BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths

BAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda

I. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB V PEMBAHASAN. Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Soil transmitted helminth (STH) merupakan cacing usus yang dapat. menginfeksi manusia dengan empat spesies utama yaitu Ascaris

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

PERBANDINGAN HASILTERAPI TABLET EKSTRAK BIJI PINANG (Areca cathecu L) PADA INVESTASI CACING USUS DI KECAMATAN MUMBULSARI- JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Helminthiasis atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dengan sekitar 4,5 juta kasus di klinik. Secara epidemiologi, infeksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang paling penting di seluruh

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam

Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro

UJI EFEK ANTELMINTIK EKSTRAK ETANOL BIJI PINANG (ARECA CATECHU) TERHADAP CACING ASCARIS LUMBRICOIDES DAN ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica l) Terhadap Cacing Gelang Babi (ascaris suum. L)

I. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS DAUN DAN INFUS BIJI PARE (Momordica charantia) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO

BAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro,

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

S. Ainnurrahmah, K. Widnyani Astuti, dan P. Oka Samirana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

Daya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN.

DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO ABSTRAK

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

cacing kremi. Pada kasus dimana diduga atau terbukti adanya penyakit cacing pita atau Strongyloides stercoralis, dosis 400 mg

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG INFEKSI KECACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda merupakan spesies cacing terbesar yang hidup sebagai parasit.

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT CACINGAN (HELMINTHIASIS) PADA WALI MURID SDN 1, 2, 3, DAN 4 MULYOAGUNG, KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

UJI EFEKTIVITAS ANTHELMINTIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO

Uji Daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) sebagai Anthelmintik Terhadap Ascaris suum secara in vitro

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS SEDIAAN SOLIDA. Arjun Nurfawaidi FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale. Infeksi Soil-transmitted helminth (STH) masih menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan di masyarakat Indonesia. Peta infeksi STH di Indnesia berdasarkan data tahun 2002 menunjukkan bahwa sebagian besar daerah Indonesia diduga memiliki angka prevalensi STH lebih dari 20%, selain itu berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 masih terdapat 195 juta dari 237 juta penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemik STH (Kementerian Kesehatan RI dan WHO, 2012). Ada banyak faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi STH, di antaranya adalah keberadaan telur dan larva cacing pada tanah, kondisi sanitasi yang buruk, dan kebiasaan anak bermain di tanah yang lama (Sumanto, 2010). Hal ini didukung dengan temuan sampel tanah yang menunjukkan bahwa 58,8% tanah mengandung telur cacing 1

2 (Arif & Iqbal, 2005 cit. Sumanto, 2010). Kondisi sanitasi yang buruk juga masih menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia sehingga semakin besar pula kemungkinan tersebarnya penyakit infeksi STH di Indonesia(Winters et al., 2014). Salah satu spesies cacing yang termasuk kelompok STH adalah Ascaris lumbricoides. Penyakitnya disebut askariasis. Cacing ini merupakan cacing yang paling umum menginfeksi manusia, terutama di daerah tropis seperti Indonesia (Dent & Kazura, 2011). Antihelmintik menjadi strategi WHO tahun 2011 2020 dalam memberantas infeksi STH (WHO, 2012). Antihelmintik utama selama ini adalah albendazole (400 mg) atau mebendazole (500mg) yang terbukti efektif mengatasi askariasis (Schleiss & Chen, 2011). Di Indonesia, penatalaksanaan askariasis dengan pirantel pamoat 10 mg/kg BB dosis tunggal juga menjadi pilihan disamping albendazole dan mebendazole (IDI, 2013). Pengobatan dengan antihelmintik sintesis tersebut bisa menimbulkan efek samping seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri perut (Schleiss & Chen, 2011). Harga obat di Indonesia juga tergolong mahal, menyebabkan kurangnya akses masyarakat terhadap obat (Siahaan & Sasanti, 2008). Di samping itu memenurut

3 Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004, 32,87% masyarakat Indonesia masih menggunakan obat tradisional dalam mengatasi penyakit(idward, 2012). Hal ini menjadi penting untuk dilakukannya penelitian pada tanaman herbal yang merupakan salah satu bentuk obat tradisional sebagai alternatif antihelmintik askariasis. Tanaman pare (Momordica charantia L.) merupakan salah satu tanaman herbal yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas, baik untuk dikonsumsi sebagai sayur, lalapan ataupun tanaman obat pada infeksi kecacingan. Tanaman ini terdapat hampir di setiap daerah di Indonesia. Buah pare telah dikenal sebagai alternatif antihelmintik infeksi kecacingan, baik pada hewan maupun pada manusia, diduga karena kandungan senyawa saponin, alkaloid dan tanin (Kumar et al., 2010; Muley et al., 2012). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak buah pare menggunakan pelarut air dengan konsentrasi 3% mempunyai efek antihelmintik pada cacing Ascaridia galli yang diuji secara in vitro (Shahadat et al., 2008), namun penelitian ini belum cukup untuk menentukan efek antihelmintik buah pare dikarenakan belum adanya informasi mengenai Lethal Concentration

4 (LC) dan Lethal Time (LT). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek antihelmintik buah pare. Peneltian daya antihelmintik buah pare dengan menggunakan pelarut air diperlukan untuk melarutkan kandungan alkaloid, saponin dan tanin yang dapat larut dalam pelarut air (Dewi et al., 2013), sehingga buah pare dibuat dalam sediaan infus. Penelitian daya antihelmintik pada A. lumbricoides dewasa membutuhkan proses yang sulit karena cacing harus dikeluarkan dalam keadaan hidup dari tubuh penderita tanpa pengaruh obat. Karena itu penelitian perlu dilakukan dengan menggunakan cacing gelang ayam spesies Ascaridia galli yang sifatnya mirip dengan cacing A. lumbricoides. I.2 Perumusan Masalah 1. Apakah infus buah pare (Momordica charantia L.) memiliki daya antihelmintik terhadap cacing dewasa A. galli in vitro? 2. Berapakah konsentrasi yang dibutuhkan infus buah pare dalam membunuh 50% dan 90% cacing dewasa A. galli in vitro(lc 50 dan LC 90 )?

5 3. Apakah terdapat perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh cacing dewasa A. galli in vitro (LT) antara infus buah pare dengan albendazole 0,75%? I.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui daya antihelmintik infus buah pare (Momordica charantia L.) terhadap cacing dewasa A. galli in vitro. 2. Mengetahui konsentrasi yang dibutuhkan infus buah pare dalam membunuh 50% dan 90% cacing dewasa A. galli in vitro(lc 50 dan LC 90 ). 3. Mengetahui perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh cacing dewasa A. galli in vitro (LT) antara infus buah pare dengan albendazole 0,75%. I.4 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah mengenai efek antihelmintik buah pare (Momordica charantia L.) terhadap cacing A. galli in vitro agar menjadi dasar untuk mengkaji buah pare lebih lanjut sebagai alternatif antihelmintik askariasis. Penelitian ini juga memberikan manfaat aplikatif sebagai informasi kepada masyarakat sehingga

6 masyarakat bisa mempertimbangkan buah pare sebagai alternatif pengobatan askariasis. I.5 Keaslian Penelitian Penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain: 1. Penelitian tentang efek antihelmintik pada ekstrak ethanol dan air dari buah Momordica charantia (Muley et al., 2012). Penelitian ini menunjukkan adanya efek antihelmintik buah pare pada cacing tanah Pherentima postuma dan didapatkan konsentrasi paling efektif pada 160 mg/ml untuk masing-masing ekstrak dengan lama waktu ekstrak ethanol 11 menit 48 detik dan ekstrak air 13 menit 45 detik. Penelitian ini tidak dicobakan pada cacing A. galli. 2. Penelitian tentang perbandingan efikasi ekstrak air buah pare dan ivermac dengan efek pada beberapa parameter darah dan berat badan ayam yang terinfeksi cacing A. galli (Shahadat et al., 2008). Pada penelitian ini juga dilakukan uji in vitro pada cacing A. galli menggunakan ekstrak air buah pare 3% dan menunjukkan kematian pada 6 dari 24 cacing dengan pengamatan

7 pada 4 jam dan 12 jam setelah diberi perlakuan. Penelitian ini tidak mencobakan ekstrak buah pare pada berbagai konsentrasi dan tidak memberikan informasi LC dan LT. 3. Penelitian tentang uji daya antihelmintik infus daun dan infus biji pare (Momordica charantia) terhadap cacing gelang ayam (A. galli) secara in vitro (Kendyartanto, 2008). Penelitian ini menguji efek antihelmintik infus daun dan infus biji pare dengan konsentrasi 10 gram/100ml, 20 gram/100ml dan 40 gram/100ml. Penelitian ini membuktikan bahwa infus daun dan infus biji pare pada berbagai konsentrasi memiliki efek antihelmintik dengan LC 100 dan LT 100 infus daun berturut-turut adalah 33,921gram/100ml dan 23,314 jam. LC 100 dan LT 100 infus biji berturutturut adalah 31,578gram/100ml dan 33,793 jam. Penelitian ini belum mencoba uji anthelmintik infus buah pare pada berbagai variasi konsentrasi.