Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein Diet) Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Abstract: The purpose of this research is wanted to know the effect of application various level of animal protein diet to Performance of broiler. This experiment was arranged by completely random design (CDR) which consist 4 treatments and 6 replications. Therefore, there were 24 experiment units, and there were 5 DOC for each experiment unit. The parameters in this experiment are feed consumption, body weight gain and feed conversion. Result of this experiment showed that feed consumption and body weight gain of R3 (3/12 of animal protein) diet was highly significant (P<0.01) greater than other rations. Feed conversion of R1 (5/12 of animal protein) and R2 (4/12 of animal protein) diet were lower significant than R4 (2/12 of animal protein) but not significant to R3 (3/12 of animal protein) diet. Key words: Diet, animal protein, feed consumption, body weight gain, feed conversion. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap performans ayam broiler. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Dengan demikian diperoleh 24 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Parameter yang diukur adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan pada ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding ransum lainnya. Konversi ransum pada ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani) nyata lebih rendah dibanding ransum R4 (2/12 bagian protein hewani), namun tidak berbeda nyata dengan R3 (3/12 bagian protein hewani). Kata kunci: Ransum, protein hewani, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi Pendahuluan Dalam menyusun ransum ayam broiler, yang perlu diperhatikan adalah protein ransum di samping zat-zat makanan lainnya. Protein ransum biasanya bersumber dari protein nabati dan protein hewani. Protein hewani lebih unggul dari pada protein nabati karena protein hewani lebih berimbang dalam kandungan asam-asam amino esensialnya, seperti lisin dan methionin. Adanya kombinasi dari sumber protein yang berasal dari protein hewani dan nabati diharapkan keseimbangan zat-zat makanan yang dibutuhkan dapat dipenuhi karena adanya saling melengkapi di antara kekurangan tersebut. Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sering digunakan. Tepung ikan digunakann dalam ransum ayam biasanya berkisar 10-15 % atau sepertiga bagian protein ransum berasal dari protein hewani (Anggorodi, 1985). Penggunaan tepung ikan yang lazim diberikan (10-15% atau sepertiga bagian protein hewani dari total protein ransum) tidak selalu diperoleh pertumbuhan yang baik. Protein ransum yang dianjurkan pada ayam broiler adalah 22% (Scott, 1982), jika tepung ikan yang digunakan sebanyak 10-5 % dalam ransum maka ransum akan mengandung 6-9 % protein hewani atau 1/3 bagian protein ransum berasal dari protein hewani (bila protein tepung ikannya 60%) dan sisanya 13-16% protein nabati atau 2/3 bagian protein ransum berasal dari protein nabati. Harga tepung ikan terus meningkat dan kualitasnya tidak menentu sehingga mempengaruhi harga dan kualitas Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah mengkombinasikan susunan ransum yang lebih tepat dari pernyataan tersebut di atas, yaitu dengan cara meningkatkan pemberian protein nabati dan menurunkan pemberian protein 22
Yunilas: Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani hewani karena protein nabati harganya relatif lebih murah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap Performans ayam broiler meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung, selama 6 minggu. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler final stock Arbo Acres (CP 707) berumur sehari (DOC) sebanyak 120 ekor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan, sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Penelitian menggunakan 4 macam ransum perlakuan yang masing-masing: R1 = Ransum yang mengandung 5/12 bagian R2 = Ransum yang mengandung 4/12 bagian R3 = Ransum yang mengandung 3/12 bagian R4 = Ransum yang mengandung 2/12 bagian Kebutuhan protein dipenuhi dangan mengkombinasikan protein hewani dengan protein nabati, yaitu dengan menurunkan tingkat protein hewani sampai 2/12 bagian dari total protein ransum atau menurunkan taraf tepung ikan sampai 6% dari total susunan Tabel 1. Susunan Ransum Percobaan Bahan Pakan R1 R2 R3 R4 Jagung 52.0 52.0 52.0 52.0 kuning Dedak halus 9.0 7.0 5.0 2.0 Bungkil 5.0 5.0 5.0 5.0 kelapa Bungkil 16.0 21.0 26.0 32.0 kedelai Tepung ikan 15.0 12.0 9.0 6.0 Minyak 1.0 1.0 1.0 1.0 kelapa Grit 1.5 1.5 1.5 1.5 Top mix 0.5 0.5 0.5 0.5 Total 100.0 100.0 100.0 100.0 Protein (%) 22.28 22.15 22.03 22.18 Lemak (%) 6.57 6.34 6.10 5.79 Serat Kasar 6.13 6.23 6.32 6.38 (%) Kalsium (%) 1.74 1.52 1.30 1.09 Phosphor (%) 0.49 0.47 0.45 0.42 Bahan Pakan R1 R2 R3 R4 Lisin (%) 1.42 1.40 1.38 1.38 Methionin (%) 0.51 0.48 0.45 0.43 Triptophan 0.29 0.29 0.30 0.30 EM (kkal/kg) 3,027. 53 3,021.0 7 3,014.61 3,004.1 8 Protein Hewani (Bagian) 5/12 4/12 3/12 2/12 Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah dianalisis dengan sidik ragam yang menggunakan model matematik (Steel dan Torrie, 1981): Yijk = μ + αi + εij. Hasil dan Pembahasan Konsumsi Ransum Berdasarkan analisis statistik ternyata dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi Guna mengetahui perbedaan antara perlakuan terhadap konsumsi ransum maka dilakukan uji jarak berganda Duncan (Tabel 3). Tabel 3. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Perlakuan Konsumsi Ransum (gram/ekor) Taraf Nyata 0.01 R1 534.27 B R2 562.86 AB R3 577.43 A R4 529.84 B Keterangan: Huruf yang berbeda menujukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa konsumsi ransum ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan oleh palatabilitas ransum R1 relatif sama dengan R2 dan R4. Konsumsi ransum pada ayam broiler yang diberi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan R3 (3/12 bagian protein hewani). Hal ini diduga bahwa aroma dari ransum R2 dan R3 belum menganggu palatabilitas sehingga konsumsi ransum R2 relatif sama dengan R3. 23
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1, April 2005 Konsumsi ransum pada R3 (3/12 bagian protein hewani) sangat nyata, lebih tinggi bila dibanding dengan ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R4 (2/12 bagian protein hewani). Adanya perbedaan konsumsi ransum pada ayam, umumnya ditentukan oleh palatabilitas dari ransum tersebut. Ransum dengan palatabilitas yang tinggi akan dikonsumsi lebih banyak dan sebaliknya (Scahaible, 1979). Selanjutnya dijelaskan Appleby, dkk. (1992) bahwa yang menentukan palatabilitas ransum diantaranya adalah bau dan rasa dari ransum tersebut. Dalam penelitian ini ransum perlakuan mempunyai bau yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan kadar tepung ikan (protein hewani) dalam Ternyata ransum R3 dengan protein hewani 3/12 bagian (9% tepung ikan), mungkin mempunyai bau yang paling disenangi oleh ayam sehingga konsumsi lebih banyak. Dengan berkurangnya protein hewani (tepung ikan) dalam ransum seperti pada R4, memperlihatkan konsumsi ransum yang rendah. Begitupula dengan meningkatnya penggunaan protein hewani (tepung ikan) dalam ransum seperti pada R1, yang mungkin mempunyai bau lebih tajam sehingga ransum yang dikonsumsi lebih rendah dibanding R3. Bila dilihat dari segi rasa, mungkin ransum mempunyai rasa yang berbeda sebagai akibat dari penggunaan tepung ikan (protein hewani), dan mungkin yang paling disenangi yaitu ransum R3 yang mengandung tepung ikan 9% (protein hewani 3/12 bagian) dalam Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari pertumbuhan yang dicapai selama penelitian. Sesuai pendapat Soeharsono (1976), bahwa pertambahan bobot badan merupakan tolok ukur yang lebih mudah untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pertumbuhan. Berdasarkan analisis statistik, ternyata dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan maka dilakukan uji jarak berganda Duncan. Tabel 4. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Perlakuan Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor) Taraf Nyata 0.01 R1 271.89 AB R2 281.00 A R3 283.66 A R4 257.52 B Dari hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan pertambahan bobot badan ayam broiler yamg diberi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani). Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata disebabkan kualitas ransum yang dikonsumsi tidak berbeda nyata, sehingga pertambahan bobot badan yang dicapai pun tidak berbeda nyata. Pertambahan bobot badan pada ayam broiler yang diberi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani) sangat nyata lebih tinggi bila dibanding dengan ayam broiler yang diberi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada ayam yang diberi ransum R2 dan R3 disebabkan kualitas ransum yang dikonsumsi lebih baik, sehingga pertambahan bobot badan yang dicapai lebih baik bila dibanding dengan R4. Selanjutnya, pertambahan bobot badan ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ayam broiler yang diberi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani), walaupun ransum R1 kualitasnya lebih baik dari pada ransum R4. Hal ini disebabkan ransum R1 yang dikonsumsi berkurang sehingga zat-zat makanan yang diserap pun ikut berkurang. Oleh sebab itu, pertambahan bobot badan pada R1 tidak berbeda nyata dengan R4. Bila dilihat dari kandungan zat-zat makanan susunan ransum maka ransum R1, R2, R3, dan R4 terdiri atas berbagai tingkat protein hewani dengan total protein relatif sama, namun pertambahan bobot badan yang dicapai berbeda. Ternyata pertambahan bobot badan yang baik dicapai bukan ditentukan oleh kadar protein kasarnya, melainkan oleh kelengkapan asam-asam amino dalam ransum sesuai dengan kebutuhan dan juga jumlah ransum yang dikonsumsi. Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum R3 (3/12 bagian protein hewani atau 9 % tepung 24
Yunilas: Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani ikan) masih dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang sama baiknya dengan ransum R1(5/12 bagian protein hewani atau 15 % tepung ikan) dan ransum R2 (4/12 bagian protein hewani atau 12 % tepung ikan) Konversi Ransum Konversi ransum mempunyai arti dan nilai ekonomis yang menentukan bagi kepentingan usaha karena merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan dan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Makin kecil angka konversi yang dihasilkan berarti semakin baik. Konversi ransum perlu diperhatikan karena erat hubungannya dengan biaya produksi karena dengan bertambah besarnya konversi ransum berarti biaya produksi pada setiap satuan bobot badan akan bertambah besar. Berdasarkan analisis statistik ternyata dalam ransum berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dalam ransum terhadap konversi ransum maka dilakukan uji jarak berganda Duncan. Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum Terhadap Konversi Ransum Perlakuan Konversi Ransum Taraf Nyata 0.05 R1 1.88 A R2 1.90 A R3 1.93 Ab R4 2.00 B Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). Dari hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa konversi ransum ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan konversi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani). Hal ini ada kaitan antara konsumsi ransum yang dihabiskan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada ransum R1, R2, dan R3 tidak berbeda nyata sehingga konversi ransum yang dicapai pun tidak berbeda nyata. Konversi ransum pada ayam broiler yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani) ternyata lebih efisien dari pada ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan karena ayam broiler yang mendapat perlakuan pemberian ransum dengan tingkat protein hewani 5/12 bagian (R1) dan 4/12 bagian R2 mengkonsumsi ransum yang dapat mengimbangi peningkatan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi sehingga akhirnya dapat menghasilkan konversi ransum lebih baik. Selanjutnya, rataan konversi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani) lebih jelek dibanding konversi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan ransum yang dikonsumsi tidak diimbangi dengan pertambahan bobot badannya sehingga didapat suatu nilai konversi ransum yang paling jelek. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sibbald,dkk. (1960) bahwa konversi ransum meningkat dengan meningkatnya konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Konversi ransum pada ayam broiler yang diberi ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum yang dihabiskan dibandingkan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan tidak berbeda sehingga konversi ransum yang dicapai pun tidak berbeda nyata. Bila dilihat dari besarnya konversi ransum yang diperoleh pada semua perlakuan masih dalam batas wajar. Ini sesuai dengan yang dikemukakan Scoot, dkk. (1982) bahwa konversi ransum ayam broiler selama 6 minggu pertama berkisar 1.7 2.0. Kesimpulan Konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ayam broiler yang diberi ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) lebih tinggi dibanding ransum R1(5/12 bagian protein hewani), R2(4/12 bagian protein hewani), dan R4(2/12 bagian protein hewani). Konversi ransum pada ayam broiler yang diberi ransum R1(5/12 bagian protein hewani) dan R2(4/12 bagian protein hewani) lebih tinggi dibanding ransum R4(2/12 bagian protein hewani), namun tidak berbeda dengan ransum R3(3/12 bagian protein hewani). Daftar Pustaka Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta: Universitas Indonesia. Appleby, M. C., B. O. Hughes, and H. A. Elson. 1992. Poultry Production Systems. Melksham: Redwood Press Ltd. Schaible, P. J. 1979. Poultry Feed Nutrition. Wesport, Connecticut, California: The Avi Publishing Inc. 25
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.1, April 2005 Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of Chicken. Third Edition. Ithaca, New York: M. L. Scott and Associates. 598. Sibbald, L. R., S. J. Slinger and Ashton. 1960. The Influence of Dietary Calorie: Protein Ration on The Weight Gain and Feed Eficiency of Growing Chicks. Poultry Sci. 40: 308: 312. Soeharsono. 1976. Respon Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Stell, R. G. D. and J. H. Torrie. 1981. Principles and procedures of Statistics. A Biometrical Approach. International Studient Ed. Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakusha. Ltd. 26