BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah faktor risiko untuk stroke dan. myocard infarct(mi) (Logmore, 2010).Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pekerja menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. I.A.Latar Belakang. Obesitas merupakan kondisi akumulasi berlebih lemak. dalam tubuh maupun jaringan adiposa (Prentice & Jebb,

KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN II.

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

I. PENDAHULUAN. tidak banyak melakukan aktivitas fisik dan menata pola makan agar menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi sindrom metabolik sangat bervariasi, disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1. Pendahuluan UKDW. berumur lebih dari 20 tahun mengalami overweight (BMI menurut WHO 25

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

Disusun Oleh : Nama : Ariyanto Nim : J

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur adalah kondisi istirahat alami yang. dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012). Hingga

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. 62 tahun pada negara berkembang dan 79 tahun pada negara maju (WHO, 2015).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan social, semua aspek tersebut akan mempengaruhi


BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan teknologi pada era globalisasi terjadi di. berbagai bidang. Hal ini berdampak pada penurunan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia kita mengetahui bahwa yang disebut dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Presiden Republik Indonesia, 1998). Jumlah penduduk Indonesia yang tergolong lanjut usia dan proporsinya terhadap seluruh penduduk Indonesia semakin bertambah dari waktu ke waktu. Pada Sensus Penduduk tahun 2010 didapatkan penduduk lanjut usia sebanyak 18.015.162 orang atau 7,6% dari seluruh penduduk. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian memperkirakan bahwa pada tahun 2015 penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 21.653.536 orang atau 8,5% dari seluruh penduduk (Cakrabawa et al., 2014). Badan Pusat Statistik memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 33.695.800 orang (11,8% dari seluruh penduduk), dan pada tahun 2035 akan meningkat menjadi 48.198.700 orang atau 15,8% dari seluruh penduduk (Badan Pusat Statistik, 2013). Berbagai perubahan biologis dan fisiologis akibat proses penuaan dapat memberikan hasil yang berbeda-beda antar individu salah satunya perubahan komposisi tubuh. Setelah seseorang berusia 30 tahun, massa otot dapat berkurang sebanyak 6,3% per dekade, sedangkan massa lemak dapat meningkat sebanyak 2% per dekade. Tinggi tubuh dapat berkurang sekitar 1 cm tiap dekade (Brito et al., 2016), yang diduga akibat penipisan lempeng tulang belakang dan penurunan massa tulang (Arisman, 2010). Perubahan terkait proses penuaan juga dapat menurunkan sensitivitas indera pengecap dan penciuman (Gandy et al., 2014), serta perubahan struktural dan fungsional lainnya di sistem saraf akibat penurunan jumlah neuron (Brito et al., 2016). Di sisi lain, kebutuhan kalori akan menurun sejalan dengan pertambahan usia karena metabolisme seluler dan aktivitas fisik 1

yang berkurang (Arisman, 2010). Kondisi-kondisi ini memungkinkan lansia memiliki status gizi obesitas karena proses penuaan. Tidak didapatkan data prevalensi obesitas pada lansia di Indonesia, namun data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi penduduk dewasa (>18 tahun) kurus 8,7 persen, berat tubuh lebih 13,5 persen, dan obesitas 15,4 persen. Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Prevalensi obesitas perempuan dewasa 32,9 persen, naik drastis dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (15,5%) (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Jumlah penduduk lanjut usia yang semakin meningkat dapat disertai meningkatnya jumlah penderita demensia. Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang dengan demensia pada tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7 juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia Tenggara jumlah orang dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48 juta di tahun 2010 menjadi 5,3 juta pada tahun 2030 (Ong & Machfoed, 2015). Pencegahan penurunan kemampuan kognitif melalui identifikasi dan penanganan faktor risiko menjadi penting dalam menghadapi peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (Cui et al., 2013). Prevalensi demensia lanjut usia (umur 60 tahun atau lebih) di DI Yogyakarta pada tahun 2016 mencapai 20,1% (Suriastini et al., 2016). Belum ada data prevalensi demensia secara nasional untuk Indonesia, namun Alzheimer s Disease International memperkirakan pada tahun 2015 terdapat 556.000 penderita demensia di Indonesia (Prince et al., 2016). Peningkatan indeks massa tubuh (IMT) pada usia pertengahan diketahui menjadi faktor risiko untuk diagnosis demensia beberapa dekade kemudian. Lebih lanjut diketahui bahwa lemak tubuh memiliki hubungan dengan penurunan kemampuan kognitif (Zhou et al., 2010). Meskipun berat tubuh menjadi ukuran antropometri terpenting untuk menentukan status gizi seseorang, namun berat tubuh ideal lansia sulit ditentukan karena acuan berat dari populasi yang seusia sukar diperoleh (Arisman, 2010). Selain itu, pengukuran IMT pada lansia tidak dapat menggambarkan komposisi tubuh karena adanya penurunan massa otot dan peningkatan massa lemak. Lemak abdominal, terutama akibat akumulasi lemak 2

viseral, lebih meningkat secara proporsional seiring bertambahnya usia dibandingkan lemak perifer (Zhou et al., 2010). Komposisi tubuh adalah gambaran penyusun tubuh, antara lain massa bebas lemak (Fat Free Mass) dan massa lemak (Fat Mass). Komposisi tubuh dapat dinilai secara tidak langsung menggunakan rumus yang melibatkan beberapa ukuran antropometri antara lain: berat tubuh, tinggi tubuh, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar pinggul (RLPP) (Sánchez-García et al., 2007). Penelitian yang meneliti hubungan status antropometri terhadap kemampuan kognitif belum banyak dilakukan di Indonesia, terutama yang spesifik pada populasi lanjut usia obesitas. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan status antropometri terhadap kemampuan kognitif pada populasi lanjut usia obesitas menggunakan data IFLS5. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan status antropometri terhadap kemampuan kognitif pada populasi lanjut usia obesitas? C. Tujuan a. Tujuan umum Mengetahui hubungan status antropometri terhadap kemampuan kognitif pada populasi lanjut usia obesitas. b. Tujuan khusus 1. Mengetahui status antropometri pada populasi lanjut usia obesitas. 2. Mengetahui kemampuan kognitif pada populasi lanjut usia obesitas. 3. Mengetahui pengaruh faktor lain (usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, dan riwayat hiperkolesterolemia) pada hubungan status antropometri terhadap kemampuan kognitif pada populasi lanjut usia obesitas. 3

D. Manfaat 1. Bagi masyarakat Hasil penelitian dapat menjadi salah satu sumber informasi ilmiah aktual tentang kejadian obesitas pada populasi lanjut usia, serta kaitannya dengan status antropometri dan kemampuan kognitif. 2. Bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai obesitas terutama pada populasi lanjut usia di Indonesia, serta kaitannya dengan status antropometri dan kemampuan kognitif. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang serupa dengan penelitian ini dan perbedaannya: 1. Cui, et al (2013), dengan judul penelitian The association of weight status with cognitive impairment in the elderly population of a Shanghai suburb, menemukan bahwa obesitas sentral berhubungan bermakna dengan risiko gangguan kognitif, namun sebaliknya IMT yang rendah dapat menjadi faktor risiko gangguan kognitif. Persamaannya adalah menggunakan data sekunder, subjek penelitian berusia 60 tahun ke atas, IMT digolongkan berdasarkan kriteria WHO untuk populasi Asia Pasifik, serta sebagian variabel bebas (berat tubuh, tinggi tubuh, IMT, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan RLPP). Perbedaannya adalah lokasi penelitian, penggunaan The Chinese version of the Mini-Mental State Examination (C-MMSE) untuk menilai kemampuan kognitif, dan sebagian variabel bebas yang diukur (tinggi lutut dan panjang lengan atas). 2. Zhou, et al (2010), dengan judul penelitian Association between Body Mass Index and Cognitive Function among Chinese Nonagenarians/Centenarians, menemukan bahwa terdapat hubungan antara IMT dengan kemampuan kognitif, dengan IMT antara 18,9 hingga 21,1 memiliki kemampuan kognitif terbaik dan risiko terjadinya demensia paling rendah dibandingkan kelompok IMT lainnya. Persamaannya adalah menggunakan data sekunder, serta sebagian variabel bebas (berat tubuh, 4

tinggi tubuh, dan IMT). Perbedaannya adalah lokasi penelitian, subjek penelitian berusia 90 tahun ke atas, penggunaan Mini-Mental State Examination (MMSE) untuk menilai kemampuan kognitif, penggolongan IMT, dan sebagian variabel bebas yang diukur (tinggi lutut, panjang lengan atas, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan RLPP). 3. Brito, et al (2016), dengan judul penelitian Cognitive profile associated with functional and anthropometric aspects in elderly, menemukan bahwa lingkar pinggang dan lingkar pinggul memiliki hubungan dengan kemampuan kognitif. Persamaannya adalah subjek penelitian berusia 60 tahun ke atas, serta sebagian variabel bebas (berat tubuh, tinggi tubuh, IMT, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan RLPP). Perbedaannya adalah menggunakan data primer, lokasi penelitian, penggunaan MMSE untuk menilai kemampuan kognitif, penggolongan IMT, dan sebagian variabel bebas yang diukur (tinggi lutut, panjang lengan atas, lingkar lengan atas, lingkar paha, lingkar leher, dan rasio lingkar pinggang terhadap tinggi tubuh). 4. Castro-Costa, et al (2013), dengan judul penelitian The association between nutritional status and cognitive impairment in Brazilian community-dwelling older adults assessed using a range of anthropometric measures the Bambui Study, menemukan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan gangguan kognitif. Persamaannya adalah menggunakan data sekunder, subjek penelitian berusia 60 tahun ke atas, serta sebagian variabel bebas (berat tubuh, tinggi tubuh, IMT, dan lingkar pinggang). Perbedaannya adalah lokasi penelitian, penggunaan MMSE untuk menilai kemampuan kognitif, dan sebagian variabel bebas yang diukur (ketebalan lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas, lingkar otot lengan atas, area otot lengan atas terkoreksi, tinggi lutut, panjang lengan atas, lingkar pinggul, dan RLPP). 5