BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

Muchamad Ali Safa at

RechtsVinding Online

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

I. PARA PIHAK A. Pemohon Saul Essarue Elokpere dan Alfius Tabuni, S.E. (Bakal Pasangan Calon)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

PUTUSAN. Nomor 37/PHPU.A-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PHPU.D-XI/2013 Tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kota Serang

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PARA PIHAK A. Pemohon Drs. Sunjaya Purwadi,S.MSi. dan H. Tasiya Soemadi (Pasangan Calon Nomor Urut 2)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 168/PHPU.D-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENYUSUNAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

Transkripsi:

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Pemilu yang dimaksudadalah pemilu anggota Dewan PerwakilanRakyat (DPR), anggota Dewan PerwakilanDaerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E UUD 1945. Dengan demikian, kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus PHPU meliputi ketiga jenis pemilu tersebut. Namun, cakupan pengertian Pemilu sebagaimana alam Pasal 22 E tersebut mengalami perubahan dengan disahkannya UU Penyelenggaraan Pemilu yang dalam perkembangannya, Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) dinyatakan sebagai bagian dari rezim pemilu. Perubahan Pemilukada dari rezim pemerintahan daerah ke rezim Pemilu kemudian dikukuhkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda. 46 46 Meyrinda R. Hilipito, Progresivitas Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Penyelesaian Sengketa Pemilukada (The Constitutional Court s Progressive Decicions On Solving The Regional Head Election Dispute), Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2012. Hlm. Hlm. 59. 60

61 Pasal 236 C UU Pemda lalu mengamanatkan pengalihan wewenang memutus sengketa Pemilukada dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi dalam waktu 18 bulan sejak diundangkannya undang-undang tersebut. Pengalihan wewenang itu selanjutnya secara resmi dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi pada 29 Oktober 2008, dan sejak saat itu Perselisihan Hasil Pemilukada atau yang lebih dikenal dengan sengketa pemilukada menjadi bagian dari wewenang Mahkamah Konstitusi. Sejalan dengan pengalihan kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi kemudian membuat Peraturan Mahkamah Konstiutsi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah. Pada dasarnya Peraturan Mahkamah Konstiutsi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah, berfungsi sebagai pedoman beracara untuk mengisi kekosongan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dan melakukan penjabaran norma yang ada dalam UUD 1945. Sebagai sumber utama dari hukum acara yang berkenaan dengan sengketa pemilukada, ketentuan ini mengatur berbagai hal, antara lain seperti para pihak, baik pemohon ataupun termohon, dan objek perselisihan pemilukada. 47 Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah, disebutkan bahwa para pihak yang mempunyai 47 Ibid, hlm. 60.

62 kepentingan langsung dalam perselisihan hasil pemilukada adalah pasangan calon sebagai pemohon dan Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan provinsi atau Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan kabupaten/ kota sebagai termohon. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 13 P Peraturan Mahkamah Konstiutsi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah, terdapat 3 (tiga) bentuk putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim konstitusi pada sengketa pemilukada, yaitu : permohonan tidak dapat diterima (niet otvankelijk verklaard) apabila pemohon dan/ atau permohonan tidak memenuhi syarat; permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan (void ab initio) hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan provinsi atau Komisi Pemilihan Umum/Komisi Independen Pemilihan kabupaten/kota, serta menetapkan hasil perhitungan suara yang benar menurut Mahkamah; dan permohan ditolak apabila permohonan tidak beralasan. 2. Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Pasca Mahkamah Konstitusi mengabulkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013, maka hak untuk memutus sengketa hasil Pilkada tidak lagi menjadi kewenangan MK. Hal ini disebabkan karena Pasal 236C UU Pemda dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Kekuasaan Kehakiman dianggap inkonstitusional karena tidak sesuai dengan Pasal 22E

63 UUD NRI 1945. Pemilihan umum yang dimaksud dalam UUD NRI 1945 adalah pemilihan legislatif dan pemilihan presiden serta pemilihan wakil presiden, bukan Pilkada. Namun, MK masih berwenang mengadili perselisihan hasil Pilkada selama belum ada UU yang mengatur mengenai hal tersebut. Berdasarkan putusan Nomor : 97/PUU-XI/2013, MK memutus mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Pasal 236C UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki Kekuataan Hukum Mengikat. Dalam pertimbangannya MK menyatakan bahwa dengan menggunakan penafsiran sistematis dan original intent, yang dimaksud Pemilihan umum menurut UUD 1945 adalah pemilihan yang dilaksanakan sekali dalam 5 (lima) tahun untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden serta DPRD. Lebih lanjut MK menyatakan bahwa sudah tepat ketentuan Pasal 74 ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi yang menegaskan, perselisihan hasil pemilihan umum yang menjadi kewenangan MK yaitu perselisihan hasil Pemilu DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden. 48 Pasal 74 ayat (2) tersebut menentukan bahwa penyelesaian hasil pemilu hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilu yang 48 http://hariansib.co/view/hukum/29269/penyelesaian-sengketa-pemilukada-pasca-putusan- MK-Nomor-97-PUU-XI-2013.html, dikutip tanggal 10 Oktober 2016.

64 dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi: a. Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah; b. Penentuan Pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden/ Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden; c. Perolehan kursi partai politik pemilu di suatu daerah pemilihan. Jadi, berdasarkan putusan MK Pemilihan Kepala Daerah tidak termasuk dalam Rezim Pemilu akan tetapi kembali masuk dalam rezim Pemerintahan Daerah. Konsekuensinya MK tidak lagi berwenang untuk mengadili perselisihan hasil Pemilihan kepala daerah. Putusan tersebut menunjukkan inkonsistensi MK, dimana pada putusan terdahulu (putusan Nomor 072-073/PUU-II/2004), mayoritas hakim konstitusi secara tidak langsung telah menafsirkan bahwa penentuan pilkada sebagai bagian dari pemilihan umum merupakan kebijakan terbuka bagi pembentuk undangundang (opened legal policy), sehingga MK dapat berwenang untuk mengadili sengketa pilkada berdasarkan pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan DPR. Inkonsistensi putusan MK lebih lanjut juga dapat dilihat dalam putusan Nomor : 97/PUU-XI/2013, dimana dalam amar putusan point 1 dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 236 Huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) Huruf e Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

65 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Namun, dalam amar putusan point 2 dinyatakan MK berwenang mengadili perselisihan hasil pemilukada selama belum ada Undang-Undang yang mengatur mengenai hal tersebut. Disatu sisi MK memutus, kewenangan MK mengadili sengketa pemilukada inkonstitusional, namun dalam putusan yang sama dinyatakan juga bahwa kewenangan MK mengadili sengketa pemilukada konstitusional selama belum ada Undang-Undang yang mengatur mengenai hal tersebut. B. Eksistensi Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagaimana diuaikan sebelumnya bahwa Pasaca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi tidaka diberikan kewenangan untuk memutus sengketa hasil Pilkada. Namun setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang Undang Dikaitkan Dengan Kewenangan Mahkamah Konstitusi, memungkinkan Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengkete Pilkada, sebelum terbentukya peradilan khusus. Hal tersebut terlihat dalam ketentuan Pasal 157, yang menyatakan bahwa: 1) Perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus;

66 2) Badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak nasional; 3) Perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus; 4) Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi; 5) Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud padaayat (4) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota; 6) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud padaayat (5) dilengkapi alat bukti dan Keputusan KPU Provinsivdan KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara; 7) Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi; 8) Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil Pemilihan paling lama 45(empat puluh lima) hari sejak diterimanya permohonan;

67 9) Putusan Mahkamah Konstitusisebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan mengikat; 10) KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Menurut Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Wiryanto, mengatakan, hingga saat ini penyelesaian sengketa pilkada serentak 2017 mendatang masih ditangani MK. Pasalnya, kata dia, hingga saat ini belum ada badan peradilan khusus yang dibentuk untuk menangani sengketa pilkada. Sebelum ada badan peradilan khusus yang dibentuk untuk menangani sengketa pilkada, maka kewenangannya tetap diberikan kepada MK dan MK sudah siap, kata Wiryanto saat memberikan materi pada diskusi publik yang diselenggarakan Fakultas Hukum Unimal, Senin, 3 Oktober 2016.Dalam diskusi yang membahas mengenai penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) gubernur, bupati, dan wali kota melalui persidangan jarak jauh (video conference) itu juga disebutkan, terkait pembentukan Badan Peradilan Khusus Pemilu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) memang telah memberikan mandat. Mandat tersebut, kata Wiryanto, terdapat dalam Pasal 157 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Lalu, Pasal 157 ayat (2) berisi ketentuan badan peradilan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan pemilu serentak nasional. Selanjutnya ayat (3) menyebutkan perkara perselisihan penetapan

68 perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus. 49 Jadi jelaslah bahwa sebelum terbentuknya peradilan khusus, maka Mahkamah Konstitusi berhak untuk menyelesaikan sengketa Pilkada. Jadi, berkaitan dengan penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang Undang masih tetap dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi mengingat belum terbentuknya Pengadilan Khusus, hal tersebut terlihat dengan adanya persidangan Mahkamah Konstitusi Tanggal 7 Januari 2016, 50 yang mana Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah serentak dengan agenda sidang pendahuluan. Pada sidang hari pertama, Mahkamah Konstitusi mengagendakan persidangan atas 51 permohonan dari 147 permohonan sengketa hasil yang diterima. Adapun persidangan dibagi dalam tiga panel selama tiga hari. Karena hakim konstitusi berjumlah sembilan orang, setiap panel masing-masing diperkuat tiga hakim. Panel I menggelar pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan dari perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah di Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok 49 http://portalsatu.com/read/news/penyelesaian-sengketa-pilkada-masih-ditangani-mk- 18773, dikutip tanggal 15 November 2016. 50 http://print.kompas.com/baca/politik/2016/01/07/mk-mulai-sidangkan-sengketa-hasil- Pilkada, dikutip tanggal 12 November 2016.

69 Selatan, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Merauke. Panel II di antaranya menyidangkan perselisihan di Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Samosir, Kota Gunung Sitoli, Kota Medan, dan Kota Sibolga. Sementara itu, Panel III mengagendakan pemeriksaan pendahuluan terhadap perselisihan di Kabupaten Sungai Penuh, Provinsi Bengkulu, Kabupaten Lebong, Kabupaten Muko-Muko, Kabupaten Rejang Lebong, Kota Bandar Lampung, dan Kabupaten Cianjur. Dalam persidangan di panel II, anggota majelis hakim, Aswanto, saat mengklarifikasi permohonan sengketa PHP menyampaikan pesan kepada pemohon yang mengajukan dalil terjadi pelanggaran yang tersistematis, terstruktur, dan masif (TSM) untuk menjelaskan kapan mereka mengetahuinya, lalu langkah apa yang sudah mereka lakukan, serta respons apa yang mereka dapatkan dari penyelenggara pilkada.