NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG, CIANJUR, JAWA BARAT NOVALITA BUDIARTI

dokumen-dokumen yang mirip
serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT FAUZIAH AZZAHRO

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. masa depan yang baik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa. kegiatan pariwisata memberikan keuntungan dan manfaat bagi suatu

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA ALAM (Studi Kasus : Taman Wisata Tirta Sanita, Kabupaten Bogor) MILASARI H

ANALISIS DAMPAK EKONOMI DAN NILAI EKONOMI MANFAAT REKREASI SITU CIPONDOH TANGERANG NADIA MUTIARANI

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEGIATAN WISATA DI HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG FIANDRA ADIYATH M

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI WISATA ALAM GUNUNG HALIMUN SALAK FERNANDO SINAGA

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI PULAU TIDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soewantoro (1977) dalam Sari (2007), objek wisata alam adalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu. dan juga berlokasi tidak jauh dari pusat kota sehingga prospek pengelolaan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Nilai Ekonomi Wisata

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA GUNUNG BUNDER PASCA PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Menyan. Hal ini dilakukan karena dermaga tersebut menjadi pusat kegiatan

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

Travel Cost Method (TCM) Pertemuan 10 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN 2015/2016

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI KAWASAN TAMAN WISATA MATAHARI CILEMBER, KABUPATEN BOGOR TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR NURUL WULAN SEPTIANTI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

BAB II LANDASAN TEORI. Nglambor Gunung Kidul. Tujuan penelitian tersebut adalah

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN DAN OPTIMASI HARGA TIKET TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA FACHRUNNISA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai macam kebudayaan, agama, suku yang berbeda-beda, dan kekayaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di objek wisata Taman Wisata Tirta Sanita

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

TEKNIK PERHITUNGAN TARIF MASUK KAWASAN WISATA ALAM. Wahyudi Isnan *

2015 PENGARUH KOMPONEN PAKET WISATA TERHADAP KEPUASAN BERKUNJUNG WISATAWAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (

Transkripsi:

NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG, CIANJUR, JAWA BARAT NOVALITA BUDIARTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Nilai dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat adalah karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi maupun lembaga manapun. Sumber pustaka yang dikutip dari karya penulis lain yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah dicantumkan dalam teks dan Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Novalita Budiarti H44080010 i

RINGKASAN NOVALITA BUDIARTI. Nilai dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing Oleh METI EKAYANI dan NUVA. Situs Megalitik Gunung Padang (SMGP) memiliki daya tarik wisata berupa situs peninggalan purbakala yang penting di Kabupaten Cianjur. Daya tarik tersebut membuat SMGP menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Pengelola melakukan pengembangan wisata di SMGP karena berpotensi memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat lokal, namun di sisi lain pengembangan wisata juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, nilai dan dampak ekonomi SMGP perlu dikaji. Secara umum pengunjung menilai keberadaan dan pengembangan kawasan wisata SMGP adalah baik, namun aksesibilitas menuju kawasan wisata dinilai sulit oleh pengunjung. Kondisi fasilitas wisata berupa kantor informasi dinilai tidak memadai, serta kondisi papan interpretasi dan kios cinderamata dinilai tidak tersedia. Manfaat yang dirasakan masyarakat dan tenaga kerja lokal dari pengembangan kawasan wisata tersebut adalah peningkatan lapangan kerja. Manfaat yang dirasakan unit usaha dari pengembangan kawasan wisata adalah peningkatan pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata di SMGP diestimasi dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dan Individual Travel Cost Method. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata di SMGP adalah biaya perjalanan, tingkat pendapatan pengunjung, jarak tempuh, dan umur pengunjung. Hanya variabel tingkat pendapatan yang memiliki pengaruh positif terhadap permintaan wisata. Nilai ekonomi kawasan wisata dan surplus konsumen diperoleh dengan pendekatan Travel Cost Method, dimana nilai surplus konsumen yang diterima pengunjung per kunjungan adalah Rp 46.395,35 dan nilai ekonomi SMGP adalah Rp 1.626.388.953,00. Dampak ekonomi pengembangan kawasan wisata diestimasi dengan menggunakan pendekatan multiplier effect, dimana dampak langsung adalah sebesar Rp 103.777.449,30, dampak tidak langsung adalah sebesar Rp 39.124.998,00, dan dampak lanjutan adalah sebesar Rp 26.560.000,00. Nilai Keynesian Income Multilplier adalah 1,58, nilai Ratio Income Multiplier Tipe I adalah 1,38, dan nilai Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,63. Retribusi yang diberlakukan di SMGP saat ini, yaitu Rp 2.000,00 dirasakan oleh pengelola masih terlalu rendah. Pengelola dapat menetapkan tarif masuk kawasan wisata mengacu pada nilai rataan WTP pengunjung (Rp 3.786,00) atau tarif masuk kawasan wisata sejenis yaitu Candi Ratu Boko (Rp 10.000). Pengelola berpeluang menetapkan tarif masuk kawasan wisata berdasarkan nilai surplus konsumen (Rp 46.395,35) jika pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata sudah ditingkatkan secara optimal dan diarahkan pada wisata minat khusus. Kata kunci: Situs Megalitik Gunung Padang, nilai ekonomi wisata, dampak ekonomi wisata, Travel Cost Method, Keynesian Multiplier. ii

NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG, CIANJUR, JAWA BARAT NOVALITA BUDIARTI H44080010 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Judul Skripsi : Nilai dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat Nama : Novalita Budiarti NIM : H44080010 Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Nuva, SP, M.Sc NIP. 19690917 200604 2 011 - Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003 Tanggal Lulus: iv

UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu proses pengerjaan skripsi ini, terutama kepada: 1. Mama (Yeni Herliani), Papa (Budi Heryana), adik-adik ku (Rizka, Azkia, dan Elbarra), dan Delik Puji R atas segala doa, semangat, perhatian, kasih sayang, bantuan dan motivasi yang tiada henti diberikan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini. 2. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc, sebagai dosen pembimbing pertama dan Nuva, SP, M.Sc, sebagai dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Pini Wijayanti, SP, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Hastuti, SP, MP, M.Si sebagai dosen perwakilan departemen atas masukannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur dan Juru Pelihara Situs Megalitik Gunung Padang, Bapak Nanang, atas kerjasama dan bantuannya, serta seluruh responden yang telah membantu penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Livia, Sari, Esti, Tya, Nanda, Asih, Nia, Dewi, Mimi, Alya, Anggi AO, Iki dan teman-teman ESL 45 tercinta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kekompakannya selama ini. 6. Teman-teman satu bimbingan skripsi Uun, Evy, Erwan, Elok, Dicun, Shinta, dan Mirza atas kerjasama dan kekompakannya selama penyelesaian skripsi. v

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Nilai dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Melalui skripsi ini, penulis ingin memaparkan pengaruh adanya kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang terhadap perekonomian masyarakat lokal, mengestimasi nilai ekonomi kawasan wisata, dan mengestimasi tarif masuk kawasan wisata yang diharapkan pengunjung. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi dan sistematika penulisan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Besar harapan agar skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. vi

DAFTAR ISI PERNYATAAN... RINGKASAN... LEMBAR PENGESAHAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Batasan Penelitian... 7 1.5 Manfaat Penelitian... 7 II TINJAUAN PUSTAKA... 9 2.1 Cagar Budaya... 9 2.2 Wisata Budaya... 10 2.3 Wisatawan... 11 2.4 Permintaan Wisata... 12 2.5 Nilai Ekonomi Wisata... 13 2.6 Metode Biaya Perjalanan... 14 2.7 Willingness To Pay (WTP)... 15 2.8 Dampak Ekonomi Pariwisata... 16 2.9 Penelitian Terdahulu... 17 2.9.1 Penelitian Mengenai Persepsi Pihak Terkait terhadap Keberadaan dan Pengembangan Kawasan Wisata... 18 2.9.2 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata... 18 2.9.3 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Kawasan Wisata... 19 2.9.4 Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi Wisata... 19 2.9.5 Penelitian Mengenai Estimasi Tarif Masuk Kawasan Wisata... 20 III KERANGKA PEMIKIRAN... 21 IV METODE PENELITIAN... 25 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 25 4.2 Jenis dan Sumber Data... 25 4.3 Metode Pengambilan Contoh... 26 4.4 Metode Analisa Data... 27 4.4.1 Persepsi Pihak Terkait... 28 i ii iv x xii xiii vii

4.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata di Situs Megalitik Gunung Padang... 29 4.4.3 Nilai dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 32 4.4.3.1 Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang... 32 4.4.3.2 Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 33 4.4.4 Estimasi Tarif Masuk Kawasan Situs Megalitik Gunung Padang... 35 V GAMBARAN UMUM... 37 5.1 Karakteristik Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 37 5.1.1 Profil Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 37 5.1.2 Sejarah dan Perkembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 38 5.1.3 Pengelola Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 40 5.1.4 Rencana Pengelola terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 40 5.2 Karakteristik Responden Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang... 41 5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi Pengunjung (Demografi)... 41 5.2.2. Karakteristik dalam Berwisata... 44 5.3 Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 46 5.4 Karakteristik Responden Unit Usaha Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 47 5.5 Karakteristik Responden Tenaga Kerja Lokal Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 49 VI PERSEPSI PIHAK TERKAIT TERHADAP KEBERADAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG... 51 6.1 Persepsi Responden Pengunjung... 51 6.1.1 Fasilitas Wisata... 51 6.1.2 Aksesibilitas dan Keamanan... 53 6.1.3 Lingkungan... 54 6.2 Harapan Responden Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang... 56 6.3 Persepsi Responden Masyarakat Sekitar... 58 6.4 Persepsi Responden Unit Usaha dan Tenaga Kerja Lokal terhadap Pengemangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 60 VII PERMINTAAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG... 61 viii

7.1 Fungsi Permintaan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 61 7.2 Pemenuhan Asumsi Regresi Linier Berganda... 62 7.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Nyata terhadap Permintaan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang... 65 7.4 Faktor-Faktor yang Tidak Berpengaruh Nyata terhadap Permintaan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang... 67 VIII NILAI DAN DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG... 69 8.1 Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang... 69 8.2 Dampak Ekonomi Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 71 8.4.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Effect)... 74 8.4.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Effect)... 75 8.4.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Effect)... 77 8.4.4 Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect)... 79 IX ESTIMASI TARIF MASUK KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG... 81 9.1 Estimasi Tarif Masuk Kawasan Situs Megalitik Gunung Padang dengan Pendekatan Surplus Konsumen... 81 9.2 Estimasi Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang Berdasarkan Willingness To Pay... 82 X KESIMPULAN DAN SARAN... 86 10.1 Kesimpulan... 86 10.2 Saran... 87 DAFTAR PUSTAKA... 89 LAMPIRAN... 92 RIWAYAT HIDUP... 108 ix

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Penelitian Mengenai Persepsi Pihak Terkait terhadap Keberadaan dan Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang.... 18 2. Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata... 18 3. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Kawasan Wisata.. 19 4. Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi Wisata 19 5. Penelitian Mengenai Estimasi Tarif Masuk Kawasan Wisata... 20 6. Matriks Metode Analisis Data... 27 7. Indikator Persepsi Pihak Terkait di Situs Megalitik Gunung Padang... 8. Karakteristik Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang Berdasarkan Faktor Sosial Ekonomi (Demografi)... 42 9. Karakteristik Responden Pengunjung dalam Berwisata di Situs Megalitik Gunung Padang... 44 10. Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Situs Megalitik Gunung Padang... 46 11. Karakteristik Responden Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang... 48 12. Karakteristik Responden Tenaga Kerja Lokal Situs Megalitik Gunung Padang..... 49 13. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Kondisi Fasilitas Wisata... 52 14. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Aksesibilitas dan Keamanan........ 53 15. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Lingkungan Situs Megalitik Gunung Padang... 55 16. Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang.... 57 17. Persepsi Responden Masyarakat Sekitar Situs Megalitik Gunung Padang... 59 18. Persepsi Responden Unit Usaha dan Tenaga Kerja Lokal terhadap Manfaat Pengembangan Wisata... 60 19. Fungsi Permintaan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang... 62 20. Pehitungan Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang 70 28 x

21. Proporsi Pengeluaran Responden Pengunjung Per Kunjungan di Situs Megalitik Gunung Padang... 72 22. Tingkat Kebocoran Pengeluaran Pengunjung per Bulan di Situs Megalitik Gunung Padang.... 73 23. Proporsi Pendapatan Pemilik Unit Usaha di Situs Megalitik Gunung Padang.... 74 24. Dampak Ekonomi Langsung..... 75 25. Pengeluaran Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012.... 76 26. Dampak Ekonomi Tidak Langsung... 77 27. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Situs Megalitik Gunung Padang... 78 28. Dampak Ekonomi Lanjutan...... 78 29. Nilai Efek Pengganda dari Arus Uang yang Terjadi di Situs Megalitik Gunung Padang..... 79 30. Distribusi Besaran WTP Pengunjung terhadap Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang. 83 31. Dasar Penetapan Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang... 84 xi

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Rata-rata Jumlah Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang 2009-2011... 4 2. Kerangka Pemikiran Penelitian 24 3. Kesediaan Membayar Pengunjung terhadap Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang 82 xii

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Model Hasil Regresi Berganda Variabel yang Mempengaruhi Jumlah Kunjungan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang 93 2. Residual Plot. 94 3. Uji Kolomogorov Smirnov 95 4. Uji Glejser. 96 5. Jumlah Kunjungan Situs Megalitik Gunung Padang Tahun 2011... 97 6. Jumlah Kunjungan Responden Pengunjung Satu Tahun Terakhir... 98 7. Hasil Analisis Regresi JK VS BP...... 99 8. Proporsi Pengeluaran Pengunjung di Kawasan Wisata dan Kebocoran... 100 9. Pengeluaran Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang.... 103 10. Pendapatan Tenaga Kerja Lokal Situs Megalitik Gunung Padang... 104 11. Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal.. 105 12. Perhitungan Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect)... 106 13. Foto-Foto Kawasan Situs Megalitik Gunung Padang... 107 xiii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam dan budaya yang terdapat di seluruh kepulauan Indonesia. Kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang dapat dikembangkan dalam berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata. Daya tarik wisata baik yang bersumber dari alam maupun kreasi manusia (man made) merupakan unsur penting dalam mendukung pengembangan sektor pariwisata di Indonesia. Salah satu daya tarik wisata yang dapat menunjang pengembangan sektor pariwisata di Indonesia adalah monumen bersejarah dan peninggalan-peninggalan dari peradaban masa lalu yang dapat diklasifikasikan ke dalam bentuk cagar budaya (John dan Mackinnon, 1990). Monumen bersejarah dan peninggalanpeninggalan dari peradaban masa lalu merupakan warisan masyarakat yang sangat bernilai dan keberadaannya harus dijaga untuk generasi mendatang (ICOMOS, 1999). Tujuan pengelolaan cagar budaya selain melindungi objek beserta tempat warisan budaya, sejarah, dan purbakala, juga menyediakan pelayanan rekreasi dan pariwisata (IUCN, 1978 dalam John dan Mackinnon, 1990). Sektor pariwisata menjadi sumber energi bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut terbukti dari tingginya kontribusi sektor pariwisata terhadap devisa negara (Yoeti, 2008). Dampak ekonomi pariwisata terhadap produksi barang dan jasa nasional pada tahun 2010 mencapai 4,73%, sedangkan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB sebesar 4,06 %, serta menyerap 7.43 juta orang atau 6,87% persen dari kesempatan kerja di Indonesia (Nesparnas, 2012). Selain

meningkatkan dan mengembangkan perekonomian nasional, pariwisata juga memiliki peran yang penting dalam kegiatan ekonomi lokal. Pengembangan potensi pariwisata nasional tidak hanya memberikan kontribusi di bidang ekonomi, seperti memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, pendapatan daerah, dan pendapatan nasional, tetapi sektor ini juga memberikan kontribusi dalam pelestarian alam, lingkungan, dan peninggalan budaya (Pitana dan Diarta, 2009). Sektor pariwisata merupakan industri yang tidak berdiri sendiri, tetapi membantu dan melengkapi percepatan pertumbuhan industri lainnya, seperti kerajinan tangan, penginapan, dan transportasi. Pariwisata mampu memberikan dampak positif dalam perekonomian terutama dampak dari multiplier effect. Hal tersebut yang menjadi nilai tambah dari sektor pariwisata sebagai alternatif ekonomi dalam penanggulangan masalah kemiskinan yang sedang dihadapi Indonesia (Yoeti, 2008). Pariwisata menjadi katalisator dalam pembangunan karena kegiatan wisata memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk setempat (Yoeti, 2008). Pariwisata juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap aspek sosial budaya maupun lingkungan hidup. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam jangka panjang potensi wisata di Indonesia akan terganggu. Oleh karena itu, agar manfaat dari kegiatan pariwisata dapat terus dirasakan maka kegiatan pariwisata harus dilakukan secara berkelanjutan. Ide dasar dari pariwisata berbasis alam yang berkelanjutan adalah pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien tanpa menyisakan kerusakan lingkungan yang permanen, sehingga memberikan keuntungan yang optimal bagi stakeholder dan kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang 2

(Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata yang berkelanjutan harus melibatkan masyarakat lokal karena mereka yang akan menyediakan sebagian besar atraksi dan menentukan kualitas produk wisata. Masyarakat lokal merupakan pihak yang paling dekat dengan keberadaan sumberdaya pariwisata yang dikonsumsi wisatawan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi di sekitar kawasan wisata akan berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat lokal. Mereka memiliki tradisi dan kearifan lokal dalam menjaga sumberdaya wisata, sehingga peran masyarakat lokal penting dalam mewujudkan pariwisata berkekanjutan. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi wisata yang besar baik yang sudah dikembangkan maupun belum dikembangkan secara optimal. Kabupaten ini selain dikenal dengan keindahan alam dan sumber daya alam yang melimpah, juga memiliki peninggalan budaya yang penting. Peninggalan budaya yang penting di daerah ini adalah Situs Megalitik Gunung Padang. Kawasan ini ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 139/M Tahun 1998 dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Situs Megalitik Gunung Padang (SMGP) merupakan kawasan yang memiliki potensi berupa bangunan punden berundak-undak yang disusun oleh batu-batu vulkanik berbentuk segi lima. Punden berundak-undak tersebut merupakan benda peninggalan purbakala pada zaman megalitik. Potensi arkeologi, sejarah, geologi maupun wisata SMGP yang belum digali secara optimal merupakan kekayaan alam dan budaya bagi Cianjur, bahkan bagi 3

Indonesia, yang dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah dan masyarakat lokal apabila dikelola dengan benar. 1.2 Perumusan Masalah Daya tarik wisata berbasis man made merupakan salah satu aspek penting yang dapat mendorong pengembangan pariwisata, khususnya wisata budaya. Situs Megalitik Gunung Padang sebagai kawasan yang memiliki daya tarik wisata berbasis man made memiliki potensi yang besar. Keindahan situs dan pengalaman unik serta indah yang diperoleh wisatawan dari kegiatan wisata menjadi daya tarik dalam wisata budaya ini. Hal tersebut terlihat dari permintaan wisata yang cukup besar. Data rata-rata jumlah kunjungan ke SMGP tahun 2009 sampai 2011 dapat dilihat pada (Gambar 1). Jumlah Kunjungan ke SMGP Jumlah Kunjungan Wisatawan Situs Megalitik Gunung Padang 2921 959 1194 2009 2010 2011 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur (2012) Gambar 1. Rata-Rata Jumlah Kunjungan ke Situs Megalitik Gunung Padang 2009-2011 Jumlah kunjungan ke SMGP mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Peningkatan yang tajam terjadi pada tahun 2010 sampai tahun 2011 karena aksesibilitas, sarana, dan prasarana di kawasan tersebut mulai dibangun dan diperbaiki. Sarana dan prasarana tersebut diantaranya 4

pengaspalan jalan menuju kawasan, tempat parkir, kantor informasi, mushola, toilet, menara pandang, dan jalan setapak. Peningkatan jumlah kunjungan juga disebabkan banyak media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang keberadaan, keunikan, fenomena, dan potensi wisata yang dimiliki kawasan ini. Peningkatan jumlah kunjungan secara langsung dan tidak langsung mendatangkan keuntungan ekonomi khususnya bagi masyarakat lokal. Pemanfaatan potensi SMGP menjadi kawasan wisata, mendorong terciptanya lapangan kerja baru dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut. Peningkatan jumlah kunjungan yang pesat juga berpotensi menimbulkan over carrying capacity dalam jangka panjang. Hal tersebut berpotensi memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kelestarian SMGP. Oleh karena itu, nilai ekonomi kawasan wisata SMGP perlu diketahui agar pengelolaan kawasan wisata dapat dilakukan secara berkelanjutan, sehingga dampak negatif dari kegiatan wisata dapat diminimalkan. Tarif masuk kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dinilai terlalu rendah dan belum dilegalkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Pengunjung hanya membayar retribusi sebesar Rp 2.000,00 per orang untuk memasuki kawasan wisata. Pengelola dapat menetapkan tarif masuk kawasan yang lebih tinggi daripada retribusi yang berlaku saat ini untuk mengontrol tingkat kunjungan wisatawan agar tidak melebihi daya dukung lingkungan, apabila jumlah kunjungan terus meningkat dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga situs bersejarah tersebut. Peningkatan tarif masuk juga diperlukan untuk menambah dana konservasi dan pengelolaan kawasan wisata SMGP. 5

Pengelola harus memperhatikan kesediaan membayar pengunjung (willingness to pay) terhadap tarif masuk kawasan SMGP. Hal ini dilakukan karena pengunjung merupakan pihak yang secara langsung merasakan dampak dari penetapan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, penetapan tarif masuk kawasan wisata harus sesuai dengan keinginan membayar yang sebenarnya dari pengunjung, agar kuantitas kunjungan tetap stabil. Pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang sangat tergantung pada aspek permintaan wisata. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke SMGP perlu diketahui untuk menjaga agar tingkat kunjungan wisatawan tetap stabil dan tidak melebihi carrying capacity lingkungan. Selain itu, pengelola sebagai pengambil keputusan perlu mempertimbangkan persepsi serta harapan pengunjung dan masyarakat dalam penyusunan rencana strategis pengelolaan kawasan wisata. Berdasarkan pembahasan di atas, dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji, yaitu : 1. Bagaimana potensi pengembangan wisata di SMGP? 2. Bagaimana permintaan wisata ke SMGP? 3. Kawasan SMGP belum dinilai secara ekonomi sehingga cenderung under value dalam pemanfaatannya. 4. Kawasan SMGP masih open acess dalam pemanfaatannya sehingga berpotensi over carrying capacity dalam jangka panjang. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 6

1. Mengidentifikasi persepsi pihak terkait terhadap keberadaan dan pengembangan kawasan wisata SMGP. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke SMGP. 3. Mengestimasi nilai ekonomi dan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengembangan wisata di SMGP. 4. Mengestimasi tarif masuk kawasan SMGP yang diinginkan pengunjung. 1.4 Batasan Penelitian Penelitian mengenai nilai ekonomi dan dampak ekonomi pengembangan kawasan wisata dilakukan di Desa Karyamukti, karena desa ini lokasinya paling dekat dengan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Dasar waktu yang digunakan untuk melihat jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke SMGP adalah satu tahun terakhir yaitu tahun 2011. Penentuan dasar waktu tersebut dilakukan dengan asumsi kondisi kawasan wisata pada tahun 2011 tidak jauh berbeda dengan kondisi pada saat penelitian dilakukan yaitu tahun 2012. Dampak ekonomi wisata SMGP dihitung sampai pada tingkat tenaga kerja lokal. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian mengenai estimasi nilai ekonomi dan dampak ekonomi pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang diharapkan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Manfaat penelitian ini diantaranya: 1. Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 7

2. Pemerintah Kabupaten Cianjur dan para stakeholder dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pengembangan SMGP, sehingga keberadaan kawasan tersebut memberikan kontribusi secara berkelanjutan terhadap perekonomian masyarakat lokal. 3. Perusahaan dan penyelenggara jasa wisata, agar dapat mengetahui prospek dan peluang dalam menawarkan produk wisata di SMGP. 4. Sebagai rujukan bagi para peneliti dan akademisi yang akan melanjutkan penelitian mengenai dampak ekonomi wisata dan nilai ekonomi kawasan wisata, khususnya di SMGP. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Budaya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Berdasarkan undang-undang tersebut, cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kepentingan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Pelindungan cagar budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian di kawasan cagar budaya terkait. Pemanfaatan zona pada cagar budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan religi (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010). Pendanaan pelestarian cagar budaya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 9

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hasil pemanfaatan cagar budaya, serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010). 2.2 Wisata Budaya Wisata budaya merupakan salah satu bentuk industri wisata dimana pengunjung melakukan perjalanan ke daerah lain yang dilakukan dengan tujuan memperluas pandangan hidup, mempelajari adat istiadat, cara hidup, kebudayaan, dan kesenian masyarakat di daerah tersebut. Implikasi ekonomi dari wisata budaya adalah pemanfaatan atraksi wisata bergerak seperti pertunjukan maupun atraksi tidak bergerak seperti candi yang dilakukan oleh berbagai pihak akan membuka lapangan pekerjaan baru (Pendit, 2006). Berbeda dengan Pendit (2006), Surjanto et al (1985) menyatakan bahwa wisata budaya merupakan wisata yang daya tariknya bersumber dari objek kebudayaan, seperti peninggalan sejarah atau purbakala, musium, atraksi kesenian, pariwisata khusus, dan objek lain yang berkaitan dengan objek wisata budaya. Prinsip-prinsip dasar dalam wisata budaya menurut ICOMOS (1999) adalah: 1. Wisata domestik dan internasional merupakan suatu alat yang paling penting dalam pertukaran budaya. Oleh karena itu, konservasi budaya merupakan tanggung jawab, sekaligus kesempatan bagi masyarakat lokal dan pengunjung untuk mengalami dan memahami warisan komunitas dan budayanya. 2. Hubungan antara tempat historis dengan wisata bersifat dinamis serta melibatkan nilai-nilai yang mengandung konflik. Hal tersebut harus dikelola 10

sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun yang akan datang. 3. Perencanaan wisata dan konservasi tempat-tempat warisan budaya harus menjamin bahwa pengalaman yang didapatkan pengunjung akan berharga, memuaskan, dan menggembirakan. 4. Masyarakat asli dan penduduk sekitar harus dilibatkan dalam perencanaan konservasi dan wisata. 5. Aktivitas wisata dan konservasi harus menguntungkan bagi penduduk asli. 6. Program wisata budaya harus dapat melindungi dan meningkatkan karakteristik warisan alam dan budaya. 2.3 Wisatawan Menurut Damanik dan Weber (2006), wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata. Menurut Theobald (2005), terdapat beberapa elemen yang digunakan sebagai patokan dalam menentukan definisi wisatawan berdasarkan standar internasional, yaitu: 1. Tujuan perjalanan. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan selain untuk tujuan bisnis, walau ada kalanya sebuah perjalanan bisnis juga dapat diikuti oleh kegiatan wisata. 2. Jarak perjalanan dari tempat asal. Beberapa negara menggunakan jarak total bolak-balik antara tempat tinggal dan tujuan wisata. Umumnya jarak yang dipakai bervariasi antara 0-160 km tergantung ketentuan masing-masing negara. 11

3. Lamanya perjalanan. Wisatawan merupakan orang yang melakukan perjalanan paling tidak selama satu malam di tempat yang menjadi tujuan perjalanan. Namun persyaratan tersebut dikesampingkan untuk kasus perjalanan wisata yang dilakukan kurang dari 24 jam tetapi berdampak pada kegiatan bisnis pariwisata secara nyata. Terdapat beberapa alasan yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk melakukan wisata. Alasan-alasan yang menonjol untuk melakukan perjalanan yaitu, kesehatan, kesenangan, pendidikan, agama, kebudayaan, hobi, olahraga, konferensi, seminar, dan lain-lain (Yoeti, 2008). MacIntosh (1972) dalam Yoeti (2008) mengatakan ada empat hal yang menyebabkan seseorang melakukan perjalanan wisata, yaitu: 1. Motivasi fisik merupakan perjalanan wisata yang dilakukan bertujuan mengembalikan kondisi fisik yang sudah lelah setelah bekerja. 2. Motivasi cultural merupakan perjalanan wisata yang dilakukan karena ingin melihat dan menyaksikan kebudayaan, adat istiadat, kebiasaan hidup (the way of life) suatu bangsa yang berbeda dengan apa yang dimiliki negara lain. 3. Motivasi personal merupakan perjalanan wisata yang dilakukan karena adanya keinginan untuk mengunjungi keluarga atau teman. 4. Motivasi status dan prestise, anggapan dengan melakukan perjalanan wisata dapat meningkatkan status dan prestise keluarga. 2.4 Permintaan Wisata Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam industri pariwisata berbeda dengan permintaan dalam ilmu ekonomi pada umumnya. Dalam ilmu ekonomi, kebutuhan-kebutuhan yang dapat diperoleh dengan mudah bukan merupakan 12

barang ekonomi karena diperoleh secara bebas, contohnya udara segar, pemandangan yang indah, dan cuaca yang cerah. Hal tersebut tidak berlaku dalam industri pariwisata, barang-barang yang termasuk free goods dapat meningkatkan kepuasan wisatawan. Schmoll (1977) mengatakan bahwa permintaan dalam industri wisata membutuhkan suatu kombinasi dari bermacam-macam pelayanan yang ditawarkan dalam suatu paket wisata. Yoeti (2008) membagi permintaan wisata (tourist demand) menjadi dua, yaitu: 1. Potential demand adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata karena memiliki waktu luang dan tabungan yang relatif cukup. 2. Actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu daerah tujuan wisata tertentu. 2.5 Nilai Ekonomi Wisata Nilai merupakan persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan seseorang terhadap sesuatu pada tempat dan waktu tertentu (Davis dan Johnson, 1987 dalam Djijono, 2002). Menurut Fauzi (2009), nilai didefinisikan dalam bentuk utility yakni pengukuran metrik dari kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi barang atau jasa atau bahkan hanya ikut berperan dalam kegiatan yang diperoleh dari jasa lingkungan. Utility merupakan indikator yang sulit diukur meskipun sebagian besar bisa diturunkan dari keinginan membayar seseorang atas barang dan jasa yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk menjembatani hal tersebut, nilai diukur dalam unit yang bisa diterima semua pihak, yakni nilai moneter dari barang dan jasa tersebut. Nilai ekonomi suatu ekosistem dikategorikan dalam nilai pasar dan 13

non pasar. Nilai pasar adalah nilai barang dan jasa yang diperoleh dengan cara membayar. Nilai non pasar adalah nilai yang tidak secara umum diperjualbelikan dan tidak bisa diturunkan dari harga pasar. 2.6 Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Metode biaya perjalanan merupakan pendekatan yang paling ideal untuk menilai barang-barang yang tidak memiliki harga seperti lingkungan, taman umum, dan tempat rekreasi (Hufschmidt et al, 1987). Metode biaya perjalanan atau travel cost method adalah model dari permintaan jasa tempat rekreasi (Haab dan Connel, 2002). Menurut Fauzi (2006), metode biaya perjalanan umumnya digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap tempat rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Seorang konsumen akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat rekreasi. Nilai (value) yang diberikan konsumen terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dapat dikaji dengan mengetahui pola pengeluaran dari konsumen. Tujuan dasar dari travel cost method adalah mengetahui harga dari sumberdaya alam dengan menggunakan biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi sumberdaya tersebut sebagai proxy. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat: 1. Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi 2. Penambahan tempat rekreasi baru 3. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi 4. Penutupan tempat rekreasi yang ada Menurut Turner et al. (1994), terdapat beberapa pendekatan dalam metode biaya perjalanan, meliputi: 14

1. Metode biaya perjalanan zonal, yaitu dengan membagi lokasi asal pengunjung untuk melihat jumlah populasi per zona, yang digunakan untuk mengestimasi tingkat kunjungan per seribu orang. 2. Metode biaya perjalanan individu, yaitu dengan mengukur tingkat kunjungan individu ke tempat rekreasi dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengukur frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi tertentu. 3. Random utility approach atau pendekatan utilitas acak, yaitu pendekatan yang mengestimasi bahwa individu akan berkunjung ke suatu tempat berdasarkan preferensi mereka dan individu tersebut tidak menghubungkan antar kualitas tempat wisata dengan biaya perjalanan untuk mencapai tempat tersebut. Oleh karena itu, pendekatan ini memerlukan informasi tentang semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi preferensi individu untuk memilih antara kualitas lingkungan atau biaya perjalanan untuk setiap lokasi rekreasi. 2.7 Willingness to Pay (WTP) Menurut Fauzi (2006), keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan merupakan pengukuran jumlah maksimum barang dan jasa yang ingin dikorbankan seseorang untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Willingness to pay (WTP) merupakan teknik valuasi yang didasarkan pada survei di mana keinginan membayar diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Haab dan Connel (2002) dalam Fauzi (2006), pengukuran WTP yang diterima harus memenuhi syarat, yaitu: 15

1. WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif 2. Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan 3. Adanya konsistensi antara keacakan (randomness) pendugaan dan keacakan perhitungannya. Menurut Tietenberg dan Lewis (2009), WTP diturunkan dari kurva permintaan pasar yang merepresentasikan sejumlah uang yang ingin dibayarkan seseorang untuk mendapatkan unit barang dan jasa lingkungan. WTP dapat menunjukan total benefit dari komoditas sumberdaya alam dan lingkungan. Sedangkan menurut Field (2001), besarnya keinginan seseorang untuk membayar barang dan jasa lingkungan, dipengaruhi oleh selera dan preferensi individu. Selain itu, WTP seseorang juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan, semakin besar kemampuan seseorang dalam membayar untuk memperoleh variasi barang dan jasa lingkungan. 2.8 Dampak Ekonomi Pariwisata Wisatawan yang datang ke suatu daerah tujuan wisata merupakan sumber pendapatan (income generator) dan alat pemerataan (redistribution of income) bagi masyarakat lokal dan unit-unit usaha yang dikunjungi (Yoeti, 2008). Wisatawan membelanjakan uangnya di daerah tujuan wisata untuk keperluan akomodasi, konsumsi, perjalanan, dokumentasi, dan keperluan lainnya (Clement, 1964). Pengeluaran wisatawan tersebut memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat lokal yang dinamakan multiplier effect. Keberhasilan pengembangan pariwisata di suatu daerah terlihat dari besarnya pengaruh uang yang dibelanjakan wisatawan terhadap perekonomian lokal. 16

Pengaruh total pariwisata terhadap ekonomi wilayah merupakan penjumlahan dari dampak langsung (direct effects), dampak tidak langsung (indirect effect), dan dampak lanjutan (induced effect) (Stynes et al., 2000; Vanhove, 2005). Dampak langsung disebut dampak primer, sedangkan dampak tidak langsung dan dampak lanjutan disebut dampak sekunder. Dampak langsung meliputi perubahan pendapatan unit usaha penerima awal pengeluaran wisatawan. Dampak tidak langsung meliputi perubahan pendapatan dari tenaga kerja lokal dan biaya yang dikeluarkan unit usaha di lokasi wisata. Sedangkan dampak ikutan adalah perubahan dalam aktivitas ekonomi wilayah yang dihasilkan oleh pembelanjaan rumah tangga. Rumah tangga membelanjakan pendapatannya bersumber dari upah atau gaji dari berbagai komponen usaha pariwisata. Selain memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal, terdapat sebagian pengeluaran wisatawan yang tidak berdampak pada perekonomian lokal, hal ini dinamakan kebocoran (leakage) (Yoeti, 2008; Vanhove, 2005). Pada dasarnya, kebocoran terjadi karena uang tersebut dibelanjakan di luar kegiatan perekonomian daerah tujuan wisata, misalnya digunakan untuk membeli makanan dan minuman yang berasal dari luar daerah tujuan wisata, serta biaya transportasi. 2.9 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai estimasi nilai dan dampak ekonomi pengembangan wisata termasuk ke dalam penelitian sosial ekonomi, dimana hasil penelitian di suatu tempat pada waktu tertentu, akan berbeda dengan penelitian di tempat lain dalam waktu yang berbeda. Meskipun penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi wisata telah banyak dikaji pada berbagai kawasan wisata, akan tetapi 17

penelitian mengenai hal tersebut merupakan sesuatu yang baru dan belum pernah dilakukan di Situs Megalitik Gunung Padang. 2.9.1 Penelitian Mengenai Persepsi Pihak Terkait terhadap Keberadaan dan Pengembangan Kawasan Wisata Penelitian mengenai persepsi pihak terkait terhadap keberadaan dan pengembangan kawasan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Mutiarani (2011). Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penelitian Mengenai Persepsi Para Pihak terhadap Keberadaan dan Pengembangan Kawasan Wisata No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Mutiarani Analisis Dampak Ekonomi dan Nilai Ekonomi Manfaat Rekreasi Situ Cipondoh Tangerang Analisis persepsi dilakukan dengan pendekatan analisis deskripitif. Persepsi pengunjung terhadap fasilitas wisata dan kondisi lingkungan di Situ Cipondoh cukup baik. Manfaat yang dirasakan tenaga kerja dan masyarakat sekitar dari kegiatan wisata adalah peningkatan pendapatan. 2.9.2 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Chen (2009). Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penelitian Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Chen Travel Cost Analysis of the Consumers Recreation Demand in Festival Permintaan wisata ke Sweet Taiwan Year Festival (STYF) diestimasi dengan pendekatan biaya perjalanan. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan ke STYF adalah biaya perjalanan dengan koefisien negatif, lokasi wisata alternatif dengan koefisien positif, dan pendapatan pengunjung yang berkoefisien positif. 18

2.9.3 Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Kawasan Wisata Penelitian mengenai nilai ekonomi kawasan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Susilowati (2009). Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Penelitian Mengenai Nilai Ekonomi Kawasan Wisata No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Susilowati Valuasi Ekonomi Manfaat Surplus konsumen pengunjung di Tahura ir. Rekreasi Taman Hutan Raya H. Djuanda diperoleh dengan menggunakan ir. H. Djuanda dengan metode biaya perjalanan individual adalah Menggunakan Pendekatan sebesar Rp 24.926,00 per kunjungan Travel Cost Method dan selanjutnya didapat nilai ekonomi lokasi sebesar Rp 3.193.579.412,00. 2.9.4 Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi Wisata Penelitian mengenai dampak ekonomi pengembangan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Hermalinda (2010) dan Adiyath (2011). Hasil dari beberapa penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi Wisata No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Hermalinda Penilaian Dampak Ekonomi Hasil penelitian menunjukkan Pengembangan Kawasan dampak ekonomi langsung sebesar Wana Wisata Curug Cilember Terhadap Masyarakat Lokal 21.4%, dampak ekonomi tidak langsung 4.96%, dampak ekonomi lanjutan 83.5%, Keynesian multiplier 0.51, nilai ratio income multiplier tipe I 1.18, dan nilai ratio income multiplier tipe II 1.36. Berdasarkan hasil pengamatan, dinyatakan bahwa kegiatan wisata memberikan dampak ekonomi yang 2. Adiyath Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang nyata pada masyarakat lokal Dampak ekonomi langsung yang dapat dirasakan oleh pemilik usaha sebesar 52,96%. Dampak ekonomi tidak langsung di objek wisata tersebut sebesar 3,52% dan dampak ekonomi lanjutan (induced) sebesar 52,19%. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,07, sedangkan nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan Tipe II sebesar 1,48 dan 2,17. 19

2.9.5 Penelitian Mengenai Estimasi Tarif Masuk Kawasan Wisata Penelitian mengenai estimasi tarif masuk kawasan wisata telah dilakukan sebelumnya oleh Firandari (2009). Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Penelitian Mengenai Estimasi Tarif Masuk Kawasan Wisata No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Firandari Analisis Permintaan dan Berdasarkan analisis WTP Nilai Ekonomi Wisata pengunjung terhadap harga tiket Pulau Situ Gintung-3 PSG-3 diperoleh hasil bahwa dengan Metode Biaya apabila terjadi kenaikan harga tiket, Perjalanan pengunjung masih mau membayar harga tiket masuk sampai harga Rp 8.577,00, asalkan kelestarian lingkungan tempat wisata PSG-3 dapat dipertahankan dan pengelola PSG-3 melakukan pengembangan wisata serta penambahan fasilitas wisata. Kegiatan wisata dalam penelitian ini adalah wisata budaya dimana berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang lebih banyak mengkaji wisata alam. Penelitian ini fokus pada nilai ekonomi dan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi dan waktu penelitian. 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN Situs Megalitik Gunung Padang merupakan situs peninggalan purbakala yang terletak di Kabupaten Cianjur. Potensi wisata di kawasan ini adalah bangunan punden berundak yang disusun oleh kolom-kolom batuan vulkanik. Bentuk bangunan yang berundak-undak menunjukkan tradisi megalitik yang sering ditemukan di beberapa daerah di Jawa Barat. Udara sejuk dan keindahan panorama alam di sekitar SMGP juga menjadi daya tarik wisata tersendiri. Potensi wisata Situs Megalitik Gunung Padang merupakan unsur penting dalam mendukung pengembangan sektor pariwisata daerah. Keberadaan sektor pariwisata secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Dampak ekonomi wisata di SMGP menggambarkan manfaat pengembangan wisata terhadap masyarakat lokal. Informasi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi pengelola dalam melakukan pengembangan objek wisata dan meningkatkan kontribusi keberadaan kawasan wisata terhadap pendapatan masyarakat lokal. Namun di sisi lain, pengembangan pariwisata di kawasan yang dilindungi berpotensi menimbulkan masalah over carrying capacity dalam jangka panjang. Over carrying capacity di sebuah kawasan wisata akan berdampak negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan serta keberlanjutan wisata di kawasan tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui nilai ekonomi kawasan SMGP. Metode biaya perjalanan (travel cost method) sebagai pengeluaran aktual pengunjung dapat digunakan dalam menilai suatu tempat wisata. Metode tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui nilai surplus konsumen pengunjung. 21

Permasalahan yang terdapat di SMGP adalah tarif masuk kawasan yang penetapannya belum sesuai karena dinilai oleh pengelola terlalu murah. Hal ini disebabkan pengembangan kawasan tersebut belum optimal, seperti fasilitas wisata serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Penetapan tarif masuk kawasan wisata SMGP merupakan suatu hal yang penting karena terkait dengan pengembangan dan pemeliharaan kawasan tersebut. Penetapan tarif masuk kawasan juga merupakan salah satu upaya dalam membatasi jumlah kunjungan untuk menghindari over carrying capacity dalam jangka panjang. Pengeluaran aktual pengunjung tidak selalu sama dengan keinginan membayar yang sebenarnya dari pengunjung. Oleh karena itu, keinginan membayar pengunjung diestimasi dengan menggunakan rataan Willingness To Pay (WTP). Selanjutnya nilai surplus konsumen pengunjung yang diperoleh dengan menggunakan metode biaya perjalanan dibandingkan dengan nilai keinginan membayar pengunjung yang sebenarnya dan tarif masuk kawasan wisata sejenis, sehingga diharapkan dapat menghasilkan estimasi tarif masuk kawasan yang diinginkan oleh pengunjung. Pengembangan kawasan wisata SMGP sangat tergantung pada aspek permintaan wisata. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata untuk menjaga agar tingkat kunjungan tetap stabil dan tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata dapat diidentifikasi dengan membentuk fungsi permintaan wisata yang diestimasi dengan menggunakan analisis regresi berganda. 22

Pihak yang terkait dalam kegiatan wisata di SMGP di antaranya pengunjung, masyarakat sekitar, unit usaha, dan tenaga kerja lokal. Persepsi pihak terkait tersebut terhadap keberadaan dan pengembangan kawasan wisata SMGP perlu diketahui, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu informasi bagi pengambil keputusan dalam melakukan pengembangan wisata yang diinginkan oleh para pihak. Pengunjung yang berwisata ke SMGP akan membelanjakan uangnya di kawasan wisata. Aliran uang dari belanja pengunjung memiliki dampak ekonomi yang positif bagi unit usaha dan tenaga kerja lokal. Aliran uang tersebut menimbulkan dampak pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian masyarakat lokal. Keberhasilan pengembangan pariwisata di suatu daerah terlihat dari besarnya pengaruh uang yang dibelanjakan wisatawan terhadap perekonomian lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, sehingga dampak kegiatan wisata terhadap masyarakat lokal perlu dikaji. Kerangka berpikir peneliti dapat dilihat pada Gambar 2. 23

Potensi Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Pengembangan Wisata di Situs Megalitik Gunung Padang Trend Peningkatan Jumlah Kunjungan Potensi Ekonomi Potensi over carrying capacity Persepsi pihak terkait terhadap tempat wisata Dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat sekitar Permintaan Wisata Nilai Kawasan Wisata Penetapan Tarif Masuk Kawasan Analisis Deskriptif dan Kualitatif Harapan pengembangan kawasan wisata yang diinginkan pihak terkait ---- : Metode yang digunakan Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keynesian Multiplier Direct Indirect Induced Nilai Dampak Ekonomi Wisata Individual Travel Cost Method Analisis Regresi Berganda Fungsi permintaan wisata Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata wisata Nilai Ekonomi Pengelolaan dan pengembangan tempat wisata secara berkelanjutan Surplus Konsumen WTP Rataan WTP Estimasi Tarif Masuk Kawasan Tarif masuk kawasan wisata sejenis (Candi Ratu Boko) 24

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Situs Megalitik Gunung Padang yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa SMGP merupakan peninggalan purbakala yang penting di Kabupaten Cianjur. Kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata budaya dan ekowisata. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Maret 2012. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuisioner. Data primer terdiri dari persepsi pengunjung, masyarakat, unit usaha, dan tenaga kerja lokal terhadap kawasan wisata SMGP, pengeluaran wisatawan, pendapatan dan pengeluaran unit usaha, pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja lokal, serta kesediaan membayar pengunjung terhadap tarif masuk kawasan. Data sekunder meliputi keadaan umum Situs Megalitik Gunung Padang dan tingkat kunjungan wisatawan yang diperoleh dari pengelola yaitu Dinas Pariwisata Kabupaten Cianjur. Data sekunder juga meliputi studi pustaka yang diperoleh dari buku referensi, penelitian-penelitian terdahulu yang terkait, serta internet.

4.3 Metode Pengambilan Contoh Metode pengambilan contoh untuk pengunjung, unit usaha, tenaga kerja lokal, dan masyarakat sekitar dilakukan dengan menggunakan metode nonprobability sampling. Responden pengunjung dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana responden dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Menurut Nasution (2003), keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknik ini adalah sampel dipilih sedemikian rupa sehingga tetap relevan dengan rancangan penelitian, selain itu cara ini relatif lebih mudah dan menghemat biaya. Namun kelemahan teknik ini adalah tidak ada jaminan bahwa sampel bersifat representatif dan pertimbangan kriteria tidak terbebas dari unsur subjektivitas. Responden pengunjung yang dipilih minimal berusia 15 tahun karena dinilai sudah dapat berkomunikasi dengan baik dan memahami materi kuisioner yang diberikan. Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Wardiyanta, 2006) yaitu:.. (1) Dimana n adalah ukuran sampel, N adalah banyaknya populasi, dan e adalah nilai kritis. Banyaknya populasi pengunjung yang berwisata ke SMGP dalam satu tahun adalah 35.055 orang dan nilai kritis yang digunakan adalah 10%, sehingga berdasarkan rumus tersebut, responden pengunjung yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Metode pengambilan contoh untuk unit usaha, tenaga kerja lokal, dan masyarakat sekitar dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana responden dipilih disesuaikan dengan kriteria 26

tertentu. Pertimbangan kriteria untuk unit usaha dan tenaga kerja lokal adalah keterwakilan jenis usahanya, di antaranya kios makanan dan toilet umum. Pertimbangan kriteria untuk masyarakat sekitar adalah masyarakat yang mengetahui keberadaan wisata SMGP. Responden terpilih untuk tenaga kerja lokal adalah sebanyak 33 orang, sedangkan responden untuk unit usaha dan masyarakat sekitar masing-masing sebanyak 30 orang. Hal tersebut sesuai dengan ukuran minimum sampel yang dikemukakan Gay, yaitu sebanyak 30 responden (Wardiyanta, 2006). 4.4 Metode Analisis Data Tujuan dari analisis data adalah menyederhanakan data yang dikumpulkan oleh peneliti ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Metode analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk matriks. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks Metode Analisis Data Tujuan Penelitian Persepsi pihak terkait terhadap keberadaan dan pengembangan kawasan wisata SMGP. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke SMGP. - Nilai ekonomi wisata di SMGP Jenis Data yang Diperlukan - Persepsi responden pengunjung terhadap fasilitas wisata, aksesibilitas, keamanan, dan lingkungan di SMGP. - Persepsi responden masyarakat sekitar, unit usaha, dan tenaga kerja lokal terhadap pengembangan kawasan wisata SMGP. Data jumlah kunjungan satu tahun terakhir, biaya perjalanan satu kali kunjungan, tingkat pendapatan, jarak tempuh dari tempat tinggal ke SMGP, umur, jumlah tempat wisata alternatif, dan lama mengatahui keberadaan SMGP. - Jumlah kunjungan wisatawan ke SMGP tahun 2011 - Koefisien biaya perjalanan Sumber Data Wawancara dengan panduan kuisioner kepada pengunjung, masyarakat sekitar, unit usaha, dan tenaga kerja lokal. Wawancara dengan panduan kuisioner kepada pengunjng. - Data dari pengelola - Pengolahan data Metode Analisis Data Analisis deskriptif Travel Cost Method (TCM) dan Analisis Regresi Berganda - TCM - Dampak ekonomi wisata di SMGP Mengestimasi tarif masuk kawasan SMGP - Biaya perjalanan pengunjung - Pendapatan unit usaha SMGP - Pendapatan tenaga kerja lokal SMGP - Pengeluaran tenaga kerja lokal SMGP - Tarif masuk SMGP saat ini - Tarif masuk kawasan wisata sejenis (Candi Ratu Boko) - Wawancara dengan panduan kuisioner kepada pengunjung, unit usaha, dan tenaga kerja lokal. - Wawancara dengan pengelola - Internet - Keynesian Multiplier Surplus konsumen dan rataan WTP 27

- Surplus konsumen pengunjung - Kesediaan membayar pengunjung 4.4.1 Persepsi Pihak Terkait - Pengolahan data - Wawancara dengan pengunjung Persepsi merupakan sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka (Setiadi, 2003). Persepsi pihak terkait dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis persepsi dilakukan pada beberapa kategori yang terkait dengan pengelolaan kawasan wisata. Indikator dari setiap kategori dalam analisis persepsi para pihak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indikator Persepsi Pihak Terkait di Situs Megalitik Gunung Padang No Kategori Indikator Keterangan 1. Kondisi fasilitas wisata - Memadai - Fasilitas wisata tersebut ada, jumlahnya memenuhi kebutuhan pengunjung, dan kondisinya sesuai. - Tidak memadai - Fasilitas wisata tersebut ada, namun jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan pengunjung, dan kondisinya tidak sesuai. - Tidak tersedia - Fasilitas wisata tersebut tidak ada, sehingga kebutuhan pengunjung tidak terpenuhi. 2. Aksesibilitas - Mudah - Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia, kondisi jalan bagus, dan terdapat angkutan umum menuju kawasan. - Sulit - Informasi mengenai lokasi kawasan tersedia, kondisi jalan buruk, dan sulit ditemukan angkutan umum menuju kawasan. 3. Keamanan - Aman - Aspek atraksi wisata: tangga menuju puncak bukit kondisinya bagus dan menjamin keselamatan pengunjung. - Aspek kriminalitas: tidak ada pencopetan dan pencurian kendaraan di kawasan wisata. - Tidak aman - Aspek atraksi wisata: tangga menuju puncak bukit kondisinya rusak dan mengancam keselamatan pengunjung. - Aspek kriminalitas: terdapat pencopetan dan pencurian kendaraan di kawasan wisata. 4. Keindahan alam - Menarik - Menarik minat pengunjung untuk berwisata di Situs Megalitik Gunung Padang. - Tidak menarik - Tidak menarik minat pengunjung untuk berwisata di Situs Megalitik Gunung Padang. 5. Kebersihan - Bersih - Tidak terdapat sampah yang berserakan. - Cukup bersih - Masih terdapat sampah yang berserakan namun jumlahnya sedikit. - Tidak bersih - Banyak sampah yang berserakan. 6. Kondisi - Baik - Tidak terdapat coretan (akibat tindakan peninggalan vandalisme) pada situs peninggalan purbakala. purbakala - Tidak baik - Terdapat coretan (akibat tindakan vandalisme) pada situs peninggalan purbakala. 7. Keberadaan - Tidak - Belum merasakan dampak negatif seperti sampah, 28

wisatawan mengganggu polusi, dan perubahan sosial masyarakat sekitar. - Mengganggu - Merasa dirugikan dalam hal sampah, polusi, dan perubahan sosial masyarakat sekitar. 4.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Wisata di Situs Megalitik Gunung Padang Permintaan wisata dapat diestimasi melalui pendekatan biaya perjalanan. Biaya perjalanan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan setiap individu dalam satu kali perjalanan rekreasi. Fungsi permintaan kunjungan ke tempat wisata beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya diestimasi dengan pendekatan Individual Travel Cost Method (ITCM). Menurut Fauzi (2006), pendekatan ITCM didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survei dan teknik statistika yang lebih kompleks. Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan hasil yang lebih akurat. Fungsi permintaan wisata tiap individu per tahun kunjungan adalah sebagai berikut: JK = bo + b 1 BP + b 2 TP + b 3 JT + b 4 UP + b 5 TA + b 6 LM + ε..... (2) Dimana: b i JK BP TP JT UP TA LM ε = koefisien regresi untuk independent variable, dimana i = 1,2,3,,6 = jumlah kunjungan wisatawan (kali) = biaya perjalanan (Rp) = tingkat pendapatan pengunjung (Rp) = jarak tempuh (km) = umur pengunjung (tahun) = tempat rekreasi alternatif = lama mengetahui Situs Megalitik Gunung Padang (tahun) = error term 29

Hipotesis yang dibangun adalah BP, JT, UP, dan TA berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan ke SMGP, sedangkan TP dan LM berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan ke SMGP. Pendekatan ITCM menggunakan teknik ekonometrik seperti regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah regresi dimana variabel terikatnya (dependent variable) dijelaskan oleh lebih dari satu variabel bebas (independent variable), namun masih menunjukkan hubungan yang linier. Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis regresi berganda agar menghasilkan estimator yang terbaik, sehingga diperoleh model yang lebih akurat. Adapun beberapa pengujian statistik yang perlu dilakukan adalah: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term dari data observasi mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Hal tersebut dapat dilihat dari normal probability plot dan histogram. Apabila terbentuk kuva normal yang menyerupai bentuk lonceng dalam histogram dan letak titik-titik berada pada garis berbentuk linier dalam dalam normal probability plot, maka asumsi kenormalan terpenuhi. 2. Uji Statistik F Uji F merupakan pengujian hipotesis koefisien regresi berganda untuk melihat apakah semua variabel bebas secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel terikat, dengan kata lain pengujian regresi berganda ini dilakukan terhadap model secara keseluruhan. Tabel pengujiannya disebut tabel F. Hasil uji statistiknya kemudian dibandingkan dengan nilai yang ada pada tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol yang dikemukakan. 30

3. Uji Statistik t Uji t merupakan pengujian hipotesis koefisien regresi berganda dengan hanya satu variabel bebas mempengaruhi variabel terikat (Hasan, 2002). Tabelnya disebut tabel t-student. Hasil uji statistiknya kemudian dibandingkan dengan nilai yang ada pada tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H 0 ) yang dikemukakan. 4. Uji Multikolinearitas Multikolineritas terjadi jika antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain dalam model regresi saling berkorelasi linier. Biasanya korelasinya mendekati sempurna atau sempurna. Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolineritas dalam model. 5. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas berarti varians variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas akan muncul dalam bentuk residu yang semakin besar jika pengamatan semakin besar. Cara mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Heteroskedastisitas dapat juga dideteksi dengan metode grafik, uji Park, Uji Breusch-Pagan, Uji Goldfield-Quandt, dan white test. 6. Uji Autokorelasi Autokorelasi terjadi jika terdapat korelasi antar anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu (time series) atau ruang (cross section). Cara untuk mendeteksi autokorelasi dalam analisis regresi berganda adalah dengan uji Durbin-Watson. Jika nilai uji Durbin-Watson berada di antara 31

nilai 1,55 dan 2,46 maka tidak terjadi autokorelasi di dalam model (Firdaus, 2004). 4.4.3 Nilai Ekonomi dan Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dapat memberikan dampak postif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Namun, disisi lain pengembangan kawasan wisata berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian mengenai nilai ekonomi kawasan wisata dan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata perlu dikaji. 4.4.3.1 Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang Nilai ekonomi kawasan SMGP diestimasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan (travel cost method). Menurut Fauzi (2006), nilai ekonomi kawasan wisata dapat diperoleh dengan membentuk fungsi permintaan terlebih dahulu. Setelah mengetahui fungsi permintaan, surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi dapat diukur. Nilai surplus konsumen ini yang akan digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi wisata SMGP. Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula:. (3) Keterangan: CS = Consumer surplus (surplus konsumen) N = Jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i b 1 = Koefisien dari variabel biaya perjalanan 32

Nilai manfaat total atau nilai ekonomi wisata dari kawasan wisata SMGP merupakan total surplus konsumen pengunjung dalam suatu periode waktu. Nilai ekonomi wisata SMGP diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:. (4) Keterangan: NE = Nilai ekonomi kawasan wisata dalam satu tahun (Rp) SK = Surplus konsumen pengunjung per individu per kunjungan (Rp) JP = Total jumlah pengunjung selama satu tahun (orang) 4.4.3.2 Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Dampak pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian lokal diukur dengan ukuran yang dinamakan multiplier effect. Wisatawan membelanjakan uangnya di dalam maupun di luar kawasan wisata. Pengeluaran wisatawan di dalam kawasan wisata akan menjadi pendapatan unit usaha lokal, unit usaha lokal akan menyerap tenaga kerja lokal, dan akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Sedangkan pengeluaran wisatawan di luar kawasan wisata tidak berdampak pada perekonomian lokal, sehingga dinamakan kebocoran (leakage). Langkah-langkah untuk menghitung pengeluaran wisatawan adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data sekunder tingkat kunjungan wisatawan per bulan dan per tahun 2. Mengumpulkan data primer pengeluaran wisatawan untuk berwisata 3. Menghitung rata-rata pengeluaran wisatawan per orang per hari 4. Menghitung proporsi pengeluaran wisatawan di dalam dan di luar lokasi wisata 33

5. Total pengeluaran wisatawan diperoleh dengan cara mengalikan rata-rata pengeluaran wisatawan (step 3) dengan proporsi pengeluaran wisatawan di lokasi wisata (step 4) dan dikalikan lagi dengan jumlah wisatawan di lokasi wisata per bulan (step 1) 6. Sedangkan kebocoran diperoleh dengan cara mengalikan rata-rata pengeluaran wisatawan (step 3) dengan proporsi pengeluaran wisatawan di luar lokasi wisata (step 4) dan dikalikan lagi dengan jumlah wisatawan di lokasi wisata per tahun (step 1) Aliran sejumlah uang dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata akan memberikan dampak terhadap perekonomian lokal berupa dampak langsung (direct effect), tidak langsung (indirect effect), dan lanjutan (induced effect) (Vanhove, 2005). Dampak langsung (direct effect) dihitung dari pendapatan bersih unit usaha yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata. Dampak tidak langsung (indirect effect) dihitung dari pendapatan tenaga kerja lokal dan pengeluaran unit usaha di kawasan wisata. Dampak lanjutan (induced effect) dihitung dari pengeluaran tenaga kerja di tingkat lokal. Marine Ecotourism for Atlantic Area (META) (2001) menyatakan bahwa terdapat dua tipe pengganda dalam mengukur dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat lokal, yaitu: 1. Keynesian local income Multiplier, nilai ini menunjukkan seberapa besar peningkatan pengeluaran wisatawan berdampak pada pendapatan lokal. 2. Ratio Income Multiplier, nilai ini menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian lokal. Metode ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan dampak lanjutan (induced). Secara sistematis, kedua metode tersebut dirumuskan: 34

Keynesian local Income Multiplier =.... (5) Ratio Income Multiplier, Tipe I =... (6) Ratio Income Multiplier, Tipe II = (7) Dimana: E = Tambahan pengeluaran wisatawan (Rp) D = Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp) N = Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp) U = Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp) 4.4.4 Estimasi Tarif Masuk Kawasan Situs Megalitik Gunung Padang Nilai WTP pengunjung terhadap kawasan wisata dengan pendekatan surplus konsumen tidak selalu sama dengan nilai yang sebenarnya ingin dibayarkan pengunjung terhadap tarif masuk kawasan SMGP. Oleh karena itu, nilai yang sebenarnya ingin dibayarkan pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata juga diestimasi dengan pendekatan rataan willingness to pay (WTP). Langkah pertama yang dilakukan untuk memperoleh nilai WTP adalah membangun pasar hipotetik. Pasar hipotetik dibuat berdasarkan skenario sebagai berikut: Situs Megalitik Gunung Padang merupakan peninggalan purbakala yang penting di Kabupaten Cianjur. Kawasan ini memiliki potensi wisata yang besar berupa punden berundak-undak dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya. Kawasan ini masih dapat dikembangkan oleh pengelola menjadi kawasan wisata budaya yang lebih baik. Tujuan pengembangan kawasan wisata ini adalah melestarikan keberadaan peninggalan budaya tersebut dan 35

meningkatkan kenyamanan dan kepuasan para pengunjung yang berwisata di kawasan tersebut. Upaya pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang membutuhkan dana yang cukup besar. Dana tersebut digunakan untuk memelihara kawasan dan peninggalan budaya, serta membangun sarana dan prasarana wisata. Akan tetapi dana dari pemerintah daerah belum mencukupi upaya pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata tersebut (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, 2012). Oleh karena itu pengelola berencana meningkatkan tarif masuk kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Setelah pasar hipotetik dibangun, langkah kedua adalah memperkirakan nilai penawaran. Nilai penawaran dapat diperoleh dengan melakukan survei terhadap pengunjung. Survei tersebut bertujuan mengetahui nilai maksimum keinginan membayar dari pengunjung. Survei terhadap pengunjung dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup (close ended question), dimana pertanyaan yang diberikan kepada responden adalah pertanyaan yang sudah disertai pilihan jawaban. Selanjutnya langkah yang dilakukan adalah memperkirakan nilai rata-rata WTP. Estimasi rata-rata WTP diperoleh dengan menggunakan rumus (Hanley dan Spash, 1993):. (8) Dimana: EWTP = Rataan WTP (Rp) Wi N = Nilai WTP ke-i (Rp) = Jumlah responden (orang) 36

i = Responden ke-1 yang bersedia membayar tarif masuk kawasan wisata (i=1,2,,n) V. GAMBARAN UMUM 5.1 Karakteristik Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Karakteristik kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang yang akan dipaparkan terdiri dari profil tempat wisata, sejarah dan perkembangan tempat wisata, visi dan misi tempat wisata, sumberdaya manusia tempat wisata, serta rencana pengelola terkait pengembangan kawasan wisata SMGP. 5.1.1 Profil Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Situs Megalitik Gunung Padang merupakan bangunan berundak yang disusun dengan batuan vulkanik yang berbentuk persegi panjang. Batu-batu tersebut diperkirakan berasal dari Gunung Padang itu juga. Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran yang berbeda-beda. Situs Megalitik Gunung Padang terletak 50 km di sebelah barat daya Cianjur. Kawasan ini berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Bangunan berundak ini terletak di atas bukit dengan ketinggian 885 m di atas permukaan laut. Secara astronomis, SMGP terletak pada 6 o 57 LS 107 o 1 BT. Secara geografis, area Gunung Padang dibatasi oleh Sungai Cikuta di sebelah timur, Sungai Cipanggulan di sebelah barat, Sungai Cimanggu di sebelah barat laut, dan kaki bukit Gunung Emped di sebelah selatan (Sukendar, 1985). Luas kawasan Situs Megalitik Gunung Padang adalah 25 ha yang terbagi dalam tiga zonasi Gunung Padang sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan Surat 37

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 139/M Tahun 1998. Pembagian zona ini bertujuan mengatur fungsi ruang, keletakan bangunan, dan fasilitas umum, sesuai dengan sifat perlindungan arkeologi untuk mempertahankan eksistensi informasi serta bukti yang tersisa. Ketiga zona tersebut adalah zona inti, zona penyangga, dan zona pengembang. Zona inti berfungsi sebagai ruang perlindungan terhadap objek yang paling penting, pemanfaatannya disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian dengan tetap memperhatikan lanskap budaya asli, kepentingan budaya, dan kepentingan sosial. Sedangkan zona penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi, dimana penggunaan lahannya terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan. Zona pengembang merupakan bagian dari situs dengan sifat perlindungan yang lebih rendah dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat. 5.1.2 Sejarah dan Perkembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Menurut Sukendar (1985), bangunan berundak Gunung Padang merupakan temuan peninggalan tradisi megalitik yang baru. Sebelumnya penemuan bangunan berundak ini telah dicatat oleh NJ. Krom pada tahun 1914 dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch Indie). Akan tetapi temuan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penelitian secara intensif, sehingga bangunan berundak Gunung Padang kembali tertutup oleh hutan dan semak belukar. Bangunan berundak ini ditemukan kembali pada tahun 1979 oleh para petani, yaitu Endi, Soma, dan Abidin. Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Selanjutnya 38

dilakukan penelitian-penelitian secara intensif oleh berbagai pihak terhadap bangunan berundak Situs Megalitik Gunung Padang hingga saat ini. Pada mulanya Situs Megalitik Gunung Padang digunakan oleh masyarakat setempat untuk kegiatan ritual. Kawasan ini sangat kental dengan unsur mistis, keagamaan, dan kebudayaan. Masyarakat sudah memliki kearifan lokal dalam menjaga dan memelihara kawasan Situs Megalitik Gunung Padang. Sebelum kawasan ini dikembangkan dan dipromosikan sebagai kawasan wisata, hanya sedikit wisatawan yang mengunjungi kawasan ini. Wisatawan yang berkunjung pun terbatas pada pihak yang memiliki tujuan ritual dan kebudayaan 1. Pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang mulai dilakukan pada tahun 2010. Pengembangan kawasan wisata ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Upaya pengembangan yang dilakukan adalah penataan manajeman, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengadaan fasilitas wisata berupa toilet dan tempat parkir kecil. Pada tahun 2011, dilakukan promosi wisata melalui media cetak maupun elektronik. Selain itu dilakukan pembangunan fasilitas wisata berupa toilet, mushola, kantor informasi, tempat parkir, dan shelter, serta perbaikan kembali infrastruktur jalan. Hal tersebut mendorong semakin banyak wisatawan yang mengunjungi Situs Megalitik Gunung Padang. Meskipun telah dilakukan pengembangan kawasan wisata, namun fasilitas wisata dinilai masih kurang memadai. Salah satu penyebabnya adalah tarif masuk kawasan wisata yang dinilai terlalu murah. Wisatawan hanya membayar retribusi sebesar Rp. 2.000,00, dimana retribusi tersebut belum ditetapkan secara resmi 1 Hasil wawancara dengan juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang, Bapak Nanang, tanggal 12 Maret 2012, mengenai sejarah awal aktivitas yang dilakukan masyarakat di Situs Megalitik Gunung Padang. 39

oleh pengelola. Retribusi tersebut digunakan untuk membiayai pemeliharaan kawasan. Sedangkan pengadaan fasilitas wisata didanai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dengan dana yang terbatas. 5.1.3 Pengelola Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Situs Megalitik Gunung Padang dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Subang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Pengelolaan secara teknis di lapangan dilakukan oleh juru pelihara yang berjumlah 10 orang. Juru pelihara bertugas menjaga dan memelihara Situs Megalitik Gunung Padang, serta memandu wisatawan. Juru pelihara berasal dari masyarakat lokal yang diberi tugas oleh BP3 Subang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang digaji oleh kedua instansi tersebut. Selain itu, masyarakat Desa Karyamukti juga membentuk sebuah forum masyarakat peduli Gunung Padang yang berjumlah 20 orang. Forum bertugas menjaga keamanan dan kebersihan tempat wisata, menjadi petugas parkir, dan ojeg di kawasan wisata. Sumber gaji forum peduli Gunung Padang berasal dari retribusi yang dibayarkan oleh wisatawan. 5.1.4 Rencana Pengelola terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Rencana pengembangan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang dirumuskan agar pelaksanaannya lebih terarah, sehingga tujuan pengelolaan dapat tercapai dan kualitas pelayanan wisata dapat ditingkatkan. Berdasarkan wawancara dengan Pelaksana Seksi Bina Budaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, rencana pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dalam jangka pendek adalah meningkatkan sarana dan 40

prasarana wisata seperti penambahan toilet dan perluasan tempat parkir, memperbaiki infrastruktur jalan, memperbaiki tata ruang kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang, serta menata taman di kawasan wisata. Sedangkan rencana pengembangan kawasan wisata dalam jangka panjang adalah pengadaan kereta wisata Bandung-Lampegan yang akan memudahkan wisatawan dalam mengakses kawasan wisata ini. Selain itu, pengelola juga berencana membangun kereta gantung yang mengintari zona inti kawasan, sehingga pengunjung dapat menikmati keindahan situs tanpa harus berinteraksi secara langsung dengan situs peninggalan purbakala tersebut. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif dari kegiatan wisata terhadap kawasan 2. 5.2 Karakteristik Responden Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang. Karakteristik responden pengunjung dibedakan berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) pengunjung yang terdiri dari jenis kelamin, umur, asal daerah, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Selain itu, karakteristik responden pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang juga dibedakan berdasarkan karakteristik dalam berwisata yang terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, kedatangan, cara kedatangan, dan lama kunjungan. 5.2.1 Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Responden Pengunjung 2 Hasil wawancara dengan Pelaksana Seksi Bina Budaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, Bapak Dadang, tanggal 22 Februari 2012, mengenai rencana pengelolaan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dalam jangka pendek dan jangka panjang. 41

Karakteristik responden pengunjung SMGP berdasarkan faktor sosial ekonomi (demografi) terdiri dari jenis kelamin, umur, asal daerah, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Karakteristik responden pengunjung Situs SMGP berdasarkan faktor demografi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Responden Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang Berdasarkan Faktor Sosial Ekonomi (Demografi) Pada Tahun 2012 Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 60 60 Perempuan 40 40 Jumlah 100 100 2. Umur (Tahun) 15-25 73 73 26-36 12 12 37-47 11 11 48-58 4 4 Jumlah 100 100 3. Asal Daerah Cianjur 69 69 Sukabumi 26 26 Bandung 4 4 Yogyakarta 1 1 Jumlah 100 100 4. Pendidikan Terakhir SD 5 5 SMP 19 19 SMA 64 64 Perguruan tinggi 12 12 Jumlah 100 100 5. Pekerjaan Pokok PNS/BUMN/TNI/ABRI 14 14 Pegawai swasta 21 21 Wiraswasta 8 8 Pelajar/mahasiswa 38 38 Ibu rumah tangga 4 4 Petani 1 1 Buruh/Pabrik 11 11 Lainnya 3 3 Jumlah 100 100 6. Tingkat Pendapatan (Rupiah per bulan) < 500.000,00 36 36 500.000,00-2.500.000,00 49 49 2.500.000,01-4.500.000,00 7 7 4.500.000,01-6.500.000,00 3 3 > 6.500.000,00 5 5 Jumlah 100 100 Sumber: Data Primer, 2012 42

Berdasarkan Tabel 8, sebanyak 73% responden pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang berumur antara 15 tahun sampai 25 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung yang berada pada kelompok umur tersebut memiliki minat yang lebih besar untuk berwisata ke Situs Megalitik Gunung Padang, karena atraksi wisata yang ditawarkan bersifat menantang dan membutuhkan kekuatan fisik. Kondisi tersebut sesuai karena pada umumnya kelompok umur 15 sampai 25 tahun masih memiliki kondisi fisik yang prima. Sebanyak 69% responden pengunjung SMGP berasal dari Cianjur. Artinya sebagian besar pengunjung yang berwisata ke Situs Megalitik Gunung Padang berasal dari daerah yang dekat dengan lokasi wisata. Hal tersebut disebabkan Situs Megalitik Gunung Padang sulit diakses oleh pengunjung yang berasal dari daerah di luar Cianjur. Perbaikan infrastruktur jalan perlu ditingkatkan untuk menambah tingkat kunjungan wisatawan dari luar daerah. Sebanyak 64% responden pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang berpendidikan terakhir pada tingkat SMA. Berdasarkan jenis pekerjaannya, sebagian besar responden pengunjung SMGP merupakan pelajar atau mahasiswa, yaitu sebanyak 38%. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapangan dimana banyak pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang merupakan rombongan pelajar yang datang ke kawasan tersebut untuk study tour. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang memiliki pendapatan pada kisaran 500.000,00 sampai 2.500.000,00 per bulan, yaitu sebanyak 49% responden. Hal ini terkait dengan status sebagian besar pengunjung yang merupakan pelajar. Oleh karena itu, 43

pengelola kawasan wisata perlu mengembangkan penawaran wisata minat khusus yang dapat menjangkau pengunjung berpendapatan tinggi. 5.2.2 Karakteristik Responden Pengunjung dalam Berwisata Karakteristik responden pengunjung SMGP dalam berwisata terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, kedatangan, dan jenis kendaraan. Karakteristik responden pengunjung dalam berwisata di SMGP dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik Responden Pengunjung dalam Berwisata di Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Frekuensi Kunjungan (kali) 1 3 45 45 4 6 42 42 7 10 13 13 Jumlah 100 100 2. Motivasi Kunjungan Rekreasi 69 69 Penelitian 9 9 Pendidikan 20 20 Ziarah 2 2 Jumlah 100 100 3. Kedatangan Sendiri 5 5 Kelompok 51 51 Rombongan Keluarga 24 24 Rombongan Instansi 20 20 Jumlah 100 100 4. Jenis Kendaraan Motor 72 72 Mobil 9 9 Kendaraan umum 7 7 kendaraan sewa 12 12 Jumlah 100 100 Sumber: Data Primer, 2012 Situs Megalitik Gunung Padang relatif baru dikenal sebagai kawasan wisata oleh masyarakat luas. Sebelum dilakukan pengembangan kawasan wisata, kawasan ini tidak ramai dikunjungi oleh wisatawan. Wisatawan yang 44

mengunjungi kawasan ini pun hanya mereka yang memiliki tujuan khusus seperti keagaman dan penelitian. Hal ini karena informasi yang terbatas dan akses yang cukup sulit untuk menjangkau kawasan ini. Pengembangan kawasan wisata, meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Wisatawan yang mengunjungi SMGP pun tidak hanya mereka yang memiliki tujuan khusus tetapi bagi semua kalangan. Selama satu tahun terakhir, sebanyak 45% responden berkunjung ke SMGP dengan frekuensi 1 sampai 3 kali (Tabel 9). Motivasi kunjungan merupakan alasan yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk melakukan wisata di SMGP. Sebanyak 69% responden melakukan kunjungan ke SMGP untuk berekreasi (Tabel 9). Motivasi individu yang terkait dengan kegiatan rekreasi di SMGP adalah motivasi cultural karena pengunjung yang berwisata ke SMGP ingin melihat dan mempelajari peninggalan kebudayaan di kawasan tersebut (MacIntosh, 1972 dalam Yoeti, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa SMGP memiliki potensi wisata yang menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi budaya dan alam di kawasan tersebut. Berdasarkan kedatangannya, sebanyak 51% responden mengunjungi SMGP secara berkelompok (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata di SMGP akan lebih menyenangkan jika dilakukan secara bersama-sama. Selain itu, juga terkait dengan karakteristik responden yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa, pada umumnya mereka melakukan kegiatan wisata bersama-sama di bawah institusi sekolah ataupun perguruan tinggi. Responden pengunjung memiliki berbagai cara untuk mengunjungi SMGP. Pada umumnya pengunjung mendatangi kawasan tersebut dengan 45

menggunakan kendaraan kendaraan pribadi. Sebanyak 72% responden pengunjung datang ke Situs Megalitik Gunung Padang dengan menggunakan kendaraan pribadi berupa motor (Tabel 9). Hal ini terkait dengan aksesibilitas menuju SMGP yang sulit jika ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum, karena ketersediaan angkutan umum menuju kawasan tersebut sangat terbatas. 5.3 Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Masyarakat sekitar Situs Megalitik Gunung Padang pada umumnya merasakan dampak dari pengembangan kawasan wisata tersebut. Masyarakat sekitar dijadikan responden untuk menilai dampak pengembangan wisata di SMGP, baik dari aspek lingkungan maupun ekonomi. Responden masyarakat dalam penelitian ini merupakan masyarakat Desa Karyamukti yang bertempat tinggal di sekitar kawasan SMGP. Karakteristik masyarakat sekitar SMGP dibedakan berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Keterangan lebih lanjut mengenai karakteristik responden masyarakat sekitar SMGP dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Responden Masyarakat Sekitar Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Umur (Tahun) 15-25 13 44 26-36 10 33 37-47 4 13 48-58 3 10 Jumlah 30 100 2. Tingkat Pendidikan SD 12 40 SMP 8 27 SMA 10 33 Jumlah 30 100 3. Pekerjaan Wirausaha di sektor wisata 15 50 Juru Pelihara (Guide) 4 13 Pelajar 4 13 46

Buruh Pabrik 3 10 TNI 2 7 Petani 2 7 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 77% responden masyarakat Situs Megalitik Gunung Padang berumur antara 15 tahun sampai 36 tahun. Bedasarkan tingkat pendidikannya, responden masyarakat sekitar Situs Megalitik Gunung Padang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya lulusan SMA meskipun masih banyak terdapat responden masyarakat lulusan SD. Berdasarkan Tabel 10, sebanyak 40% responden masyarakat hanya menempuh pendidikan sampai SD dan sebanyak 33% responden berpendidikan SMA. Masyarakat sekitar Situs Megalitik Gunung Padang yang bekerja di bidang pariwisata adalah sebanyak 19 responden, sedangkan sisanya sebanyak 11 responden masyarakat sekitar tidak bekerja di bidang pariwisata. Sebagian besar responden masyarakat sekitar Situs Megalitik Gunung Padang bekerja sebagai wirausaha di sektor wisata, yaitu sebanyak 50% dan sebanyak 13% responden bekerja sebagai juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang. Pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang memberikan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, terlihat dari banyaknya responden masyarakat sekitar yang bekerja di bidang pariwisata, yaitu sebanyak 63% responden (Tabel 10). 5.4 Karakteristik Responden Unit Usaha di Situs Megalitik Gunung Padang Pengembangan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk berkontribusi dalam aktivitas yang terkait 47

dengan pariwisata. Sebanyak 90% unit usaha di Situs Megalitik Gunung Padang didirikan oleh penduduk asli, sedangkan sebanyak 10% unit usaha didirikan oleh penduduk pendatang yang menetap di sekitar kawasan wisata. Karakteristik unit usaha di Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Responden Unit Usaha di Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Karakteristik Jumlah (unit) Persentase (%) 1. Lama Mendirikan Unit Usaha 1 tahun 13 43 2 tahun 8 27 3 tahun 5 17 >3 tahun 4 13 Jumlah 30 100 2. Jenis Unit Usaha Kios makanan 17 57 Toilet umum 4 13 Warung tenda 7 24 Pedagang asongan 1 3 Penginapan penduduk 1 3 Jumlah 30 100 3. Waktu Membuka Unit Usaha Setiap hari 20 67 Hari sabtu dan minggu 7 23 Hari minggu 3 10 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 11, sebagian besar masyarakat mulai mendirikan unit usaha setelah dilakukan pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang pada tahun 2010. Terbukti dari banyaknya unit usaha lokal yang baru didirikan selama satu tahun, yaitu sebanyak 43% responden. Sebagian besar jenis usaha yang didirikan di sekitar kawasan Situs Megalitik Gunung Padang adalah kios makanan, yaitu sebanyak 57%. Penginapan yang terdapat di sekitar kawasan wisata merupakan home stay. Unit usaha di sekitar Situs Megalitik Gunung Padang merupakan unit usaha berskala kecil, sehingga sebagian besar unit usaha tersebut dikelola oleh pemiliknya sendiri. Sebagian besar responden membuka unit usahanya setiap hari, yaitu sebanyak 67%. 48

5.5 Karakteristik Responden Tenaga Keja Lokal di Situs Megalitik Gunung Padang Kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dikelola secara partisipatif dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Sebanyak 94% tenaga kerja di sekitar SMGP merupakan penduduk asli. Sisanya sebanyak 6% tenaga kerja sekitar SMGP merupakan penduduk pendatang yang menetap di sekitar kawasan wisata. Sebagian besar responden mulai bekerja di Situs Megalitik Gunung Padang ketika kawasan tersebut dikembangkan, yaitu sebanyak 23 responden. Sedangkan tenaga kerja yang sudah bekerja sebelum kawasan wisata tersebut dikembangkan adalah sebanyak 10 responden. Keterangan lebih lanjut mengenai karakteristik responden tenaga kerja lokal di kawasan wisata SMGP dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Status pekerjaan di bidang pariwisata Pekerjaan utama 21 64 Pekerjaan sampingan 12 36 Jumlah 33 100 2. Jenis pekerjaan Pegawai kios makanan 2 6 Penjaga toilet umum 1 3 Juru pelihara 10 30 Forum masyarakat peduli Gunung Padang a. Petugas parkir 6 18 b. Petugas kebersihan 5 15 c. Petugas keamanan 5 15 d. Ojeg di kawasan wisata 4 12 Jumlah 33 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 12, sebanyak responden tenaga kerja di Situs Megalitik Gunung Padang menyatakan bahwa pekerjaan di bidang pariwisata merupakan pekerjaan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan wisata di 49

SMGP memberikan dampak postif yaitu banyaknya responden tenaga kerja lokal yang terserap untuk bekerja di bidang pariwisata. Tenaga kerja lokal di sekitar Situs Megalitik Gunung Padang terdiri dari pegawai kios makanan, penjaga toilet umum, juru pelihara, dan kelompok tenaga kerja lokal yang dinamakan forum masyarakat peduli Gunung Padang. Pegawai warung makanan dan penjaga toilet merupakan penduduk asli yang bekerja di unit usaha lokal. Juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang merupakan masyarakat sekitar yang diberi tugas oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta BP3 Subang untuk bekerja di kawasan wisata. Sedangkan forum masyarakat peduli Gunung Padang merupakan kelompok masyarakat sekitar yang bekerja di kawasan wisata dan bertugas membantu juru pelihara untuk menjaga kebersihan dan keamanan kawasan. Sumber pendapatan setiap tenaga kerja berbeda-beda, pegawai warung makan dan penjaga toilet digaji oleh unit usaha tempat mereka bekerja. Juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang digaji oleh instansi pemerintahan yang terkait. Sedangkan sumber pendapatan forum masyarakat peduli gunung padang bermacam-macam, pendapatan petugas parkir diperoleh dari bagi hasil dengan petugas parkir lainnya, pendapatan petugas kebersihan dan keamanan berasal dari retribusi yang dibayarkan wisatawan, serta pendapatan ojeg bergantung pada pengeluaran wisatawan untuk ojeg. 50

VI. PERSEPSI PIHAK TERKAIT TERHADAP KEBERADAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG 6.1 Persepsi Responden Pengunjung Salah satu unsur penting dalam pengembangan suatu kawasan wisata adalah pengunjung, sehingga perlu diketahui persepsi pengunjung terhadap keberadaan dan pengembangan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Persepsi pengunjung merupakan pandangan dan penilaian pengunjung terhadap kawasan SMGP. Persepsi pengunjung terhadap SMGP dibedakan menjadi persepsi pengunjung terhadap kondisi fasilitas wisata, lingkungan, aksesibilitas, dan keamanan. Persepsi pengunjung dapat dijadikan sebagai informasi bagi pengambil keputusan dalam melakukan pengembangan wisata yang diinginkan oleh pengunjung. 6.1.1 Fasilitas Wisata Situs Megalitik Gunung Padang memiliki potensi wisata yang besar sehingga dapat menarik minat pengunjung untuk berwisata di kawasan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penyediaan fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dan meningkatkan kepuasan pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata. Pembangunan fasilitas wisata tersebut tidak boleh melebihi daya dukung lingkungan dan tidak melupakan fungsi utama Situs Megalitik Gunung Padang sebagai cagar budaya. Keterangan mengenai persepsi responden pengunjung terhadap kondisi fasilitas wisata di Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 13. 51

Tabel 13. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Kondisi Fasilitas Wisata di Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Fasilitas Kondisi Fasilitas (orang) Memadai Tidak Memadai Tidak Tersedia Toilet 81 14 5 Mushola 90 5 5 Tempat sampah 75 24 1 Kios makanan 73 17 10 Kios Cinderamata 0 42 58 Shelter 89 6 5 Tangga 83 17 0 Kantor Informasi 39 60 1 Papan interpretasi 0 7 93 Guide/ interpreter 96 3 1 Sumber: Data Primer, 2012 Tabel 13 menunjukkan penilaian yang paling banyak diberikan oleh responden pengunjung terhadap kondisi setiap fasilitas wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Secara umum kondisi fasilitas wisata di SMGP dinilai memadai oleh responden pengunjung. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas wisata tersebut dapat memenuhi kebutuhan pengunjung dan kondisinya sesuai. Sebagai contoh fasilitas wisata berupa guide, hampir semua pengunjung mendapatkan pelayanan dari guide (juru pelihara SMGP). Selain itu, pelayanan yang diberikan memuaskan sehingga kegiatan wisata yang dilakukan pengunjung menjadi lebih bermakna dan pengunjung mendapatkan pengetahuan lebih mengenai SMGP melalui informasi yang diberikan oleh guide. Fasilitas wisata yang dinilai tidak tersedia oleh responden pengunjung adalah kios cinderamata (58%) dan papan interpretasi (93%). Hanya terdapat satu warung yang menjual souvenir tetapi warung tersebut tidak menjualnya setiap hari, sehingga tidak semua pengunjung mengetahui keberadaan kios cinderamata. Pengelola harus menambahkan papan interpretasi di sekitar kawasan wisata untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pengunjung terhadap kawasan 52

wisata. Selain itu pengelola juga perlu memfasilitasi masyarakat setempat untuk menciptakan dan menjual souvenir khas SMGP kepada wisatawan. Sebanyak 60% responden pengunjung menilai kantor informasi tidak memadai. Hal ini karena kantor informasi tersebut baru dibangun dan di dalamnya belum dilengkapi informasi mengenai SMGP. Oleh karena itu, pengelola perlu memfasilitasi kantor informasi tersebut dengan foto-foto yang diatur di dinding panel, model peta cagar budaya, mitologi kawasan, dan informasi lain. Kantor informasi berguna untuk memberikan pengetahuan kepada pengunjung mengenai sejarah dan keistimewaan dari kawasan yang tidak dapat dilihat pada kunjungan singkat. 6.1.2 Aksesibilitas dan Keamanan Pengembangan kawasan wisata dipengaruhi oleh berbagai aspek. Aksesibilitas dan keamanan merupakan dua aspek yang krusial dalam upaya pengembangan suatu kawasan wisata. Persepsi responden pengunjung terhadap Aksesibilitas dan Keamanan Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Aksesibilitas dan Keamanan di Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Persepsi Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Aksesibilitas Mudah 42 42 Sulit 58 58 Jumlah 100 100 2. Keamanan Aman 67 67 Tidak aman 33 33 Jumlah 100 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa sebanyak 58% responden pengunjung menilai akses menuju SMGP adalah sulit. Hal ini karena kondisi jalan 53

menuju kawasan wisata yang rusak dan sempit. Selain itu, pengunjung yang tidak memiliki kendaraan pribadi sulit mengakses kawasan tersebut, karena tidak terdapat angkutan umum yang menuju SMGP. Oleh karena itu, pemerintah daerah setempat perlu melakukan perbaikan infrastruktur jalan menuju kawasan SMGP untuk menunjang kegiatan wisata di kawasan tersebut. Sementara itu bagi responden yang menganggap akses menuju kawasan SMGP mudah dikarenakan responden tersebut berasal dari daerah yang dekat dengan kawasan wisata dan pada umumnya mereka menggunakan kendaraan pribadi. Keamanan yang dimaksud adalah keselamatan pengunjung dalam menikmati atraksi wisata yang ditawarkan. Atraksi wisata yang ditawarkan di SMGP adalah bangunan punden berundak-undak yang terletak di atas bukit. Pengunjung harus menaiki 378 anak tangga dengan kemiringan 45 o dampai 60 o untuk menikmati keindahan situs. Selain itu, keamanan yang juga harus diperhatikan adalah tindakan kriminallitas, seperti pencurian kendaraan dan pencopetan. Sebanyak 67% responden pengunjung menilai keamanan di SMGP adalah aman (Tabel 14). Menurut pengunjung, tidak ada tindak kejahatan seperti pencopetan maupun pencurian kendaraan di kawasan wisata, karena pengelola menempatkan beberapa petugas keamanan. Selain itu pengelola juga membangun dan memperbaiki tangga untuk mencapai puncak bukit, sehingga keamanan pengunjung dari aspek atraksi wisata terjamin. 6.1.3 Lingkungan Pengembangan wisata di dalam kawasan yang dilindungi memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar, namun mempromosikan kawasan yang dilindungi sebagai daya tarik wisatawan 54

berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal tersebut tentu dapat mengancam keberlanjutan kawasan wisata. Oleh karena itu, persepsi responden pengunjung terhadap lingkungan perlu diketahui agar dampak negatif dari pengembangan wisata di SMGP dapat diminimalkan. Keterangan mengenai persepsi responden pengunjung terhadap lingkungan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Persepsi Responden Pengunjung terhadap Lingkungan Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Lingkungan Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Keindahan Alam Menarik 83 83 Tidak menarik 17 17 Jumlah 100 100 2. Kebersihan Bersih 57 57 Cukup bersih 34 34 Tidak bersih 9 9 Jumlah 100 100 3. Kondisi peninggalan purbakala Baik 85 85 Tidak baik 15 15 Jumlah 100 100 Sumber: Data Primer, 2012 Keindahan alam merupakan atraksi yang ditawarkan di SMGP. Keindahan alam tersebut berupa punden berundak-undak yang terletak di atas bukit dan dikelilingi oleh lima gunung. Selain itu hamparan sawah dan kebun teh menambah keindahan panorama SMGP. Sebagian besar responden pengunjung, yaitu sebanyak 83% responden menilai keindahan alam SMGP menarik, sehingga pengunjung berminat untuk berwisata di kawasan tersebut (Tabel 15). Kebersihan merupakan aspek yang harus diperhatikan karena terkait dengan kenyamanan pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata. Situs Megalitik Gunung Padang mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan selama dua tahun terakhir. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah pengunjung adalah menurunnya kebersihan lingkungan akibat sampah yang 55

dihasilkan dari kegiatan wisata. Sebanyak 57% responden pengunjung menyatakan kebersihan di SMGP adalah bersih (Tabel 15). Hal ini karena pengelola melibatkan masyarakat untuk menjadi petugas kebersihan yang langsung membersihkan lingkungan situs jika ada sampah. Sebanyak 9% responden menilai kebersihan di SMGP tidak bersih, karena terdapat warung makanan yang seharusnya tidak boleh dibangun di zona inti. Hal ini membuat pengunjung yang berbelanja di warung tersebut membuang sampah makanan ke area situs. Pengelola perlu melarang pembangunan warung di zona inti kawasan. Atraksi wisata yang ditawarkan di SMGP adalah keindahan bangunan punden berundak-undak yang tersusun dari kolom-kolom batuan vulkanik. Keberadaan situs ini harus dilestarikan karena terkait dengan keberlanjutan wisata dan merupakan peninggalan purbakala Indonesia yang sangat penting. Sebagian besar responden pengunjung memberikan penilaian yang baik terhadap kondisi benda peninggalan purbakala SMGP. Sebanyak 85% responden pengunjung menilai kondisi benda peninggalan purbakala baik. Hal ini karena terdapat juru pelihara yang menjaga kawasan tersebut dan senantiasa mengingatkan pengunjung untuk tidak merusak situs. Masyarakat sekitar kawasan SMGP pun memiliki kearifan lokal dalam menjaga dan melestarikan keberadaan situs. Sebanyak 15% responden menyatakan kondisi benda purbakala tidak baik, hal ini karena masih terdapat pengunjung yang merusak benda purbakala tersebut. 6.2 Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengambangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Harapan pengunjung SMGP perlu diperhatikan oleh pengelola sebagai salah satu informasi bagi pengambil keputusan dalam melakukan pengembangan wisata yang diinginkan oleh pengunjung, sehingga pengelola dapat meningkatkan 56

kualitas pelayanan terhadap pengunjung. Harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan wisata SMGP dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Harapan Responden Pengunjung terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Harapan Pengembangan Jumlah (orang) Persentase (%) Menambah penginapan (home stay) 10 10 Pembenahan infrastruktur 14 14 Memperbanyak toilet 5 5 Memperluas mushola 5 5 Membangun toko souvenir 14 14 Menyediakan atraksi hiburan tradisional 5 5 Menambah tempat sampah 6 6 Memperluas tempat parkir 6 6 Melengkapi kantor informasi 8 8 Menambah papan interpretasi 8 8 Membuat taman 5 5 Memperbanyak shelter 5 5 Memperbanyak rumah makan 4 4 Membuat pos keamanan 5 5 Jumlah 100 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 14% responden pengunjung menginginkan pembenahan infrastruktur. Salah satu infrastruktur yang paling berperan dalam menunjang aksesibilitas menuju kawasan wisata adalah jalan raya. Kondisi jalan menuju SMGP masih banyak yang rusak. Kondisi jalan yang curam juga membahayakan keselamatan pengunjung. Oleh karena itu, pemerintah daaerah setempat perlu melakukan perbaikan jalan agar kawasan wisata tersebut mudah diakses oleh wisatawan. Selain itu, pengelola juga perlu merealisasikan proyek kereta wisata Bandung-Lampegan. Hal tersebut selain mempermudah akses pengunjung menuju kawasan wisata, juga dapat meningkatkan penerimaan pengelola melalui paket perjalanan wisata. Sebanyak 14% responden pengunjung menginginkan pembangunan toko souvenir khas SMGP agar pengunjung dapat membawanya sebagai oleh-oleh dan kenang-kenangan, sehingga secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai sarana 57

promosi dari mulut ke mulut. Pengelola perlu memberdayakan masyarakat sekitar untuk berkreasi dalam membuat souvenir khas Situs megalitik Gunung Padang dan menyediakan wadah untuk menjual souvenir tersebut kepada pengunjung. Sebanyak 10% responden pengunjung berharap penginapan penduduk (home stay) di sekitar kawasan wisata diperbanyak. Hal ini dikarenakan pengunjung yang berasal dari luar daerah mengalami kesulitan untuk bermalam di sekitar kawasan wisata. Situs megalitik Gunung Padang mulai dikenal oleh masyarakat luas, sehingga pengelola perlu memberdayakan dan memfasilitasi masyarakat sekitar agar lebih banyak yang membuka unit usaha berupa penginapan (home stay). Pengunjung juga menginginkan penambahan fasilitasfasilitas lain seperti yang tertera pada Tabel 16. 6.3 Persepsi Responden Masyarakat Sekitar terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Persepsi masyarakat sekitar Situs Megalitik Gunung Padang perlu diketahui karena masyarakat sekitar merupakan pihak yang langsung merasakan dampak dari pengembangan wisata di SMGP. Semua responden masyarakat sekitar SMGP mengetahui pengembangan wisata di kawasan tersebut. Sebanyak 28 responden masyarakat sekitar tidak keberatan dengan pengembangan kawasan wisata SMGP karena masyarakat merasakan manfaat dari hal tersebut. Keterangan lebih lanjut mengenai persepsi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 17. 58

Tabel 17. Persepsi Responden Masyarakat Sekitar terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Persepsi Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Manfaat Pengambangan Wisata Peningkatan lapangan kerja 11 36 Peningkatan pengetahuan masyarakat 9 29 Peningkatan pendapatan 6 21 Perbaikan infrastruktur 4 14 Jumlah 30 100 2. Kondisi Lingkungan Benda-benda purbakala lebih terawat dan terjaga 14 46 Kebersihan lingkungan terjaga 2 7 Benda-benda purbakala rusak 9 30 Menimbulkan sampah dan polusi 5 17 Jumlah 30 100 3. Keberadaan Wisatawan Tidak mengganggu 21 70 Mengganggu 9 30 Jumlah 30 100 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 17, sebanyak 36% responden masyarakat menyatakan manfaat yang dirasakan dari pengembangan wisata di SMGP adalah peningkatan lapangan kerja. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat sekitar yang membuka lapangan kerja ketika kawasan wisata tersebut ramai dikunjungi wisatawan. Sebanyak 46% responden masyarakat SMGP menyatakan bahwa benda-benda purbakala lebih terawat dan terjaga. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan kawasan wisata yang dilakukan di SMGP memberikan kontribusi dalam upaya konservasi kawasan. Masyarakat sekitar merasa lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan pemeliharaan kawasan karena terkait dengan keberlanjutan wisata. Sebanyak 70% responden masyarakat sekitar merasa tidak terganggu dengan keberadaan wisatawan yang datang ke SMGP dan 30% responden merasa terganggu dengan keberadaan wisatawan. Responden yang terganggu dengan keberadaan wisatawan merasa dirugikan dalam hal sampah dan polusi yang 59

ditimbulkan dari kegiatan wisata, serta perubahan sosial masyarakat akibat kedatangan wisatawan. 6.3 Persepsi Responden Unit Usaha dan Tenaga Kerja Lokal terhadap Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Manfaat pengembangan kawasan wisata SMGP dapat diketahui dari persepsi responden unit usaha dan tenaga kerja di SMGP. Semua responden unit usaha dan tenaga kerja lokal merasakan manfaat dari pengembangan kawasan wisata. Persepsi responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di SMGP terhadap manfaat dari pengembangan kawasan wisata disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Persepsi Responden Unit Usaha dan Tenaga Kerja Lokal terhadap Manfaat Pengembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Unit Usaha Tenaga Kerja Manfaat yang dirasakan Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Peningkatan pendapatan 16 54 11 34 Membuka lapangan pekerjaan 6 20 14 41 Meningkatkan sarana infrastruktur 4 13 1 3 Menambah pengetahuan 4 13 7 22 Jumlah 30 100 33 100 Sumber: Data Primer, 2012 Persentase (%) Berdasarkan Tabel 18, sebanyak 54% responden unit usaha menyatakan manfaat dari pengembangan wisata di SMGP adalah peningkatan pendapatan dan 41% responden tenaga kerja lokal menyatakan manfaat pengembangan wisata adalah membuka lapangan pekerjaan. Pengembangan kawasan wisata SMGP mendorong masyarakat untuk membuka unit usaha, sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan menyerap tenaga kerja. 60

VII. PERMINTAAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG 7.1 Fungsi Permintaan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Fungsi permintaan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang dibentuk dengan memasukan tujuh variabel bebas (independent variable) yang diduga mempengaruhi variabel terikat (dependent variable) yaitu jumlah kunjungan wisatawan. Variabel bebas (Independent variable) tersebut antara lain biaya perjalanan, tingkat pendapatan pengunjung, jarak tempuh, umur pengunjung, tempat rekreasi alternatif, dan lama mengetahui SMGP. Model fungsi permintaan wisata SMGP dan faktor-faktor yang mempengaruhinya diestimasi dengan menggunakan analisis regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperoleh fungsi permintaan wisata ke SMGP sebagai berikut: JK = 7,31-0,000025 BP + 0,00000031 TP - 0,0139 JT - 0,0626 UP - 0,054 TA + 0,0049 LM + ε Keterangan: JK = Jumlah kunjungan ke SMGP (per tahun) BP = Biaya perjalanan individu ke SMGP per kunjungan (Rp) TP = Tingkat pendapatan (Rp) JT = Jarak tempuh ke Situs Megalitik Gunung Padang (km) UP = Umur pengunjung (tahun) JR = Jumlah rombongan (orang) TA = Tempat rekreasi alternatif LM = Lama mengetahui keberadaan SMGP (tahun) ε = error term 61

Hasil output analisis regresi fungsi permintaan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 19 dan Lampiran 1. Tabel 19. Fungsi Permintaan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Variabel Koefisien SE Koefisien T P VIF Constant 7,3071 0,4797 15,23 0,000 BP (Biaya Perjalanan) -0,00002473 0,00000470-5,26 0,000 a 1,6 TP (Tingkat Pendapatan) 0,00000031 0,00000008 3,99 0,000 a 1,2 JT (Jarak Tempuh) -0,013869 0,006298-2,20 0,030 b 1,3 UP (Umur Pengunjung) -0,06264 0,01574-3,98 0,000 a 1,6 TA (Tempat Rekreasi Alternatif) -0,0537 0,1491-0,36 0,720 1,3 LM (Lama Mengetahui) 0,00491 0,02819 0,17 0,862 1,3 R 2 66,2% R 2 (adj) 64,0% Sumber: Data Primer, diolah (2012) Keterangan: Tanda a, b, menunjukkan taraf nyata koefisien regresi masing-masing variabel berturut-turut pada α : 1%, 5% Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R-sq sebesar 66,20%. Nilai tersebut menunjukkan sebesar 66,20% keragaman permintaan wisata dijelaskan oleh variabel bebas (independent variable) yang terdapat di dalam model, dan sisanya 33,80% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. 7.2 Pemenuhan Asumsi Regresi Linier Berganda Pelanggaran asumsi yang biasa terjadi dalam analisis regresi linier berganda adalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi (Hasan, 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan asumsi untuk mengetahui tingkat keakuratan model yang telah dibangun. Pemenuhan asumsi dan uji statistik yang dilakukan antara lain: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan melihat normal probability plot dan histogram (Lampiran 2). Titik-titik yang terdapat pada normal probability plot mengumpul dan terletak pada suatu garis berbentuk linier, sehingga dapat 62

disimpulkan bahwa data yang dimiliki telah menyebar normal. Cara lainnya adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov Sminov (Lampiran 3). Hipotesis yang dibangun adalah H 0 jika sisaan menyebar normal, dan H 1 jika sisaan tidak menyebar normal. Apabila p-value lebih besar dari taraf nyata, maka terima H 0. Berdasarkan hasil uji Kolmogorov Sminov diperoleh nilai p-value lebih besar dari 0,15 dan nilai Kolmogorov Sminov sebesar 0,075 lebih kecil dari nilai Kolmogorov Sminov tabel (0,161), sehingga dapat disimpulkan data yang dimiliki telah menyebar normal (Iriawan dan Astuti, 2006). 2. Uji Autokorelasi Salah satu pelanggaran asumsi yang sering terjadi dalam analisis regresi berganda adalah autokorelasi. Sehingga uji autokorelasi perlu dilakukan untuk mengetahui terjadinya korelasi antar anggota sampel atau data pengamatan. Uji Durbin Watson digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi di dalam model. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai uji Durbin Watson adalah 1,88943, dimana nilai tersebut berada di antara nilai 1,55 dan 2,46, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan saling bebas atau autokorelasi tidak terjadi di dalam model (Lampiran 1). 3. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis linier berganda adalah tidak terjadinya multikolinearitas. Masalah multikolinearitas dapat dideteksi berdasarkan nilai VIF. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai VIF untuk masing-masing variabel bebas (independent variable) kurang dari sepuluh (VIF < 10). Hal tersebut menunjukkan variabel bebas yang satu dengan variabel 63

bebas yang lain dalam model regresi tidak saling berkorelasi linier atau masalah multikolinearitas tidak terjadi di dalam model (Lampiran 1). 4. Uji Heteroskedastisitas Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan menggunakan uji Glejser. Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam sampel yang besar (Gujarati, 2006). Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan nilai absolut residual. Hipotesis yang dibangun adalah H 0 heteroskedastisitas, dan H 1 homoskedastisitas. Apabila nilai p-value lebih besar dari taraf nyata, maka tolak H 0. Berdasarkan uji Glejser diperoleh nilai p-value sebesar 0,412, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 20%, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan bersifat homogen, yang berarti masalah heteroskedastisitas tidak terjadi di dalam model (Lampiran 4). 5. Uji Statistik F Pengujian ini dilakukan terhadap model secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang ditunjukkan dalam tabel analisis varians, diketahui bahwa seluruh variabel bebas yang terdapat di dalam model regresi saling berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P yang lebih kecil dari taraf nyata 1% (P < α). Nilai P dalam uji statistik F adalah 0,000, artinya semua variabel bebas dalam model regresi ini secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (Lampiran 1). 6. Uji Statistik t Uji statistik ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang secara nyata mempengaruhi variabel terikat. Berdasarkan hasil uji statistik t, terdapat 64

empat variabel bebas yang secara nyata mempengaruhi variabel terikatnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai P-value pada masing-masing variabel bebas yang lebih kecil dari taraf nyata. Adapun empat variabel bebas tersebut adalah biaya perjalanan, tingkat pendapatan, jarak tempuh, dan umur pengunjung. Variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, yaitu jumlah tempat rekreasi alternatif dan lama mengetahui keberadaan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P-value dari masing-masing variabel bebas tersebut yang lebih besar dari taraf nyata (Tabel 19). 7.3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Nyata terhadap Permintaan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang Beberapa hipotesis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang, yaitu biaya perjalanan, jarak tempuh, jumlah tempat rekreasi alternatif, dan umur pengunjung, diduga berpengaruh negatif terhadap kunjungan wisatawan ke SMGP. Tingkat pendapatan pengunjung dan lama mengetahui tempat wisata diduga berpengaruh positif terhadap kunjungan wisata ke SMGP. Setelah dilakukan uji statistik t terhadap masing-masing variabel, terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata ke SMGP. Keempat variabel tersebut adalah: 1. Biaya Perjalanan Biaya perjalanan pengunjung merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung dalam satu kali melakukan perjalanan wisata. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji t, variabel biaya perjalanan berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan individu ke Situs Megalitik Gunung Padang pada taraf nyata 65

1%. Hal ini menunjukkan peningkatan biaya perjalanan menurunkan frekuensi kunjungan individu ke SMGP. Biaya perjalanan merupakan proxy dari harga yang harus dibayarkan oleh individu untuk menikmati jasa wisata. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi, dimana semakin tinggi harga sebuah barang atau jasa, maka semakin rendah permintaan individu. Begitu juga dengan permintaan wisata, semakin tinggi biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu, maka semakin rendah tingkat kunjungan individu ke SMGP. 2. Tingkat Pendapatan Variabel pendapatan berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan pengunjung ke Situs Megalitik Padang pada taraf nyata 1%. Kenaikan pendapatan pengunjung akan meningkatkan frekuensi kunjungan individu ke SMGP. Pendapatan merupakan salah satu hal yang mencerminkan kemampuan ekonomi seseorang. Semakin tinggi kemampuan ekonomi seseorang maka semakin besar pula kebutuhannya, termasuk kebutuhan untuk berwisata. Situs Megalitik Gunung Padang memiliki potensi wisata berupa punden berundak-undak peninggalan zaman megalitik yang jarang ditemukan di daerah lainnya di Jawa Barat. Keberadaan kawasan wisata ini juga sudah banyak diberitakan di media masa. Oleh karena itu, pengunjung tetap tertarik untuk lebih sering berwisata di kawasan tersebut. 3. Jarak Tempuh Variabel jarak tempuh berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan ke SMGP pada taraf nyata 5%. Jarak tempuh merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan bagi individu untuk menentukan lokasi wisata. Situs Megalitik Gunung Padang terletak di daerah yang cukup jauh dari pusat kota. 66

Oleh karena itu, jarak tempuh menuju lokasi wisata mempengaruhi jumlah kunjungan individu, sehingga semakin jauh jarak yang harus ditempuh individu menuju SMGP, semakin rendah intensitas kegiatan wisata yang dilaksanakan. 4. Umur Pengunjung Variabel umur pengunjung berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan ke SMGP pada taraf nyata 1%. Atraksi wisata yang ditawarkan di SMGP membutuhkan kekuatan fisik. Pengunjung harus melewati 378 anak tangga dengan panjang 185 meter dan ketinggian 45 sampai 60 derajat untuk menikmati keindahan situs. Oleh karena itu, sebagian besar pengunjung yang datang ke SMGP berada pada usia yang relatif muda, karena individu yang berusia muda masih memiliki kondisi fisik yang baik. Selain berwisata, pengunjung yang datang ke SMGP juga belajar tentang segala hal yang berkaitan dengan situs purbakala tersebut, sehingga kawasan wisata ini seringkali dikunjungi oleh rombongan pelajar maupun mahasiswa, dimana pelajar dan mahasiswa berada pada usia yang relatif berusia muda. 7.4 Faktor-Faktor yang Tidak Berpengaruh Nyata terhadap Permintaan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang Setelah dilakukan uji statistik t terhadap masing-masing variabel, terdapat dua variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang. Kedua variabel tersebut adalah: 1. Tempat Rekreasi Alternatif Berdasarkan uji t, variabel tempat rekreasi alternatif tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang. Pada umumnya, semakin banyak tempat rekreasi alternatif akan mengurangi frekuensi 67

kunjungan individu ke SMGP. Akan tetapi banyaknya tempat rekreasi alternatif tidak mempengaruhi frekuensi kunjungan individu ke SMGP. Hal ini karena SMGP merupakan lokasi wisata yang yang menarik dan sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat luas. Pengunjung merasa tertarik untuk berwisata di SMGP, tanpa dipengaruhi oleh jumlah tempat rekreasi alternatif yang mereka miliki. Selain itu, bentuk wisata sejenis Situs Megalitik Gunung Padang jarang ditemui di daerah Cianjur dan sekitarnya. 2. Lama Mengetahui Berdasarkan uji t yang telah dilakukan, variabel lama mengetahui keberadaan kawasan wisata tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang. Pengunjung datang ke SMGP karena ingin melihat keindahan situs yang sering diberitakan di media cetak maupun elektronik. Sebelum informasi mengenai keberadaan kawasan ini banyak diberitakan, pengunjung yang sudah lama mengetahui keberadaan kawasan wisata tidak tertarik untuk berkunjung ke Situs Megalitik Gunung Padang. Hal ini menunjukkan lamanya individu mengetahui keberadaan kawasan wisata SMGP tidak menjamin tingkat kunjungan wisata individu ke kawasan wisata tersebut. 68

VIII. NILAI EKONOMI DAN DAMPAK EKONOMI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG 8.1 Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang Situs Megalitik Gunung Padang memiliki potensi wisata situs peninggalan zaman megalitik berupa punden berundak-undak. Selain itu, pemandangan alam di kawasan ini indah dan udaranya yang masih sejuk. Potensi tersebut merupakan aset penting yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Situs Megalitik Gunung Padang sebagai daya tarik wisata, tentu memiliki manfaat yang besar. Oleh karena itu, nilai ekonomi SMGP perlu diketahui agar manfaat kawasan sebagai penghasil jasa wisata dapat dirasakan secara berkelanjutan. Nilai ekonomi SMGP diestimasi dengan menggunakan pendekatan Individual Travel Cost Method. Nilai ekonomi dapat diperoleh dengan mengetahui nilai surplus konsumen pengunjung terlebih dahulu. Surplus konsumen dihitung dengan menggunakan persamaan (3) yang telah diuraikan pada bab IV, yaitu dengan cara menguadratkan jumlah kunjungan responden pengunjung satu tahun terakhir kemudian dibagi dengan dua kali koefisien biaya perjalanan. Koefisien biaya perjalanan diestimasi berdasarkan fungsi permintaan wisata yang sudah duraikan pada bab XII. Agar nilai koefisien biaya perjalanan lebih akurat, maka dilakukan analisis regresi antara jumlah kunjungan sebagai variabel terikat dan biaya perjalanan sebagai variabel bebasnya. Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh persamaan sebagai berikut: JK = 6,79-0,000043 BP (Lampiran 7) 69

Dimana: JK = Jumlah kunjungan ke SMGP (per tahun) BP = Biaya perjalanan individu ke SMGP per kunjungan (rupiah) Setelah nilai surplus konsumen diketahui, nilai ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang dapat diperoleh dengan cara mengalikan surplus konsumen tersebut dengan jumlah kunjungan ke SMGP pada tahun 2011 (Lampiran 5). Perhitungan nilai ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perhitungan Nilai Ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2011 Keterangan Nilai Jumlah responden (a) 100 Jumlah kunjungan responden (b) 399 Jumlah kunjungan tahun 2011 ( c ) 35.055 Koefisien biaya perjalanan (d) 0,000043 Surplus konsumen (e) = b 2 /2d 1.851.174.419,00 Surplus konsumen/individu/kunjungan (f) = e/a/b 46.395,35 Nilai ekonomi (g) = f x c 1.626.388.953,00 Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 20, diketahui nilai surplus konsumen atau WTP pengunjung terhadap kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang sebesar Rp 46.395,35 per orang per kunjungan. Sehingga diperoleh nilai ekonomi Situs Megalitik Gunung Padang sebesar Rp 1.626.388.953,00. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Situs Megalitik Gunung Padang sebagai kawasan wisata dengan daya tarik berupa keindahan alam dan peninggalan situs purbakala memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Artinya, kawasan tersebut mempunyai manfaat intangible sebagai penghasil jasa wisata. Oleh karena itu, agar manfaat tersebut dapat dirasakan secara terus menerus maka keberadaan kawasan Situs Megalitik Gunung Padang beserta peninggalan benda purbakalanya harus dijaga 70

dan dilestarikan. Selain itu, pengelolaan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang harus dilakukan secara berkelanjutan. 8.4 Dampak Ekonomi Wisata Situs Megalitik Gunung Padang Kegiatan wisata dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar kawasan wisata. Dampak ekonomi dari kegiatan wisata dapat dilihat dengan mengikuti aliran pengeluaran pengunjung. Kegiatan wisata diharapkan dapat memberikan dampak kepada masyarakat sekitar, sebagai akibat multiplier effect dari pengeluaran wisatawan. Dampak ekonomi wisata dibagi menjadi dampak langsung (direct effects), dampak tidak langsung (indirect effect), dan dampak lanjutan (induced effect) (Vanhove, 2005). Dampak langsung merupakan manfaat yang langsung dirasakan oleh penerima awal dari pengeluaran pengunjung. Pengunjung membelanjakan uangnya untuk produk dan jasa wisata. Uang tersebut akan mengalir kepada unit usaha lokal di kawasan wisata tersebut. Dampak tidak langsung adalah aktivitas ekonomi lokal dari pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung. Dampak lanjutan adalah aktivitas ekonomi lanjutan berupa aktivitas ekonomi di tingkat rumah tangga dari pendapatan yang bersumber dari berbagai unit usaha. Total pengeluaran pengunjung per bulan diestimasi dari rata-rata pengeluaran pengunjung per hari dan jumlah kunjungan per bulan. Pengunjung yang melakukan kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang membelanjakan uangnya untuk berbagai produk dan jasa wisata di dalam kawasan wisata maupun di luar kawasan wisata. Proporsi pengeluaran pengunjung SMGP disajikan dalam Tabel 21 dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 8. 71

Tabel 21. Proporsi Pengeluaran Responden Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Biaya Rata-rata Persentase (%) Pengeluaran (Rp) (a) (c) = (a/b) x 100% Pengeluaran di luar kawasan wisata Biaya transportasi 16.760,00 25,67 Konsumsi dari rumah 10.560,00 16,18 Ojeg di luar kawasan wisata 200,00 0,31 Penginapan di luar kawasan wisata 1.000,00 1,53 Kebocoran/Kunjungan 28.520,00 43,69 Pengeluaran di dalam kawasan wisata Konsumsi di kawasan wisata 21.785,00 33,37 Ojeg di kawasan wisata 1.510,00 2,31 Dokumentasi 2.200,00 3,37 Penginapan di dalam kawasan wisata 6.000,00 9,19 Parkir 2.120,00 3,25 Toilet 1.150,00 1,76 Retribusi 2.000,00 3,06 Pengeluaran di Lokasi/Kunjungan 36.765,00 56,31 Pengeluaran/Kunjungan 65.285,00 (b) 100,00 Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa sebagian besar proporsi pengeluaran wisatawan digunakan untuk konsumsi di kawasan wisata, yaitu sebanyak 33,37%. Hal ini karena atraksi wisata yang ditawarkan di SMGP membutuhkan kekuatan fisik dari pengunjung. Hal tersebut mendorong pengunjung membelanjakan uangnya untuk konsumsi di kawasan wisata seperti membeli makanan dan minuman. Selain itu, sebagian besar unit usaha di SMGP menjual makanan dan hal ini berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran pengunjung. Proporsi pengeluaran pengunjung selanjutnya lebih banyak dikeluarkan untuk biaya transportasi. Hal ini berkaitan dengan daerah asal pengunjung yang sebagian besar berasal dari daerah di luar Kecamatan Cempaka, sehingga akan mempengaruhi biaya perjalanan pengunjung ke SMGP. Sebagian besar pengunjung menggunakan kendaraan pribadi untuk sampai ke SMGP. Oleh 72

karena itu, biaya transportasi pengunjung merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung untuk bahan bakar. Pengeluaran pengunjung di dalam kawasan wisata akan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Sedangkan pengeluaran pengunjung di luar kawasan wisata dinamakan dengan kebocoran (leakage) seperti pengeluaran pengunjung untuk transportasi dan konsumsi yang dibawa dari rumah. Tingkat kebocoran pengeluaran pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Kebocoran Pengeluaran Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2011 Uraian Nilai (a) Pengeluaran Pengunjung di luar kawasan wisata (%) 43,69 (b) Rata-rata pengeluaran pengunjung (Rp/hari/orang) 65.285,00 (c) Jumlah kunjungan tahun 2011 (orang) 35.055 Total kebocoran per tahun (Rp) (a x b x c) 999.874.343,40 Sumber : Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 22, jumlah kunjungan yang datang ke Situs Megalitik Gunung Padang per tahun adalah sebanyak 35.055 orang, sehingga total kebocoran dari pengeluaran pengunjung per tahun adalah Rp. 999.874.343,40. Kebocoran tersebut berasal dari konsumsi yang dibawa dari rumah dan biaya transportasi. Kebocoran yang besar terjadi karena biaya transportasi yang dikeluarkan pengunjung untuk berwisata ke SMGP cukup besar. Hal ini terkait dengan lokasi kawasan wisata yang kurang strategis dan jauh dari pusat kota. Oleh karena itu, pengelola perlu memperbaiki infrastruktur jalan dan segera merealisasikan pengadaan kereta wisata agar dapat mengurangi biaya transportasi yang dikeluarkan pengunjung. Pengeluaran pengunjung di dalam kawasan wisata diestimasi dengan cara mengalikan jumlah kunjungan per bulan (2.921 orang) dengan rata-rata 73

pengeluaran pengunjung per hari per individu (Rp 65.285,00), kemudian dikalikan lagi dengan proporsi pengeluaran pengunjung di dalam kawasan wisata (56,31%), sehingga diperoleh total pengeluaran pengunjung per bulan yang berpengaruh terhadap ekonomi lokal adalah sebesar Rp 107.381.753,80. 8.4.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Effect) Pengunjung yang datang ke suatu daerah tujuan wisata akan membelanjakan uangnya pada unit usaha lokal. Aliran uang tersebut akan menjadi dampak langsung berupa pendapatan unit usaha. Hal ini akan menciptakan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan wisata tersebut. Aliran uang wisatawan di kawasan wisata menjadi penerimaan unit usaha. Sebagian dari penerimaan tersebut dialokasikan untuk biaya pengelolaan, seperti biaya sewa, biaya bahan baku, biaya gaji tenaga kerja, biaya transportasi, dan biaya pemeliharaan alat (maintenance). Sedangkan sebagian lagi menjadi pendapatan pemilik unit usaha. Proporsi pendapatan pemilik unit usaha di Situs Megalitik Gunung Padang disajikan pada Tabel 23 dan data serta perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 23. Proporsi Pendapatan Pemilik Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Unit Usaha Rata-Rata Penerimaan(Rp) (a) Rata-Rata Biaya (Rp) (b) Rata-Rata Pendapatan (Rp) (c) = (a) (b) Proporsi (%) (d = (c/a) x 100%) Kios makanan 3.970.029,41 979.411,76 2.990.617,65 75,33 Toilet umum 1.805.250,00 200.000,00 1.605.250,00 88,92 Pedagang asongan 2.126.500,00 450.000,00 1.676.500,00 78,84 Warung tenda 7.019.357,14 1.617.857,14 5.401.500,00 76,95 Penginapan 3.076.500,00 400.000,00 2.676.500,00 87,00 Rata- rata 81,41 Sumber : Data Primer, diolah (2012) Manfaat yang dirasakan unit usaha dari aliran uang wisatawan dapat dilihat dari pendapatan bersih pemilik unit usaha. Berdasarkan Tabel 23, proporsi 74

pendapatan pemilik unit usaha adalah sebesar 81,41% dari total penerimaan yang diperoleh unit usaha dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata. Pendapatan unit usaha diperoleh setelah penerimaan unit usaha dialokasikan untuk biaya-biaya pengelolaan. Pendapatan unit usaha ini merupakan dampak langsung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Perhitungan dampak langsung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 24 dan datanya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 24. Dampak Ekonomi Langsung Penerimaan Proporsi Per Bulan Pendapatan Jenis Unit Usaha (Rp) Pemilik (%) Pendapatan Per Bulan (Rp) Jumlah Unit Usaha Pendapatan Total Unit Usaha (e) = (c)x(d) (a) (b) (c) = (a)x(b) (d) Kios makanan 3.970.029,41 75,33 2.990.623,16 17 50.840.593,65 Toilet umum 1.805.250,00 88,92 1.605.228,30 4 6.420.913,20 Pedagang asongan 2.126.500,00 78,84 1.676.532,60 2 3.353.065,20 Warung tenda 7.019.357,14 76,95 5.401.395,32 7 37.809.767,25 Penginapan 3.076.500,00 87,00 2.676.555,00 2 5.353.110,00 Total (Dampak Ekonomi Langsung) 103.777.449,30 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Dampak ekonomi langsung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang diperoleh dari pendapatan total unit usaha. Berdasarkan Tabel 24, dapat dilihat dampak ekonomi langsung di Situs Megalitik Gunung Padang adalah sebesar Rp 103.777.449,30. 8.4.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Effect) Aliran uang pengunjung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang secara langsung menjadi penerimaan unit usaha. Unit usaha kemudian mengeluarkan biaya untuk menjalankan kembali usahanya, terdiri dari biaya gaji tenaga kerja lokal, bahan baku, transportasi, sewa, dan pemeliharaan alat (maintenance). Pengeluaran unit usaha Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 25 dan datanya dapat dilihat pada Lampiran 9. 75

Tabel 25. Pengeluaran Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Jenis Unit Usaha Keterangan Kios Toilet Pedagang Warung makanan Umum Asongan Tenda Penginapan Jumlah Unit Usaha (a) 17 4 2 7 2 Pengeluaran di kawasan wisata (Rp) (b) Biaya sewa 0,00 0,00 0,00 17.857,14 0,00 Biaya bahan baku 0,00 12.500,00 400.000,00 0,00 400.000,00 Biaya maintenance 0,00 12.500,00 0,00 50.000,00 0,00 Jumlah 0,00 25.000,00 400.000,00 67.857,14 400.000,00 Total (c = a x b) 0,00 100.000,00 800.000,00 474.999,98 800.000,00 Pengeluaran di luar kawasan wisata (Rp) (d) Biaya bahan baku 847.058,82 0,00 0,00 1.385.714,29 0,00 Biaya transportasi 50.000,00 0,00 50.000,00 164.285,71 0,00 Jumlah 897.058,82 0,00 50.000,00 1.550.000,00 0,00 Total (e = a x d) 15.250.000,00 0,00 100.000,00 10.850.000,00 0,00 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 25, biaya yang dikeluarkan unit usaha Situs Megalitik Gunung Padang di kawasan wisata jumlahnya kecil dibandingkan dengan pengeluaran unit usaha di luar kawasan wisata. Hal tersebut disebabkan pengeluaran unit usaha kios makanan dan warung tenda untuk biaya bahan baku di luar kawasan wisata sangat besar, karena di sekitar kawasan wisata tidak terdapat supplier bahan baku berskala besar yang dibutuhkan oleh kedua unit usaha tersebut. Oleh karena itu, unit usaha tersebut harus membeli bahan baku di luar kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Unit usaha di Situs Megalitik Gunung Padang juga mengeluarkan biaya untuk gaji tenaga kerja lokal. Biaya gaji tenaga kerja lokal yang dikeluarkan unit usaha akan memberikan dampak terhadap pendapatan tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, dampak ekonomi tidak langsung di Situs Megalitik Gunung Padang juga diestimasi berdasarkan pendapatan tenaga kerja lokal. Rata-rata pendapatan tenaga kerja lokal di Situs Megalitik Gunung Padang adalah Rp 1.119.697,00 per bulan (Lampiran 10). Rata-rata pendapatan tenaga kerja tersebut lebih tinggi dari pada Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten 76

Cianjur yang sebesar Rp 876.500,00. Dampak ekonomi tidak langsung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 26 dan data pendapatan tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 26. Dampak Ekonomi Tidak Langsung Jenis Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Pendapatan Tenaga Kerja (Rp) Total Pendapatan Tenaga Kerja (Rp) Pengeluaran Unit Usaha di Kawasan Wisata (Rp) Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Rp) (a) (b) (c = a x b) (d) (e = c+d) 1. Pengelola wisata - Juru pelihara 10 1.720.000,00 17.200.000,00 0,00 17.200.000,00 - P. parkir 6 933.333,00 5.600.000,00 0,00 5.600.000,00 - P. kebersihan 5 860.000,00 4.300.000,00 0,00 4.300.000,00 - Ojeg 4 950.000,00 3.800.000,00 0,00 3.800.000,00 - P. keamanan 5 790.000,00 3.950.000,00 0,00 3.950.000,00 2. Toilet umum 1 700.000,00 700.000,00 100.000,00 800.000,00 3. Kios makanan 2 700.000,00 1.400.000,00 0,00 1.400.000,00 4. P. asongan 0 0,00 0,00 800.000,00 800.000,00 5. Penginapan 0 0,00 0,00 475.000,00 475.000,00 6. Warung tenda 0 0,00 0,00 800.000,00 800.000,00 Total 39.124.998,00 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Dampak ekonomi tidak langsung di Situs Megalitik Gunung Padang diestimasi berdasarkan pendapatan tenaga kerja lokal dan pengeluaran unit usaha di kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Berdasarkan Tabel 26, dampak ekonomi tidak langsung dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang adalah sebesar Rp 39.124.998,00 per bulan. 8.4.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Effect) Tenaga kerja lokal yang bekerja pada sektor wisata di Situs Megalitik Gunung Padang akan membelanjakan pendapatannya. Belanja tenaga kerja lokal dilakukan di kawasan maupun di luar kawasan wisata. Pengeluaran tenaga kerja lokal di kawasan wisata akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Proporsi pengeluaran tenaga kerja lokal disajikan dalam Tabel 27 dan data pengeluaran tenaga kerja lokal lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 11. 77

Tabel 27. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Pengeluaran di kawasan Pengeluaran di luar kawasan Tenaga Kerja Biaya Biaya Biaya Biaya konsumsi transportasi sekolah anak Total listrik Total (%) (%) (%) (%) Jupel 53,96 14,10 27,71 95,77 4,23 4,23 P. parkir 54,40 17,23 22,67 94,29 5,71 5,71 P. kebersihan 48,56 31,50 15,75 95,80 4,20 4,20 Ojeg 38,65 12,88 43,48 95,01 4,99 4,99 P. keamanan 48,90 27,98 17,67 94,55 5,45 5,45 P. toilet umum 69,77 23,26 0,00 93,02 6,98 6,98 P. kios makanan 43,64 18,18 32,73 94,55 5,45 5,45 Rata-rata 51,13 20,73 22,86 5,29 Total 94,72 5,29 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Berdasarkan Tabel 27, sebesar 51,13% pengeluaran tenaga kerja lokal SMGP dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi, sedangkan persentase keseluruhan pengeluaran tenaga kerja di tingkat lokal adalah 94,72%. Pengeluaran tersebut terdiri dari biaya konsumsi, transportasi, dan sekolah anak. Pengeluaran tenaga kerja di tingkat lokal merupakan dampak ekonomi lanjutan dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Perhitungan dampak ekonomi lanjutan di Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Dampak Ekonomi Lanjutan Tenaga Kerja (TK) Jumlah TK Pengeluaran TK (Rp) Proporsi Pengeluaran di Kawasan Wisata(%) Dampak Ekonomi Lanjutan (Rp) (a) (b) (c) (d) = (a)x(b)x(c) Juru pelihara 10 1.028.500,00 95,77 9.850.000,00 P. parkir 6 919.166,67 94,29 5.200.000,00 P. kebersihan 5 762.000,00 95,80 3.650.000,00 Ojeg 4 776.250,00 95,01 2.950.000,00 P. keamanan 5 679.000,00 94,55 3.210.000,00 P. toilet umum 1 430.000,00 93,02 400.000,00 P. kios makanan 2 687.500,00 94,55 1.300.000,00 Total 26.560.000,00 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Dampak ekonomi lanjutan dapat diestimasi dari pengeluaran total tenaga kerja lokal per bulan dengan memperhitungkan proporsi pengeluaran tenaga kerja 78

di tingkat lokal. Berdasarkan Tabel 28, dampak ekonomi lanjutan dari kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang adalah Rp 26.560.000,00 per bulan. 8.4.4 Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect) Nilai efek pengganda digunakan untuk mengukur dampak dari pengeluaran pengunjung terhadap perekonomian lokal. Efek pengganda dapat diestimasi dari pengeluaran pengunjung selama melakukan kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang. Terdapat tiga ukuran dalam mengukur dampak ekonomi wisata di tingkat lokal, yaitu (1) Keynesian local income multiplier merupakan nilai yang menunjukkan pengaruh dari pengeluaran pengunjung terhadap pendapatan masyarakat lokal, (2) ratio income multiplier tipe I, yaitu nilai yang diperoleh dari dampak langsung dari pengeluaran pengunjung, dan (3) ratio income multiplier tipe II, yaitu nilai yang diperoleh dari dampak lanjutan. Nilai Efek Pengganda berdasarkan ketiga ukuran tersebut disajikan pada Tabel 29 dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 29. Nilai Efek Pengganda dari Arus Uang yang Terjadi di Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Multiplier Nilai Keynesian Income Multiplier 1,58 Ratio Income Multiplier Tipe I 1,38 Ratio Income Multiplier Tipe II 1,63 Sumber: Data Primer, diolah (2012) Nilai multiplier effect berdasarkan ketiga ukuran tersebut, diperoleh dengan menggunakan persamaan (5), ( 6), dan (7) yang telah diuraikan pada bab IV. Berdasarkan Tabel 29, Keynesian Income Multiplier adalah sebesar 1,58, artinya setiap peningkatan pengeluaran pengunjung sebesar 1.000 rupiah berdampak terhadap perekonomian lokal sebesar 1.580 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I adalah sebesar 1,38, artinya setiap peningkatan 1.000 rupiah 79

pada penerimaan unit usaha akan meningkatkan pendapatan pemilik usaha dan tenaga kerja sebesar 1.380 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,63, artinya setiap peningkatan 1000 rupiah pada penerimaan unit usaha akan mengakibatkan peningkatan pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, dan pengeluaran konsumsi tenaga kerja sebesar 1.630 rupiah, dimana hal tersebut akan berdampak pada perekonomian lokal. Menurut META (2001) apabila nilai Keynesian Income Multiplier lebih besar dari satu, maka suatu kawasan wisata memiliki nilai dampak ekonomi yang besar. Nilai Keynesian Income Multiplier di SMGP adalah sebesar 1,58, sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat sekitar yang terjadi di kawasan wisata tersebut adalah besar. Pengembangan kawasan wisata SMGP memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat. Nilai multiplier dapat ditingkatkan dengan cara memfasilitasi masyarakat sekitar untuk membuka unit usaha, misalnya dengan melakukan penyuluhan, sehingga akan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Pengembangan kawasan wisata yang optimal juga perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan kelestarian benda peninggalan purbakala. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara penataan manajemen kawasan dan segmentasi pasar yang tepat, sehingga dapat diarahkan ke wisata minat khusus. Selanjutnya proporsi pengeluaran pengunjung di kawasan wisata pun akan meningkat dan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat sekitar. 80

IX. ESTIMASI TARIF MASUK KAWASAN WISATA SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG 9.1 Estimasi Tarif Masuk Kawasan Situs Megalitik Gunung Padang dengan Pendekatan Surplus Konsumen Surplus konsumen dapat dijadikan sebagai proxy dari keinginan membayar pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang. Nilai surplus konsumen diperoleh dengan menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method). Berdasarkan penjelasan pada sub bab 8.1, diperoleh nilai surplus konsumen atau WTP pengunjung terhadap kawasan wisata SMGP sebesar Rp 46.395,35 per orang per kunjungan. Nilai surplus konsumen tersebut lebih besar dari retribusi yang dikeluarkan pengunjung untuk berwisata di SMGP yaitu sebesar Rp 2.000,00 per orang. Hal tersebut berarti biaya korbanan yang dikeluarkan pengunjung untuk menikmati jasa wisata di kawasan tersebut lebih besar daripada retribusi. Nilai surplus konsumen menunjukkan bahwa pengunjung mampu membayar harga yang lebih tinggi daripada retribusi yang berlaku untuk berwisata di SMGP. Surplus konsumen yang diterima pengunjung secara keseluruhan lebih besar daripada penerimaan pengelola dari retribusi yang dibayarkan oleh pengunjung selama satu tahun terakhir. Hal tersebut mununjukkan bahwa pengelola dapat memperoleh kelebihan manfaat tersebut untuk konservasi dan pengelolaan wisata di SMGP. Oleh karena itu, pengelola masih bisa menetapkan tarif masuk SMGP yang lebih tinggi daripada retribusi yang berlakukan saat ini. Kebijakan penetapan tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang harus sesuai dengan keinginan membayar yang sebenarnya dari pengunjung, sehingga 81

keinginan membayar tersebut juga perlu dianalisis dengan pendekatan rataan WTP yang akan digunakan sebagai pembanding. 9.2 Estimasi Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang Berdasarkan Willingness To Pay Pengunjung Willingness to pay pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata diestimasi dengan cara memberikan pertanyaan kepada seratus orang responden pengunjung mengenai kesediaan membayar jika pengelola meningkatkan tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang, dengan alasan pelestarian, pemeliharaan, dan pengembangan wisata. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengunjung, sebanyak 98 responden bersedia membayar tarif masuk, sedangkan sisanya sebanyak 2 responden menyatakan tidak bersedia membayar tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang. Kesediaan membayar pengunjung terhadap tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat dalam Gambar 3. Willingness To Pay 2% Bersedia 98% Tidak Bersedia Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis dari Survei, 2012 Gambar 4. Kesediaan Membayar Pengunjung terhadap Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang Pengunjung bersedia membayar tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang karena retribusi untuk memasuki kawasan tersebut dinilai terlalu murah. Selain itu, retribusi ini nilainya kecil jika dibandingkan dengan tarif masuk kawasan wisata sejenis, seperti candi Ratu Boko seharga Rp 10.000,00 per orang. 82

Pengunjung berharap benda peninggalan purbakala dapat dijaga dan dilestarikan dengan adanya peningkatan tarif masuk kawasan. Selain itu, pengunjung juga mengharapkan sarana dan prasarana wisata di SMGP dapat ditingkatkan dengan tetap memperhatikan keberadaan situs yang dilindungi tersebut. Nilai willingness to pay pengunjung terhadap tarif masuk SMGP diestimasi berdasarkan kesediaan membayar dari 98 responden. Nilai penawaran (bid) ditanyakan kepada responden dengan metode close ended question, dimana rentang nilai penawaran sudah ditentukan sebelumnya dan dicantumkan di dalam kuisioner, dengan batas minimum sebesar retribusi yang berlaku yaitu Rp. 2.000,00 dan batas maksimum berdasarkan tarif masuk tempat wisata sejenis yaitu Candi Ratu Boko sebesar Rp 10.000,00. Tarif masuk SMGP diestimasi dengan cara mencari nilai rataan WTP. Nilai rataan WTP berdasarkan pada mean dari distribusi besaran WTP pengunjung. Distribusi besaran WTP pengunjung dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Distribusi Besaran WTP Pengunjung terhadap Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang Pada Tahun 2012 Besaran WTP (Rp) Frekuensi (Orang) EWTP (a) (b) (b/c) x a 2.000,00 30 612,245 3.000,00 32 979,592 4.000,00 7 285,714 5.000,00 3 153,061 6.000,00 19 1163,27 7.000,00 4 285,714 10.000,00 3 306,122 Jumlah 98 (c) 3.785,71 Sumber: Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat nilai rataan WTP pengunjung terhadap tarif masuk SMGP adalah sebesar Rp 3.786,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengunjung masih bersedia membayar tarif masuk SMGP hingga Rp 3.786,00, 83

dengan harapan pengelola dapat menjaga kelestarian benda peninggalan purbakala dan meningkatkan fasilitas wisata SMGP. Tarif masuk SMGP diestimasi dengan mempertimbangkan nilai surplus konsumen, rataan WTP, retribusi yang berlaku, dan tarif masuk kawasan wisata sejenis. Dasar penetapan tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Dasar Penetapan Tarif Masuk Situs Megalitik Gunung Padang No Dasar Penetapan Tarif Masuk Nilai (Rp) 1. Tarif retribusi saat ini 2.000,00 2. Tarif masuk kawasan wisata sejenis (Candi Ratu Boko) 10.000,00 3. Rataan WTP pengunjung 3.786,00 4. Surplus konsumen 46.395,35 Sumber: Dikumpulkan oleh Penulis, 2012 Retribusi yang berlaku saat ini dirasakan oleh pengelola masih terlalu rendah. Pengelola dapat menetapkan tarif masuk kawasan wisata SMGP yang lebih tinggi dari retribusi awal, yaitu Rp 2.000,00. Tarif masuk kawasan wisata dapat ditetapkan minimum sebesar nilai rataan WTP, yaitu Rp. 3.786,00. Apabila dilakukan pengelolaan kawasan wisata yang lebih baik dengan konsep ekowisata berkelanjutan, maka tarif masuk kawasan wisata SMGP dapat ditingkatkan menjadi Rp 10.000,00 merujuk pada nilai tarif masuk kawasan wisata sejenis. Selanjutnya tarif masuk kawasan wisata dapat ditetapkan berdasarkan surplus konsumen apabila dilakukan segmentasi pasar dengan sasaran yang tepat sehingga dapat diarahkan ke jenis wisata minat khusus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengelola yaitu Dinas Pariwisata dan Kabupaten Cianjur adalah merealisasikan pengadaan kereta api wisata Bandung-Lampegan. Hal tersebut selain mempermudah akses pengunjung menuju kawasan wisata, juga dapat meningkatkan penerimaan pengelola melalui paket perjalanan wisata. 84

Meskipun tarif masuk kawasan wisata SMGP dapat ditetapkan berdasarkan nilai surplus konsumen, tetapi kondisi kawasan wisata saat ini dan keinginan membayar pengunjung juga perlu diperhatikan dalam penetapan tarif masuk kawasan wisata. Oleh karena itu, untuk saat ini tarif masuk SMGP dapat ditetapkan berdasarkan nilai tarif masuk kawasan wisata sejenis (Candi Ratu Boko), yaitu Rp 10.000,00 atau nilai rataan WTP pengunjung, yaitu Rp 3.786,00. Nilai surplus konsumen pengunjung adalah sebesar 46.395,35 per orang. Nilai ini jauh lebih besar daripada nilai yang sebenarnya ingin dibayarkan pengunjung terhadap tarif masuk kawasan wisata SMGP, yaitu sebesar Rp 3.786,00. Perbedaan ini disebabkan pengunjung sudah mengeluarkan biaya korbanan untuk melakukan kegiatan wisata dalam jumlah yang besar, seperti untuk kebutuhan transportasi dan konsumsi. Hal tersebut terkait dengan atraksi wisata yang ditawarkan di SMGP yang membutuhkan kekuatan fisik, sehingga pengunjung lebih banyak membelanjakan uangnya untuk kebutuhan konsumsi makanan dan minuman. Selain itu, terkait juga dengan akses menuju SMGP yang cukup jauh dari pusat kota, sehingga pengunjung mengeluarkan biaya transportasi yang cukup besar. Penyebab lainnya adalah fasilitas wisata yang terdapat di kawasan SMGP belum memuaskan kebutuhan pengunjung. Oleh karena itu, pengelola perlu mengoptimalkan pembangunan fasilitas wisata di SMGP. 85

X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1 Kesimpulan 1. Secara umum pengunjung menilai keberadaan dan pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang adalah baik, namun aksesibilitas menuju kawasan wisata dinilai sulit oleh pengunjung. Kondisi fasilitas wisata berupa kantor informasi dinilai tidak memadai, serta kondisi papan interpretasi dan kios cinderamata dinilai tidak tersedia. Manfaat yang dirasakan masyarakat dan tenaga kerja lokal dari pengembangan kawasan wisata tersebut adalah peningkatan lapangan kerja. Manfaat yang dirasakan unit usaha dari pengembangan kawasan wisata adalah peningkatan pendapatan. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan wisata Situs Megalitik Gunung Padang yaitu biaya perjalanan, tingkat pendapatan, jarak tempuh, dan umur pengunjung. Hanya variabel tingkat pendapatan yang memiliki pengaruh positif terhadap permintaan wisata. 3. Situs Megalitik Gunung Padang sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata berupa situs peninggalan purbakala memiliki nilai ekonomi sebesar Rp 1.626.388.953,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa Situs Megalitik Gunung Padang mempunyai manfaat intangible sebagai penghasil jasa wisata. 4. Kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang memiliki nilai dampak ekonomi wisata yang besar. Terlihat dari pengeluaran pengunjung per bulan sebesar Rp 107.381.753,80, tetapi masih terdapat kebocoran sebesar Rp 999.874.343,40 per tahun. Dampak ekonomi langsung adalah Rp 86

103.777.449,30, dampak ekonomi tidak langsung adalah Rp 39.124.998,00, dampak ekonomi lanjutan adalah Rp 26.560.000,00. Nilai Keynesian Income Multilplier adalah 1,58, nilai Ratio Income Multiplier Tipe I adalah 1,38, dan nilai Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,63. 5. Retribusi yang diberlakukan di Situs Megalitik Gunung Padang saat ini dirasakan oleh pengelola masih terlalu rendah (Rp 2.000,00). Pengelola dapat menetapkan tarif masuk kawasan wisata mengacu pada nilai rataan WTP pengunjung (Rp 3.786,00) atau tarif masuk kawasan wisata sejenis yaitu Candi Ratu Boko (Rp 10.000). Pengelola berpeluang menetapkan tarif masuk kawasan wisata berdasarkan nilai surplus konsumen (Rp 46.395,35) jika pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata sudah ditingkatkan secara optimal dan diarahkan pada wisata minat khusus. 10.2 Saran 1. Pola pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang harus mengacu pada konsep ekowisata yang berkelanjutan. Aktifitas wisata di kawasan tersebut sebaiknya diarahkan pada wisata minat khusus, seperti kampung budaya dan kereta api wisata. Oleh karena itu, perlu dilakukan segmentasi pasar pada sasaran yang tepat agar tidak masal dan meningkatkan penerimaan pengelola. 2. Kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang dapat dikembangkan menjadi kampung budaya dengan memanfaatkan potensi yang ada dan memberdayakan masyarakat sekitar. Hal tersebut dapat terwujud dengan cara melakukan berbagai penyuluhan terkait pengelolaan kawasan wisata dan 87

memfasilitasi masyarakat agar ikut andil dalam upaya pengembangan kawasan wisata. 3. Promosi kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang melalui media cetak maupun elektronik harus terus dilakukan untuk menunjang pengembangan kawasan wisata. Promosi wisata sudah dilakukan sejak tahun 2011 dan terbukti efektif dalam menunjang pengembangan kawasan wisata, terlihat dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. 4. Penentuan tarif masuk Situs Megalitik Gunung Padang untuk kondisi saat ini dapat mengacu pada nilai rataan WTP pengunjung dan tarif masuk kawasan wisata sejenis. Masih ada peluang untuk merealisasikan manfaat yang diperoleh pengunjung yang dapat dilihat dari nilai surplus konsumen jika dilakukan pengelolaan wisata yang lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengelola adalah mengadakan paket wisata Situs Megalitik Gunung Padang dengan menggunakan kereta wisata Bandung-Lampegan. 5. Penelitian lanjutan terkait segmentasi pasar untuk kegiatan wisata di Situs Megalitik Gunung Padang perlu dilakukan, karena aktifitas wisata di kawasan tersebut lebih baik jika diarahkan pada wisata minat khusus. 88

DAFTAR PUSTAKA Adiyath, F. 2011. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Chen CC. 2009. Travel Cost Analysis of the Consumers Recreation Demand in Festival. Jurnal Progress in Business Innovation & Technology Management. http://apbitm.org. Diakses pada tanggal 28 Desember 2012. Clement HG. 1964. The Future of Tourism in the Pasific and Far East. U.S. Government Dept. of Commerce. Washington. Damanik J, Weber F. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur 2009. Data Kunjungan Wisatawan Situs Megalitik Gunung Padang. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Cianjur. Djijono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan Metode Travel Cost Taman Wisata Hutan di Taman Wan Abdul Rachman, Provinsi Lampung. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Gramedia. Jakarta. Fauzi A. 2009. Menakar Nilai Ekonomis Kawasan Pesisir. http://bulletin.penataanruang.net. Diakses pada 6 Juni 2012. Fiandari T. 2009. Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Wisata Pulau Situ Gintung-3 dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Field BC. 2001. Natural Resources Economics An Introduction. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Gujarati DN. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta. Haab, Timothy C, Connell. 2002. Valuing Environmental and Natural Resourcess. Edwar Elgar Publishing Inc. UK. Hanley N, Spash CL. 1993. Cost Benefit Analysis and the environment. Edwar elger publishing limited. England. Hasan I. 2002. Pokok-Pokok Materi Statistik (Statistik Inferensia) Edisi kedua. Bumi Aksara. Jakarta. 89

Hermalinda D. 2010. Penilaian Dampak Ekonomi Pengembangan Kawasan Wana Wisata Curug Cilember Terhadap Masyarakat Lokal. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hufscmidt M. Et al. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan: Pedoman Penelitian Ekonomi. Penerjemah, Reksohadiprojo S Penerjemah. Gajah Mada Press, Yogyakarta. International Council on Managements and Sites (ICOMOS). 1999. International Council Tourism Charter Managing Tourism of Place of Heritage. Significance. URL. http://icomos.org. Diakses pada 6 Juni 2012. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Andi Offset. Yogyakarta. John, Mackinnon K. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Penerjemah, Harry H. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Marine Ecotourism for Atlantic Area (META-Project). 2001. Planning for Ecotourism in The EU Atlantic Area. University of The West of England. Bristol. Mutiarani N. 2011. Analisis Dampak Ekonomi dan Nilai Ekonomi Manfaat Rekreasi Situ Cipondoh Tangerang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution. 2003. Metode Reasearch (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Jakarta. Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas). 2012. Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PDB Indonesia Tahun 2010. http://www.budpar.go.id. Diakses pada 15 September 2012 Pendit NS. 2006. Ilmu Pariwisata. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Pitana IG, Diarta IK. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. CV. Andi Offset. Yogyakarta. Schmoll GA. 1977. Tourism Promotion. Tourism International Press. London. Setiadi NJ. 2003. Perilaku Konsumen, Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penalitian Pemasaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Stynes DJ. et al. 2002. Estimating National Park Visitor Spending and Economic Impacts. Department of Park Recreation and Tourism Resources. Michigan State University. Sukendar H. 1985. Peninggalan Tradisi Megalitik di Daerah Cianjur, Jawa Barat. PT. Abadi. Jakarta. 90

Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 139/M Tahun 1998 Tentang Penetapan Cagar Budaya Situs Megalitik Gunung Padang. Surjanto WA, Gromang F, Hidayat A dan Karl N. 1985. Kamus Istilah Pariwisata. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Susiolowati MI. 2009. Valuasi Ekonomi Manfaat Rekreasi Taman Hutan Raya ir. H. Djuanda dengan Menggunakan Pendekatan Travel Cost Method. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Theobald, WF. 2005. The Meaning, Scope, and Measurement of Travel and Tourism Third Edition. Elseiver Inc. Burlington, MA USA. Tietenberg T, Lewis L. 2009. Environmental Economics and Policy 6 th Pearson Education, Inc. Boston. ed. Turner. 1994. Environmental Economic: An Elementary Introduction. Centre for Social and Economic Research on The Global Environment University of East Angalia and University College London. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Vanhove, N. 2005. The Economics of Tourism Destinations. Elsevier Butterworth-Helnemann, Oxford University. United Kingdom. Wahab S. 2003. Manajemen Kepariwisataan. Penerjemah, Gromang F. Pradnya Paramita. Jakarta. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Andi Offset. Yogyakarta. Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta. 91

LAMPIRAN 92

Lampiran 1. Model Hasil Regresi Berganda Variabel yang Mempengaruhi Jumlah Kunjungan Wisata ke Situs Megalitik Gunung Padang Analisis Regresi: JK versus BP, TP, JT, UP, TA, LM Bentuk Persamaan Regresi adalah: JK = 7,31-0,000025 BP + 0,000000 TP - 0,0139 JT - 0,0626 UP - 0,054 TA + 0,0049 LM Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 7,3071 0,4797 15,23 0,000 BP -0,00002473 0,00000470-5,26 0,000 1,6 TP 0,00000031 0,00000008 3,99 0,000 1,2 JT -0,013869 0,006298-2,20 0,030 1,3 UP -0,06264 0,01574-3,98 0,000 1,6 TA -0,0537 0,1491-0,36 0,720 1,3 LM 0,00491 0,02819 0,17 0,862 1,3 S = 1,27500 R-Sq = 66,2% R-Sq(adj) = 64,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 295,807 49,301 30,33 0,000 Residual Error 93 151,183 1,626 Total 99 446,990 Source DF Seq SS BP 1 221,495 TP 1 31,926 JT 1 12,279 UP 1 29,841 TA 1 0,215 LM 1 0,049 Unusual Observations Obs BP JK Fit SE Fit Residual St Resid 15 119000 1,000 1,127 0,653-0,127-0,12 X 19 34000 8,000 5,435 0,258 2,565 2,05R 20 50000 5,000 5,705 0,591-0,705-0,62 X 28 27000 10,000 7,197 0,446 2,803 2,35R 35 43000 6,000 7,062 0,617-1,062-0,95 X 39 42000 7,000 7,174 0,621-0,174-0,16 X 46 45000 2,000 4,521 0,282-2,521-2,03R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1,88943 93

Frequency Standardized Residual Percent Standardized Residual Lampiran 2. Residual Plot Residual Plots for JK Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values 99,9 99 2 90 50 1 0 10-1 1 0,1-4 -2 0 2 Standardized Residual 4-2 0 2 4 Fitted Value 6 8 20 15 Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data 2 1 10 0 5-1 0-2 -1 0 1 Standardized Residual 2-2 1 10 20 30 40 50 60 70 Observation Order 80 90 100 94

Percent Lampiran 3. Uji Kolomogorov Smirnov Uji Normalitas Normal 99,9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 Mean -5,95968E-15 StDev 1,236 N 100 KS 0,075 P-Value >0,150 1 0,1-4 -3-2 -1 0 RESI1 1 2 3 4 95

Lampiran 4. Uji Glejser Regression Analysis: RESI^2 versus BP, TP, JT, UP, TA, LM The regression equation is: RESI^2 = 2,56-0,000005BP+0,000000TP-0,00960JT-0,0027UP-0,179TA-0,0415 LM Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2,5624 0,6548 3,91 0,000 BP -0,00000537 0,00000642-0,84 0,405 1,6 TP 0,00000003 0,00000011 0,25 0,800 1,2 JT -0,009604 0,008597-1,12 0,267 1,3 UP -0,00273 0,02149-0,13 0,899 1,6 TA -0,1792 0,2035-0,88 0,381 1,3 LM -0,04148 0,03848-1,08 0,284 1,3 S = 1,74040 R-Sq = 6,2% R-Sq(adj) = 0,2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 18,702 3,117 1,03 0,412 Residual Error 93 281,696 3,029 Total 99 300,398 Source DF Seq SS BP 1 9,962 TP 1 0,018 JT 1 2,354 UP 1 0,611 TA 1 2,237 LM 1 3,519 Unusual Observations Obs BP RESI^2 Fit SE Fit Residual St Resid 15 119000 0,016 0,611 0,892-0,595-0,40 X 19 34000 6,577 2,143 0,352 4,434 2,60R 20 50000 0,498 1,149 0,806-0,651-0,42 X 23 60000 5,808 1,039 0,525 4,769 2,87R 28 27000 7,855 2,021 0,609 5,834 3,58R 35 43000 1,128 1,128 0,842 0,001 0,00 X 39 42000 0,030 1,658 0,848-1,628-1,07 X 46 45000 6,353 1,853 0,386 4,500 2,65R 61 54000 5,826 1,465 0,344 4,360 2,56R 74 63000 5,507 1,874 0,274 3,634 2,11R 81 55000 5,260 1,752 0,256 3,508 2,04R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2,15856 H0 = Heteroskedastisitas H1 = Homoskedastisitas Karena P-value (0,412) > α (0,20), maka tolak H0 96

Lampiran 5. Jumlah Kunjungan Situs Megalitik Gunung Padang Tahun 2011 Bulan Jumlah Pengunjung (orang) Januari 1.664 Februari 1.486 Maret 1.933 April 2.729 Mei 3.393 Juni 3.121 Juli 6.986 Agustus 605 September 5.084 Oktober 2.737 November 2.094 Desember 3.223 Total 35.055 Rata-rata 2.921 Sumber: Pengelola Situs Megalitik Gunung Padang, 2012 97

Lampiran 6. Jumlah Kunjungan Responden Pengunjung Satu Tahun Terakhir Responden Jumlah Kunjungan Responden Jumlah Kunjungan 1 1 51 5 2 2 52 3 3 3 53 1 4 2 54 3 5 4 55 4 6 5 56 5 7 7 57 3 8 1 58 3 9 6 59 6 10 2 60 5 11 1 61 7 12 3 62 6 13 4 63 4 14 3 64 5 15 1 65 1 16 6 66 1 17 5 67 6 18 4 68 3 19 8 69 4 20 5 70 4 21 5 71 1 22 7 72 5 23 6 73 1 24 1 74 2 25 1 75 3 26 1 76 1 27 7 77 3 28 10 78 3 29 2 79 4 30 2 80 5 31 6 81 2 32 3 82 6 33 3 83 7 34 5 84 3 35 6 85 6 36 1 86 7 37 6 87 5 38 2 88 4 39 7 89 6 40 4 90 2 41 3 91 6 42 3 92 7 43 6 93 2 44 6 94 7 45 7 95 7 46 2 96 1 47 5 97 1 48 4 98 5 49 6 99 5 50 2 100 1 Total Kunjungan Responden: 399 98

Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi JK VS BP The regression equation is JK = 6,79-0,000043 BP Predictor Coef SE Coef T P Constant 6,7920 0,3234 21,00 0,000 BP -0,00004292 0,00000437-9,81 0,000 S = 1,51689 R-Sq = 49,6% R-Sq(adj) = 49,0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 221,50 221,50 96,26 0,000 Residual Error 98 225,49 2,30 Total 99 446,99 Unusual Observations Obs BP JK Fit SE Fit Residual St Resid 8 152000 1,000 0,268 0,409 0,732 0,50 X 11 145000 1,000 0,569 0,380 0,431 0,29 X 26 166000 1,000-0,333 0,466 1,333 0,92 X 28 27000 10,000 5,633 0,226 4,367 2,91R 36 149000 1,000 0,397 0,396 0,603 0,41 X 76 163000 1,000-0,204 0,454 1,204 0,83 X 96 162000 1,000-0,161 0,449 1,161 0,80 X 97 167000 1,000-0,376 0,470 1,376 0,95 X 100 163000 1,000-0,204 0,454 1,204 0,83 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. 99

Lampiran 8. Proporsi Pengeluaran Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang No Pengeluaran Pengunjung di Luar Kawasan Wisata Pengeluaran Pengunjung di Dalam Kawasan Wisata B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 Total 1 40.000 20.000 30.000 2.000 1.000 2000 95.000 2 15.000 10.000 15.000 50.000 1.000 2000 93.000 3 15.000 20.000 50.000 1.000 2000 88.000 4 15.000 10.000 15.000 50.000 1.000 2000 93.000 5 15.000 10000 5000 50.000 2000 82.000 6 15.000 10.000 50.000 2000 77.000 7 25.000 30000 2000 57.000 8 15.000 5.000 100.000 20.000 10.000 2000 152.000 9 25.000 15.000 15.000 2.000 1.000 2000 60.000 10 50.000 50.000 5000 5.000 5.000 2000 117.000 11 60.000 25.000 20.000 35.000 2.000 1.000 2000 145.000 12 15.000 50.000 2.000 1.000 2000 70.000 13 15.000 45.000 2.000 1.000 2000 65.000 14 15.000 20.000 25.000 20.000 3.000 1.000 2000 86.000 15 50.000 5.000 10.000 50.000 2.000 2000 119.000 16 20.000 10.000 20.000 2.000 1.000 2000 55.000 17 10.000 12.000 25.000 6.000 2.000 1.000 2000 58.000 18 20.000 20.000 20.000 1.000 2000 63.000 19 5.000 25.000 2.000 2000 34.000 20 6.000 15.000 25.000 2.000 2000 50.000 21 6.000 20.000 20.000 2.000 1.000 2000 51.000 22 6.000 10.000 28.000 2.000 2000 48.000 23 15.000 20.000 20.000 2.000 1.000 2000 60.000 24 20.000 10.000 23.000 50.000 2000 105.000 25 20.000 10.000 25.000 50.000 2000 107.000 26 10.000 150.000 2.000 2.000 2000 166.000 27 15.000 12.000 13.000 2000 42.000 28 10.000 3.000 10.000 2.000 2000 27.000 29 15.000 10.000 20.000 2.000 2.000 2000 51.000 30 15.000 10.000 20.000 2.000 1.000 2000 50.000 31 10.000 20.000 7.000 2.000 2000 41.000 32 10.000 20.000 15.000 5.000 2.000 2000 54.000 33 6.000 20.000 16.000 5.000 2.000 2000 51.000 34 6.000 6.000 25.000 2.000 1.000 2000 42.000 35 6.000 3.000 30.000 2.000 2000 43.000 100

No Pengeluaran Pengunjung di Luar Kawasan Wisata Pengeluaran Pengunjung di Dalam Kawasan Wisata B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 Total 36 10.000 50.000 50.000 30.000 5.000 2.000 2000 149.000 37 10.000 5.000 26.000 2.000 1.000 2000 46.000 38 6.000 50.000 2.000 2000 60.000 39 10.000 10.000 20.000 2000 42.000 40 10.000 10.000 25.000 2.000 2.000 2000 51.000 41 10.000 20.000 15.000 5.000 1.000 2000 53.000 42 15.000 20.000 15.000 2.000 2.000 2000 56.000 43 18.000 20.000 2.000 2.000 2000 44.000 44 6.500 5.000 30.000 2000 43.500 45 6.500 4.000 30.000 2000 42.500 46 6.500 35.000 2.000 2000 45.500 47 18.000 25.000 2000 45.000 48 6.500 7.000 23.000 2.000 2000 40.500 49 6.500 8.000 22.000 2.000 2000 40.500 50 6.500 25.000 30.000 2.000 1.000 2000 66.500 51 5.000 5.000 30.000 2000 42.000 52 10.000 30.000 2.000 2000 44.000 53 15.000 20.000 25.000 2.000 1.000 2000 65.000 54 15.000 10.000 20.000 2.000 2000 49.000 55 6.000 10.000 20.000 2.000 1.000 2000 41.000 56 20.000 17.000 2.000 2000 41.000 57 20.000 15.000 13.000 5.000 5.000 2.000 2000 62.000 58 20.000 15.000 10000 5.000 2000 2000 54.000 59 20.000 2.000 19.500 1.000 2000 44.500 60 20.000 5.000 17.000 1.000 2000 45.000 61 15.000 3.000 18.000 2.000 1.000 2000 41.000 62 5.000 7.000 25.000 1.000 2000 40.000 63 20.000 15.000 10000 5.000 2.000 2000 54.000 64 10.000 30.000 1.000 2000 43.000 65 15.000 10.000 30.000 10.000 50.000 5.000 5.000 2000 127.000 66 25.000 10.000 25.000 10.000 50.000 5.000 5.000 2000 132.000 67 25.000 10.000 5.000 2.000 1.000 2000 45.000 68 25.000 10.000 10.000 2.000 1.000 2000 50.000 69 25.000 15.000 2.000 1.000 2000 45.000 70 25.000 20.000 10000 5.000 1.000 2000 63.000 71 25.000 10.000 15.000 50.000 2.000 3.000 2000 107.000 72 10.000 5.000 25.000 1.000 2000 43.000 101 101

No Pengeluaran Pengunjung di Luar Kawasan Wisata Pengeluaran Pengunjung di Dalam Kawasan Wisata B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B110 B11 Total 73 10.000 10.000 15.000 50.000 3.000 2000 90.000 74 25.000 20.000 10000 5.000 1.000 2000 63.000 75 25.000 10.000 15.000 2.000 1.000 2000 55.000 76 25.000 10.000 100.000 25.000 1.000 2000 163.000 77 15.000 15.000 20.000 2.000 1.000 2000 55.000 78 10.000 25.000 20.000 2.000 2.000 2000 61.000 79 15.000 5.000 20.000 2.000 2000 44.000 80 15.000 5.000 20.000 2.000 2000 44.000 81 15.000 10.000 25.000 2.000 1.000 2000 55.000 82 25.000 5.000 10.000 2.000 2000 44.000 83 6.000 7.000 23.000 2.000 1.000 2000 41.000 84 25.000 25.000 2.000 2000 54.000 85 25.000 15.000 2.000 1.000 2000 45.000 86 6.000 7.000 23.000 2.000 1.000 2000 41.000 87 10.000 25.000 5.000 1.000 2000 43.000 88 25.000 5.000 10.000 2.000 1.000 2000 45.000 89 15.000 5.000 15.000 2.000 1.000 2000 40.000 90 25.000 5.000 15.000 2.000 1.000 2000 50.000 91 25.000 10.000 5.000 2.000 2000 44.000 92 15.000 20.000 2.000 1.000 2000 40.000 93 25.000 10.000 20.000 2.000 1.000 2000 60.000 94 6.000 5.000 15.000 2.000 1.000 2000 31.000 95 15.000 5.000 15.000 2.000 1.000 2000 40.000 96 20.000 20.000 5000 100.000 10.000 5.000 2000 162.000 97 20.000 25.000 5000 100.000 10.000 5.000 2000 167.000 98 20.000 10.000 10.000 5.000 1.000 2000 48.000 99 25.000 10.000 2.000 2.000 2000 41.000 100 50.000 100.000 5.000 5.000 1.000 2000 163.000 Total 1.676.000 1.056.000 20.000 100.000 2.178.500 151.000 220.000 600.000 212.000 115.000 200.000 6.528.500 Rata-rata 16.760 10.560 200 1.000 21.785 1.510 2.200 6.000 2.120 1.150 2.000 65.285 Keterangan: B3 = Ojeg di luar kawasan wisata B6 = Ojeg di kawasan wisata B9 = Parkir B1 = Biaya perjalanan B4 = Penginapan di luar kawasan wisata B7 = Dokumentasi B10 = Toilet B2 = Konsumsi dari rumah B5 = Konsumsi di kawasan wisata B8 = Penginapan di dalam kawasan 102 102

Pengeluaran di luar Jenis Unit I Pengeluaran di kawasan wisata kawasan wisata Usaha B1 B2 B3 B4a B4b B5 Total Kios makanan 3.176.500 500.000 3.676.500 Kios makanan 2.976.500 500.000 3.476.500 Kios makanan 3.426.500 650.000 700.000 4.776.500 Kios makanan 3.626.500 750.000 1.000.000 5.376.500 Kios makanan 3.776.500 700.000 4.476.500 Kios makanan 5.006.500 1.200.000 400.000 6.606.500 Kios makanan 3.176.500 800.000 100.000 4.076.500 Kios makanan 3.226.500 750.000 100.000 4.076.500 Kios makanan 2.576.500 700.000 100.000 3.376.500 Kios makanan 2.826.500 700.000 50.000 3.576.500 Kios makanan 2.476.500 700.000 3.176.500 Kios makanan 2.476.500 700.000 3.176.500 Kios makanan 2.426.500 750.000 3.176.500 Kios makanan 2.436.500 1.000.000 100.000 3.536.500 Kios makanan 2.376.500 1.200.000 3.576.500 Kios makanan 2.076.500 1.300.000 3.376.500 Kios makanan 2.776.500 1.200.000 3.976.500 Total 50.840.500 1.400.000 0,00 0,00 0,00 14.400.000 850.000 67.490.500 Rata-rata 2.990.617,65 82.352,94 0,00 0,00 0,00 847.058,82 50.000 3.970.029,41 Proporsi 75,33 2,07 0,00 0,00 0,00 21,34 1,26 toilet umum 1.401.500 1.401.500 toilet umum 1.776.500 1.776.500 toilet umum 1.266.500 700.000 50.000 2.016.500 toilet umum 1.976.500 50.000 2.026.500 Total 6.421.000 700.000 0,00 50.000 50.000 0,00 0,00 7.221.000 Rata-rata 1.605.250 175.000 0,00 12.500 12.500 0,00 0,00 1.805.250 Proporsi 88,92 9,69 0,00 0,69 0,69 0,00 0,00 p. asongan 1.676.500 400.000 50.000 2.126.500 Total 1.676.500 0,00 0,00 0,00 400.000 0,00 50.000 2.126.500 Rata-rata 1.676.500 0,00 0,00 0,00 400.000 0,00 50.000 2.126.500 Proporsi 78,84 0,00 0,00 0,00 18,81 0,00 2,35 Warung tenda 7.201.500 25.000 50.000 1.000.000 150.000 8.426.500 Warung tenda 6.701.500 25.000 50.000 1.500.000 100.000 8.376.500 Warung tenda 4.076.500 50.000 950.000 150.000 5.226.500 Warung tenda 3.401.500 25.000 50.000 1.450.000 150.000 5.076.500 Warung tenda 5.401.500 25.000 50.000 1.800.000 150.000 7.426.500 Warung tenda 5.076.500 50.000 1.000.000 150.000 6.276.500 Warung tenda 5.951.500 25.000 50.000 2.000.000 300.000 8.326.500 Total 37.810.500 0,00 125.000 350.000 0,00 9.700.000 1.150.000 49.135.500 Rata-rata 5.401.500 0,00 17.857,14 50.000 0,00 1.385.714,29 164.285,71 7.019.357,14 Proporsi 76,95 0,00 0,25 0,71 0,00 19,74 2,34 Penginapan 2.676.500 400.000 3.076.500 Total 2.676.500 0,00 0,00 0,00 400.000 0,00 0,00 3.076.500 Rata-rata 2.676.500 0,00 0,00 0,00 400.000 0,00 0,00 3.076.500 Proporsi 87,00 0,00 0,00 0,00 13,00 0,00 0,00 Lampiran 9. Pengeluaran Unit Usaha Situs Megalitik Gunung Padang Keterangan: I = Pendapatan per bulan B1 = Biaya gaji tenaga kerja B2 = Biaya sewa B3 = Biaya pemeliharaan alat (maintenance) B4a = Biaya bahan baku di dalam kawasan wisata B4b = Biaya bahan baku di luar kawasan wisata B5 = Biaya transportasi 103

Lampiran 10. Pendapatan Tenaga Kerja Lokal Situs Megalitik Gunung Padang Tenaga Kerja Pendapatan Per Bulan Juru pelihara 1.700.000 Juru pelihara 2.400.000 Juru pelihara 2.400.000 Juru pelihara 2.100.000 Juru pelihara 1.300.000 Juru pelihara 1.700.000 Juru pelihara 1.200.000 Juru pelihara 1.700.000 Juru pelihara 1.700.000 Juru pelihara 1.000.000 Rata-rata 1.720.000 Petugas parkir 1.000.000 Petugas parkir 950.000 Petugas parkir 850.000 Petugas parkir 1.000.000 Petugas parkir 900.000 Petugas parkir 900.000 Rata-rata 933.333 petugas kebersihan 900.000 petugas kebersihan 800.000 petugas kebersihan 900.000 petugas kebersihan 850.000 petugas kebersihan 850.000 Rata-rata 860.000 Ojeg 1.000.000 Ojeg 1.000.000 Ojeg 900.000 Ojeg 900.000 Rata-rata 950.000 Petugas keamanan 700.000 Petugas keamanan 800.000 Petugas keamanan 850.000 Petugas keamanan 900.000 Petugas keamanan 700.000 Rata-rata 790.000 Pegawai toilet umum 700.000 Rata-rata 700.000 Pegawai kios makanan 650.000 Pegawai kios makanan 750.000 Rata-rata 700.000 Rata-rata keseluruhan 1.119.697 104

Lampiran 11. Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal Tenaga Kerja Pengeluaran di kawasan Pengeluaran di luar kawasan B1 B2 B3 B4 Total Juru pelihara 600.000 100.000 150.000 50.000 900.000 Juru pelihara 600.000 100.000 150.000 30.000 880.000 Juru pelihara 600.000 50.000 450.000 50.000 1.150.000 Juru pelihara 600.000 50.000 300.000 60.000 1.010.000 Juru pelihara 750.000 200.000 600.000 70.000 1.620.000 Juru pelihara 600.000 300.000 300.000 40.000 1.240.000 Juru pelihara 600.000 50.000 300.000 40.000 990.000 Juru pelihara 450.000 200.000 150.000 45.000 845.000 Juru pelihara 450.000 200.000 300.000 30.000 980.000 Juru pelihara 300.000 200.000 150.000 20.000 670.000 Total 5.550.000 1.450.000 2.850.000 435.000 10.285.000 Rata-rata 555000 145000 285000 43500 1028500 Proporsi 53,96 14,10 27,71 4,23 Petugas parkir 600.000 100.000 200.000 50.000 950.000 Petugas parkir 600.000 200.000 150.000 150.000 1.100.000 Petugas parkir 300.000 50.000 30.000 380.000 Petugas parkir 300.000 200.000 300.000 35.000 835.000 Petugas parkir 600.000 200.000 300.000 30.000 1.130.000 Petugas parkir 600.000 200.000 300.000 20.000 1.120.000 Total 3.000.000 950.000 1.250.000 315.000 5.515.000 Rata-rata 500000,00 158333,33 208333,33 52500,00 919166,67 Proporsi 54,40 17,23 22,67 5,71 petugas kebersihan 300.000 200.000 300.000 30.000 830.000 petugas kebersihan 300.000 100.000 300.000 40.000 740.000 petugas kebersihan 500.000 300.000 30.000 830.000 petugas kebersihan 400.000 300.000 30.000 730.000 petugas kebersihan 350.000 300.000 30.000 680.000 Total 1.850.000 1.200.000 600.000 160.000 3.810.000 Rata-rata 370000 240000 120000 32000 762000 Proporsi 48,56 31,50 15,75 4,20 Ojeg 300.000 50.000 300.000 30.000 680.000 Ojeg 300.000 200.000 300.000 30.000 830.000 Ojeg 300.000 100.000 450.000 65.000 915.000 Ojeg 300.000 50.000 300.000 30.000 680.000 Total 1.200.000 400.000 1.350.000 155.000 3.105.000 Rata-rata 300000 100000 337500 38750 776250 Proporsi 38,65 12,88 43,48 4,99 Petugas keamanan 410.000 200.000 150.000 40.000 800.000 Petugas keamanan 350.000 200.000 150.000 40.000 740.000 Petugas keamanan 400.000 250.000 40.000 690.000 Petugas keamanan 300.000 100.000 30.000 430.000 Petugas keamanan 200.000 200.000 300.000 35.000 735.000 Total 1.660.000 950.000 600.000 185.000 3.395.000 Rata-rata 332000 190000 120000 37000 679000 Proporsi 48,90 27,98 17,67 5,45 Pegawai toilet umum 300.000 100.000 30.000 430.000 Total 300.000 100.000 30.000 430.000 Rata-rata 300.000 100.000 30.000 430.000 Proporsi 69,77 23,26 0,00 6,98 Pegawai kios makanan 300.000 50.000 300.000 30.000 680.000 Pegawai kios makanan 300.000 200.000 150.000 45.000 695.000 Total 600.000 250.000 450.000 75.000 1.375.000 Rata-rata 300000 125000 225000 37500 687500 Proporsi 43,64 18,18 32,73 5,45 Keterangan: B1 = Biaya konsumsi B3 = Biaya sekolah anak B2 = Biaya transportasi B4 = Biaya listrik 105

Lampiran 12. Perhitungan Nilai Efek Pengganda (Multiplier Effect) Diketahui: E = Rp 107.381.753,80 D = Rp 103.777.449,30 N = Rp 39.124.998,00 U = Rp 26.560.000,00 Keterangan: E = Pengeluaran wisatawan di dalam kawasan wisata D = Pendapatan unit usaha lokal N = Pendapatan tenaga kerja lokal U = Pengeluaran tenaga kerja di tingkat lokal Keynesian Income Multiplier = 1,58 Ratio Income Multiplier Tipe I = 1,38 Ratio Income Multiplier Tipe II = 1,63 106

Lampiran 13. Foto-Foto Kawasan Situs Megalitik Gunung Gerbang Situs Megalitik Gunung Padang Area unit usaha lokal dan jalan setapak Tempat parkir motor dan area unit usaha Kantor informasi Tangga ke puncak bukit Situs Megalitik Gunung Padang Juru pelihara (Guide) Pengunjung Situs Megalitik Gunung Padang 107