BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul Pada bahasan ini akan dibahas antara lain: 1. Pengertian Salah satu bahan ajar yang dianjurkan untuk pembelajaran yang berorientasi konstruktivistik adalah modul. Modul merupakan suatu usaha untuk mengadakan belajar mandiri dengan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk menguasai satu satuan isi bahan ajaran sebelum berpindah pada satuan isi lainnya atau berikutnya (Setyosari, 1991: 8). Pendek kata, modul merupakan upaya agar siswa dapat belajar mandiri secara optimal dengan memanfaatkan waktu belajarnya sendiri. Ada beberapa pengertian tentang modul, antara lain: 1) Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Abdul Majid, 2007: 176). 2) Modul adalah suatu bahan ajar yang bersifat mandiri disusun secara matematis, operasional, dan terarah mengenai suatu bahasan tertentu agar dapat digunakan oleh siswa dan guru serta dilengkapi petunjuk penggunaannya (Hidayati, 2009: 7). 3) Modul adalah alat pembelajaran yang disusun sesuai dengan kebutuhan belajar pada mata kuliah tertentu untuk keperluan proses pembelajaran tertentu, sebuah kompetensi atau sub kompetensi dikemas dalam satu modul secara utuh (self contained), mampu membelajarkan diri sendiri atau dapat digunakan untuk belajar secara mandiri (self instructional), penggunaannya tidak tergantung pada media 5 lain (self alone), memberikan kesempatan mahasiswa untuk berlatih dan memberikan rangkuman, memberikan kesempatan melakukan tes sendiri (self
test) dan mengkomodasi kesulitan mahasiswa dengan memberikan tindak lanjut dan umpan balik (Suprawoto, 2009: 2). Dengan memperhatikan beberapa pengertian tentang modul diatas kita dapat menyimpulkan bahwa modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang disusun secara sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri(self instructional), dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul tersebut. 2. Karakteristik Modul Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut: a. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus; 1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas
Contoh: Materi yang Kita Pelajari Prisma Limas Kemampuan yang akan kita peroleh Mengenal dan menyebutkan bidang, rusuk, diagonal bidang, bidang diagonal, diagonal ruang dan tinggi dari prisma dan limas tegak Melukiskan atau membuat jaring- jaring prisma dan limas tegak Menentukan rumus luas permukaan prisma dan limas tegak Menghitung luas permukaan prisma dan limas tegak. Menentukan rumus volume prisma dan limas tegak Menghitung volume prisma dan limas tegak 2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas. Contoh: a) Mengidentifikasi unsur-unsur prisma dan limas tegak Mengidentifikasi unsur-unsur prisma tegak Mengidentifikasi unsur-unsur prisma tegak b) Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma dan limas tegak Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma tegak Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma tegak 3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran.
Contoh: Alas sebuah prisma berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang sisi masingmasing 9 cm, 12 cm, dan 15 cm. Jika tinggi prisma 10 cm, hitunglah luas permukaan prisma tersebut! Jawab: L = 2 L alas + K alas tinggi 1 = 2 9 12 + (9 + 12 + 15) 10 2 = 2 54 + 36 10 = 108 + 360 L = 468 cm 2 Jadi, luas permukaan prisma adalah 468 cm 2 9 cm 15 cm 12 cm 10 cm 4) Menampilkan soal-soal latihan dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya. Perhatikan gambar di samping. Jika AB = 12 cm dan luas limas 384 cm 2, hitunglah volume limas. T D C E F A B 5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya. Contoh: Perhatikan bentuk tenda di bawah ini. Kemudian hitung luas kain yang digunakan untuk membuat tenda tersebut!
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif Contoh: Prisma adalah bangun ruang sisi datar yang dibatasi dua sisi berbentuk segi banyak yang sejajar dan kongruen serta sisi-sisi lainnya berbentuk persegi panjang atau jajargenjang. 7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran Contoh: Prisma adalah bangun ruang sisi datar yang dibatasi dua sisi berbentuk segi banyak yang sejajar dan kongruen serta sisi-sisi tegaknya berbentuk persegi panjang atau jajargenjang. Sifat-sifat prisma: Dua bidang kongruen dan sejajar disebut bidang alas dan bidang atas. Rusuk-rusuk tegaknya saling sejajar Bidang-bidang tegaknya berbentuk persegi panjang atau jajargenjang Bidang diagonalnya berbentuk segi empat Nama prisma bergantung pada bentuk alas 8) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi. Limas T.ABCD diketahui panjang AB=BC=AD=14 cm. TA=TB=TC=TD=25 cm. jumlah luas sisi tegaknya adalah D T C A B 9) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi. Misalkan soal nomor 1 skornya 10, nomor 2 skornya 15 dan nomor 3 skornya 15. Untuk mengetahui nilai siswa dengan menggunakan rumus rata-rata yaitu jumlah skor dibagi dengan jumlah soal.
10) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud. Misalnya: Terdapat daftar pustaka atau referensi dari internet. b. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai. Contoh: Dalam modul prisma dan limas tegak mencangkup materi: a) Mengidentifikasi unsur-unsur prisma dan limas tegak b) Jaring-jaring prisma dan limas tegak c) Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma dan limas tegak d) Menemukan dan menghitung rumus volume prisma dan limas tegak c. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
d. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. e. User Friendly (bersahabat/akrab); modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly. Misal dalam menjelaskan pengertian prisma digunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh siswa. Prisma adalah bangun ruang sisi datar yang dibatasi dua sisi berbentuk segi banyak yang sejajar dan kongruen serta sisi-sisi tegaknya berbentuk persegi panjang atau jajargenjang. (Depdiknas, 2008: 3-4) 3. Tujuan Penyusunan Modul Tujuan pembelajaran bermodul adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu diadakan pengorganisasian materi, sehingga semua siswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam waktu yang disediakan, misalnya satu semester. Di samping pengorganisasian materi pembelajaran yang dimaksud di atas, juga perlu memperhatikan cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan pribadi individu. Bentuk
pelaksanaan cara mengajar seperti itu adalah dengan membagi-bagi bahan pembelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan. Bagian-bagian materi pembelajaran tersebut disebut modul. Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama pula, seperti Individualized Study System, Self-pased study course, dan Keller plan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu: a. Memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai tugas pelajaran tersebut b. Menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur. 4. Alur penyusunan modul Sebelum menyusun modul kita harus lebih dahulu melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar yang akan dibelajarkan. Selain itu kita juga melakukan identifikasi terhadap indikator-indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam silabus yang telah disusun. Alur penyusunan modul dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:
JUDUL MODUL PEMBELAJARAN YANG AKAN DISUSUN Buku-buku sumber / referensi Identifikasi Kompetensi dasar, Aspek Materi pembelajaran, Kegiatan pembelajaran Identifikasi indikator dan Penilaian Format Penulisan Modul PENYUSUNAN DRAF MODUL VALIDASI DAN FINALISASI MODUL Diagram 2.1 ALUR PENYUSUNAN MODUL Berdasarkan gambar bagan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa penyusunan sebuah modul pembelajaran diawali dengan urutan kegiatan sebagai berikut: 1) Menetapkan judul modul yang akan kita susun. 2) Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi lainnya. 3) Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar, melakukan kajian terhadap materi pembelajarannya, serta merancang bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai. 4) Merancang format penulisan modul 5) Penyusunan draf modul
Setelah draf modul tersusun, kegiatan berikutnya adalah melakukan validasi dan finalisasi terhadap draf modul tersebut. Kegiatan ini sangat penting supaya modul yang disajikan (dibelajarkan) kepada peserta didik benar-benar valid dari segi isi dan efektifitas modul dalam mencapai kompetensi yang ditetapkan. Kegiatan validasi ini antara lain dengan menguji apakah hubungan antara tujuan mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan indikator telah sesuai. Selain itu kita juga harus menguji tingkat efektifitas kegiatan belajar yang kita pilih mampu membantu siswa dalam mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan, serta mempertimbangkan keterjangkauan tersedianya alat dan bahan kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan finalisasi hal penting yang perlu diperhatikan adalah yang berhubungan dengan bahasa (penulisan kalimat) dan tata letak (layout). Penulisan kalimat dalam modul hendaknya menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu kalimat harus dipola sedemikian rupa sehingga menjadi komunikatif dan akrab bagi siswa. Penulisan kalimat yang komunikatif berpengaruh terhadap minat belajar. Tata letak yang baik akan menimbulkan daya tarik tersendiri terhadap minat belajar siswa. letak (layout) berhubungan dengan ilustrasi, ukuran huruf, spasi, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penampilan modul secara fisik. Ilustrasi sangat penting terutama yang dapat memperjelas pemahaman siswa atas konsep materi yang dibelajarkan sehingga mengurangi verbalisme. Konsistensi terhadap ukuran huruf dan jenis huruf juga akan berpengaruh terhadap kenyamanan dalam membaca. Demikian pula halnya dengan spasi (ruang kosong) antar baris atau kata perlu dijaga konsistensinya sehingga perbedaan antar bab, sub bab, serta bagian-bagian lain dalam modul tidak membingungkan.
5. Keuntungan dan Keterbasan Modul Setiap bahan ajar yang digunakan pada proses pembelajaran pasti memiliki keuntungan dan keterbatasan, begitu juga dengan modul. Keuntungan dan keterbatasan penggunaan modul dalam pembelajaran menurut Setyosari (1991: 19) antara lain. a. Keuntungan penggunaan modul dalam pembelajaran 1) Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan. 2) Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil. 3) Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya. 4) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester 5) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik. b. Keterbatasan penggunaan modul dalam pembelajaran 1) Ikatan kelas menjadi renggang, belajar bersama di kelas kecil. Padahal motivasi dapat dipengaruhi oleh dukungan kehidupan sosial. 2) Perkembangan jiwa sosial kelas kurang mendapat perhatian, karena adanya prinsip individualisasi belajar. 3) Aspek kemanusiaan, harkat manusia seolah diabaikan karena manusia dianggap seperti mesin yang dapat berproduksi tinggi.
B. Model Pembelajaran Inkuiri 1. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri Istilah inkuiri berasal dari Bahasa Inggris, yaitu inquiry yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Trianto, 2007: 135). Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Menurut Sanjaya (2006: 194), pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran inkuiri dibangun dengan asumsi bahwa sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekililingnya tersebut merupakan kodrat sejak ia lahir ke dunia, melalui indra penglihatan, indra pendengaran, dan indra-indra yang lainnya. Keingintahuan manusia terus menerus berkembang hingga dewasa dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimilikinya akan menjadi bermakna manakala didasari oleh keingintahuan tersebut. Menurut Trianto (2007: 135), untuk melaksanakan inkuiri secara maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, Pertama, Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan adanya tekanan/ hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri berfokus hipotesis. Siswa perlu
menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masingmasing dengan argumen yang benar. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya. 2. Karakteristik Pembelajaran Inkuiri Menurut Sanjaya (2006: 195), pembelajaran inkuiri mempunyai tiga karakteristik, yaitu: a. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. c. Tujuan dari penggunaan strategi inkuiri dalam pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. 3. Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut: a. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Contoh: Ada 2 buah segitiga sama sisi yang kongruen dan 3 buah persegi panjang kepada siswanya. Kemudian susunlah 2 buah segitiga sama sisi dan 3 buah persegi panjang tersebut sehingga terbentuk bangun ruang! b. Merumuskan Hipotesis Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir tersebut dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Contoh: Hipotesis dari pertanyaan diatas mungkin berbentuk:
c. Mengumpulkan Data Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Contoh: Yang termasuk bangun ruang apa saja? Ada kubus, balok, prisma, limas, tabung. d. Analisis Data Analisis data adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Contoh: Disusun sehingga menjadi bangun ruang:
e. Membuat Kesimpulan Membuat kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kadang banyaknya jawaban yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang diputuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Contoh: Dapat diambil kesimpulan bahwa bangun ruang yang terbentuk dari 2 buah segitiga sama sisi dan 3 buah persegi panjang adalah prisma segitiga. Prisma adalah bangun ruang sisi datar yang dibatasi dua sisi berbentuk segi banyak yang sejajar dan kongruen serta sisi-sisi lainnya berbentuk persegi panjang atau jajargenjang. (Sanjaya, 2006: 199-203) 4. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri a. Keunggulan 1) Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang. 2) Siswa menjadi aktif dalam mencari dan mengolah sendiri informasi. 3) Siswa mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik. 4) Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. 5) Siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
6) Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dalam transfer konsep yang dimilikinya kepada situasi-situasi proses belajar yang baru. 7) Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri. 8) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep sendiri (self-concept) pada diri siswa sehingga secara psikologis siswa lebih terbuka terhadap pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu mengambil dan mengeksploitasi kesempatankesempatan yang ada. 9) Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber balajar. b. Kelemahan 1) Jika guru tidak dapat merumuskan teka-teki atau pertanyaan kapada siswa dengan baik, untuk memecahkan permasalah secara sistematis, maka akan membuat murid lebih bingung dan tidak terarah. 2) Kadang kala guru mengalami kesulitan dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. 3) Dalam implementasinya memerlukan waktu panjang sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu yang ditentukan. 4) Pada sistem klasikal dengan jumlah siswa yang relatif banyak, penggunaan pendekatan ini sukar untuk dikembangkan dengan baik. 5) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi, maka pembelajaran ini sulit diimplementasikan oleh guru. C. Model Pengembangan Modul Menurut Sudjana (2001: 92), untuk melaksanakan pengembangan perangkat pengajaran diperlukan model-model pengembangan yang sesuai dengan sistem pendidikan. Sehubungan dengan itu ada beberapa model pengembangan pembelajaran.
Dalam pengembangan perangkat pembelajaran dikenal tiga macam model pengembangan perangkat, yaitu: model Dick-Carey, model 4-D, dan model Kemp. Namun, dalam penelitian ini peneliti memilih model pengembangan perangkat pembelajaran menurut Thiagarajan, Semmel dan Semmel atau model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu define, design, develop, dan desseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-P yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran seperti pada gambar di bawah ini: Diagram 2.2 MODEL PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN 4-D (THIAGARAJAN, SEMMEL, DAN SEMMEL, 1974) Analisis Awal-Akhir Analisis Siswa Analisis Tugas Analisis Konsep Spesifikasi Tujuan Penyusunan Tes Pemilihan Media Pemilihan Rancangan Awal Validasi Ahli Uji Pengembangan Uji Validasi Pengemasan Penyebaran dan Pengadopsian Pendefinisian Perancangan Pengembanga Penyebaran
1. Tahap Pendefinisian (Define) Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: a. Analisis Awal-Akhir Analisis awal-akhir bertujuan untuk menentukan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran sehingga dibutuhkan pengembangan bahan pembelajaran. b. Analisis Siswa Tujuan analisis siswa adalah menelaah karakteristik siswa yang sesuai dengan rancangan dan perkembangan materi pelajaran. c. Analisis Konsep Analisis konsep bertujuan untuk mengidentifikasi, merinci dan menyusun secara sistematis konsep-konsep yang relevan yang akan diajarkan berdasarkan analisis awal-akhir. d. Analisis Tugas Analisis tugas adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi dalam satuan pembelajaran. Analisis tugas dilakukan untuk merinci isi materi ajar dalam bentuk garis besar.
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran (TPK) Spesifikasi tujuan pembelajaran ditujukan untuk mengkonversikan tujuan dari analisis tugas dan analisis konsep menjadi tujuan-tujuan pembelajaran khusus, yang dinyatakan dengan tingkah laku. 2. Tahap Perancangan (Design) Tujuan tahap ini adalah untuk merancang prototipe perangkat pembelajaran yang meliputi empat langkah, yaitu: a. Penyusunan tes acuan patokan b. Pemilihan media c. Pemilihan format d. Desain awal (rancangan awal) 3. Tahap Pengembangan (Develop) Tujuan pengembangan adalah untuk menghasilkan draft perangkat pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan masukkan para ahli dan data yang diperoleh dari uji coba. Pada tahap pengembangan ini terdapat dua langkah kegiatan, yaitu penilaian para ahli dan uji coba. 4. Tahap penyebaran (Disseminate). Maksud dari tahap ini adalah menyebarkan perangkat pembelajaran dan instrument penelitian setelah direvisi berdasarkan hasil validasi para ahli dan hasil uji coba. (Trianto, 2009: 189-192)
D. Pengembangan Modul dengan Model Pembelajaran Inkuiri Proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa sendiri yang aktif dalam mengkonstruki pengetahuannya. Kolaborasi antara bahan ajar dan model pembelajaran sangat diperlukan untuk mewujudkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah modul yang dipadukan dengan model pembelajaran inkuiri. Pengembangan modul dengan model pembelajaran inkuiri ini diawali dengan mempelajari standar kompetensi materi prisma dan limas tegak, dilanjutkan dengan mempelajari kompetensi dasar. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator belajar, setelah itu menentukan materi pokok yaitu materi prisma dan limas tegak. Dari materi pokok, kemudian dijabarkan menjadi beberapa sub pokok bahasan yang sesuai. Setiap sub pokok bahasan tersebut dikembangkan dengan menerapkan ciri-ciri dalam model pembelajaran inkuiri. Modul dilengkapi dengan latihan, soal evaluasi, rangkuman, kunci jawaban, daftar pustaka. Setelah pembuatan modul selesai, proses selanjutnya adalah melakukan validasi. Validasi yang dilakukan terbatas pada validasi isi. Setelah divalidasi modul selanjutnya direvisi sesuai dengan saran dari validator. Dengan pengembangan modul model pembelajaran inkuiri, diharapkan pelaksanaan pembelajaran di kelas akan lebih efektif. E. Materi Prisma dan Limas Tegak mencangkup: Dalam KTSP standar isi 2006 kelas VIII, materi prisma dan limas
a. Mengidentifikasi unsur-unsur prisma dan limas tegak Mengidentifikasi unsur-unsur prisma tegak Mengidentifikasi unsur-unsur prisma tegak b. Jaring-jaring prisma dan limas tegak c. Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma dan limas tegak Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma tegak Menemukan dan menghitung rumus luas permukaan prisma tegak d. Menemukan dan menghitung rumus volume prisma dan limas tegak Menemukan dan menghitung rumus volume prisma tegak Menemukan dan menghitung rumus volume limas tegak (Eko, 2007: 239-260)