1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dalam famili Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua paling sering yang ditularkan oleh nyamuk setelah malaria. Virus dengue tergolong dalam arbovirus dengan RNA single stranded, dengan 4 serotipe (Carod-Artal et al., 2013). Prevalensi di dunia meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 2.5 milyar orang (lebih dari 40% populasi di dunia) beresiko terkena dengue. Saat ini organisasi kesehatan dunia/ World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 50-100 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya di dunia. Sekitar 500.000 orang dengan dengue yang berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Proporsi penderita yang besar adalah anak-anak dan 2,5% dari jumlah tersebut meninggal (Choudhury dan Shastri, 2014). Pemanasan global, peningkatan populasi, urbanisasi, penurunan program pengendalian nyamuk, dan peningkatan aktivitas bepergian melalui jalur udara diduga berperan dalam meningkatkan penyebaran penyakit. Dengue endemik di Asia, Asia Tenggara, dan beberapa negara di Pasifik, dan Amerika. Beberapa negara melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB) dan meningkat menjadi 10 kali lipat dalam 30 tahun terakhir. Kejadian luar biasa di Indonesia, Myanmar, dan India
2 menunjukkan case fatality rate (CFR) sebesar 3-5% (Carod-Artal et al., 2013). Infeksi dengue dapat terjadi pada semua usia, meski sebagian besar penderitanya adalah anak-anak. Choudhury dan Shastri (2014) mengkasifikasikan infeksi dengue menjadi 3 kategori yaitu dengue, dengue dengan tanda bahaya, dan dengue berat. Gambaran klinis yang disebabkan oleh infeksi dengue dapat berupa infeksi asimtomatik dengan serokonversi atau simtomatik (Choudhury dan Shastri, 2014). Virus dengue biasanya jarang menyebabkan manifestasi gejala neurologis, tidak seperti penyakit lain yang disebabkan oleh arbovirus (Carod-Artal et al., 2013). Kasus dengue sering dihubungkan dengan keterlibatan beberapa organ vital yang mengarah ke manifestasi klinis tidak lazim dan sering berakibat fatal. Manifestasi yang tidak lazim itu berupa keterlibatan susunan saraf pusat, gagal fungsi hati, dan gagal fungsi ginjal. Saat ini tidak jarang ditemukan pasien demam berdarah dengue (DBD) dengan manifestasi neurologi (Rampengan et al., 2011). Proporsi manifestasi neurologis pada infeksi dengue sebesar 0,5-5,4% berdasarkan penelitian di Asia Tenggara dan 21% berdasarkan penelitian di Brazil (Carod-Artal et al., 2013). Manifestasi neurologis paling sering adalah ensefalopati dan ensefalitis, meskipun setiap tahunnya kasus meningitis, sindrom Guillain Barre, myelitis, acute disseminated encephalomyelitis, myositis dan neuropati juga dilaporkan. Insidensi ensefalopati dengue secara umum bervariasi dari 0.5-20,9% dengan mortalitas sebesar 22%. (Cam et al., 2001; Kumar et al., 2009). Insidensi ensefalopati dengue anak di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2006-
3 2010 sekitar 2,8% dari seluruh infeksi virus dengue. Mortalitas pada kasus infeksi dengue adalah sekitar 3-5%, sedangkan dengue dengan komplikasi neurologis berkisar 5-30%. Pada umumnya mortalitas ini akibat dari sindrom syok dengue (SSD). Laporan mengenai ensefalopati dengue masih sangat terbatas (Rampengan et al., 2011). Penyakit neurologis yang berkaitan dengan infeksi dengue belum memiliki terapi spesifik. Satu-satunya tindakan preventif adalah dengan mencegah epidemi dengan mengendalikan vektor. Prediktor keterlibatan sistem saraf pusat pada infeksi dengue adalah rata-rata suhu tubuh yang lebih tinggi, peningkatan hematokrit, trombosit yang rendah, dan disfungsi hati. Penyebab luaran yang buruk pada infeksi dengue adalah kegagalan multiorgan, ensefalopati dan syok yang refrakter, sedangkan infeksi dengue yang disertai manifestasi neurologis yang memiliki prediktor prognosis buruk antara lain jenis kelamin laki-laki, memerlukan ventilator, hipotensi, disfungsi ginjal, DBD serta SSD (Choudhury dan Shastri, 2014; Pothapregada et al., 2015; Solbrig dan Perng, 2015). Keterlibatan hati dalam infeksi dengue tidak jarang dan telah diketahui sejak tahun 1970. Kelainan yang sering dijumpai pada pemeriksaan fungsi hati adalah peningkatan transaminase yang terlibat dalam metabolisme asam amino. Peningkatan transaminase pada demam dengue dapat dikarenakan penggunaan obat hepatotoksik, atau serangan langsung oleh virus tersebut. Demam dengue juga menyebabkan perubahan pada parenkim hati, sehingga dilepaskan transaminase ke
4 sirkulasi. Mortalitas lebih tinggi pada pasien dengan hepatitis yang berat, yaitu sebesar 2,7%. Komplikasi seperti perdarahan, gagal ginjal, ensefalopati dan kolesistitis juga lebih sering terjadi pada hepatitis yang berat (Parkash, et al., 2010). Hepatitis juga menyebabkan ensefalopati. Kegagalan hati akut merupakan penyebab tersering ensefalopati pada pasien dengan infeksi dengue. Riwayat perdarahan, perubahan status mental dan hepatitis yang berat berkaitan dengan mortalitas pada infeksi dengue, sehingga pasien dengan prediktor tersebut sebaiknya dirawat di unit intensif (Almas et al., 2010; Rachmadi dan Anggara, 2013). B. Perumusan Masalah Ensefalopati dengue merupakan salah satu manifestasi tidak lazim dari infeksi dengue yang dapat menimbulkan kematian. Meski mortalitas yang diakibatkannya tidak tinggi, insidensinya dilaporkan semakin meningkat. Belum banyak penelitian yang menjelaskan tentang ensefalopati dengue. Perlu diketahui faktor yang menjadi prediktor kematian kasus ensefalopati dengue. C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prediktor kematian anak dengan ensefalopati dengue.
5 D. Manfaat Penelitian Mengetahui prediktor kematian ensefalopati dengue, sehingga setelah diketahui adanya faktor tersebut diharapkan dapat dilakukan upaya untuk menurunkan mortalitas.
6 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Tahun Tempat Desain Judul Hasil 1. Cam et al. 2001 Vietnam Prospektif case control Prospective case control study of encephalopathy in children with dengue hemorrhagic fever Ensefalopati dengue sebesar 0.5% dari 5400 pasien DHF. Mortalitas anak dengan ensefalopati sebesar 22% dan yang masih hidup sembuh sempurna. 2. Malavige et al. 2007 Sri Lanka Deskriptif Dengue viral infections as a cause of encephalopathy Angka kematian ensefalopati dengue sebesar 47%. Faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya ensefalopati dengue antara lain gagal hati, ketidakseimbangan elektrolit, dan syok. 3 Almas et al. 2010 Pakistan cross sectional Clinical factors associated with mortality in dengue infection at a tertiary care center Perdarahan, perubahan status mental, dan kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) > 300 mg/dl berkaitan dengan mortalitas pada infeksi dengue. Hepatitis berat didapatkan lebih banyak (63%) pada pasien yang meninggal dibandingkan yang bertahan hidup.
7 4 Rampengan et al. 2011 Indonesia Deskriptif retrospektif Ensefalopati dengue pada anak Insiden ensefalopati dengue di RSCM sebesar 2,8%. Tidak terdapat perbedaan dibandingkan dengan DHF. Terdapat peningkatan yang tinggi dari serum transaminase, pemanjangan PT/APTT, dan hiponatremia. Gejala sisa yang ditemukan berupa afasia, tetraparese, dan slurred speech. 5 Carod-Artal et al. 2013 Jerman Review Neurological complication of dengue virus infection Komplikasi neurologis infeksi dengue dapat berupa ensefalopati, ensefalitis, komplikasi neuromuskuler, dan neurooftalmik. 6 Rachmadi dan Anggara 2013 Indonesia Laporan kasus Nephropathy and Encephalopathy in an Indonesian Patient with Dengue Viral Infection Penting untuk menegakkan diagnosis secara dini dan terapi untuk manifestasi dengue yang tidak lazim
8 Perbedaan penelitian ini dari penelitian-penelitian sebelumnya antara lain subjek penelitian ini adalah anak-anak dengan desain retrospektif deskriptif analitik dan meneliti prediktor kematiannya.