BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Radikal Bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA RADIKAL BEBAS DAN REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS)

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan rokok akan membunuh 1 miliar orang sepanjang abad ke-21

TINJAUAN PUSTAKA. Kurang lebih 1500 tahun lalu, beberapa kesukuan di Amerika

1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun. 2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan bahkan menyebabkan kematian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester


BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

ABSTRAK. Kata kunci: Rattus sp, asap rokok, ekstrak buah juwet, kualitas spermatozoa, ROS, antioksidan.

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah salah satu masalah kesehatan utama dalam hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. dua pertiganya berada di negara berkembang.paling sedikit satu dari empat orang

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

BAB 1 PEBDAHULUAN. kalangan usia <18 tahun dan persentasenya sebesar 51,4%. Sementara itu, insiden

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

ROKOK ELEKTRIK TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK OLEH. Anak Agung Ketut Andhy Dharma Laksana. I Ketut Sudiarta

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

[PP NO.19/2003 (PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN)] December 22, 2013

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 81 TAHUN 1999 (81/1999) TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan terhadap superoxide yang diubah menjadi hydrogen peroxide. Superoxide

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan menghembuskannya kembali keluar tubuh 11. Menurut Aritonang (1997)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 29/P/SK/HT/2008 TENTANG KAWASAN BEBAS ROKOK REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Rokok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. asap rokok serta ekstrak akuades biji sirsak (KP 1, KP 2 dan KP 3 ). KN yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang umum dijumpai laki-laki usia muda di banyak negara. Keganasan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. 200 tahun. Kenyataannya, Biro Kependudukan Amerika Serikat meramalkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terpapar (WHS, 1993). Bunyi atau suara didefinisikan sebagai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

BAB I PENDAHULUAN. 1

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rokok Konvensional 2.1.1. Pengertian Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabacum, nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan, sedangkan nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam nikotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan dan tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.19, 2003). 2.1.2. Sepintas sejarah rokok Tembakau sebagai bahan utama rokok telah digunakan oleh manusia lebih kurang pada 18.000 tahun yang lampau dan pertama sekali diolah sekitar 5000 7000 tahun yang lalu (Burns, 2007). Sekitar 1500 tahun lalu, beberapa rumpun kesukuan di Amerika sebenarnya sudah mengolah tembakau menjadi beberapa bentuk lain yang digunakan sebagai bahan pengobatan dan juga termasuk untuk penggunaan dalam ritual kepercayaan di suku mereka (Burns, 2007). Meskipun lebih dulu tembakau dikenal dan sudah diolah oleh penduduk pribumi Amerika, tetapi penemuan tembakau diklaim juga oleh beberapa kultur di berbagai penjuru dunia (Von Gernet, 1995).

Pada tahun 600 Masehi, seorang filosof Cina bernama Fang Yizhi mulai menyebutkan bahaya kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama akan dapat merusak paru. Tahun 1729 tercatat sebagai tahun pertama tentang adanya aturan tertulis melarang merokok di tempat-tempat ibadah di negara Bhutan. Pada tahun 1761, dilakukan studi pertama tentang dampak merokok dan di tahun 1950 diterbitkan dua publikasi utama tentang hasil penelitian dampak merokok bagi kesehatan, serta di tahun 1981 dilakukan penelitian besar tentang dampak merokok pasif oleh Hirayama di Jepang (Aditama, 2000). 2.1.3. Kandungan rokok konvensional Rokok menghasilkan bahan-bahan kimia yang bersifat toksis, baik yang bersifat gas maupun bukan gas. Sebagian zat kimia bentuk gas yang bersifat toksis dalam asap rokok antara lain : karbon monoksida, asetaldehida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, akrolein, amoniak, formaldehid, piridina, akrilonitril, 2- nitripropan, hidrazina, uretan, dimentilnitrosamina, vinil klorida, dan berbagai senyawa nitrosamin lainnya (Fajriwan, 1999). Karbon monoksida merupakan salah satu komponen gas hasil pembakaran rokok yang paling berbahaya. Daya ikatnya dengan hemoglobin 230 kali lebih kuat dibandingkan daya ikat zat asam sehingga dengan sejumlah besar ikatan COHb yang beredar, maka sel-sel jaringan dan organ tubuh menjadi kekurangan zat asam (Fajriwan, 1999). Partikel bukan gas dalam asap rokok antara lain tar, nikotin, uap air (Fajriwan, 1999), benzopiron, fenol, dan cadmium (Zavos et all., 1998). Tar merupakan komponen padat dalam asap rokok setelah dikurangi nikotin dan uap air, terdiri

dari zat kimia, diantaranya golongan nitrosamin, amin aromatik, senyawa alkan, asam karboksilat, logam (NI, As, Ra, Pb), selain itu juga sisa insektisida dan bambu-bambu tembakau dimana keseluruhan zat-zat di atas bersifat karsinogenik sehingga para perokok menghadapi resiko lebih besar menderita kanker (Fajriwan, 1999). 2.1.4. Efek rokok konvensional terhadap kesehatan Efek farmakologi nikotin terhadap berbagai sistem antara lain, sistem kardiovaskuler : meningkatkan tekanan darah, vasokonstriksi di kulit, takikardia; efek farmakologi nikotin terhadap sistem saraf otonom : stimulasi singkat yang diikuti depresi seluruh ganglia; efek farmakologi nikotin terhadap kelenjar adrenal : pengeluaran adrenalin; efek farmakologi nikotin terhadap susunan saraf pusat : stimulasi pusat muntah, vasomotor dan respirasi; efek nikotin juga akan berpengaruh terhadap pelepasan ADH, meninggalkan asam lemak bebas dalam serum serta meninggikan daya pengelompokan trombosit (Subroto, 1990). Nikotin juga dapat mengiritasi faring dan bronkus, menyebabkan bronkitis kronik dan emfisema, kekerapan pneumoni pasca bedah yang meninggi, infark miokard, iskemia oleh karena sklerosis koroner dini, penyakit Buerger, mortalitas ulkus peptikum meningkat, gangguan pertumbuhan janin, meningkatkan mortalitas prenatal, dan berbagai insiden terhadap timbulnya karsinoma (Subroto, 1990). Efek bahan kimia rokok terhadap sistem reproduksi menunjukkan adanya gangguan spermatogenesis pada mencit (Bizzaro et all., 2003), menghambat sel Leydig sehingga menghambat sekresi hormon testosteron (Pacifici et all., 1993),

merugikan proses spermatogenesis dan fertilisasi sperma (Yamamoto et all., 1998; Reddy et all., 1995), densitas, motilitas, viabilitas dan persentase normal morfologi sperma yang rendah (Merino et all., 1998; Chia et all., 1994). 2.2. Rokok Elektrik 2.2.1. Pengertian Rokok elektrik terlihat dan berfungsi seperti rokok konvensional biasa, akan tetapi tidak membakar sejumlah tembakau. Rokok elektrik secara umum memiliki baterai dan perangkat elektronik yang memproduksi asap atau semacam kabut. Kandungannya selalu berisi nikotin tetapi ada juga yang tidak memiliki kandungan nikotin sama sekali dan berisi propilen glikol (American Legacy Foundation, 2009). Asap yang dihasilkan rokok elektrik dihirup sebagaimana layaknya merokok konvensional dan sejumlah asap dilepaskan tetapi tidak berupa asap rokok. Beberapa jenis rokok elektrik juga mempunyai sejenis lampu kecil yang akan menyala pada saat rokok elektrik dihisap, menyerupai pembakaran yang terjadi pada rokok konvensional. Nikotin tersimpan di dalam beberapa jenis cartridge dan cartridge tersebut juga selalu memiliki kandungan zat kimia dan rasa tambahan, seperti misalnya rasa buah, coklat, permen dan kopi sehingga menghasilkan perbedaan rasa pada saat dihisap (Action on Smoking & Health Scotland, 2009). Cartridge dapat selalu diisi ulang dan isi ulang tersebut merupakan bagian dari perangkat rokok elektrik (American Legacy Foundation, 2009) dan demikian pula halnya dengan baterai yang dimiliki oleh rokok elektrik,

merupakan suatu baterai yang dapat diisi ulang kembali (Westenberger, 2009) dan saat dioperasikan, akan timbul panas yang dihasilkan oleh tenaga baterai yang selanjutnya akan memanaskan sejumlah cairan yang tersimpan di dalam cartridge untuk memproduksi asap yang akan dihisap oleh pengguna (Wollsheid dan Kremzner, 2009). Terdapat beberapa jenis rokok elektrik yang mempunyai kandungan konsentrasi nikotin yang berbeda-beda, antara lain : 16 mg nikotin, 11 mg nikotin, 6 mg nikotin dan 0 mg nikotin (European Commision, 2008) dan dikarakteristikkan pula berbagai kandungan nikotin tersebut dalam beberapa tingkatan, yaitu nol, rendah, sedang dan tinggi (Wollsheid dan Kremzner, 2009). a b Gambar 2. a; Rokok Elektrik, b; Cartridge Rokok Elektrik Gambar 3. Struktur Rokok Elektrik (Westenberger, 2009)

2.2.2. Sejarah rokok elektrik Rokok elektrik pertama sekali dibuat pada tahun 2004 di China oleh sebuah perusahaan di Beijing yang bernama Ruyan Grup. Mereka mengembangkan, mempatenkan dan meluncurkan produk rokok elektrik atau e-cigarette (Pauly et all., 2007). Rokok elektrik digunakan dengan memakai tenaga baterai yang dapat diisi ulang, berisi sirkuit mikroelektrik yang menguapkan cairan yang tersimpan di dalam sebuah cartridge dan memiliki sensor (Action on Smoking & Health Scotland, 2009). Di Inggris, produk rokok elektrik mulai populer sekitar tahun 2007 dan 2008 dan sampai saat ini, rokok elektrik telah terjual dan dipasarkan di lebih 25 negara seluruh dunia (Wollscheid dan Kremzer, 2009). 2.2.3. Kimiawi asap rokok elektrik Cartridge pada rokok elektrik berisi sintetis nikotin yang terlarut di dalam propilen glikol, air dan zat pemberi rasa, selain itu terdeteksi pula bahan tambahan berupa diethilen glikol (komponen anti pembekuan dan bersifat toksis pada manusia) dan nitrosamin (zat bersifat karsinogen) pada setengah dari sampel penelitian (Westenberger, 2009). Beberapa bahan yang merupakan komponen spesifik tembakau yang bersifat berbahaya bagi manusia (anabasine, myosamine, dan beta-nycotyrine) juga terdeteksi pada kandungan rokok elektrik (Westenberger, 2009). Observasi yang dilakukan oleh Alliance Technologies untuk melihat komposisi utama rokok elektrik dan konsentrasi relatif lainnya yang tersimpan di dalam cartridge termasuk juga asap yang diproduksi oleh rokok elektrik dengan menggunakan alat GC-FID (gas chromatography with a flame ionization

detector) menemukan bahwa propilen glikol, nikotin dan gliserin dijumpai pada cairan dan asap rokok elektrik (Alliance Technologies, 2009). Tergantung dari jenis cartridge rokok elektrik tersebut, setiap cartridge dapat memiliki kandungan antara 0 16 mg nikotin dengan variasi rasa yang dimiliki seperti rasa rokok konvensional dan dengan rasa buah-buahan, seperti apel, cherry, coklat, rasa permen, dan kopi (Westenberger, 2009; American Legacy Foundation, 2009). Berikut disampaikan hasil analisa kandungan kimiawi rokok elektrik seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Hasil Analisa Cartridge Rokok Elektrik (Westenberger, 2009)

Tabel 1. Lanjutan Tabel 2. Komposisi Cairan dan Asap Rokok Elektrik (Alliance Technologies, 2009) Composition Profile for Liquid and Vapor 20090399-01 Instead Zero Liquid 20090399-01 Instead Zero Vapor 20090399-02 Instead High Liquid 20090399-02 Instead High Vapor Propylene 72.9% 99.6% 69.6% 81.0% Glycol Diethylene nd nd nd nd Glycol Ethylene nd nd 3.9% 0.8% Glycol Nicotine nd nd 3.9% 0.8% Glycerin 27.1% 0.4% 26.5% 18.2% nd = not detected Method Detection level : Propylene Glycol = 1000ppm, Diethylene Glycol = 20ppm, Ethylene Glycol = 20ppm and Nicotine = 0.1% (1000ppm)

2.2.4. Efek rokok elektrik terhadap kesehatan Sampai saat sekarang ini, belum ada data yang dipublikasikan terkait keamanan penggunaan rokok elektrik (American Legacy Foundation, 2009) dan sangat sedikit sekali yang diketahui tentang rokok elektrik serta hanya beberapa laporan penelitian saja yang dipublikasikan (Henningfield dan Zaatari, 2009), oleh karena itu rokok elektrik tidak dapat dijual dan dipasarkan di Australia, Brazil, Canada, Denmark dan Switzerland (American Legacy Foundation, 2009). Rokok elektrik kemungkinan mempunyai resiko merugikan yang lebih kecil dibandingkan dengan rokok konvensional, tetapi rokok elektrik lebih berbahaya bila dibandingkan dengan perangkat inhalasi nikotin (Westenberger, 2009; World Health Organization, 2008). 2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kandung skrotum, epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1976). 2.3.1. Testis Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus semineferus. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus (Rugh, 1976).

Pada mencit jantan, gonad sewaktu embrio berdiferensiasi menjadi testis yang akan dibungkus oleh skrotum. Fungsi testis ini untuk menghasilkan hormon seks jantan yang disebut andogen dan juga menghasilkan gamet jantan yang disebut sperma. Di dalam testis terdapat dua komponen penting yaitu komponen spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen spermatogenesis terdiri dari sel germinal dan sel sertoli pada tubulus semineferus. Komponen interlobular terdiri dari sel interstesial Leydig dan jaringan peritubular serta sistem vascular dan limfatik (Russel et all., 1990). Lebih dari 90% testis terdiri dari tubulus semineferus yang merupakan tempat menghasilkan sperma. Tubulus tersebut tersusun berliku-liku di dalam testis dan sangat panjang. Pada mencit jantan muda struktur tubulus terdiri dari epithelium lembaga yang menghasilkan sel-sel spermatogonia dan sel sertoli. Pada jantan yang lebih tua spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer yang setelah pembelahan meiosis pertama tumbuh menjadi spermatosid sekunder haploid. Spermatosid sekunder akan menjadi spermatid yang menjalani spermatogenesis yang akhirnya akan menjadi sperma yang terdiri dari kepala, tubuh dan ekor (Nalbandov, 1990). 2.3.2. Struktur sel spermatozoa Sel sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tudung protoplasmik (galea kapitis). Galea kapitis biasanya larut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pengecatan. Bila bergerak, sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan dalam air. Bila mati, sperma akan terlihat datar dengan permukaan. Pada mencit, ujung

kepala sperma berbentuk kait. Leher dan ekor tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetapi tersusun dari 9-18 fibril yang dibungkus oleh satu selubung. Pada ujung ekor, selubung menghilang, fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang (Nalbandov, 1990). 2.3.3. Spermatogenesis Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan dirpoduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke-9 dan ke-10 kehamilan, sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke-11 dan ke-12) ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan proses identifikasi testis dapat dilakukan. Proses proliferasi dan diferensiasi berlangsung di daerah medulla testis. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dalam bagian genitalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran, sel tampak lebih besar, yaitu spermatogonia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis mencit sepanjang hidupnya dan terdapat 3 jenis spermatogonia : tipe A, tipe intermediate dan tipe B (Rugh, 1976). Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak

eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat melalui spermatogonia intermediate menjadi spermatogonia B yang lebih kecil, lebih banyak dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukan dalam membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di tengah. Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang. Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya waktu dari metafase spermatogonia menjadi profase meiosis sekitar 3 sampai 9 hari, menuju metafase kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama 7 hari atau lebih. Maka, waktu dari metafase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari (Rugh, 1976). Sel tipe A pertama kali muncul 3 hari setelah kelahiran. Ketika jumlahnya meningkat, sel germinal primordial yang merupakan asalnya dan kemudian berada di samping membran dasar akan berkurang jumlahnya. Pembelahan meiosis dalam testis mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama bahwa spermatogonia B akan metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit sekunder yang lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid. Mereka mengalami metamorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan jumlah yang sama, kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1976). Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase istirahat dan berakhir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam.

Tidak ada pembentukan DNA terjadi pada tahap akhir spermatogenesis. Proses spermatogenesis mencit pada dasarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus epitel semineferus selama 207±6 jam, dan 4 siklus yang mirip terjadi antara spermatogonia A dan spermatozoa matur. Testis dan khususnya spermatozoa matur, merupakan sumber hyaluronidase terkaya dan enzim ini efektif membubarkan sel cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel cumulus menuju matriks sel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulosa cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim melimpah (Rugh, 1976). 2.4. Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Clarkson dan Thompson, 2000). Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan, sehingga radikal bebas normalnya berdiri sendiri hanya dalam periode waktu yang singkat sebelum menyatu dengan atom lain. Simbol untuk radikal bebas adalah sebuah titik yang berada di dekat simbol atom (R ). ROS (Reactive Oxygen Species) adalah senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion (O 2 ), hydroxyl radicals (OH ), dan peroxyl radicals (RO 2 ). Yang nonradikal misalnya

hydrogen peroxide (H 2 O 2 ), dan organic peroxides (ROOH) (Halliwell and Whiteman, 2004). Senyawa oksigen reaktif ini dihasilkan dalam proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan menjadi energi. ROS yang paling penting secara biologis dan paling banyak berpengaruh pada sistem reproduksi antara lain superoxide anion (O 2 -), hydroxyl radicals (OH ), peroxyl radicals (RO 2 ) dan hydrogen peroxide (H2 O 2 ) (Tremallen, 2008). Bentuk radikal bebas yang lain adalah hydroperoxyl (HO 2 ), alkoxyl (RO ), carbonate (CO 3 - ), carbon dioxide (CO2 - ), atomic chlorine (Cl ), dan nitrogen dioxide (NO 2 ) (Halliwell dan Whiteman, 2004). 2.5. Malondialdehyde Salah satu senyawa yang dihasilkan oleh pemecah lipid peroksida adalah malondialdehyde (MDA) yang terbentuk akibat degradasi radikal bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya ditransportasi menjadi radikal bebas yang sangat reaktif (Suryohudoyo, 2000). Peroksidasi lipid ini dapat ditentukan secara tidak langsung dengan mengukur kadar MDA yaitu produk akhir peroksidasi lipid berupa senyawa dialdehida yang dapat diukur mengikuti tes standar Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS test). (Slater, 1984; Winarsi, 2007; Powers dan Jackson, 2008).

2.6..Mekanisme Kerja Radikal Bebas, Peroksidasi Lipid, dan Malondialdehyde Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sistem model dan dengan material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Bila radikal bebas diproduksi in vivo, atau in vitro di dalam sel melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi berbagai gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat dengan DNA, maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa terjadi mutasi atau sitotoksisitas. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida sehingga menyebabkan perubahan yang signifikan pada komponen biologi sel. Bila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak membran sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat terjadi dengan cara: (a) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim dan/atau reseptor yang berada di membran sel, sehingga merubah aktivitas komponen-komponen yang terdapat pada membran sel tersebut; (b) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan komponen membran sel, sehingga merubah struktur membran dan mengakibatkan perubahan fungsi membran dan/atau mengubah karakter membran menjadi seperti antigen; (c) radikal bebas mengganggu sistem transport membran sel melalui ikatan kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam lemak polyunsaturated; (d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi lipid secara langsung terhadap asam lemak polyunsaturated dinding sel. Radikal bebas akan

menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel. Peroksida-peroksida lipid akan terbentuk dalam rantai yang makin panjang dan dapat merusak organisasi membran sel. (Sikka et al., 1995). Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur dan fungsi membran (Slater, 1984; Powers dan Jackson, 2008). Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan komponen penting penyusun membran sel. Pengukuran tingkat peroksidasi lipid diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu MDA yang merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh dan yang bersifat toksik terhadap sel (Del Rio et all., 2005)