BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

Struktur Baja 2. Kolom

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Bab II STUDI PUSTAKA

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

Sambungan diperlukan jika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Komponen Struktur Tarik

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

BAB III METODE PERANCANGAN

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

P ndahuluan alat sambung

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

BAB III METODOLOGI DESAIN

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam tekan sebelum terjadi kegagalan (Bowles, 1985).

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. 3.1 Diagram Alir Perancangan Struktur Atas Bangunan. Skematik struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang - batang baja struktur tersebut, sebagai gaya - gaya tekan dan tarik, melalui titik - titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiap - tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya momen sekunder. Dengan adanya beberapa bahan konstruksi lain seperti baja, maka perlu dicoba merancang ulang jembatan dengan menggunakan material baja. Mengingat beberapa keunggulan dari material baja itu sendiri dibandingkan dengan material yang lain. Keunggulan dari material baja itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur - struktur jembatan yang berada pada kondisi tanah yang buruk. 2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh lebih seragam/homogeny serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya. 3. Keunggulan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah kemudahan penyambungan antar elemen satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau baut. Pembautan baja melalui proses gilas panas mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi penampang yang diinginkan. Kecepatan pelaksanaan kontruksi baja juga menjadi suatu keunggulan material baja. 2-1

Jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Tipe Tipe Jembatan Rangka. Sumber : Modul 1 Pengenalan Jembatan Baja, Ir. Thamrin Nasution. Jenis jembatan rangka yang digunakan penulis dalam tugas akhir ini adalah Jembatan Rangka Baja Tipe Warren. Jembatan Rangka tipe Warren ini merupakan tipe jembatan rangka baja yang umum digunakan, dimana jembatan ini memiliki tiga komponen yang saling membentuk segitiga sama sisi. Jembatan tipe ini memiliki keunggulan mudah dalam proses konstruksinya selain itu memiliki sebaran gaya yang baik sehingga dimensi yang didapat tidak terlalu bervariasi. Jembatan ini ditemukan James Warren dan Willoughby Theobald Monzari di Britania Raya (Inggris), pada tahun 1848. Dapat dikenali dengan adanya bentuk segitiga sama kaki atau segitiga sama sisi pada struktur atasnya, segitiga ini berbentuk seperti jaringan yang dihubungkan pada tiap joint 2-2

pada bagian atas dan bawahnya. Struktur rangkanya terdiri dari batang horizontal atas, batang horizontal bawah dan batang diagonal. Untuk batang horizontal atas mengalami gaya tekan, batang horizontal bawah mengalami gaya tarik, sedangkan batang diagonalnya sebagian mengalami gaya tekan dan sebagiannya lagi mengalami gaya tarik. Gambar 2.2. Skema Jembatan tipe Warren Truss. Sumber : Penggambaran dengan Auto CAD. 2.2 Profil Baja Jembatan Rangka Secara fisik jembatan rangka terlihat tersusun atas bermacam-macam profil yang dihubungkan menjadi satu kesatuan oleh pelat buhul dengan baut sebagai alat koneksinya. Berikut beberap jenis profil yang akan digunakan pada konstruksi jembatan rangka diantaranya : Profil H. Profil jenis ini dipakai pada komponen rangka utama yaitu pada gelagar bawah ( bottom chord ),dan batang diagonal ( diagonal chord ). Pada umumnya dimensi profil H pada bagian portal ujung jembatan lebih besar dibandingkan pada bagian tangah, hal ini di karenakan batang diagonal pada portal ujung mengalami gaya tekan terbesar dibandingkan batang lainnya dan juga memikul gaya angin.pada umumnya profil H dibuat dipabrik fabrikasi dengan cara menyambungkan pelat-pelat baja memakai pengelasan. Profil H terkadang juga digunakan sebagai ikatan angin. Profil I. profil jenis ini dipakai pada gelagar melintang dan gelagar memanjang. Penggunaan profil ini pada bagian tersebut disebabkan oleh momen yang dapat terjadi pada komponen tersebut akibat beban lantai kendaraan beserta beban hidup yang lewat di atasnya. Profil I juga difabrikasi. Profil siku. Profil siku dipakai pada bagian ikatan angin, baik dibawah maupun di atas. Profil siku pada jembatan rangka merupakan profil 2-3

siku hasil cetak buka merupakan pelat yang dilas. Profil siku yang digunakan juga merupakan profil siku yang simetris. Pipa Baja. Pipa baja merupakan profil yang digunakan sebagai sandaran pada jembatan rangka. Pipa ini merupakan pipa yang terbuat dari baja berdiameter 2 inchi ysng telah galvanis dan disambungkan pada batang diagonal ( diagonal chord ). Gambar 2.3. Standar tipe penampang profil baja 2.3 Load and Resistance Factor Design LRFD SNI 03-1729-2002 mengkombinasikan perhitungan kekuatan batas (ultimate) dengan kemampuan layan dan teori kemungkinan untuk keamanan yang disebut juga metode Load and Resistance Factor Design - LRFD. Dalam metoda LRFD terdapat beberapa prosedur perencanaan dan biasa disebut perancangan kekuatan batas, perancangan plastis, perancangan limit, atau perancangan keruntuhan (collapse design). LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi batas digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas kekuatan dan batas layan (serviceability). Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk 2-4

(buckling), hancur, fatik, guling, dll. Kondisi batas layan (serviceability limit state) berhubungan dengan performansi (unjuk kerja) struktur dibawah beban normal dan berhubungan dengan hunian struktur yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi. Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung. Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau sakit. Dari sisi kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50- tahunan, meskipun boleh terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan. Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua peraturan untuk gedung) adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat diserahkan kepada perancang teknik sendiri. Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan dikalikan dengan faktor beban atau faktor keamanan hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan digunakan beban terfaktor. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi pembebanan. Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan teoritis dari elemen struktur yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau faktor overcapacity yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan material, dimensi, dan pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman reliabilitas dalam perancangan. 2-5

2.3.1 Kelebihan LRFD Pertanyaan yang sering muncul adalah: apakah LRFD akan lebih menghemat dibandingkan dengan ASD? Jawabannya adalah mungkin benar, terutama jika beban hidup lebih kecil dibandingkan beban mati. Perlu dicatat bahwa tujuan adanya LRFD bukanlah mendapatkan penghematan melainkan untuk memberikan reliabilitas yang seragam untuk semua struktur baja. Dalam ASD faktor keamanan sama diberikan pada beban mati dan beban hidup, sedangkan pada LRFD faktor keamanan atau faktor beban yang lebih kecil diberikan untuk beban mati karena beban mati dapat ditentukan dengan lebih pasti dibandingkan beban hidup. Akibatnya perbandingan berat yang dihasilkan dari ASD dan LRFD akan tergantung pada rasio beban hidup terhadap beban mati. Untuk gedung biasa rasio beban hidup terhadap beban mati sekitar 0,25 s.d. 4,0 atau sedikit lebih besar. Untuk bangunan baja tingkat rendah, perbandingan tersebut akan sedikit diatas rentang ini. Dalam ASD kita menggunakan faktor keamanan yang sama untuk beban mati dan beban hidup tanpa melihat rasio beban. Jadi dengan ASD akan dihasilkan profil yang lebih berat dan faktor keamanan akan lebih naik dengan berkurangnya rasio beban hidup terhadap beban mati. Untuk rasio L/D lebih kecil dari 3, akan terdapat penghematan berat profil berdasarkan LRFD atau sekitar 1/6 untuk elemen tarik dan kolom dan 1/10 untuk balok. Sebaliknya jika rasio L/D sangat tinggi maka hampir tidak ada penambahan penghematan berat baja yang dilakukan berdasarkan LRFD dibandingkan ASD. 2.3.2 Faktor Beban Tujuan dari faktor beban adalah untuk menaikkan nilai beban akibat ketidakpastian dalam menghitung besar beban mati dan beban hidup. Misalnya, berapa besar ketelitian yang dapat anda lakukan dalam menghitung beban angin yang bekerja pada gedung perkuliahan atau rumah anda sendiri? Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban mati lebih kecil dari pada untuk beban hidup karena perancang teknik dapat menentukan dengan lebih pasti besar beban mati dibandingkan dengan beban hidup. 2-6

Beban yang berada pada tempatnya untuk waktu yang lama variasi besar bebannya akan lebih kecil, sedangkan untuk beban yang bekerja pada waktu relatif pendek akan mempunyai variasi yang besar. Prosedur dalam LRFD akan membuat perancang teknik lebih menyadari variasi beban yang akan bekerja pada struktur dibandingkan jika perancangan dilakukan dengan metode perancangan tegangan ijin (Allowable Stress Design ASD). Kombinasi beban yang ditinjau di bawah ini didasarkan pada Pasal 6.2.2 SNI 03-1729-2002. Dalam persamaan ini: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat kostruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap; L adalah beban hidup dari pengguna gedung dan beban bergerak didalamnya, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, air hujan, dll; L a adalah beban hidup atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak; H adalah beban hujan tidak termasuk genangan air hujan (ponding); E adalah beban gempa yang ditentukan menurut SNI 03-1726-2002 atau penggantinya. U menyatakan beban ultimate. U = 1,4D (2.1) U = 1,2D + 1,6L + 0,5(L a atau H) (2.2) Beban kejut hanya ada pada kombinasi beban kedua Pers. (2.1) di atas. Jika terdapat beban angin dan gempa, maka kombinasi beban berikut harus digunakan: U = 1,2D + 1,6(L a atau H) + (0,5L atau 0,8W) (2.3) U = 1,2D + 1,3W + 0,5L + 0,5(L r atau H) (2.4) U = 1,2D ± 1,0E + 0,5L (2.5) Dalam kelompok kombinasi diatas, beban kejut cukup ditinjau dengan Pers. (2.3). Untuk bangunan garasi, gedung untuk kepentingan umum, atau gedung lain dengan beban hidup melampaui 5 kpa (500 kg/m 2 ), maka faktor beban L pada Pers. (2.2), (2.3), dan (2.4) sama dengan 1,0 sehingga persamaan menjadi: 2-7

U = 1,2D + 1,6(L r atau H) + (1,0L atau 0,8W) (2.6) U = 1,2D + 1,3W + 1,0L + 0,5(L r atau H) (2.7) U = 1,2D ± 1,0E + 1,0L (2.8) Untuk memperhitungan kemungkinan adanya gaya ke atas (uplift), maka LRFD memberikan kombinasi beban lain. Kondisi ini mencakup kasus dimana gaya tarik muncul akibat adanya momen guling. Hal ini akan menentukan pada gedung tinggkat tinggi dengan gaya lateral yang besar. Dalam kombinasi ini beban mati direduksi 10% untuk mencegah estimasi berlebih (overestimate). Kemungkinan gaya angin dan gempa mempunyai tanda minus atau positif hanya perlu ditinjau pada Pers. (2.9) di bawah ini. Jadi dalam persamaan sebelumnya, tanda untuk W dan E mempunyai tanda yang sama dengan suku lain dalam persamaan tersebut. U= 0,9D ± (1,3W atau 1,0E) (2.9) Besar beban (D, L, L a, dll) harus mengacu pada peraturan muatan. Beban hidup rencana untuk lantai yang luas, bangunan tingkat tinggi, dll dapat direduksi. 2.4 Komponen Jembatan Rangka Baja Stuktur Atas (Upper Structure) Struktur atas terdiri dari beberapa komponen yang lebih banyak dibandingkan dengan komponen struktur bawah jembatan.komponen tersebut secara umum berupa rangka utama, portal ujung, gelagar melintang, gelagar memanjang, ikatan angin / lateral bracing, pelat buhul, dan lantai kendaraan. 2.4.1 Rangka Utama Rangka utama jembatan rangka dapat dibentuk dengan berbagai variasi.rangka utama merupakan pemikul utama keseluruhan beban jembatan yaitu beban mati dan beban bergerak. Secara umum rangka utama terdiri dari gelagar atas (top chords), gelagar bawah ( bottom chords) dan batang diagonal, dan batang diagonal ( diagonal chords). Pada umumnya setiap bentang untuk gelagar bawah disebut trave. 1 trave mengartikan jarak antara gelagar melintang sebesar 5 m. misalkan 2-8

untuk jembatan rangka type A60 berarti memiliki treve sebanyak 60 m dibagi 5 m yaitu 12 buah trave. 2.4.2 Gelagar Jembatan Pada jembatan rangka baja umumnya dipasang gelagar yang berada dibawah lantai jembatan.gelagar ini berfungsi untuk membagi beban dan membagi bentang lantai jembatan sehingga dapat dihasilkan profil lantai jembatan yang minimum dan mengurangi pengaruh lendutan pada lantai jembatan.terdapat dua buah gelagar yang saling tegak lurus yaitu gelagar memanjang (searah bentang jembatan) dan Gelagar melintang (tegak lurus arah bentang jembatan). Gelagar Melintang (Cross Girder / Cross Beam) Gelagar melintang bawah (cross girder) memiliki beban-beban kendaraan dan beban hidup lainya mealalui gelagar melintang manyalurkan kepada rangka utama. Sedangkan gelagar melintang atas (cross beam) berfungsi sebagai penyalur gaya angin dan memperkaku struktur jembatan. Gelagar melintang juga merupakan tempat untuk ikatan angin. Gelagar Memanjang (Stringer) Gelagar memanjang manyalurkan beban-beban lantai kendaraan (beban mati dan beban bergerak) kepada gelagar melintang, hal ini dikarenakan gelagar memanjang manumpu pada gelagar melintang (end plate connection). Berbeda dengan gelagar melintang, gelagar memanjang hanya ada di posisi bawah jembatan rangka dan tidak terdapat di bagian atas jembatan. 2.4.3 Ikatan Angin (Lateral Bracing) Ikatan angin merupakan rankaian profil baja yang berfungsi untuk menahan beban lateral akibat beban angin pada jembatan. Ikatan angin pada jembatan terletak di bagian atas dan bawah dari jembatan tersebut. Ikatan angin bias berupa profil siku ataupun profil H. untuk jembatan dengan ikatan angin atas berbentuk silang terkadang tidak memakai gelagar melintang atas sehingga dipakai profil H yang lebih kuat dari 2-9

profil siku. Hal ini di sebabkan ikatan angin silang dengan profil H tersebut sudah cukup kuat untuk menahan gaya angin yang terjadi. 2.4.4 Pelat Buhul (Gusset Plate) Pelat buhul adalah salah satu komponen jembatan yang berfungsi untuk menghubungkan profil-profil baja pada rangka utama. Profil-profil baja yang terdapat pada rangka utama,dihubungkan ke pelat buhul dengan menggunakan sambungan serupa baut. Pelat buhul harus memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan profil tebal pelat pada profil baja. Hal ini dikarenakan semua gaya yang bekerja pada struktur rangka utama akan disalurkan ke pelat buhul tersebut. Lubang-lubang pada pelat buhul tersebut harus sangat akurat letak dan diameternya, karena hal ini sangat berperan penting dalam kelancaran pelaksanaan pemasangan jembatan rangka di lapangan.pada umumnya diameter lubang pada pelat buhul dilebihkan sebesar 2 mm. Pelat buhul jembatan rangka baja terdiri dari pelat buhul dalam (inner gusset plate) dan pelat buhul luar (outer gusset plate). Selain itu pelat buhul untuk komponen ujung jembatang berbeda dengan komponen tengah bentang. Pelat buhul untuk komponen tengah dapat dtukarkan (interchangeable) untuk sesame pelat buhul tengah tetapi tidak dapat ditukarkan dengan pelat buhul ujung (posisi letak dan bentuk sudah berbeda) 2.4.5 Elastomeric Bearing Pads (Elastomer Jembatan, Rubber Pad, Bantalan Karet, Anti Vibration Rubber Sheet) Elastomeric Bearing Pads (Bantalan Jembatan ) digunakan secara ekstensif dalam industri konstruksi saat ini. Elastomer Bearing Pad lebih banyak digunakan dalam pembangunan jembatan, jalan tol biasa disebut Bantalan Karet Jembatan atau Perletakan Elastomer Jembatan yang berfungsi sebagai penerus beban dari bangunan bagian atas jembatan ke bagian bawah bangunan jembatan. 2-10

2.4.6 Plat Baja Bergelombang Pelat baja bergelombang disyaratkan memiliki ketebalan minimum 1 mm dan telah tergalvanisasi. Syarat lainnya berrupa lebar dan panjang minimal 1000 mm, tinggi gelombang 30 mm dan jarak as antara gelombang maksimal 200 mm. Selain aspal dan beton bertulang, pada jembatan juga terdapat kerb yang berfungsi sebagai tempat pejalan kaki atau batas kendaraan. Kerb terbuat dari beton dan dicor bersama dengan lapisan perkerasan kaku (beton bertulang). 2.4.7 Lantai Kendaraan Lantai kendaraan merupakan komponen utama jembatan yang berkontak langsung dari beban kendaraan pada jembatan jalan raya. Lantai kendaraan pada jembatan dibuat menjadi dua lapis yaitu lapisan perkerasan kaku (beton bertulang) minimum setebal 20 cm dan lapisan perkerasan lentur (aspal beton) setebal 5 cm. sedangkan untuk formwork untuk pengecoran beton, dapat menggunakan pelat baja bergelombang karena akan mempermudah pengerjaannya. Sedangkan plat gelombang akan dibuatkan ke stringer. 2.4.8 Sandaran Sandaran pada jembatan rangka dibuat sederhana dari pipa baja yang tergalvanis. Pipa baja yang dipakai pada umumnya memiliki diameter 2 inchi. Sandaran pada jembatan rangka diikatkan pada endplate yang disambung pda batang diagonal. Sandaran pada jembatan rangka terdapat dua buah yaitu sandaran atas dan sandaran bawah. Tinggi sandaran / railing sesuai standar dari Bina Marga yaitu 100 cm dari muka kerb untuk sandaran atas dan 40 cm dari muka kereb untuk sandaran bawah. 2.5 Perencanaan Sambungan Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat pengencang ( baut dan las). 2-11

Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan harus memenuhi syarat berikut : a. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya gaya yang bekerja pada sambungan. b. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan. c. Sambungan dan komponen sambungan yang berdekatan harus mampu memikul gaya gaya yang bekerja padanya. 2.5.1 Perencanaan Sambungan Baut Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keeling dan las. Baut yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut hitam dan baut berkekuatan tinggi. Baut hitam terdiri dari 2 jenis, yaitu : Baut yang diulir penuh dan baut yang tidak diulir penuh, sedangkan baut berkekuatan tinggi umumnya terdiri dari 3 type yaitu : Tipe 1 : Baut baja karbon sedang, Tipe 2 : Baut baja karbon rendah, Tipe 3 : Baut baja tahan karat. Walaupun baut ini kurang kaku bila dibandingkan dengan paku keling dan las, tetapi masih banyak digunakan karena pemasangan baut relatif lebih praktis. Pada umumnya baut yang digunakan untuk menyambung profil baja ada 2 jenis, yaitu : 1. Baut yang diulir penuh Baut yang diulir penuh berarti mulai dari pangkal baut sampai ujung baut diulir. Gambar 2.4. Baut yang diulir penuh 2-12

Diameter baut yang diulir penuh disebut diameter kern (inti) yang ditulis dengan notasi d k atau d 1 pada tabel baja tentang baut, misalnya : Diameter Nominal Tinggi Diameter (d n ) Mur Inti (d k ) Ket. Inchi mm (mm) (mm) ½ 12,70 13 9,99 M 12 5/8 15,87 16 12,92 M 16 ¾ 19,05 19 15,80 M 20 1 25,40 25 21,34 M 25 Kalau baut yang diulir penuh digunakan sebagai alat penyambung, maka ulir baut akan berada pada bidang geser. Gambar 2.5. Ulir baut berada pada bidang geser 2. Baut yang tidak diulir penuh Baut yang tidak diulir penuh ialah baut yang hanya bagian ujungnya diulir. Gambar Baut yang tidak diulir penuh 2-13

Diameter nominal baut yang tidak diulir penuh ialah diameter terluar dari batang baut. Diameter nominal ialah diameter yang tercantum pada nama perdagangan, misalnya baut M16 berarti diameter nominal baut tersebut = 16 mm. Mengenai kekuatan tarik baut, anda dapat melihat pada tabel konstruksi baja. Sebagai contoh, berikut ini diuraikan kekuatan baut masing-masing dari baut hitam dan baut berkekuatan tinggi. Kalau baut hitam, ada tertulis di kepala baut 4,6 ini berarti tegangan leleh minimum baut = 4 x 6 x 100 = 2400 kg/cm2. sedangkan, untuk baut berkekuatan tinggi, ada tertulis di kepala baut A325 atau A490. untuk baut A325 dengan diameter 16 mm, maka kekuatan tarik baut = 10700 kg. 2.5.2 Jenis Jenis Sambungan Yang Menggunakan Baut Ada 4 jenis sambungan yang menggunakan baut, yaitu : 1. Baut dengan 1 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut). Gambar 2.6. Baut dengan satu irisan 2. Baut dengan 2 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut). Gambar 2.7. Baut dengan dua irisan 2-14

3. Baut yang dibebani / sumbunya. Gambar 2.8. Baut yang dibebani sejajar dengan sumbu 4. Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu. Gambar 2.9. Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu 2.5.3 Perencanaan Sambungan Las Pengelasan adalah salah satu cara menyambung pelat atau profil baja, selain menggunakan baut dan paku keling. Kalau diperhatikan sekarang ini, sebagian besar sambungan yang dikerjakan di bengkel menggunakan las, misalnya pembuatan pagar besi, pembuatan tangga besi ataupun jerejak. Proses pengelasan biasanya dikerjakan secara manual dengan menggunakan batang las (batang elektroda). Batang elektroda berbeda-beda tipenya tergantung kepada jenis baja yang akan dilas, di pasaran biasanya disebut las listrik. Selain itu ada juga proses pengelasan dengan menggunakan gas acetylin yang disebut las antogen, bahasa pasarannya disebut las karbit. 2-15

Pada Konstruksi baja biasanya terdapat 2 macam las, yaitu las tumpul dan las sudut. 1. Las Tumpul Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan las tumpul ada 4 jenis yaitu : 1. Las tumpul persegi panjang : Sambungan jenis ini hanya dipakai bila tebal logam dasar tidak lebih dari 5 mm. Gambar 2.10. Las tumpul persegi panjang 2. Las tumpul V tunggal : Sambungan jenis ini tidak ekonomis bila logam dasar tebalnya melebihi 15 mm. Gambar 2.11. Las tumpul v tunggal 3. Las tumpul V ganda : sambungan jenis ini lebih cocok untuk seluruh kondisi. Gambar 2.12. Las tumpul v ganda 2-16

4. Las tumpul U tunggal : sambungan jenis ini lebih cocok untuk logam dasar yang tebalnya tidak lebih dari 30 mm. Gambar 2.13. Las tumpul u tunggal 2. Las Sudut Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan las sudut ada 3 jenis yaitu : 1. Las sudut datar : Sambungan jenis ini adalah sambungan las yang paling umum digunakan karena memberikan kekuatan yang sama dengan pemakaian elektroda yang lebih sedikit. Gambar 2.14. Las Sudut Datar 2. Las sudut cekung : Pemakaian elektroda lebih banyak dibandingkan dengan las sudut datar. 2-17

Gambar 2.15. Las Sudut Cekung 3. Las sudut cembung : Pemakaian elektroda lebih banyak sama seperti las sudut cekung. Gambar 2.16. Las sudut cembung 2-18