BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KESINAMBUNGAN PERSOALAN DALAM KONSEP SISTEM REPRODUKSI PADA BUKU TEKS PELAJARAN KURIKULUM 2013 DI JENJANG SD, SMP, DAN SMA DI KOTA YOGYAKARTA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

Universitas Sumatera Utara

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

- - SISTEM REPRODUKSI MANUSIA - - sbl2reproduksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

MODUL MATA PELAJARAN IPA

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA MELALUI PENJARINGAN ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN ( SMP/MTs & SMA/ MA sederajat )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan antara pubertas, peralihan biologis anak-anak dan masa dewasa

Sistem Reproduksi Manusia BAB 2. A. Struktur Alat Reproduksi B. Gangguan Sistem Reproduksi. Bab 2 Sistem Reproduksi Manusia 19

Berdasarkan susunan selaput embrionya kembar identik dibedakan menjadi 3 yaitu :

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

Sisten reproduksi pria dan wanita A.Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon pada pria.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

JURNAL BIOLOGI, Vol. 2 No. 2, Tahun 2013, Halaman 1-13

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

12/21/2011. Pendidikan Seks Remaja: Menuju Reproduksi Sehat. Pengertian. Karakteristik remaja

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalahtsts, didalam bahasa

Organ Reproduksi Perempuan. Organ Reproduksi Bagian Dalam. Organ Reproduksi Bagian Luar. 2. Saluran telur (tuba falopi) 3.

Bab SISTEM REPRODUKSI MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

BAB 1. All About Remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

oleh: Dr. Lismadiana, M.Pd Lismadiana/lismadiana.uny.ac.id

Perkembangan Sepanjang Hayat

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. saya sedang melakukan penelitian tentang Efektifitas PIK-KRR Terhadap Peningkatan

KESEHATAN REPRODUKSI OLEH: DR SURURIN

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA 2 : MENSTRUASI PARTUS

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... A. Latar Belakang... 1

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

PROSES KONSEPSI DAN PERTUMBUHAN JANIN Oleh: DR.. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M.Kes.

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

Aulia Puspita Anugra Yekti,Spt,MP,MS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar Biologi tidak selamanya berjalan efektif, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Memahami Tubuh Kita

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian analisis kesinambungan konsep dalam buku pelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organ reproduksi yang dimiliki manusia berbeda antara pria dan wanita Struktur dan fungsi organ reproduksi

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang menakutkan. Hal ini mungkin berasal dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa, hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

KISI-KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL KELAS IX SMP SUB RAYON 04 TAHUN 2014/2015 MAPEL : IPA


HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.3

LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN

KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL (MENGAPA TIDAK) Oleh : Drs. Andang Muryanta

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab. Sistem Reproduksi. A. Sistem Reproduksi pada Manusia B. Sistem Reproduksi pada Tumbuhan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Analisis dalam penelitian ini dilakukan pada setiap unit analisis berupa kalimat (teks), gambar, dan tabel yang terdapat pada buku teks pelajaran Kurikulum 2013 di jenjang SD, SMP, dan SMA. Adapun hasil analisis dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Temuan Perubahan Keberadaan Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran di Jenjang SD, SMP, dan SMA Hasil analisis mengenai temuan perubahan-perubahan keberadaan persoalan dalam konsep yang terdapat dalam buku teks pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA yakni sebagai berikut: a. Penambahan Persoalan dalam Konsep (Penambahan Persoalan Baru dan Penambahan Kedalaman serta Keluasan Persoalan dalam Konsep) Berdasarkan Lampiran 6, hasil perhitungan persentase penemuan jumlah persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD (3,21%), SMP (43%), dan SMA (92,04%). Berdasarkan hasil perhitungan persentase tersebut, dapat diketahui bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan maka persoalan-persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang ditemukan semakin banyak. Persentase jumlah persoalan dalam konsep yang meningkat pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan adanya penambahan kedalaman dan 86

keluasan persoalan dalam konsep materi sistem reproduksi pada buku teks pelajaran. Penambahan kedalaman dan keluasan tersebut ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Penambahan Kedalaman dan Keluasan Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran di setiap Jenjang Pendidikan No. Konsep Temuan Istilah di Jenjang SD SMP SMA Keterangan 1. Pubertas pada pria dan wanita a. Hormon + + + Meluas b. Ciri perkembangan + + + Meluas 2. Organ reproduksi pria a. Penis 1) Bagian-bagian - + + Meluas 2) Penyusun - + + Mendalam 3) Fungsi - + + Meluas b. Skrotum 1) Penyusun - - + Meluas 2) Fungsi - + + Mendalam c. Testis 1) Penyusun - - + Mendalam 2) Fungsi - + + Mendalam d. Epididimis - + + Mendalam e. Vas deferens - + + Mendalam 3. Hormon testosteron a. Tempat pembentukan - + + Mendalam b. Fungsi - + + Meluas 4. Bagian-bagian sperma - + + Mendalam 5. Spermatogenesis - + + Mendalam 6. Organ reproduksi wanita a. Uterus - + + Meluas b. Vulva - + + Meluas c. Kelenjar Bartholini - - + Meluas d. Vagina - + + Mendalam 1) Cairan mukosa vagina - + + Meluas 7. Hormon estrogen - + + Mendalam 8. Hormon progesteron 1) Dihasilkan oleh - + + Meluas 2) Fungsi - + + Mendalam 9. Oogenesis - + + Mendalam 10. Fertilisasi - + + Mendalam 11. Fungsi membran pembungkus embrio - + + Meluas 87

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep materi sistem reproduksi yang terdapat pada buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA. Konsep sistem reproduksi pada jenjang yang lebih tinggi mengalami peningkatan kedalaman dan keluasan persoalan sehingga konsep sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran pada jenjang yang lebih tinggi semakin kompleks. b. Pengurangan dan Hilangnya Persoalan dalam Konsep Hasil analisis pengurangan dan hilangnya persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di setiap jenjang pendidikan ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3. Pengurangan dan Hilangnya Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi dalam Buku Teks Pelajaran di setiap Jenjang Pendidikan No. Konsep Temuan Istilah di Jenjang SD SMP SMA Keterangan 1. Cairan prostat - + + Pengurangan 2. Cairan vesikula seminalis - + + Pengurangan 3. Cairan Cowper - + + Pengurangan 4. Fungsi endometrium - + - Hilang 5. Mekanisme sperma - + - Hilang menemukan letak oosit 6. Kembar siam - + - Hilang 7. Mekanisme persalinan - + - Hilang 8. Kandungan cairan ketuban - + - Hilang Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui terdapat konsep-konsep yang mengalami pengurangan kedalaman dan keluasan persoalan, selain itu juga diketahui terdapat beberapa persoalan dalam konsep yang ada pada buku teks pelajaran di jenjang sebelumnya, namun hilang pada pada buku teks pelajaran di jenjang berikutnya. 88

c. Penggunaan Istilah Hasil analisis perbedaan penggunaan istilah materi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4. Penggunaan Istilah dalam Materi Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran di masing-masing Jenjang Pendidikan No. Daftar Istilah Temuan Istilah di Jenjang SD SMP SMA 1. Pubertas - Pubertas Pubertas 2. Lipatan kulit pada - Prepuce Preputium penis: preputium 3. Proses pematangan - - Spermiogenesis sperma: Spermiogenesis 4. Proses pelepasan - - Spermiasi sperma: Spermiasi 5. Hubungan seksual: - - Koitus koitus 6. Penempelan embrio - Implantasi Implantasi pada endometrium: Implantasi 7. Organ reproduksi: - Organ reproduksi Organ genitalia organ genitalia 8. Payudara: Kelenjar - Payudara Kelenjar mammae mammae 9. Mendeteksi kelainan - - Amniosentesis genetik janin dengan cairan amnion: Amniosentesis 10. Kehamilan: gestasi - Kehamilan Gestasi 11. Kelahiran: partus - Kelahiran Partus 12. Kembar dizigotik: Kembar dizigotik Kembar fraternal kembar fraternal 13. Kembar monozigotik: kembar identik - Kembar monozigotik 14. Laktasi - - Laktasi Kembar identik Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan penggunaan istilah pada materi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran di masing-masing jenjang 89

pendidikan. Istilah yang digunakan pada buku teks pelajaran di jenjang yang lebih tinggi semakin banyak, kompleks, dan semakin variatif dengan menggunakan bahasa-bahasa ilmiah. d. Penggunaan Gambar Hasil analisis mengenai penggunaan gambar pada buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 5. Penggunaan Gambar Sistem Reproduksi dalam Buku Teks Pelajaran di masing-masing Jenjang Pendidikan No. Konsep Temuan Konsep di Jenjang SD SMP SMA Keterangan 1. Struktur organ reproduksi - + + Mendetail 2. Spermatogenesis - + + Mendetail 3. Struktur sperma - - + Penambahan 4. Pergerakan sperma - + - Hilang 5. Struktur organ reproduksi Mendetail - + + wanita 6. Struktur ovarium - + - Hilang 7. Oogenesis - + + Mendetail 8. Perkembangan folikel - - + Penambahan 9. Siklus menstruasi - + + Mendetail 10. Fertilisasi - + - Penambahan 11. Tahap awal perkembangan Mendetail - + + embrio 12. Struktur membran pelindung Penambahan - - + embrio 13. Plasenta - + + Mendetail 14. Perkembangan janin - - + Penambahan 15. Posisi janin dalam kandungan - + + Mendetail 16. Bayi kembar - + + Mendetail 17. Struktur payudara - - + Penambahan 18. Kontrasepsi - - + Penambahan 19. Mioma - - + Penambahan 20. Herpes - + - Hilang 21. Gonorhoe - + - Hilang 22. Jamur penyebab keputihan - + - Hilang 23. HIV/AIDS - + - Hilang 24. Sifilis - + - Hilang 90

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui adanya perbedaan penggunaan gambar pada materi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran di masing-masing jenjang pendidikan. Gambar yang digunakan pada jenjang yang lebih tinggi semakin kompleks, detail, dan keterangan-keterangan gambar semakin banyak. Berdasarkan Tabel 5 juga diketahui terdapat beberapa gambar yang hilang pada buku teks pelajaran di jenjang berikutnya. 2. Kesinambungan Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran Berdasarkan Kurikulum 2013 di Jenjang SD, SMP, dan SMA Berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 4, dapat diketahui persentase penemuan persoalan dalam konsep pada masing-masing kode yakni sebagai berikut: Tabel 6. Kesinambungan Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi dalam Buku Teks Pelajaran Pada Jenjang SD, SMP, dan SMA No. Penemuan persoalan dalam konsep Kode Jumlah Persentase (%) 1. Persoalan ada di jenjang SD, hilang di A 4 0,76 jenjang SMP dan SMA 2. Persoalan tidak ada di jenjang SD, ada di B 34 6,43 jenjang SMP dan hilang di jenjang SMA 3. Persoalan ada di jenjang SD, hilang di C 0 0 jenjang SMP dan muncul kembali di jenjang SMA 4. Persoalan ada di jenjang SD dan SMP, D 4 0,76 hilang di jenjang SMA 5. Persoalan tidak ada di jenjang SD dan E 297 56,25 SMP, ada di jenjang SMA 6. Persoalan tidak ada di jenjang SD, ada di F 180 34,10 jenjang SMP dan SMA 7. Persoalan ada di jenjang SD, SMP dan SMA G 9 1,70 Total persoalan yang ditemukan 528 100 *) derajat kecocokan antar panelis α= 0, 93 91

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa derajat kecocokan antar panellis α = 0,93. Hasil perhitungan derajat kecocokan antar panelis tersebut menunjukkan bahwa kecocokkan antar panelis benar-benar valid. Persentase penemuan persoalan dalam konsep setiap kode berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa persentase paling banyak yaitu pada kode E (persoalan yang hanya terdapat pada jenjang SMA) dengan persentase sebesar 56,25%. Persentase penemuan konsep yang paling sedikit pada buku teks pelajaran yakni pada kode C (persoalan yang ada di jenjang SD, hilang di jenjang SMP dan muncul kembali di jenjang SMA) dengan persentase 0%. Berdasarkan Tabel 6 juga dapat dihitung dan diketahui persentase persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang saling berkesinambungan dan tidak saling berksesinambungan. Persentase persoalan yang berkesinambungan pada buku teks pelajaran dari jenjang SD, SMP, hingga SMA sebesar 36,55% dan persentase persoalan dalam konsep yang tidak saling berkesinambungan sebesar 63,45%. Hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran Kurikulum 2013 yang digunakan di jenjang SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta tidak saling berkesinambungan. B. Pembahasan Penelitian mengenai analisis kesinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi merupakan suatu penelitian yang mengkaji perbedaan kedalaman dan keluasan persoalan yang meliputi penambahan persoalan baru, kedalaman dan keluasan persoalan, penggunaan istilah dan penggunaan gambar dalam materi sistem reproduksi. Penelitian ini juga mengkaji kesinambungan persoalan dalam 92

konsep sistem reproduksi pada pada buku teks pelajaran Kurikulum 2013 di jenjang SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 4 diketahui bahwa cakupan materi sistem reproduksi yang diajarkan mulai dari jenjang SD meliputi materi ciri pubertas dan upaya menjaga kesehatan alat reproduksi. Materi sistem reproduksi pada jenjang SMP yakni meliputi materi struktur fungsi organ reproduksi; tahapan spermatogenesis dan oogenesis; siklus menstruasi; fertilisasi, kehamilan, dan persalinan; kelainan dan penyakit sistem reproduksi; serta upaya pencegahan gangguan pada organ reproduksi. Materi sistem reproduksi pada jenjang SMA meliputi struktur fungsi organ reproduksi pria dan wanita; tahapan spermatogenesis dan oogenesis; siklus menstruasi; fertilisasi, kehamilan (gestasi), dan persalinan; laktasi; kontrasepsi; serta kelainan dan penyakit pada sistem reproduksi. Cakupan materi sistem reproduksi tersebut dipelajari dengan porsi yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Perbedaan porsi materi pada masingmasing jenjang pendidikan disebabkan karena terdapat pengorganisasian materi dari yang bersifat sederhana ke materi yang lebih kompleks dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik (Budiningsih, 2012: 35). Pengorganisasian materi tersebut menyebabkan adanya perubahan-perubahan keberadaan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran yang digunakan di masing-masing jenjang pendidikan. 93

1. Temuan Perubahan Keberadaan Konsep Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran di Jenjang SD, SMP, dan SMA Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 dapat diketahui bahwa terdapat beberapa perubahan keberadaan konsep dalam materi sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA. Perubahan konsep tersebut meliputi penambahan persoalan baru, penambahan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep, perbedaan penggunaan istilah, dan perbedaan penggunaan gambar. Perubahan-perubahan pada materi sistem reproduksi tersebut juga menyebabkan adanya persoalan yang hilang dan terdapat persoalan-persoalan dalam konsep yang tetap dipelajari pada jenjang pendidikan yang berbeda (konstan). Berdasarkan temuan juga diketahui adanya miskonsepsi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran Kurikulum 2013 dan terdapat pengintegrasian materi sistem reproduksi dengan norma sosial dan agama. Perubahan-perubahan keberadaan persoalan dalam konsep dapat terjadi karena konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Hal tersebut ditujukan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang secara seimbang, harmonis, dan menyeluruh (Hamalik, 2013: 123). Pemilihan persoalan dalam konsep yang tidak disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik tidak akan bermakna bagi peserta didik (Budiningsih, 2012: 40). Perubahan-perubahan keberadaan konsep yang terdapat pada buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA yakni sebagai berikut: 94

Persentase (%) a. Penambahan Persoalan dalam Konsep (Penambahan Persoalan Baru, Penambahan Kedalaman dan Keluasan Persoalan dalam Konsep) Penambahan persoalan dalam konsep ditunjukkan dari hasil perhitungan persentase jumlah persoalan dalam konsep pada Lampiran 6. Hasil perhitungan persentase jumlah persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di setiap jenjang pendidikan digambarkan pada grafik berikut ini: Persentase Penemuan Persoalan dalam Konsep pada Buku Teks Pelajaran di Setiap Jenjang Pendidikan 100 92,04% 80 60 40 20 0 43% 3,21% SD SMP SMA Jenjang pendidikan SD SMP SMA Gambar 20. Grafik Persentase Penemuan Persoalan dalam Konsep di setiap Jenjang Pendidikan Berdasarkan grafik pada Gambar 20 dapat diketahui bahwa persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang terdapat pada jenjang SD sangat sedikit. Hal tersebut dapat disebabkan karena persoalan-persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD masih berupa persoalanpersoalan dasar yang dituliskan secara sederhana dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Persentase penemuan persoalan dalam konsep yang sangat sedikit di jenjang SD juga menunjukkan bahwa persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku 95

teks pelajaran terkesan dangkal. Kedangkalan materi tersebut juga diakui oleh beberapa guru yang menjelaskan bahwa materi yang dituliskan pada buku teks pelajaran di jenjang SD sangat sedikit dan tidak mendalam. Kedangkalan materi pada jenjang SD didasarkan pada temuan bahwa persoalan ciri pubertas yang dituliskan pada buku teks pelajaran hanya sebatas penjelasan mengenai hormon reproduksi yang mulai aktif sehingga menimbulkan keringat, bau badan, dan berjerawat (Maryanto, dkk., 2014: 190). Persoalan ciriciri pubertas yang sangat sederhana dapat menyebabkan perolehan pengetahuan peserta didik mengenai ciri pubertas sangat terbatas. Materi mengenai ciri pubertas seharusnya dijelaskan lebih lengkap dan detail termasuk materi mengenai mimpi basah pada laki-laki dan menstruasi pada perempuan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Wiknjosastro (Sumini, 2014: 4) yang menyatakan bahwa anak perempuan akan mengalami menstruasi pertama (menarche) pada usia 10-16 tahun, sehingga pemberian materi mengenai menarche menjadi penting untuk anak pada jenjang SD khususnya kelas 5 dan 6. Materi mengenai perkembangan ciri kelamin sekunder pada laki-laki dan perempuan juga perlu ditambahkan agar peserta didik memiliki pengetahuan mengenai perubahan-perubahan fisik yang dialami. Hal tersebut disebabkan karena pada usia 10-11 tahun pada laki-laki dan 9-11 tahun pada perempuan sudah mengalami fase awal pubertas yang ditandai dengan munculnya ciri perkembangan kelamin sekunder (Citrawathi, 2014: 2). Kedangkalan materi dalam buku teks pelajaran di jenjang SD dapat disebabkan karena buku teks pelajaran yang digunakan pada jenjang SD merupakan 96

buku tematik. Buku tematik merupakan buku yang terdiri dari beberapa materi yang dikemas atau diintegrasikan dalam suatu tema tertentu (Rusman, 2015: 225). Materi pelajaran yang dikemas dalam tema-tema tertentu menyebabkan adanya seleksi materi karena tidak semua materi dapat saling diintegrasikan, sehingga dapat menyebabkan hilangnya persoalan dalam konsep suatu materi. Kedangkalan materi sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD perlu disiasati oleh guru dengan cara merancang proses pembelajaran yang disesuaikan dengan rumusan kompetensi dasar dan kebutuhan peserta didik. Hal tersebut perlu dilakukan karena salah satu fungsi guru adalah sebagai perancang pembelajaran (Hamalik, 2011: 12). Berdasarkan grafik pada Gambar 20 juga diketahui bahwa persentase jumlah persoalan dalam konsep yang ditemukan pada buku teks pelajaran di jenjang yang lebih tinggi semakin meningkat. Peningkatan persentase jumlah persoalan dalam konsep tersebut menunjukkan adanya penambahan persoalan baru pada jenjang yang lebih tinggi. Perbedaan persentase jumlah persoalan dalam konsep juga menunjukkan adanya penambahan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep. Perbedaan kedalaman dan keluasan konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di setiap jenjang pendidikan dapat dicermati pada Tabel 2 dan pada Lampiran 9. Konsep-konsep yang mengalami penambahan kedalaman dan keluasan persoalan diantaranya yaitu konsep struktur organ reproduksi. Konsep struktur organ reproduksi pria dan wanita pada jenjang SMA sudah menyinggung tentang 97

jaringan-jaringan penyusun setiap organ reproduksi. Fungsi setiap organ reproduksi juga dibahas juga lebih kompleks dan detail dibandingkan pada jenjang SMP. Jenis dan fungsi hormon yang dijelaskan pada buku teks pelajaran di jenjang SMA juga lebih banyak dan lebih bervariasi dibandingkan pada jenjang sebelumnya. Konsep hormon pada jenjang SD hanya sebatas adanya pengaruh dari hormon reproduksi, namun tidak dijelaskan lebih lanjut jenis dan fungsi hormon tersebut. Beberapa hormon sudah disebutkan pada jenjang SMP, namun tidak sebanyak dan tidak mendetail seperti pada buku teks pelajaran yang digunakan pada jenjang SMA. Konsep mengenai spermatogenesis, oogenesis, fertilisasi, kehamilan, persalinan, dan siklus menstruasi merupakan konsep yang baru dipelajari di jenjang SMP. Materi-materi tersebut juga mengalami penambahan kedalaman dan keluasan persoalan pada jenjang SMA. Penambahan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep tersebut meliputi penjelasan yang lebih detail dan kompleks mengenai tahap-tahap yang terjadi dalam konsep-konsep tersebut. Konsep laktasi dan kontrasepsi merupakan penambahan konsep yang baru teradapat pada jenjang SMA. Hal tersebut disebabkan karena konsep laktasi dan kontrasepsi relevan pada perkembangan kognititf dan kebutuhan peserta didik di jenjang SMA dan tidak relevan apabila diajarkan pada jejang SD maupun SMP. Penambahan persoalan baru, penambahan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep menunjukkan adanya peningkatan abstraksi yang lebih tinggi (Idi, 2014: 120-121). Hal tersebut merupakan suatu cara yang dilakukan agar tercipta suatu konsep materi utuh yang dapat dipelajari dari jenjang SD, SMP, hingga SMA 98

(Muslich, 2016: 296). Persoalan dalam konsep yang senantiasa meningkat pada jenjang yang lebih tinggi juga merupakan cerminan dari kemajuan proses belajar bagi peserta didik (Nasution, 1993: 120). b. Pengurangan dan Hilangnya Persoalan dalam Konsep Berdasarkan grafik perhitungan persentase penemuan persoalan dalam konsep pada Gambar 20, diketahui bahwa persentase persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang terdapat di jenjang SMA hanya sebesar 92,04%. Hasil tersebut disebabkan karena terdapat pengurangan kedalaman dan keluasan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SMA, selain itu juga disebabkan karena terdapat persoalan-persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang hilang pada buku teks pelajaran di jenjang SMA. Pengurangan dan hilangnya persoalan dalam konsep dapat dicermati pada Tabel 3 dan pada Lampiran 10. Konsep sistem reproduksi yang mengalami pengurangan kedalaman dan keluasan persoalan yakni kandungan cairan prostat, cairan vesikula seminalis, dan cairan Cowper. Persoalan mengenai kandungan cairan kelenjar yang dijelaskan pada buku teks pelajaran di jenjang SMP justru lebih detail dan kompleks dibandingkan pada buku teks pelajaran di jenjang SMA. Persoalan lain yang terdapat pada buku teks pelajaran di jenjang SMP namun hilang di jenjang SMA adalah mekanisme sperma menemukan letak oosit pada proses fertilisasi. Persoalan mengenai kembar siam, mekanisme persalinan, dan kandungan cairan ketuban yang dijelaskan pada buku teks pelajaran di jenjang SMP juga hilang pada buku teks pelajaran di jenjang SMA. 99

Temuan mengenai pengurangan dan hilangnya persoalan dalam konsep suatu materi merupakan hal yang biasa terjadi. Suatu persoalan dapat dihilangkan apabila persoalan tersebut diyakini sudah dikuasi oleh peserta didik. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 dan pada Lampiran 10, persoalan-persoalan yang mengalami pengurangan dan hilang merupakan persoalan yang masih relevan apabila diajarkan pada jenjang SMA. Pengurangan dan hilangnya persoalan dalam konsep suatu materi pada buku teks pelajaran disebut gap. Gap tersebut dapat menyebabkan peserta didik kesulitan dalam melanjutkan pemahaman konsep yang lebih kompleks pada jenjang berikutnya (Idi, 2014: 120). Pengurangan dan hilangnya konsep pada buku teks pelajaran juga dapat menyebabkan peserta didik tidak dapat memahami suatu konsep materi secara utuh. c. Persoalan dalam Konsep yang Konstan (Monoton) Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 4 dapat diketahui bahwa terdapat persoalan-persoalan dalam konsep yang konstan (monoton) dan dipelajari dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Persoalan dalam konsep sistem reproduksi yang dapat ditemukan pada buku teks pelajaran setiap jenjang pendidikan adalah konsep pubertas dan upaya menjaga kesehatan reproduksi. Konsep pubertas pada jenjang SD mengalami penambahan kedalaman dan keluasan persoalan yang signifikan pada jenjang SMP, namun persoalan dalam konsep pubertas yang terdapat pada jenjang SMP tidak mengalami penambahan yang berarti pada jenjang SMA. Konsep upaya menjaga kesehatan organ reproduksi juga tidak disertai degan peningkatan kedalaman dan keluasan persoalan yang 100

signifikan. Hampir seluruh persoalan dalam konsep upaya menjaga kesehatan organ reproduksi dalam buku teks pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA merupakan persoalan yang sama. Temuan persoalan dalam konsep yang tidak diimbangi dengan adanya penambahan kedalaman dan keluasan persoalan konsep yang signifikan digolongkan sebagai overlaping (Idi, 2014: 120). Overlaping adalah pengulangan materi yang sama persis pada jenjang yang berbeda sehingga peserta didik tidak mendapatkan kemajuan pemahaman konsep yang berarti. d. Penggunaan Istilah Berdasarkan Tabel 4 diketahui terdapat beberapa perbedaan penggunaan istilah sistem reproduksi pada buku teks pelajaran yang digunakan di jenjang SD, SMP, dan SMA. Istilah pubertas baru terdapat pada jenjang SMP dan SMA. Istilah pubertas pada jenjang SD dikemas dalam bentuk penjelasan mengenai pertambahan usia menjadi remaja diikuti dengan munculnya hormon-hormon reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Penjelasan mengenai deteksi kelainan genetik pada janin menggunakan cairan amnion di jenjang SMP mengalami perubahan istilah menjadi amniosentesis di jenjang SMA. Istilah lain dalam materi sistem reproduksi secara umum mengalami perubahan atau penambahan istilah baru pada buku teks pelajaran di jenjang yang lebih tinggi. Istilah tersebut semakin kompleks dan variatif dengan menggunakan bahasa-bahasa ilmiah. Penyajian istilah menjadi lebih kompleks dan variatif disebabkan karena istilah-istilah yang digunakan disesuaikan berdasarkan perkembangan kognitif peserta didik (Muslich, 2016: 169). Istilah yang digunakan 101

untuk menjelaskan konsep yang abstrak, secara imajinatif harus dapat dibayangkan oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya (Muslich, 2016: 304). e. Penggunaan Gambar Berdasarkan pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa gambar yang ditambahkan pada buku teks pelajaran semakin kompleks pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kompleksitas gambar tersebut dapat diketahui dari gambar-gambar yang semakin detail dan keterangan gambar yang semakin banyak. Penggunaan gambar dalam buku teks pelajaran merupakan suatu cara untuk memperjelas penyajian materi, baik dalam bentuk, ukuran, dan warna yang sesuai dengan objek aslinya (Muslich, 2016: 310). Hal tersebut juga ditujukan untuk menambah pemahaman dan pengertian peserta didik mengenai informasi yang disampaikan (Muslich, 2016: 312). Penambahan gambar dalam buku teks pelajaran sangat penting dan perlu diperhatikan terutama pada masa transisi perkembangan kognitif peserta didik. Materi sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD tidak disertai dengan penggunaan gambar. Hal tersebut diduga untuk menghindari penggunaan gambar yang tidak sesuai dengan perkembangan kognitif peserta didik. Penggunaan gambar yang tidak sesuai tersebut justru dapat memicu kesalahan persepsi pada peserta didik. Tidak adanya penggunaan gambar tersebut juga diduga untuk mengindari andanya unsur-unsur pornografi yang dilarang dalam Permendikbud 8 tahun 2016. Materi sistem reproduksi merupakan materi yang rentan terhadap unsur pornografi, 102

sehingga penulis cenderung tidak mencantumkan gambar pada materi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran di jenjang SD. f. Temuan dalam Penelitian 1) Miskonsepsi Berdasarkan temuan, terdapat beberapa miskonsepsi yang terdapat pada buku teks pelajaran di jenjang SMP dan SMA. Temuan adanya miskonsepsi pada penelitian ini tidak dibahas secara menyeluruh karena bukan merupakan tujuan dari penelitian. Miskonsepsi yang ditemukan pada buku teks pelajaran di jenjang SMP yakni pada pernyataan bahwa fungsi estrogen adalah untuk memicu kelenjar pituitari menghasilkan FSH dan LH (Zubaidah, dkk., 2015: 22). Penggunaan konsep tersebut tidak tepat karena menurut Tortora & Bryan (2014: 1070), konsentrasi estrogen yang sedikit justru akan menghambat produksi FSH dan LH. Estrogen dapat berfungsi memicu kelenjar pituitari untuk memproduksi FSH dan LH ketika dalam konsentrasi yang tinggi. Temuan miskonsepsi dalam buku teks pelajaran di jenjang SMA pada pernyataan yang menyebutkan bahwa setelah selesai buang air, bersihkan vagina dengan sabun dan air bersih (Irnaningtyas, 2014: 429). Penggunaan konsep tersebut tidak tepat karena menurut Citrawathi (2014: 32), vagina tidak perlu dibilas menggunakan sabun karena justru dapat mengurangi keasaman vagina yang berfungsi untuk membunuh kuman. 103

Miskonsepsi materi sistem reproduksi berdasarkan hasil temuan pada buku teks pelajaran di jenjang SMA dapat berakibat fatal bagi peserta didik. Kesalahan konsep tersebut bukan hanya berakibat pada kesalahan pemahaman peserta didik, tetapi juga pada kesehatan reproduksi peserta didik tersebut. Berdasarkan temuan adanya miskonsepsi materi sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran, maka penulis buku perlu memperhatikan kebenaran konsep yang dituliskan dalam buku teks pelajaran sesuai Permendikbud no 8 tahun 2016 yang menyatakan bahwa materi yang dituliskan dalam buku teks pelajaran harus benar secara teoritik dan empiris. Guru juga perlu menyeleksi adanya miskonsepsi dalam buku teks pelajaran dan memberikan penjelasan mengenai konsep-konsep yang benar untuk menghindari kemungkinan miskonsepsi pada peserta didik. 2) Pengintegrasian Materi Sistem Reproduksi dengan Norma Sosial dan Agama Berdasarkan temuan, materi sistem reproduksi yang terdapat dalam buku teks pelajaran pada jenjang SMP dikaitkan dengan norma sosial dan agama. Contoh materi yang diintegrasikan dengan norma sosial dan agama yakni sebagai berikut: Mungkin saat ini kamu bertanya-tanya mengapa Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan selaput dara kepada kaum perempuan? Tentunya Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan selaput dara kepada kaum perempuan bukan tanpa tujuan. Tujuan utama dari penciptaan selaput dara adalah agar perempuan dapat menjaga diri untuk tidak melakukan aktivitas yang membahayakan terutama dari perbuatan tercela yang melanggar norma sosial dan agama (Zubaidah, dkk., 2015: 19). Ayo kita renungkan, betapa hebat Tuhan kita yang telah mendesain mekanisme pergerakan sel sperma tersebut sehingga dapat menemukan lokasi sel telur dengan tepat (Zubaidah, dkk., 2015: 26). Kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi kita kesempatan lahir dengan selamat dan dapat melihat dunia dan juga harus selalu berbakti kepada 104

ibu yang dengan susah payah berjuang untuk melahirkan kita (Zubaidah, dkk., 2015: 36). Pengintegrasian materi dengan norma sosial dan agama tersebut merupakan cara yang efektif untuk memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi pada peserta didik di jenjang SMP. Irwansyah (Savitri, 2013: 23) menyatakan bahwa peserta didik usia SMP cenderung memiliki kondisi emosional yang masih labil dan rentan terhadap pengaruh apapun, termasuk perilaku seks bebas. 2. Kesinambungan Persoalan dalam Konsep Sistem Reproduksi pada Buku Teks Pelajaran di Jenjang SD, SMP, dan SMA Perubahan-perubahan keberadaan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada jenjang SD, SMP, dan SMA memungkinkan adanya pola kesinambungan persoalan dalam konsep yang terdapat pada masing-masing jenjang pendidikan. Kesinambungan persoalan dalam konsep merupakan pengenalan konsep secara berulang dari yang sederhana kemudian diarahkan kearah yang lebih kompleks (Hamalik, 2013: 48-49). Sebuah program pembelajaran dapat dipandang effisiensinya dari program yang keberlangsungannya bersifat berkesinambungan (Subali, 2014: 1). Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, persentase kesinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA dapat diketahui berdasarkan diagram sebagai berikut: 105

Persentase Kesinambungan Persoalan dalam Konsep 63.45% 36.55% Persoalan berkesinambungan Persoalan tidak berkesinambungan Gambar 21. Diagram Persentase Kesinambungan Persoalan dalam Konsep Hasil persentase dalam diagram tersebut menunjukkan bahwa persoalanpersoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran yang digunakan pada jenjang SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta tidak saling berkesinambungan. Persoalan-persoalan yang tidak saling berkesinambungan tersebut dapat disebabkan karena penambahan persoalan baru dalam konsep sistem reproduksi pada jenjang yang lebih tinggi sebagai bentuk penyesuaian dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Ketidaksinambungan juga dapat disebabkan karena terdapat beberapa persoalan dalam konsep yang mengalami pengurangan kedalaman dan keluasan bahkan hilang pada jenjang berikutnya. Kesinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di setiap jenjang pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal tersebut berhubungan dengan peran buku teks pelajaran sebagai sumber pembelajaran utama untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi inti (Permendikbud no 8 pasal 1 ayat 1). Buku teks pelajaran juga berperan sebagai alat untuk mengorganisasikan proses pembelajaran (Oakes & 106

Marisa, 2002: 6), sehingga penulisan materi yang tidak berkesinambungan dapat berdampak pada proses belajar peserta didik. Ketidaksinambungan persoalan dalam konsep juga dapat menyebabkan peserta didik kesulitan dalam memahami konsep yang sudah dipelajari pada jenjang berikutnya, selain itu juga dapat menyebabkan peserta didik memiliki kesalahan persepsi mengenai materi sistem reproduksi. Kesalahan persepsi pada peserta didik akan semakin berisiko apabila peserta didik justru mencari informasi mengenai sistem reproduksi melalui internet ataupun sumber lain yang tidak akurat. Hal tersebut dapat menyebabkan peserta didik mendapatkan informasi yang salah dan dapat meningkatkan resiko perilaku seks bebas pada peserta didik. Tingginya kasus kehamilan usia pelajar di Kota Yogyakarta merupakan salah satu akibat dari adanya perilaku seks bebas pada peserta didik tersebut. Salah satu penyebab tingginya kasus kehamilan usia pelajar adalah karena kurangnya sumber informasi mengenai kesehatan rerpduksi bagi pelajar (Suryaningsih, 2016: 7). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa pada buku teks pelajaran di jenjang SD belum mampu memenuhi kebutuhan materi karena persoalan dalam konsepnya sangat dangkal. Persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran di semua jenjang pendidikan juga cenderung tidak saling berkesinambungan. Hal tersebut menyebabkan materi sistem reproduksi tidak dapat dipelajari secara utuh dan menyeluruh mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidaksinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran di masing-masing jenjang pendidikan adalah dengan membentuk panitia kurikulum untuk menyusun 107

dan mengembangkan kurikulum dari tingkat SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi agar tercapai suatu kesinambungan utuh dan mendukung adanya peningkatan operasi mental peserta didik (Idi, 2014: 121). Penelitian analisis kesinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran berdasarkan Kurikulum 2013 pada jenjang SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta masih terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut diantaranya yaitu: a. Buku teks pelajaran yang dianalisis hanya berjumlah satu buku pada setiap jenjang pendidikan, sehingga belum dapat menggambarkan keseluruhan kesinambungan persoalan dalam konsep sistem reproduksi pada buku teks pelajaran Kurikulum 2013 di jenjang SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta. b. Buku teks pelajaran yang dianalisis kesinambungan persoalan dalam konsepnya bukan dari satu penerbit yang sama. Buku teks pelajaran pada jenjang SD dan SMP merupakan buku teks pelajaran yang diterbitkan oleh Kemendikbud, sedangkan buku teks pelajaran yang digunakan pada jenjang SMA diterbitkan oleh penerbit swasta. c. Konsep sistem reproduksi dalam buku teks pelajaran pada penelitian ini hanya analisis oleh 3 panelis. Ketiga panelis tersebut merupakan mahasiswa, belum melibatkan guru dan pakar dibidangnya. 108