ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYTEM PADA LINK STO GEGERKALONG KE PERUMAHAN CIPAKU INDAH Analysis Implementation Fiber to the Home (FTTH) Devices with Optisystem on the STO Gegerkalong to Cipaku Indah Residence Agatha Rizka Prassiwi rizkagatha@students.telkomuniversity.ac.id Abstrak Kebutuhan masyarakat akan layanan akses yang cepat semakin meningkat, karena perkembangan teknologi yang semakin pesat. Untuk mendapatkan layanan akses yang cepat, dibutuhkan media akses yang memiliki bandwidth yang cukup. Serat optik merupakan salah satu media transmisi yang memiliki bandwidth yang besar dan dapat mentransmisikan data yang besar dengan kecepatan tinggi Pada pertengahan 2014 PT Telkom dan PT INTI bekerjasama dalam pelaksanaan proyek TITO, yaitu proyek implementasi FTTH ke perumahan-perumahan yang ada di Bandung salah satunya di sekitar perumahan jalan cipaku indah. Pada penelitian ini dianalisa kinerja jaringan FTTH STO Gegerkalong ke Perumahan Cipaku Indah berdasarkan analisis Bit Eror Rate (BER), Q-Factor dan Receive Power. Jaringan FTTH di perumahan Cipaku Indah telah terpasang perangkat GPON yaitu 1 ODC, 54 ODP dan 227 ONT dengan total pelanggan sebanyak 227 user. Parameter-parameter dihitung untuk kelayakan sistem permormance yang disimulasikan pada OptySystem. Untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan nilai BER downstream sebesar 1,11009x10-45 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10-9. Parameter performasi sistem Q-factor pada downstream sebesar 14,1375 dan upstream sebesar 349,823, Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -23 dbm, hasil perhitungan menggunakan Optisystem untuk pelanggan terjauh Receive Power menunjukan angka sebesar -20,342 dbm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak. 1. Pendahuluan Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan perkembangan teknologi yang semakin pesat berpengaruh pada kebutuhan masyarakat akan layanan akses yang cepat. Jaringan akses tembaga masih belum dapat menampung kapasitas bandwidth yang besar dan berkecepatan tinggi, tetapi dengan adanya serat optik yang berfungsi sebagai media transmisi sangat membantu dalam meningkatkan kualitas layanan. Perumahan Cipaku Indah merupakan perumahan yang terletak di Bandung dan sudah teriimplementasi jaringan FTTH. Sentral yang digunakan adalah sentral Gegerkalong. Jaringan FTTH di Jalan Cipaku Indah termasuk masih baru karena sebelumnya masih menggunakan jaringan tembaga. Pada penelitian ini membahas tentang aspek desain perencanaan jaringan optik untuk layanan triple play dengan menggunakan teknologi GPON dimana teknologi jaringan FTTH pada STO Gegerkalong ke Perumahaan Cipake Indah dengan parameter uji berupa nilai Bit Eror Rate (BER), Q-Factor dan Receive Power. 2. Dasar Teori 2.1 Serat Optik Serat Optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi. Struktur dasar serat optik terdiri dari tiga bagian yaitu core (inti), cladding (kulit) dan coating (mantel).
2.2 Arsitektur Jaringan Lokal Akses Fiber Gambar 2.1 Struktur Serat Optik Sistem jarlokaf paling sedikit memiliki dua buah perangkat opto-elektronik yaitu satu perangkat opto-elektronik di sisi sentral dan satu perangkat di sisi pelanggan selanjutnya disebut Titik Konversi Optik (TKO). Perbedaan letak TKO menimbulkan modus aplikasi atau arsitekturr jarlokaf yang berbeda pula yaitu: 1. Fiber To The Building (FTTB) TKO terletak di dalam gedung dan biasanya terletak pada ruang telekomunikasi basement. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga indoor. FTTB dapat dianalogikan dengan Daerah Catu Langsung (DCL) pada jaringan akses tembaga. 2. Fiber To The Zone (FTTZ) TKO terletak di suatu tempat di luar bangunan, baik di dalam kabinet maupun manhole. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga hingga beberapa kilometer. FTTZ dapat dianalogikan sebagai pengganti RK. 3. Fiber To The Curb (FTTC) TKO terletak di suatuu tempat di luar bangunan, baik di dalam kabinet, di atas tiang maupun manhole. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga hingga beberapa ratus meter. FTTC dapat dianalogikan sebagai pengganti KP. 4. Fiber To The Home (FTTH) TKO terletak di rumah pelanggan. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga indoor atau IKR hingga beberapa puluh meter. FTTH dapat dianalogikan sebagai pengganti Terminal Blok (TB). 2.3 Gigabit Passive Optical Network (GPON) GPON merupakan teknologi FTTx yang dapat mengirimkan informasi sampai ke pelanggan menggunakan kabel optik dan juga menggunakan perangkat pasif splitter. Prinsip kerja dari GPON ketika data atau sinyal dikirimkan dari OLT, maka ada bagian yang bernama splitter yang berfungsi untuk memungkinkan serat optik tunggal dapat mengirimkan ke bagian ONU, untuk ONU sendiri akan memberikan data-data dan sinyal yang diinginkan pelanggan, Gambar 2.2 Arsitektur GPON 2.4 Parameter Kelayakan Hasil Penelitian 1. Bit Error Rate (BER) Bit error rate merupakan laju kesalahan bit yang terjadi dalam mentransmisikan sinyal digital. Sensitivitas merupakan daya optik minimum dari sinyal yang datang pada bit error rate yang dibutuhkan. Kebutuhan akan BER berbeda-beda pada setiap aplikasi, sebagai contoh pada aplikasi komunikasi membutuhkan BER bernilai 10-10 atau lebih baik, pada beberapa komunikasi data membutuhkan BER bernilai sama atau lebih baik dari 10-12. BER untuk system komunikasi optik sebesar 10-9. Faktor-faktor yang mempengaruhi BER antara lain noise, interferensi, distorsi, sinkronisasi bit, redaman, multipath fading, dll.
2. Q-Factor Q-Factor adalah faktor kualitas yang akan menentukan bagus atau tidaknya kualitas suatu link atau jaringan DWDM. Dalam sistem komunikasi serat optik khususnya GPON, minimal ukuran Q- Factor yang bagus adalah 6, atau 10-9 dalam Bit Error Rate (BER) 3. Perancangan Jaringan dan Simulasi 3.1 Diagram Alir Perancangan Pada penelitian performansi jaringan FTTH yang terimplementasi di kota Bandung yaitu pada link STO Gegerkalong ke Perumahan Cipaku Indah. Berikut diagram alir untuk proses penelitian ini : Gambar 3.1. Diagram Alir Perancangan Analisis performansi dilakukan dengan menggunakan perhitungan parameter Bit Eror Rate (BER), Q- Factor dan Receive Power. Kemudian dilakukan simulasi jaringan dengan menggunakan Optisystem untuk melihat kondisi ideal jaringan. Parameter-parameter tersebut disesuaikan dengan standar ITU-T dan juga PT. Telkom. 3.2 Perancangan Jaringan 3.2.1Perancangan Jaringan FTTH di Perumahan Cipaku Indah Jaringan optik FTTH yang telah terimplementasi pada Perumahan Cipaku indah seperti beikut: Gambar 3.2 Konfigurasi FTTH yang digunakan Jenis passive splitter 1:4 untuk membagi daya keluaran sedangkan 2 passive splitter 1:8 akan diteruskan ke unit pelanggan (ONT). Jaringan FTTH di perumahan Cipaku Indah telah terpasang perangkat GPON yaitu 1 unit ODC, 54 unit ODP dengan total pelanggan yang telah terinstalasi sampai dengan unit pelanggan yaitu sebanyak 227 ONT. Sedangkan jumlah layanan triple play pada Perumahaan Cipaku Indah dengan total pelanggan sebanyak 227 user.
3.2.2Perancangan Letak OLT ke ODC Dari perancangann jaringan FTTH yang sudah dilakukan, sebelum membuat simulasi konfigurasi Downlik dan Upstream dengan menggunakan Optisystem dilakukan perancangan letak OLT dan ODC di Perumahan Cipaku Indah. Perancangan ini berguna untuk mengetahui jarak terjauh perangkat ONT ataupun pelanggan yang akan gunakan sebagai acuan pada simulasi Optisystem. Dengan jarak antara OLT ke ODC adalah 3.1 Km dan jarak antara ODP ke ONT adalah 2.7 Km Gambar 3.3 STO Gegerkalong Perumahan Cipaku Indah 3.3 Simulasi pada Optisystem 3.3.1Konfigurasi Downstream Gambar 3.4 Konfigurasi Downstream
Gambar 3.5 BER Analyzer dan Q-factor pada konfigursi Downstream Gambar 3.6 Daya Terima pada Konfigurasi Downstream Berdasarkan hasil simulasi perancangan tersebut didapatkan nilai BER 1,11009x10-45. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai BER ideal transmisi serat optik yaitu 10-9. Nilai Q-Factor sebesar 14,1375 lebih tinggi dari nilai Q Factor ideal tranmisi serat opyik yaitu 6. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah 20,342 dbm. 3.3.2Konfigurasi Upstream Gambar 3.7 Konfigurasi Upstream
Gambar 3.8 BER Analyzer dan Q-Factor pada konfigursi Upstream Berdasarkan hasil simulasii perancangan tersebut didapatkan nilai BER adalah 0 Nilai Q-Factor sebesar 349,823 lebih tinggi dari nilai Q Factor ideal tranmisi serat opyik yaitu 6. Daya terima yang terukur pada Optical Power Meter (OPM) adalah 6,542 dbm. 3.4 Analisis Hasil Perancangan Gambar 3.9 Daya Terima pada Konfigurasi Upstream Berdasarkan simulasi perancangan dengan menggunakan Optisystem untuk parameter performansi sistem yaitu BER yang dihasilkan dari simulasi OptiSystem, didapatkan nilai BER downstream sebesar 1,11009x10-45 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan untuk optik yaitu 10-9. Parameter performasi sistem Q-factor pada downstream sebesar 14,1375 dan upstream sebesar 349,823, Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. Dengan sensitifitas perangkat ONT sebesar -28 dbm, hasil perhitungan menggunakan Optisystem untuk pelanggan terjauh Receive Power menunjukan angka sebesar -20,342 dbm sehingga dapat dikatakan pengujian implementasi ini layak. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada obyek perencanaan jaringan akses serat optik di Perumahan Cipaku Indah dengan jarak calon pelanggan terjauh adalah 3,926 km, dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan simulasi pada Optisystem didapat nilai BER untuk konfigurasi downstream sebesar 1,11009x1010-45 dan untuk upstream sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan kedua nilai tersebut memenuhi nilai minimum BER yang ditentukan unutk optik yaitu 10-9. 2. Berdasarkan simulasi pada Optisystem didapat nilai -factor pada downstream sebesar 14,1375 dan upstream sebesar 349,823, dimana Q factor dapat dikatakan memenuhi standar karena baik downstream maupun upstream menunjukan dilai diatas 6 pada Q factor agar dapat dikatakan baik. 4.2 Saran 1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat performansi jaringan secara detail, akurat dan dilakukan secara berkala di lapangan 2. Diharapkan juga memasukkan faktor ekonomi berupa biaya perancangan.
Daftar Pustaka [1] Fiber Optic Association, Inc, FTTH PON Types, California USA, 2015. [2] Ayu P, Indah. Suweni Muntini, Melania. (2013). Analisis Pengaruh Jari-Jari dan Jumlah Lilitan Terhadap Rugi Daya pada Serat Optik Menggunakan Oprical Spectrum Analyzer. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November [3] Eeza, Yorashaki Martha. (2011). Analisis Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik DWDM PT. Telkom Indonesia, Tbk. Link Jakarta Banten. Depok: Universitas Indonesia.