang melakukan pelanggaran tersebut harus diberikan sanksi sebagaimana mestinya. 3. Dalam Konvensi Hak Anak penjara adalah upaya terakhir dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, namun dalam kenyataannya penjara menjadi yang utama. Oleh karena itu, pemenjaraan terhadap anak harus dipertimbangkan kembali, dan penjeraan atau hukuman digantikan dengan pendidikan dan rehabilitasi, karena anak meskipun sebagai pelaku tetapi mereka sesungguhnya adalah korban dari salah asuh maupun lingkungannya. 4. Begitu juga dalam UU PA sebagaimana disebutkan pasal 64 telah memberi ruang yang memungkinkan untuk penyelesaian pidana anak dengan diversi dan restoratif justice namun dalam proses peradilan maupun pemidaan terhadap anak jauh dari pendekatan tsb. Oleh karena itu diversi dan keadilan restoratif dapat dijadikan sebagai alternatif untuk penyelesaian kasus-kasus pidana anak. 8