BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja merupakan salah satu aset perusahaan yang perlu mendapatkan perlindungan. Salah satu bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja adalah penerapan keselamatan dan kesehatan kerja, yang merupakan perlindungan tenaga kerja terhadap berbagai potensi bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pekerja, baik berupa kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang dapat menyebabkan hilangnya waktu kerja. Proses kerja maupun kondisi lingkungan kerja marupakan faktor yang dominan mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor pekerjaan menjadi perhatian banyak pihak karena tingginya kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor pekerjaan. Di seluruh dunia terjadi hampir 2.000.000 penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Hämäläinen dkk., 2009). Sedangkan untuk di Indonesia sekitar 40.5% penyakit yang diderita oleh pekerja berhubungan dengan pekerjaannya (Munir, 2012). Tingginya kasus penyakit akibat kerja yang terjadi, tidak hanya menurunkan produktivitas kerja, namun juga dapat menyebabkan kematiaan pada pekerja. ILO (2013) mengestimasi bahwa setiap harinya terjadi 5500 kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat pekerjaan. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan tujuan seseorang untuk bekerja yaitu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja, namun pada kenyataannya justru merugikan pekerja. 1
2 Menurut laporan di sejumlah negara seperti China, Jepang, Argentina, Inggris dan Amerika pada tahun 2010 dan 2011, proses kerja yang tidak ergonomis merupakan salah satu faktor penyebab dari sebagian besar kasus penyakit akibat kerja (ILO, 2013). Salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh proses kerja yang tidak ergonomis adalah keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2014). Keluhan muskuloskeletal yang berkaitan dengan pekerjaan adalah gangguan yang terjadi pada struktur tubuh seperti: otot, sendi, tendon, ligamen, saraf, tulang dan sistem peredaran darah lokal, yang terutama disebabkan atau diperparah oleh faktor pekerjaan (OSHA, 2007). Keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling umum diderita oleh pekerja. Di seluruh negara Uni Eropa, Muskuloskeletal Disosders (MSDs) merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum terjadi, demikian juga di Korea kasusnya mengalami peningkatkan sebesar 3.868 dalam kurun tahun 2001 hingga 2010. Sedangkan untuk di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten kota di Indonesia, gangguan muskuloskeletal menempati posisi tertinggi (16%) sebagai penyakit yang paling umum diderita oleh pekerja (Munir, 2012). Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat banyak potensi bahaya di tempat kerja yang dapat memicu munculnya keluhan muskuloskeletal pada pekerja. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal yang berkaitan dengan pekerjaan adalah keluhan kumulatif, yang dihasilkan dari paparan berulang terhadap beban intensitas tinggi atau rendah yang dilakukan dalam kurun waktu yang panjang. Penanggulangan terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerja sangat penting untuk dilakukan, karena keluhan muskuloskeletal dapat menimbulkan kerugian pada pekerja, dimana salah satunya adalah kecacatan. Menurut WHO (2009) dari total kasus kecacatan yang terjadi, 10% disebabkan
3 oleh ganguan muskuloskeletal. Hal ini tentunya tidak hanya beban bagi pekerja yang mengalami kecacatan, namun juga merupakan beban bagi para pemberi kerja, akibat dari tanggungan yang harus diberikan. Di sejumlah negara seperti Amerika Utara, Eropa Timur dan Jepang, keluhan muskuloskeletal merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum terdaftar sebagai penyakit akibat kerja yang menerima klaim ganti rugi yaitu sepertiga atau lebih dari seluruh penyakit akibat kerja yang terdaftar (Punnet, dkk., 2005). Beberapa jenis pekerjaan seperti pekerjaan yang dilakukan secara manual berpotensi untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Pengrajin patung kayu pada umumnya melakukan pekerjaan mematung secara manual dengan posisi sikap kerja duduk dan membungkuk dalam durasi kerja yang lama. Penelitian yang dilakukan oleh Sutajaya dan Ristiati (2011) pada pengrajin patung di Desa Peliatan, diperoleh hasil bahwa setelah bekerja mereka mengalami peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50.8%. Pekerja yang bekerja dengan sikap kerja yang hampir sama dengan pengrajin patung kayu seperti pembatik juga mengalami keluhan muskuloskeletal. Penelitian yang dilakukan oleh Sani, dkk. (2014) pada pekerja batik tulis di Dusun Karang Kulon Desa Wukirsari Kecamatan Imogir Kabupaten Bantul, menunjukan bahwa 100% responden merasakan keluhan muskuloskeletal Hasil ini menunjukan bahwa pekerja-pekerja yang bekerja dengan sikap tubuh yang tidak alamiah sangat berisiko untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Desa Kemenuh merupakan salah satu sentral kerajinan patung di Pulau Bali dan masih berkembang sampai dengan saat ini. Berdasarkan hasil pengamatan awal yang telah dilakukan, pengrajin patung kayu yang terdapat di Desa Kemenuh, malakukan pekerjaan mematung dengan posisi duduk dan membungkuk dalam durasi kerja lama, yang merupakan sikap kerja yang tidak alamiah. Penelitian yang dilakukan oleh Sang, dkk.
4 (2014), pada pemanen kelapa sawit yang menunjukan bahwa sikap kerja tidak alamih, berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal. Untuk itu dapat dikatakan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah merupakan salah satu dari faktor risiko keluhan muskuloskeletal. Selain sikap kerja yang tidak alamiah, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada pekerja. Faktor karakteristik pekerja seperti umur, jenis kelamin, masa kerja dan Indeks Massa Tubuh (IMT) serta paparan lingkungan fisik seperti geteran, paparan suhu dingin dan suhu panas dari lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2014). Oleh karena itu, maka dapat dikatakan bahwa keluhan muskuloskeletal pada pekerja dipengaruhi oleh multifaktor, namun tidak semua jenis pekerjaan dipengaruhi oleh faktor risiko yang sama, karena hal ini sangat berkaitan dengan karakteristik pekerjaan yang dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian yang dilakukan oleh Sutajaya dan Ristiati (2011) pada pengrajin patung di Desa Peliatan, memperoleh hasil bahwa setelah bekerja para pengrajin patung mengalami peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50.8%. Penelitian yang dilakukan oleh Sang, dkk. (2014), pada pemanen kelapa sawit yang menunjukan bahwa sikap kerja tidak alamih, berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan, pada 6 orang pengrajin patung kayu yang terdapat di Desa Kemenuh, pematung-pematung tersebut mematung dengan sikap yang tidak alamiah seperti posisi punggung yang membungkuk dan posisi leher yang menunduk. Selama ini, para pengrajin patung tetap mempertahankan sikap kerja tersebut tanpa melakukan upaya perbaikan.
5 Mengacu pada hal tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pengrajin patung kayu disebabkan oleh sikap kerja pengrajin patung kayu pada saat proses mematung tersebut. Untuk itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar. Penilaian terhadap sikap kerja tersebut juga dianggap penting karena selain menyebabkan keluhan muskuloskeletal juga dapat mengganggu kenyamanan pekerja yang akan berdampak pada penurunan produktivitas pekerja, sehingga pada akhirnya akan menurunkan keuntungan yang diterima oleh perusahaan tersebut. Sehingga apabila terbukti bahwa sikap kerja yang dilakukan oleh pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar termasuk dalam kategori yang berisiko terhadap kejadian keluhan muskuloskeletal, maka dapat direkomendasikan upaya untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran kejadian keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui kejadian dan faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar.
6 1.4.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui hubungan kejadian keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar. 2. Untuk mengetahui hubungan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar. 3. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu yaitu: umur, masa kerja, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan keluhan muskuloskeletal pada pengrajin patung kayu di Desa Kemenuh, Gianyar. 1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal. 2. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti selanjutnya. 1.5.2 Manfaat praktis 1. Sebagai bahan pertimbangan pihak perusahaan dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. 2. Memberikan gambaran kepada pengrajin patung kayu mengenai keluhan muskuloskeletal akibat dari sikap kerja yang dilakukan.
7 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) khususnya mengenai penyakit akibat kerja dan ergonomi yaitu pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal.