PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI Krista Yitawati 1) 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Mediasi dalam hubungan industrial merupakan bagian dari alternatif penyelesaian perselisihan hubungan industrial diluar pengadilan. Mediasi hubungan industrial melingkupi penyelesaian terhadap perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi dilakukan jika perundingan secara bipartit gagal, maka salahsatu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan. Setelah menerima pencatatan, ditawarkan kepada para pihak untuk memilih penyelesaian konsiliasi atau arbitrase. Kecuali dalam hal perselisihan hak yang hanya dapat diselesaikan melalui mediasi dan perselisihan PHK yang hanya menjadi kewenangan dari lembaga mediasi dan konsiliasi. Kata kunci : Perselisihan, Hubungan Industrial, Mediasi. Abstract Mediation in industrial relations is part of an alternative settlement of industrial disputes outside the court. Mediation of industrial relations encompasses the settlement of rights disputes, interest disputes, dismissal disputes and disputes between trade unions / labor unions. The purpose of this research is to know and analyze the process of settling industrial relations disputes through mediation. The research method used by the writer is the normative juridical research method. The settlement of industrial relations through mediation shall be conducted if bipartite negotiations fail, then either or both parties shall record their dispute to the responsible agency in the field of manpower. Upon receipt of the record, it is offered to the parties to choose a conciliation or arbitration settlement. Except in cases of rights disputes that can only be resolved through mediation and dismissal disputes that are only authorized by mediation and conciliation agencies. Keywords: Disputes, Industrial Relations, Mediation. YUSTISIA MERDEKA: Jurnal Ilmiah Hukum Volume 3 Nomor 1 Maret 2017; ISSN : 2407-8778
Krista Yitawati PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hubungan Industrial menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 16 yaitu : suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1 Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa disuatu perusahaan. Hubungan tgersebut harus diciptakan sedemikian rupa agar aman, harmonis, serasi dan sejalan agar perusahaan dapat terus meningkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan para pihak yang terkait. Namun, tidak dapat dipungkiri perselisihan antar pihak yang terkait dalam suatu perselisihan masih sering terjadi sehingga banyak timbul permasalahan mengenai perselisihan hubungan industrial. Pengertian dari perselisihan hubungan industrial telah tercantum secara jelas dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan 1 Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut diatas maka terdapat 4 macam/jenis perselisihan hubungan industrial yaitu Perselisihan mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Realita yang terjadi sekarang ini menggambarkan bahwa tidak selalu hubungan industrial berjalan dengan baik dan lancar. Setiap hubungan industrial akan terjadi perbedaan pendapat maupun kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh yang dapat menimbulkan suatu perselisihan/ konflik. Pengusaha memberikan kebijakan yang menurutnya benar tetapi pihak pekerja/ buruh menganggap bahwa kebijakan yang telah ditetapkan oleh pengusaha tersebut merugikan mereka. Hal ini yang terkadang menjadi awal dari terjadinya perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang terjadi sebenarnya dapat diselesaikan oleh para pihak yang berselisih melalui perundingan bipatrit yaitu musyawarah antara pekerja dengan pengusaha. Namun, karena para pihak tidak ada yang bersedia mengalah sehingga cara penyelesaian tersebut tidak mampu menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Terdapat beberapa lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika tidak terdapat kesepatan secara bipartite yaitu melalui mediasi, konsiliasi, arbitrase dan lembaga pengadilan hubungan industrial. dan salah satu media penyelesaian perselesihan hubungan industrial yang berwenang 70 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi menyelesaiakan semua jenis perselisihan hubungan industrial adalah dengan cara mediasi. Penyelesaian sengketa dengan mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut pertama, merupakan proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan, kedua, pihak ketiga netral yang disebut sebagai mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersangkutan di dalam perundingan, ketiga, mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari jalan keluar penyelesaian atas masalahmasalah sengketa, keempat, mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama proses perundingan berlangsung, dan kelima, tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. 2 Mediator yang netral mengandung pengertian bahwa mediator tidak berpihak (impartial), tidak memiliki kepentingan dengan perselisihan yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan atau dirugikan jika sengketa dapat diselesaikan atau jika mediasi menemui jalan buntu (deadlock). 3 Hal tersebut penting agar hasil dari mediasi tersebut dapat membawa keadilan terhadap para pihak yang berselisih. Berdasarkan ketentuan yang berlaku umum, penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak terdapat unsur paksaan antar para pihak dan mediator, para pihak meminta secara sukarela kepada mediator untuk membantu 2 Absori, 2010, Hukum Ekonomi Indonesia: Beberapa Aspek Bidang Pengembangan pada Era Liberalisasi Perdagangan, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal. 203-204. 3 Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: Penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal.14 penyelesaian konflik yang terjadi. Oleh karena itu, mediator hanya berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang berselisih. Sebagai pihak yang berada di luar pihak yang berselisih, mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, mediator berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa. Setelah mengetahui duduknya perkara mediator dapat menyusun proposal penyelesaian yang ditawarkan kepada para pihak yang berselisih. Mediator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi di antara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang sama-sama menguntungkan (win-win). Jika proposal penyelesaian yang ditawarkan mediator disetujui, mediator menyusun kesepakatan itu secara tertulis untuk ditandatangani oleh kedua pihak. 4 Untuk menghindari adanya perselisihan dalam hubungan industrial diperlukan peran pihak-pihak yang terkait. Dalam proses produksi di perusahaan pihak-pihak yang terlibat secara langsung adalah pekerja/ buruh dan pengusaha, sedangkan pemerintah termasuk sebagai para pihak dalam hubungan industrial karena berkepentingan untuk terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat keberhasilan suatu usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan 4 Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 1. Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 71
Krista Yitawati masyarakat. 5 Untuk mencapai produktivitas yang diinginkan, semua pihak yang terlibat dalam proses produksi terutama pengusaha, perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Hubungan industrial yang kondusif antara pengusaha dan pekerja menjadi kunci utama untuk menghindari terjadinya PHK, meningkatkan kesejahteraan pekerja, serta memperluas kesempatan kerja baru untuk menanggulangi pengangguran di Indonesia. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut bagaimanakah proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi? Tujuan Masalah Tujuan dari penelitian dalam jurnal ini adalah untuk mengtahui dan menganalisis proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan dilakukan dalam mengkaji penelitian ini yang merupakan metode penelitian hukum normatif yaitu untuk menemukan hukum konkret yang sesuai untuk diterapkan guna menyelesaikan suatu permasalahan hukum tertentu. 6 Yaitu untuk dapat memperoleh bahan hukum guna mengetahui dan menganalisis permasalahan yang timbul terkait pencemaran nama baik melalui media sosial. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 7 Fakta yang ada dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan yang masih berlaku. Undang-undang dan regulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Thaun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan industrial (PPHI). Setelah metode pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan yang digunakan selanjutnya adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrindoktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. 8 Dalam penulisan ini, pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan adalah pandangan-pandangan dan doktrindoktrin yang terkait dengan permasalahan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Untuk memecahkan rumusan masalah dalam penelitian ini, diperlukan adanya sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai kekuasaan. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan- 5 Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 127. 6 Rony Hanintyo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 10 7 Peter Mahmud Marzuki, 2007,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93. 8 Ibid., h. 95. 72 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Thaun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Selain menggunakan bahan-bahan hukum primer, penelitian ini juga menggunakan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain buku-buku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, serta komentar-komentar para ahli atas putusan pengadilan. Khususnya yang berkaitan dengan kasus pencemaran nama baik. Prosedur pengumpulan bahan hukum untuk penelitian ini dilakukan dengan cara inventarisasi dan kategorisasi. Sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dikategorikan. Selanjutnya, sumber bahan hukum yang telah dikumpulkan dan dikategorikan tersebut berdasarkan cara studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari pendapat para ahli yang tertuang dalam bukubuku literatur, kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan majalah hukum. Apabila berkaitan dengan rumusan masalah yang sedang dibahas dapat dilakukan pengutipan jika diperlukan. Dalam penelitian ini, semua bahan hukum, baik sumber bahan hukum primer maupun sumber bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menganalisis ketentuanketentuan hukum sebagai suatu hal yang umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. HASIL DAN PEMBAHASAN Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. 9 Pihak-pihak yang berselisih dalam hubungan industrial adalah : 1. Pengusaha dengan pekerja/buruh; atau 2. Pengusaha dengan serikat pekerja/ serikat buruh. Terdapat empat jenis Perselisihan Hubungan Industrial yaitu : 1. Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 2. Perselisihan Kepentingan yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. 9 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 73
Krista Yitawati 4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Satu Perusahaan yaitu perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan Pembagian perselisihan hubungan industrial menjadi beberapa klasifikasi mensyarat kan pengetahuan dalam membedakan jenis perselisihan. Pengetahuan ini menjadi penting dengan mengingat bahwa perbedaan perselisihan tersebut akan berdampak pada jenis lembaga penyelesaian perselisihan yang akan ditempuh oleh para pihak yang berselisih Ada 4 jenis lembaga Penyelesaian Perselisihan HI yaitu 1. Mediasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral. 2. Konsiliasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Konsiliator yang netral. 3. Arbitrase Hubungan Industrial yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. 4. Pengadilan Hubungan Industrial yaitu pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Hubungan Industrial menganut prinsip : a. Musyawarah Penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat secara Bipartit adalah wajib b. Bebas memilih lembaga penyelesaian perselisihan Para pihak untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, berdasarkan kesepakatan bebas memilih lembaga Arbitrase, Konsiliasi, ataupun mediasi, untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi c. Cepat, tepat, adil dan murah 1) Cepat, tidak memakan waktu yang lama yaitu 140 hari kerja 2) Tepat, para pihak dapat memilih proses penyelesaian melalui arbitrase, konsiliasi atau mediasi 3) Adil, pihak yang berselisih dapat menempuh upaya hukum sampai dengan ke MA 4) Murah, gugatan yang diajukan ke PHI dengan tuntutan maksimal Rp.150.000.000,- dibebaskan dari biaya perkara (prodeo) Dalam proses penyelesaian di luar pengadilan terdapat beberapa lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial 74 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yaitu lembaga perundingan bipartite, lembaga konsiliasi, lembaga arbitrase, lembaga mediasi dan pengadilan hubungan industrial. Masing-masing lembaga ini mempunyai kewenangan absolut yang berbeda dalam menyelesaikan empat jenis perselisihan hubungan industrial. 10 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial : 1. Proses penyelesaian di luar pengadilan 2. Proses penyelesaian di pengadilan Empat jenis lembaga penyelesaian hubungan industrial diluar pengadilan yaitu : 1. Penyelesaian melalui Bipartit a. Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. b. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. c. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. 1) Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian 10 Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: PT Indeks, hal. 221-222. melalui perundingan bipartit telah dilakukan. 2) Apabila bukti-bukti tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. 3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. 4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. 5) Setiap perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan sekurang-kurangnya memuat: a) nama lengkap dan alamat para pihak; b) tanggal dan tempat perundingan; c) pokok masalah atau alasan perselisihan; d) pendapat para pihak; e) kesimpulan atau hasil perundingan; dan f) tanggal serta tandatangan para pihak Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 75
Krista Yitawati yang melakukan perundingan. d. Dalam hal musyawarah dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. 1) Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. 2) Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. 3) Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama. 4) Apabila Perjanjian Bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. 5) Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi. 2. Penyelesaian Melalui Mediasi a. Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. b. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. c. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. d. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka: 1) mediator mengeluarkan anjuran tertulis; 2) anjuran tertulis tsb. dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; 3) para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; 76 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi 4) pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis; 5) dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dilakukan sebagai berikut: a) Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama; b) apabila Perjanjian Bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. c) dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi. 6) Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. a) Penyelesaian perselisihan tersebut dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. b) Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. 3. Penyelesaian Melalui Konsiliasi a. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. b. Penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. c. Penyelesaian oleh konsiliator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 77
Krista Yitawati d. Para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. e. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama. f. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. g. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka: 1) konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis; 2) anjuran tertulis tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; 3) para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; 4) pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis; 5) dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. 6) Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri setempat 7) Penyelesaian perselisihan dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak. 8) Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. 4. Penyelesaian Melalui Arbitrase a. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. b. Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri. 78 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi c. Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. d. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. e. Kesepakatan para pihak yang berselisih dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. f. Para pihak yang berselisih dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal sebanyakbanyaknya 3 (tiga) orang. 1) Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal, maka para pihak harus sudah mencapai kesepakatan dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja tentang nama arbiter dimaksud. 2) Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal, masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase. 3) Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal, maka atas permohonan salah satu pihak Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri. g. Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. h. Pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. i. Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja. j. Pemeriksaan perselisihan hubungan industrial oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain. k. Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus. l. Apabila pada hari sidang para pihak yang berselisih atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, maka arbiter atau majelis arbiter dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas arbiter atau majelis arbiter dianggap selesai. m. Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya. Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 79
Krista Yitawati n. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. o. Apabila perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. p. Akta Perdamaian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian. q. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Akta Perdamaian, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi. r. Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. s. Dalam persidangan arbitrase para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis maupun lisan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter. t. Arbiter atau majelis arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter. u. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap. v. Putusan arbitrase didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. w. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. 5. Penyelesaian di Pengadilan a. Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. b. Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada pengugat. c. Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan. d. Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima gugatan harus sudah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1 (satu) orang Hakim sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-Hoc sebagai Anggota Majelis yang memeriksa 80 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi dan memutus perselisihan. e. Untuk membantu tugas Majelis Hakim ditunjuk seorang Panitera Pengganti. f. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambatlambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama. g. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. h. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambatlambatnya 14 (empat belas) hari kerja. Dari semua jenis lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mediasi adalah jenis lembaga penyelesaian yang paling diminati. Mediasi yang berasal dari bahasa inggris Mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian sengketa yang melibatkan sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disebutkan bahwa : Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Mediasi adalah penyelesaian perselihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Sedangkan Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut sebagai Mediator adalah : Pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui mediasi memiliki karakteristik atau unsur-unsur sebagai berikut : 1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan nerdasarkan perundingan 2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan 3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelsaian 4. Mediator bersifat pasif dan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan penyambung lidah dari para pihak yang ber sengketa, sehingga tidak terlibat dalam menyusun dan merumuskan rancangan atau proposal kesepakatan 5. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung 6. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 81
Krista Yitawati guna mengakhiri sengketa. 11 Penyelesaian sengketa melalui mediasi berbeda dengan cara penyelesaian sengketa seperti pemeriksaan fisik, self-help (bantuan pada diri sendiri), litigasi, konsultasi, negosiasi dan arbitrase. Oleh karena itu, Christopher W. Moore menyebutkan beberapa keuntungankeuntungan yang dapat diperoleh dari metode penyelsaian melalui mediasi yaitu: a. Keputusan yang hemat b. Penyelesaian secara cepat c. Hasil-hasil yang memuaskan bagi semua pihak d. Kesepakatan-kesepakatan komprehensif dan customized e. Praktek dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalah secara kreatif f. Tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bias diduga g. Pemberdayaan individu h. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah i. Keputusan-keputusan yang bias dilaksanakan j. Kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil kompromi atau prosedur menang kalah k. Keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu. Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, institusi mediasi ini juga ada kelemahannya, antara lain : a. Biasa memakan waktu yang lama b. Mekanisme eksekusi yang sulit karena cara eksekusi putusan hanya seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak c. Sangat digantungkan dari iktikad baik para pihak untuk menyelesaiakan sengketanya sampai selesai d. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik terutama jika informasi dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya e. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemungkinan adanya faktafakta hukum yang penting yang tidak disampaikan kepada mediator sehingga putusannya menjadi bias. 12 KESIMPULAN Bahwa Mediasi Hubungan Industrial melingkupi penyelesaian perselihan hubungan industrial terhadap perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dilakukan jika perundingan secara bipartit gagal, maka salahsatu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian secara bipartit sudah dilakukan. Setelah menerima pencatatan, ditawarkan kepada para pihak untuk memilih penyelesaian konsiliasi atau arbitrase. Kecuali dalam hal perselisihan hak yang hanya dapat diselesaikan mellaui mediasi dan perselisihan PHK yang hanya menjadi kewenangan dari lembaga mediasi dan konsiliasi. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari para 11 Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yoyakarta, Hal. 59. 12 Munir fuady, 2000, Arbitrase Nasional : ALternatif penyelesaian sengketa Bisnis, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Hal 50-51, 82 YUSTISIA MERDEKA, Volume 3 Nomor 1 Maret 2017
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi pihak tidak menetapkan pilihan, instansi yang bertanggungjawabdibidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian kepada mediator. Mediator harus menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari. Selanjutnya jika dalam penyelesaian melalui mediasi mencapai kesepakatan, harus dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial. Jika penyelesaian ditolak oleh salahsatu pihak atau kedua belah pihak maka dapat melanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. DAFTAR PUSTAKA Buku : Absori, 2010, Hukum Ekonomi Indonesia: Beberapa Aspek Bidang Pengembangan pada Era Liberalisasi Perdagangan, Surakarta: Muhammadiyah University Press. Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: PT Indeks. Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yoyakarta. Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Munir fuady, 2000, Arbitrase Nasional : ALternatif penyelesaian sengketa Bisnis, Citra Aditya Bhakti, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2007,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Rony Hanintyo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: Penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang PPHI Volume 3 Nomor 1 Maret 2017, YUSTISIA MERDEKA 83