STUDI PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN TGT DENGAN MODEL DISKUSI DALAM KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Zahrotunnihayah, Bambang Priyo Darminto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: zahrotunnihayah27@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model TGT lebih baik daripada model diskusi dalam kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII C- H SMP N 4 Purworejo tahun pelajaran 2014/2015. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain the matching static group comparison design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C-H SMP N 4 Purworejo. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII E dan VIII D dengan pengambilan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, tes, dan wawancara. Instrumen pengumpulan data menggunakan tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang sudah diujicobakan dan memenuhi syarat validitas, konsistensi internal, serta reliabilitas. Analisis uji hipotesis menggunakan uji-t pihak kanan. Hasil penelitian diperoleh t hitung = 1,713, dengan α = 0,05 diperoleh t tabel = 1,645. Hal ini menunjukkan t hitung >t tabel, sehingga H 0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model TGT dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik daripada model diskusi. Kata kunci: TGT, diskusi, kemampuan pemecahan masalah matematika PENDAHULUAN Matematika memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan berbagai masalah, tetapi banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran matematika ini. Selama ini, matematika juga selalu menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa. Kesulitan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, pemerintah telah dan sedang berusaha secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan melakukan berbagai cara dan upaya. Dari hasil wawancara yang dilakukan di SMP N 4 Purworejo dengan salah seorang guru matematika, beliau dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model diskusi tetapi terkadang digabungkan dengan model ekspositori. Dalam pelaksanaannya siswa masih sulit untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Hal 54 Ekuivalen: Study Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan
ini dikarenakan siswa belum mampu menerima pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Siswa masih kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan kegiatan pembelajaran tersebut, siswa masih kurang terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan membuat siswa merasa jenuh. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP N 4 Purworejo diketahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa belum sesuai dengan indicator kemampuan pemecahan masalah. Hal ini diperkuat dengan rata-rata hasil UAS semester 1 siswa SMP N 4 Purworejo kelas VIII C-H yaitu 50,13. Mengacu pada tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, sangatlah perlu menciptakan kegiatan pembelajaran yang menarik sehingga siswa memiliki kemampuan atau kompetensi yang tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika terutama kemampuan memecahkan masalah matematika. Oleh karena alasan-alasan di atas dibutuhkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa baik secara kelompok maupun individu dalam memecahkan masalah matematika. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud yaitu model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan semua siswa tanpa membedakan status sosial. Menurut Slavin (2015: 166) pembelajaran kooperatiftipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitutahappresentasikelas (class presentation), kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), danpenghargaan (team recognition). METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment (eksperimen semu) dengan desain the matching static group comparison design (rancangan statis dengan pemadanan). Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 4 Purworejo yang beralamat di Jl. Jendral urip Sumoharjo No. 62 Purworejo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswasiswa kelas VIII C-H semester II SMP N 4 Purworejo yang terdiri dari 6 kelas. Teknik Ekuivalen: Studi Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan 55
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling.sampel dibagi menjadi siswa-siswa yang dikenai pembelajaran matematika dengan model pembelajaran TGT yaitu kelas VIII E dan siswa-siswa yang dikenai model pembelajaran diskusi yaitu kelas VIII D. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, tes, dan wawancara. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematika berbentuk tes uraian yang terdiri dari 6 butir soal yang memenuhi syarat validitas, konsistensi internal, dan reliabilitas. Uji prasyarat hipotesis yaitu uji normalitas, yang menggunakan uji Liliefors, dan uji homogenitas, yang menggunakan uji Barlett. Uji hipotesis menggunakan uji-t pihak kanan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Validasi isi instrumen tes dilakukan oleh dua orang validator dan dinyatakan valid oleh keduanya. Tes selanjutnya diujicobakan pada kelas uji coba. Dilakukan analisis konsistensi internal pada hasil uji coba dengan menggunakan rumus korelasi product moment angka kasar sehingga diperoleh data yang disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perhitungan Konsistensi Internal Butir Soal 1 2 3 4 5 6 Nilai r xy 0,753 0,743 0,709 0,361 0,892 0,538 Menurut Budiyono (2003: 65), jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 maka butir tersebut harus dibuang. Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dikatakan semua butir soal diterima karena lebih dari kriteria uji yaitu r xy > 0,3. Uji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha. Menurut Widoyoko (2012: 165), harga kritik untuk indeks reliabilitas instrumen adalah 0,7. Hasil perhitungan diperoleh r 11 sebesar 0,741. Hal ini berarti instrumen penelitian yang berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematika reliabel. Dari semua soal yang diterima selanjutnya diujikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi data yang disajikan adalah data kemampuan awal berupa data hasil UAS semester 1 dan data kemampuan akhir berupa data hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 berikut. 56 Ekuivalen: Study Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan
Tabel 2 Deskripsi Kemampuan Awal dan Kemampuan Akhir Kemampuan Awal Kemampuan Akhir Statistika Kelas Kelas Kelas Eksperimen Kontrol Eksperimen Kelas Kontrol Rata-Rata 53,28 47,88 81,31 74,88 Nilai Tertinggi 87 89 100 100 Nilai Terendah 27 20 44,38 34,38 Standar Deviasi 14,35 16,32 15,20 14,80 Dari data kemampuan awal yang berupa hasil UAS semester 1 selanjutnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.hasil yang diperoleh, kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan kedua kelas mempunyai variansi yang sama atau homogen. Selanjutnya dilakukan uji keseimbangan. Diperoleh nilai t obs = 1,408 dan t tabel = 1,645 dengan DK = {t t< -1,645 atau t> 1,645}. Karena nilai t obs DK, maka H 0 diterima, berarti kedua kelas sampel penelitian mempunyai kemampuan awal yang sama. Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara data prestasi belajar dan data kemampuan pemecahan masalah matematika dilakukan perhitungan korelasi dengan rumus korelasi product moment angka kasar. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r hitung = 0,537 dengan α = 0,05 dan r tabel = 0,254. Karena, r hitung >r tabel, berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara data prestasi belajar dan data kemampuan pemecahan masalah matematika. Setelah diperoleh data hasil penelitian berupa data tes kemampuan pemecahan masalah matematika, selanjutnya dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil analisis uji normalitas diperoleh nilai L obs kelas eksperimen sebesar 0,113 dan L obs kelas kontrol sebesar 0,084. Dengan α = 0,05 diperoleh L tabel sebesar 0,157. Dengan kata lain, L obs <L tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil analisis uji homogenitas diperoleh χ 2 obs = 0,021 dan χ 2 tabel = 3,841. Karena χ 2 obs<χ 2 tabel, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas mempunyai variansi yang sama. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan uji-t pihak kanan. Rangkuman uji hipotesis disajikan pada Tabel 3 berikut. Ekuivalen: Studi Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan 57
Tabel 3 Rangkuman Uji Hipotesis Model Pemb. t obs t tabel Keputusan Uji Kesimpulan TGT dan Diskusi 1,713 1,645 H 1 diterima TGT lebih baik dari Diskusi Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3 di atas, diperoleh t obs = 1,713 dengan α = 0,05 dan t tabel = 1,645. Karena t obs >t tabel, maka H 0 ditolak. Hal ini berarti pembelajaran dengan model TGT lebih baik daripada model diskusi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP N 4 Purworejo tahun pelajaran 2014/2015. Dilihat dari segi pelaksanan, penelitian ini dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan, yaitu 5 pertemuan untuk pembelajaran TGT dan 5 pertemuan untuk pembelajaran diskusi serta 2 pertemuan untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematika. Pelaksanaan model pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah yaitu presentasi kelas, diskusi kelompok, games, turnamen dan rekognisitim. Kegiatan presentasi kelas menuntut siswa untuk betul-betul memahami apa yang disampaikan guru untuk kelancaran diskusi kelompok. Dalam kegiatan diskusi model pembelajaran TGT, siswa dituntut untuk mampu memahami materi bangun ruang sisi datar yang disajikan. Saat siswa mulai bosan dengan kegiatan diskusi, dihadirkan games yang membuat siswa merasa tidak bosan. Kegiatan turnamen menuntut siswa untuk mengerjakan soal secara individu tanpa bantuan dari anggota kelompok yang lain. Kegiatan turnamen memaksa siswa untuk berlomba-lomba mendapatkan poin terbanyak dengan menjawab soal sebanyak-banyaknya. Akhir dari rangkaian kegiatan pembelajaran model TGT adalah penghargaan. Kelompok yang memperoleh penghargaan di tuntut untuk memiliki poin terbanyak. Pada pembelajaran model TGT, siswa lebih aktif. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang tidak malu untuk menanyakan apa saja yang belum mereka pahami. Siswa lebih terbuka dengan anggota kelompok lainnya sehingga terjadi diskusi pada tiap-tiap kelompok. Selain itu dengan adanya games dan turnamen membuat siswa lebih bersemangat dan menumbuhkan rasa kejujuran serta persaingan sehat karena siswa sendiri yang menghitung perolehan kartu. Turnamen ini membuat kegiatan pembelajaran lebih berwarna, karena saat turnamen mereka akan 58 Ekuivalen: Study Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan
berhadapan dengan anggota kelompok lain sehingga mereka akan menemukan wajah baru dan persaingan baru serta menambah motivasi mereka untuk berusaha keras mendapatkan kartu sebanyak-banyaknya. Melalui model pembelajaran TGT, siswa dapat belajar, mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematika yang sudah disediakan, sekaligus dapat bermain. Pemberian reward juga mendorong siswa untuk berlomba-lomba menjawab pertanyaan sebanyak-banyaknya. Model pembelajaran TGT dinilai lebih baik dari model diskusi karena model TGTini dapat melibatkan siswa baik secara kelompok maupun individu sehingga siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran sedangkan model diskusi hanya melibatkan siswa dalam kelompok saja.dalam pembelajaran TGT terdapat unsur permainan yang membuat siswa tidak merasa jenuh serta keterlibatan guru dalam TGT diharuskan sehingga guru bisa lebih dekat dengan siswa. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model TGT lebih baik daripada model diskusi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP N 4 Purworejo tahun pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru maupun calon guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pembelajaran TGT dapat dijadikan alternatif agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan. DAFTAR PUSTAKA Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang StandarIsi. Jakarta: Depdiknas. Slavin, Robert E. 2015. Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). (Terjemahan Narulita Yusron). Bandung: Nusa Media. Widoyoko, Sugeng EkoPutro. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ekuivalen: Studi Perbandingan Model Pembelajaran TGT dengan Model Diskusi dalam Kemampuan 59