Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

4 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan. 5 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

Oleh Helios Tri Buana

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO.

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H.

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

B A B I P E N D A H U L U A N

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

3 Lihat UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa. Keuangan (Bab VI). 4 Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PAKSA BADAN (GIJZELING/ IMPRISONMENT FOR CIVIL DEBTS) DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

3 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

IMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI. Kata mediasi berasal dari bahasa inggris mediation yang artinya

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

Transkripsi:

TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang mediasi pada penyelesaian sengketa perdata dan bagaimana tahapan mediasi pada penyelesaian sengketa perdata, Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Pengaturan mediasi dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, adalah gabungan dari konsep Perdamaian (Dading) yang diatur dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, dengan memasukkan unsur mediasi ke dalamnya. Mediasi sebagai salah satu cara alternatif penyelesaian sengketa yang semula ditempatkan sebagai cara penyelesaian perkara perdata di luar pengadilan (non-litigasi), oleh PERMA tersebut digabungkan dengan konsep Perdamaian menurut HIR/RBg, sehingga mediasi yang dimaksudkan oleh PERMA adalah mediasi dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan (litigasi). 2. Tahapan atau proses mediasi adalah rangkaian kegiatan yang secara garis besar dibedakan atas pra mediasi, dan mediasi itu sendiri. Tahapan-tahapan ini tetap membuka kemungkinan dicapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak, baik pada tahap pra mediasi maupun pada tahapan mediasi, bahkan ketika kesepakatan perdamaian dinyatakan gagal dicapai, dan dilanjutkan ke dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan, tetap terbuka peluang untuk upaya dicapainya kesepakatan perdamaian, bahkan ketika perkara sudah masuk ke tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Kata kunci: Tahapan dan proses mediasi, sengketa perdata 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Merry E. Kalalo, SH, MH; Roosje Sarapun, SH, MH. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 090711129 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prosedur mediasi dapat dibedakan, yaitu: 1) tahap pra mediasi, di mana hakim atau ketua majelis hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi pada sidang yang dihadiri oleh para pihak sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1), hakim ketua menjelaskan kepada para pihak tentang prosedur mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (6) dan para pihak dalam waktu paling lama tiga hari melakukan pemilihan seorang atau lebih mediator di antara pilihan-pilihan yang tersedia sesuai dengan Pasal 8 ayat (1), dan jika setelah dalam waktu tiga hari para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat mediator dan jika tidak ada hakim bukan pemeriksa perkara bersertifikat, hakim pemeriksa perkara dengan atau tanpa sertifikat wajib menjalankan fungsi mediator. Selanjutnya tahap proses mediasi meliputi langkah-langkah: para pihak menyerahkan resume perkara satu sama lainnya dan kepada mediator. Mediator menyelenggarakan sesi-sesi atau pertemuanpertemuan mediasi. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, proses mediasi berlangsung paling lama dalam waktu empat puluh hari kerja sejak mediator dipilih atau ditunjuk dan atas dasar kesepakatan para pihak dapat diperpanjang paling lama empat belas hari kerja sejak berakhirnya waktu empat puluh hari. Cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan lazimnya disebut dengan cara litigasi, dan kebalikannya ialah cara non-litigasi yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi yang menurut Frans Hendra Winarta, memiliki sifat sukarela atau tunduk pada kesepakatan para pihak, sehingga prinsip tersebut didasarkan pada hukum perjanjian (hukum kontrak). Penyelesaian sengketa perdata secara mediasi dilandasi oleh prinsip sukarela dalam arti kata sebagai prinsip yang berdasarkan pada kesepakatan bersama para pihak untuk membuat perjanjian bahwa jika di kemudian 119

hari timbul persengketaan, maka cara penyelesaian yang disepakati bersama ialah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan menurut cara mediasi. Permasalahan yang diangkat ialah apakah ada kesepakatan bersama dalam memilih cara mediasi, mempunyai kekuatan hukum pembuktian jika di kemudian hari terjadi misalnya wanprestasi oleh salah satu pihak, atau salah satu pihak mengingkari kesepakatan penyelesaian sengketa secara mediasi, dengan menyelesaikannya di pengadilan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan tentang mediasi pada penyelesaian sengketa perdata? 2. Bagaimana tahapan mediasi pada penyelesaian sengketa perdata? C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. 3 Dijelaskannya pula bahwa, pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 4 PEMBAHASAN A. Pengaturan Mediasi Pada Penyelesaian Sengketa Perdata Sejak berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah ditentukan dua golongan besar dalam penyelesaian sengketa perdata, yaitu melalui pengadilan atau litigasi, dan penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan atau nonlitigasi. Konsep Alternatif Penyelesaian Sengketa menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, menentukan cara-cara penyelesaian sengketa dengan konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli 3 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke-5, Jakarta, 2001, hal. 23 4 Ibid, hal. 24 sebagai cara-cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia maupun Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang mengatur mediasi perkara perdata di pengadilan, yang terakhir yang berlaku sekarang ini adalah PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang ditetapkan dan mulai berlaku sejak ditetapkan pada tanggal 31 Juli 2008. Beberapa bahan pertimbangan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, ialah menimbang sebagai berikut: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu prose penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan; b. Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif); c. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke prosedur berperkara di Pengadilan Negeri. d. Bahwa sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung; 120

e. Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di pengadilan. 5 Berdasarkan pada beberapa pertimbangan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, oleh Takdir Rahmadi dijelaskannya pertimbangan pertama, sebagai berikut: Bahwa penggunaan mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara, jika para pihak sendiri dapat menyelesaikan sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, maka jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim berkurang pula. Jika para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui perdamaian, maka perkara yang naik ke proses kasasi semakin berkurang pula karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak bersama para pihak, sehingga para pihak tidak akan mengajukan upaya perlawanan hukum. 6 Proses penyelesaian sengketa atau perkara di pengadilan dihadapkan pada makin menumpuknya berkas perkara-perkara sehingga dapat mempersulit penyelesaiannya, oleh karena keterbatasan hakim serta tidak ada mekanisme yang dapat menahan perkaraperkara masuk ke pengadilan. Proses berperkara dengan cara mediasi dipandang perlu untuk diintegrasikan ke dalam proses Perdamaian (Dading), sehingga dari proses integrasi atau penyatuan kedua cara tersebut, diharapkan penyelesaian perkara perdata lebih efektif dan dapat menghindari penumpukan berkas-berkas perkara di pengadilan. Menurut penulis, jelaslah bahwa mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian perkara perdata yang semula berada di luar pengadilan, 5 Lihat PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Konsiderans Menimbang) 6 Takdir Rahmadi, Op Cit, hal. 143-144 lebih tepat diintegrasikan ke dalam proses mediasi di pengadilan dengan mengangkat kelebihan dari Perdamaian (Dading) yang diatur oleh Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg. Pengintegrasian ini akan dapat memperkuat mediasi itu sendiri maupun Perdamaian sehingga pada giliran akhirnya, berkas-berkas perkara tidak akan berlanjut ke pengadilan. Pertimbangan kedua dari PERMA No. 1 Tahun 2008, yaitu dengan pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan. Pertimbangan ini ditempuh dengan jalan mengambil salah satu dari beberapa cara alternatif penyelesaian sengketa kemudian dimasukkan ke dalam proses beracara di pengadilan, dan salah satu cara yang diambil dan diintegrasikan itu ialah mediasi. Pertimbangan ketiga, bahwa dua ketentuan hukum warisan kolonial yang masih berlaku hingga sekarang ini yaitu Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg, mendorong para pihak bersengketa menempuh proses perdamaian dan pengintegrasian proses Perdamaian ke dalam mediasi merupakan upaya yang tepat. Pertimbangan keempat, ialah suatu pemikiran bahwa dengan PERMA dapat diisi kekosongan hukum oleh karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal pengintegrasian proses Perdamaian dengan mediasi ke dalam penyelesaian perkara perdata di pengadilan. Dengan dimasukkannya cara mediasi ke dalam proses perdamaian yang diatur oleh Pasal 130 HIR (Pasal 154 RBg) menyebabkan status hukum Perdamaian menurut HIR dan RBg serta mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dipertanyakan. Menurut Penulis, PERMA No. 1 Tahun 2008 tidak menghapuskan Perdamaian yang diatur oleh HIR/RBg, juga tidak menyatakan mediasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 menjadi tidak berlaku lagi. Mediasi menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tetap berlaku, bahkan dalam penyelesaian perkara perdata, sepanjang para pihak menggunakannya sehingga proses mediasi berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 benar-benar berada di luar 121

pengadilan. Sedangkan mediasi yang dimaksud oleh PERMA No. 1 Tahun 2008 telah berada di ranah pengadilan, khususnya dimulai dari Pengadilan Negeri. B. Tahapan Mediasi Pada Penyelesaian Sengketa Perdata Istilah Tahapan pada dasarnya bermakna sama dengan istilah Proses yaitu sebagai rangkaian kegiatan tertentu yang dilakukan untuk maksud tertentu pula. Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dirumuskan pada Pasal 1 Angka 9 bahwa Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Perlu penulis jelaskan pada pembahasan ini bahwa ketentuan di dalam PERMA No.1 Tahun 2008, menentukan tidak semua sengketa perdata atau sengketa bisnis yang dapat diselesaikan menurut PERMA tersebut. Nurnaningsih Amriani menjelaskan, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. 7 Tahapan atau proses atau prosedur mediasi, oleh Takdir Rahmadi dibedakan atas tahap Pra- Mediasi, dan Tahap Proses Mediasi, bahwa pada tahap pra mediasi, meliputi langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, hakim atau Ketua Majelis Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi pada sidang yang dihadiri oleh para pihak sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1). Kedua, hakim ketua menjelaskan kepada para pihak tentang prosedur mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 sesuai dengan Ketentuan Pasal 7 ayat (6). Ketiga, para pihak dalam waktu paling lama tiga hari melakukan pemilihan seorang atau lebih mediator di antara pilihanpilihan yang tersedia sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1). Keempat, jika setelah dalam waktu tiga hari para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih mediator, Ketua 7 Nurnaningsih Amriani, Op Cit, hal. 147 Majelis Hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat mediator dan jika tidak ada hakim bukan pemeriksa perkara bersertifikat mediator, hakim pemeriksa perkara dengan atau tanpa sertifikat wajib menjalankan fungsi mediator. PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan mengatur tahap pra mediasi pada Bab II, yang pada Pasal 7 ayatayatnya menentukan sebagai berikut: (1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. (2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. (3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. (4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. (5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. (6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA ini kepada para pihak yang bersengketa. Berdasarkan pada ketentuan para mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008, tampak bahwa pra mediasi belum sampai pada tahapan mediasi dalam arti kata, belum sampai para tahapan-tahapan pemeriksaan berkas-berkas oleh karena hanya menentukan persyaratan awal yang harus dipenuhi oleh para pihak. Salah satu bagian penting di dalam ketentuan Pasal 7 tersebut ialah hakim mendorong para pihak bersengketa untuk berperan langsung atau secara aktif sehingga duduk persoalan atau permasalahan yang dipersengketakan dapat diketahui atau terungkap serta dapat ditempuh dengan jalan penyelesaiannya. Pada tahap pra mediasi ini, tantangan yang dihadapi dapat berupa, Pertama, kemampuan dan kewajiban hakim untuk meyakinkan para pihak bersengketa agar menempuh cara mediasi. Kedua, ialah tantangan karena kecenderungan kuasa hukum mempengaruhi kliennya agar menempuh proses penyelesaian 122

sengketa di pengadilan. Pada tantangan pertama, kemampuan dan kewajiban hakim untuk mendamaikan para pihak dengan menempuh cara mediasi menjadi bagian penting sebagai langkah awal bagi proses atau tahapan selanjutnya. Sedangkan kuasa hukum yang mempengaruhi kliennya untuk menempuh penyelesaian sengketa melalui pengadilan, akan dapat diketahui oleh hakim serta pendirian para pihak atau salah satu pihak yang bersangkutan. 8 Tahap pra mediasi juga ditentukan tentang hak pada pihak untuk memilih mediator. Menurut Takdir Rahmadi, secara garis besar terdapat 4 (empat) klasifikasi ketrampilan mediator, sebagai berikut: 1. Keterampilan Mengorganisasikan mediasi; 2. Keterampilan berunding; 3. Keterampilan memfasilitasi perundingan; 4. Keterampilan berkomunikasi. 9 Seorang mediator harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan proses mediasi sehingga proses mediasi dapat berjalan dengan baik. Keterampilan mengorganisasi mediasi mencakup kemampuan untuk membantu para pihak menentukan siapa juru runding para pihak, terutama untuk sengketasengketa yang melibatkan orang banyak, kemampuan merencanakan dan menyusun jadwal pertemuan dan tempat duduk para pihak, menggunakan alat-alat bantu tulis seperti penggunaan Overhead Projector (OHP), whiteboard, laptop. 10 Pada kemampuan mengorganisasikan ini penting sekali di dalam rangka penentuan berbagai aspek yang membutuhkan ketrampilan organisasi yang baik, dan pada tahap berikutnya, kemampuan berunding adalah bagian dari keterampilan seorang mediator menjembatani para pihak yang bersengketa oleh karena hubungan dan suasana di antara pihak-pihak yang bersengketa sudah tidak kondusif, sudah saling tidak percaya-mempercayai, bahkan saling mencurigai satu sama lainnya. Keterampilan berunding mediator mencakup kemampuankemampuan untuk memimpin dan 8 Takdir Rahmadi, Op-cit, hal. 56 9 Ibid, hal. 57. 10 Ibid, hal. 123 mengarahkan pertemuan-pertemuan mediasi sesuai dengan agenda dan jadwal. Kemampuan memimpin pertemuan mencakup menentukan dan mengatur lalu lintas pembicaraan dan kapan mengadakan kaukus dengan salah satu pihak. 11 Dalam keterampilan mediator memfasilitasi perundingan, menurut Takdir Rahmadi, mencakup beberapa kemampuan, yaitu (1) kemampuan mengubah posisi para pihak menjadi permasalahan yang harus dibahas; (2) kemampuan mengatasi emosi para pihak; dan (3) kemampuan mengatasi jalan buntu. 12 Sedangkan keterampilan berkomunikasi, adalah suatu hal penting yang harus dimiliki oleh mediator, oleh karena dengan jalan berunding berarti mengandalkan negosiasi dalam bentuk tawar-menawar posisi (bargaining position) yang di dalamnya tercakup pula keterampilan mediator menempatkan posisi yang berimbang di antara para pihak yang bersengketa. 13 PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, menentukan pula bagian dari tahap pra mediasi dalam hal para pihak memilih mediator, yang ditentukan pada Pasal 8 ayat-ayatnya bahwa: (1) Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara para pengadilan yang bersangkutan; b. Advokat atau akademisi hukum; c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; d. Hakim majelis pemeriksa perkara; e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d. (2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri. 14 Dalam rangka hak para pihak memilih mediator, berarti ada sejumlah orang yang 11 Takdir Rahmadi, Ibid, hal. 124 12 Ibid, hal. 132 13 Ibid, hal. 133-134 14 Lihat PERMA No. 1 Tahun 2008 (Pasal 8) 123

dapat menjadi mediator dan bergantung pada pilihan dari para pihak itu sendiri dan untuk itulah, ditentukan daftar mediator, yang menurut Pasal 9 ayat-ayatnya dari PERMA No. 1 Tahun 2008, dinyatakan perihal daftar mediator, bahwa: (1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator; (2) Ketua pengadilan menempatkan namanama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator; (3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator. (4) Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan. (5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator. (6) Ketua pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbaharui daftar mediator. (7) Ketua pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasanalasan objektif, antara lain, karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketiadaan keaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku. 15 Salah satu bagian penting dalam proses mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008, ditentukan bahwa para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Prinsip itikad baik (good faith) adalah suatu prinsip atau asas yang ditemukan dalam semua aspek hukum, 15 PERMA No. 1 Tahun 2008, Pasal 9. khususnya dalam hukum bisnis yang berkenaan dengan adanya perjanjian atau kontrak. Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH. Perdata), menentukan bahwa Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 16 Prinsip itikad baik berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata ini, oleh Subekti dijelaskannya bahwa, maksud kalimat ini bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan, bahwa dari Pasal 1338 ini memberikan suatu keleluasaan yang besar kepada hakim, meskipun tentu saja ada batas-batasnya, misalnya kewajiban-kewajiban yang oleh para pihak semata-mata ditulis dalam kontrak, asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang tidak boleh disingkirkan begitu saja oleh hakim dengan alasan bertentangan dengan itikad baik. 17 Pembahasan lebih lanjut ialah memasuki tahap-tahap mediasi yang berarti sudah memasuki pokok perkara yang dipersengketakan oleh para pihak tersebut. Pada tahap-tahap mediasi ditentukan pada Pasal 13 ayat-ayatnya dari PERMA No. 1 Tahun 2008, sebagai berikut: (1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dengan kepada mediator. (2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. (3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6). (4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). 16 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, jakarta, 2002, hal. 342 17 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Cetakan Ke-22, Jakarta, 1989, hal. 189-190 124

(5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. (6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. Pada tahap mediasi, kedudukan mediator sangat penting artinya dalam memfasilitasi kepentingan para pihak dengan beberapa tugasnya sebagai mediator, yang meliputi: a. Mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak; b. Mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi; c. Mendorong para pihak atau prinsipal untuk berperan serta dalam proses mediasi; d. Melakukan kaukus bilamana perlu; e. Mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka; dan f. Mencari berbagai pilihan atau opsi-opsi penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. 18 Pada tahap mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008, diantisipasi pula kemungkinan mediasi gagal dicapai, yang menurut Pasal 14 ayat-ayatnya dari PERMA No. 1 Tahun 2008, dinyatakan bahwa: (1) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. (2) Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. Bahwa mediator berkewajiban untuk menyatakan mediasi telah gagal apabila salah satu pihak atau para pihak bahkan kuasa hukumnya telah beberapa kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi. Kewajiban mediator untuk menyatakan proses mediasi telah gagal tersebut jika para pihak dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan yang telah disepakati bersama. Dalam kaitan ini, kesepakatan bersama sesuai dengan jadwal telah disusun dan disetujui bersama, dan PERMA No. 1 Tahun 2008 juga mengatur dalam hal mencapai kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan. Nurnaningsih Amriani menjelaskan, jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. 19 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengaturan mediasi dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, adalah gabungan dari konsep Perdamaian (Dading) yang diatur dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, dengan memasukkan unsur mediasi ke dalamnya. Mediasi sebagai salah satu cara alternatif penyelesaian sengketa yang semula ditempatkan sebagai cara penyelesaian perkara perdata di luar pengadilan (nonlitigasi), oleh PERMA tersebut digabungkan dengan konsep Perdamaian menurut HIR/RBg, sehingga mediasi yang dimaksudkan oleh PERMA adalah mediasi dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan (litigasi). 2. Tahapan atau proses mediasi adalah rangkaian kegiatan yang secara garis besar dibedakan atas pra mediasi, dan mediasi itu sendiri. Tahapan-tahapan ini tetap 18 Takdir Rahmadi, Ibid, hal. 186 19 Nurnaningsih Amriani, Op Cit, hal. 151 125

membuka kemungkinan dicapainya kesepakatan perdamaian di antara para pihak, baik pada tahap pra mediasi maupun pada tahapan mediasi, bahkan ketika kesepakatan perdamaian dinyatakan gagal dicapai, dan dilanjutkan ke dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan, tetap terbuka peluang untuk upaya dicapainya kesepakatan perdamaian, bahkan ketika perkara sudah masuk ke tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. B. Saran Perlunya upaya sosialisasi tentang berbagai aspek mengenai PERMA No. 1 Tahun 2008, yang perlu dibarengi dengan peningkatan kepesertaan hakim guna mendapatkan sertifikat mediator, hal yang sama perlu pula untuk disosialisasikan kepada kalangan mediator dan kalangan penasihat hukum tentang arti pentingnya penyelesaian sengketa perdata secara mediasi. Dalam rangka pembaruan Hukum Acara Perdata, perlu kiranya dimasukkan prosedur mediasi ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata. DAFTAR PUSTAKA Amriani, Nurnaningsih, Mediasi. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata, RajaGrafindo Persada, Cetakan Pertama, Jakarta, 2011. Asnawi, M. Natsir, Hermeneutika Putusan Hakim, UII Press, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2014. Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis. Alumni, Cetakan Pertama, Bandung, 1994. Gifis, Steven H, Law Dictionary, Barron s Educational Series, New York, 1984. Halim, A. Ridwan, Hukum Acara Perdata Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Cetakan Ke- 3, Jakarta, 2005. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke-2, Bandung, 1990. Musjtari, Dewi Nurul, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah, Parama Publishing, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2012. Raditio, Resa, Aspek Hukum Transaksi Elektronik. Perikatan, Pembuktian, dan Penyelesaian Sengketa, Graha Ilmu, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2014. Rahmadi, takdir, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke-2, Jakarta, 2011. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke- 5, Jakarta, 2001. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Cetakan Ke-22, Jakarta, 1989. Subekti, R, dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Cetakan Ke-32, Jakarta, 2002. Winarta, Frans Hendra, Hukum Penyelesaian Sengketa. Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2013 Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Website Mediasi, dimuat dalam https://id.wikipedia.org. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2015. Kelebihan dan Kekurangan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimuat dalam http://brainly.co.id. Diunduh tanggal 23 Oktober 2015 Felix O. Soebagjo, Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimuat dalam http://www.bapmi.org. Diunduh tanggal 23 Oktober 2015. 126