PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG"

Transkripsi

1 PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG ARTIKEL YULASMI NPM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA 2015

2 Proses Mediasi Dalam Penyelesaian Antara Pekerja Dengan Pengusaha Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang Yulasmi, Miko Kamal, Zarfinal Program Studi Ilmu Hukum, PascasarjanaUniversitas Bung Hatta ABSTRAK Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diiringi dengan harapan tewujudnya hubungan yang harmonis antara pengusaha dengan pekerja yang akan mengakibatkan meningkatnya hasil produksi.tapi, kenyataannya belum terpenuhinya hak-hak normatif pekerja, karena pengusaha belum mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku mengakibatkan tingkat kesejahteraan pekerja sangat rendah karena pengusaha membayar upah dibawah ketentuan upah minimum. Adapun rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan dan skill yang dimiliki, ditambah lagi dipicu oleh angkatan kerja yang tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan kerja, sehingga membuat pengusaha berada pada posisi yang kuat, bisa berbuat leluasa dan tidak berfikir panjang untuk melakukan tindakan PHK karena masih banyak tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan ditambah dengan sedikitnya lapangan pekerjaan, ditambah lagi dengan fungsi dan serikat pekerja yang belum berjalan dengan maksimal, terutama pengurus unit pekerja yang berada di perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 melindungi hak-hak pekerja dan kendala yang dihadapi pemerintah serta aparat penegak hukum dalam melindungi pekerja. Pemerintah harus berupaya melindungi hak-hak pekerja demi terselenggaranya kehidupan pekerja yang sejahtera, adil dan makmur. Keyword : Mediasi, Pekerja, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Pendahuluan. Pembangunan Ketenagakerjaan harga diri pekerja serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dilaksanakanya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat dan makmur serta merata baik materil dan spiritual. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia hampir sama dengan negara berkembang lainnya, terbentang berbagai kendala dan tantangan yang memerlukan pemikiran, penelitian, penelaahan dan pemecahan masalahnya.

3 Di antara masalah ketenagakerjaan yang menonjol di Indonesia adalah terjadi kesenjangan karena melimpahnya angkatan kerja yang akan memasuki dan memerlukan pekerjaan, di lain pihak terbatasnya lapangan pekerjaan untuk menyerap angkatan kerja tersebut. Akibat kenyataan itu terjadilah kontradiksi di satu pihak sumber daya manusia merupakan modal utama dalam proses pembangunan, di lain pihak kondisi melimpahnya angkatan kerja dapat menimbulkan masalah-masalah. Perselisihan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. Atas dasar itu, Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membagi hubungan Industrial menjadi : a. Perselisihan hak; b. Perselisihan kepentingan; c. Perselisian pemutusan hubungan kerja; d. Perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. pekerja penyelesaian diatur secara Penyelesaian khusus dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan industrial wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit secara musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Undang- Undang No.2 Tahun Menurut penjelasan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Pasal 3, yang dimaksud perundingan bipartit dalam Pasal ini adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja/serikat buruh atau antara serikat pekerja/serikat buruh dan hubungan kerja dan antar

4 serikat pekerja/serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih. Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih (bipartit) gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan nya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat hubungan industrial di pengadilan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk dan membahas masalah tersebut, hasil penelitian ini nantinya akan penulis buat dalam bentuk tesis dengan judul Pelaksanaan Mediasi Antara Perselisihan kepentingan, Pekerja Dengan Pengusaha Pada Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atas kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan penyelesaian melalui abitrase atas kesepakatan kedua belah pihak hanya kepentingan dan antar serikat pekerja/ serikat buruh. Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menyelesaikan nya melalui konsiliasi atau arbitrase, maka sebelum diajukan ke pengadilan hubungan industrial terlebih dahulu melalui mediasi. Hal ini dimaksukan untk menghindari menumpuknya perkara perkara Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang. Rumusan Permasalahan Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang perlu dibahas dan diteliti adalah sebagai berikut : a. Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang? b. Bagaimana pelaksanaan aturanaturan mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang? c. Hambatan apa yang ditemui dalam pelaksanaan aturan-aturan

5 mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang? 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah : a. Mengetahui proses mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang. b. Mengetahui pelaksanaan aturanaturan mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota yang menangani permasalahan ketenagakerjaan, manfaat teoritis dan praktis yang diharapkan adalah sebagai berikut: Teoritis Harapan penulis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum ketenagakerjaan terutama mengenai hubungan industrial. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi pekerja dan pengusaha Padang. dalam menyelesaikan c. Mengetahui hambatan yang hubungan industrial ditemui dalam pelaksanaan dengan mengutamakan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang. 2. Manfaat Penelitian Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis, praktis bagi pekerja, pengusaha dan aparat pemerintah musyawarah mufakat. Kerangka Teoritis dan Konseptual a. Kerangka Teoritis Kerangka teori merupakan pendukung dalam membangun atau berupa penjelasan dari permasalahan yang di analisis. Teori dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara

6 mengorganisasikan dan Industrial di lingkungan Pengadilan mensistematisasikan masalah yang di bicarakan. Menggorganisasikan diartikan sebagai menyusun data menjadi satu kesatuan dan Negeri Padang. Selain itu juga dibahas mengenai hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturanaturan mediasi dalam penyelesaian mensistematisasikan diartikan Perselisihan Hubungan Industrial sebagai menyusun data yang ada hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang di lakukan. Metode Penelitian a. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridissosiologis yang focus penelitiannya adalah mengkaji proses penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Pelaksanaan aturanaturan mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan pada lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Permasalahan-permasalahan tersebut juga dikaji dengan menggunakan peraturan per-undang- Undangan yang terkait. b. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kantor Ketenagakerjaan Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Lokasi ini dipilih karena terdapat banyak kasus hubungan industrial yang penyelesaiannya diteruskan melalui mediasi. c. Sumber Data 1) D ata Primer: Data yang diperoleh di lokasi penelitian yang terkait proses penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial

7 Tenaga Kerja Kota Padang dan pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Pelaksanaan aturanaturan mediasi dalam penelusuran internet, dokumendokumen, dan peraturan per-undang- Undangan. d. Teknik Pengumpulan Data 1) Studi Dokumen penyelesaian Perselisihan Dalam penelitian data sekunder, Hubungan Industrial pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang, Selain itu juga dibahas mengenai alat yang digunakan adalah studi dokumen dengan menggunakan metode dokumentasi. Yang diteliti adalah dokumendokumen, kasus-kasus peraturan-peraturan, hambatan Pelaksanaan yang ditemui dalam aturan-aturan hubungan industrial. 2) Wawancara (interview) mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pada Lingkungan Pengadilan Negeri Padang dengan cara wawancara dengan responden. Responden dalam penelitian ini adalah Mediator pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang, Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang, Buruh, Pengusaha. b. Data Sekunder Data Sekunder data yang diperoleh dari penelusuran pustaka, Wawancara merupakan metode yang paling efektif dalam mengumpulkan data primer di lapangan. Wawancara dilakukan secara langsung melalui tanya jawab dengan responden. Sehingga hasil dari wawancara tersebut dijadikan pedoman alat penelitian yang ditujukan kepada petugas mediator pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang. 3) Pengamatan (observation) Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini berpokok

8 pada jalur penelitian yang dilakukan, serta secara sistematis melalui perencanaan yang matang. Pengamatan berfokus pada fenomena sosial atau perilaku-perilaku sosial yang berkaitan dengan judul, dan tujuan penelitian ini. 4) Studi Kepustakaan Data ini penulis peroleh dari buku-buku, majalah yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan. e. Teknik Sampling Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pihak yang terkait dengan penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha melalui mediasi di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, yakni Kepala Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, para mediator di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang yang perantaraan mediator di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang. Tekhnik sampling jumlah kasus yang diteliti antara tahun f. Teknik Pengolahan dan analisis Data Tekhnik analisa data yang akan dipakai adalah teknik analisa kualitatif. Dimana semua data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa dengan cara: 1) Editing data Memeriksa dan mengedit semua data yang terkumpul dengan teknik dokumentasi dan wawancara dengan mengoreksi satu persatu sehingga didapat data yang akurat, jika ada yang salah akan diperbaiki. 2) Coding Pemberian kode atau tanda tertentu pada jawaban informan dan responden, setelah diedit lazim disebut coding. Kode-kode yang pada kategori jawaban berbentuk angka (1, 2, 3 dan seterusnya) sesuai macamnya. menyelesaikan Pemberian kode dilakukan hubungan industrial melalui manakala kerja editing telah

9 selesai dilakukan. Tujuan pemberian kode-kode tiada lain adalah untuk memudahkan yang dengan teori dan literatur bahan bacaan yang berkaitan dengan mediasi dalam pekerjaan analisis data yang akan penyelesaian dilakukan. 3) Pengolahan data Sesudah itu dilaksanakan kualifikasi atas data-data dan Hubungan Industrial. Sehingga diperoleh penemuan penelitian yang pada akhirnya disusun yang berkaitan dengan mediasi dalam diolah dengan cara menyusunnya penyelesaian sesuai dengan masalah yang Hubungan Industrial memberikan dirumuskan, sehingga dengan manfaat yang besar bagi pekerja demikian akan terlihat hasil dalam menyelesaikan seluruh masalah yang diteliti 4) Analisa data Adapun analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus dan tidak menggunakan alat bantu statistik. Data yang telah diperoleh ditafsirkan dan dihubungkan dengan konsep-konsep yang ada kemudian dihubungkan dengan masalah yang dirumuskan. Dalam menganalisa data tersebut penulis tetap mengacu pada peraturan per-undang-undangan masalahnya terhadap pengusaha yang merupakan kesimpulan penulis. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 a. Pengertian Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mendefinisikan hubungan industrial sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

10 pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya mengenai hak, Perselisihan hak merupakan hukum karena ini terjadi akibat pelanggaran kesepakatan yang kepentingan, telah di buat oleh para pihak, pemutusan hubungan kerja dan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu termasuk di dalamnya hal-hal yang sudah di tentukan dalam peraturan perusahaan serta perusahaan. peraturan per-undang- b. Ruang Lingkup Berdasarkan definisi hubungan industrial yang ada Undangan yang berlaku. Perselisihan hak terjadi karena tidak adanya persesuaian dalam Penyelesaian Undang-Undang Perselisihan paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja. Hubungan Industrial, maka 2) Perselisihan kepentingan hubungan industrial Perselisihan kepentingan dibagi menjadi empat macam, yaitu: 1) Perselisihan hak Perselisihan hak adalah yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan per-undang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian adalah yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan kepentingan terjadi karena ketidak sesuaian paham dalam kerja bersama.

11 perubahan syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan. 3) Perselisihan pemutusan hubungan kerja. telah disepakati, atau karena pengusaha berbuat sewenangwenang kepada pekerja/buruh. 4) Perselisihan antar serikat Perselisihan pemutusan pekerja/serikat buruh hubungan kerja adalah yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan mengenai PHK selama ini paling banyak Perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh adalah antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham terjadi karena tindakan PHK mengenai keanggotaan, yang dilakukan oleh satu pihak, tidak dapat diterima pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan. oleh pihak yang lain. Berlakunya Undang-Undang Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun pekerja/ buruh. Pengusaha melakukan PHK karena No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh memberikan kemudahan bagi buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh pekerja/buruh melakukan tingkat perusahaan. berbagai pelanggaran. Kemudahan yang diberikan Pemutusan hubungan kerja juga dapat dilakukan atas antara lain 1. Serikat pekerja/serikat permohonan pekerja/buruh buruh tingkat perusahaan karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang dapat dibentuk dengan minimal 10 anggota

12 2. Siapapun dilarang dalam satu perusahaan menghalangi atau yang sama. memaksa pembentukan atau tidak membentuk serikat pekerja atau serikat buruh tingkat perusahaan. Ketentuan ini mengandung makna bahwa tidak seorangpun dapat menghalangi pekerja/ buruh untuk menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, atau melarang serikat tersebut melakukan atau tidak melakukan aktivitasnya. Dengan peraturan ini, dapat tercipta kondisi dimana di dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh. Kondisi ini menimbulkan potensi konflik antara satu serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lainnya 2. Lembaga Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang- Undang Nomor 2 tahun 2004 a. Perundingan Bipartit Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengharuskan setiap hubungan industrial diselesaikan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat terlebih dahulu. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan hubungan industrial. Perundingan bipartit harus selesai dalam waktu 30 hari sejak perundingan dimulai, apabila perundingan tidak selesai dalam waktu 30 hari maka perundingan tersebut dianggap gagal.

13 Dalam suatu perundingan bipartit, harus dibuat risalah yang memuat ringkasan umum untuk mendapat penetapan eksekusi. Dalam lingkup Alternative perundingan. Risalah ini harus Dispute Resolution (ADR), ditandatangi oleh kedua belah perundingan bipartit pihak. Bila dalam perundingan bipartit kedua belah pihak dikategorikan sebagai negosiasi. Negosiasi artinya upaya mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa oleh para (mufakat), maka dibuatlah perjanjian bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Perjanjian bersama ini menjadi hukum yang mengikat yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian bersama ini harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri tempat pihak dengan tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang harmonis dan kreatif. Negosiasi adalah saran bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. b. Mediasi Hubungan Industrial perundingan dilaksanakan. Penyelesaian melalui mediasi Apabila Perjanjian Bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator. yang dirugikan dapat Undang-Undang Penyelesaian mengajukan permohonan Perselisihan Hubungan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar Industrial menyebutkan bahwa Mediasi Hubungan Industrial, yang selanjutnya disebut mediasi, adalah penyelesaian

14 hak, pekerja/serikat buruh dalam satu kepentingan, perusahaan. pemutusan hubungan kerja, dan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya Dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan dalam satu perusahaan melalui penyelesaian, musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator haruslah seorang pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi, dan tugas tersebut harus sudah diselesaikan dalam waktu bidang ketenagakerjaan yang selambat-lambatnya 30 (tiga memenuhi syarat-syarat sebagai puluh) hari kerja terhitung sejak mediator. menerima pelimpahan Mediator berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan Kabupaten/ Kota. Mediator ditetapkan oleh menteri dan memiliki kewajiban penyelesaian c. Konsiliasi Hubungan Industrial Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut memberikan anjuran tertulis konsiliator, dengan kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan hak, mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk kepentingan, menyelesaikan perelisihannya pemutusan hubungan kerja, dan antar serikat secara damai. Dalam Penyelesaian Undang-Undang Perselisihan

15 Hubungan Industrial, Konsiliasi pada kantor instansi yang Hubungan Industrial bertanggung jawab di bidang didefinisikan sebagai ketenagakerjaan Kabupaten/ penyelesaian kepentingan, Kota dan yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja atau antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syaratsyarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri. Konsiliator bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan bekerja. Dalam waktu selambatlambatnya 7 (tuj uh) hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan selambat lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama dan kemudian konsiliator sudah harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung kepentingan, pemutusan sejak menerima permintaan penyelesaian hubungan kerja atau d. Arbitrase Hubungan Industrial antar serikat pekerja/serikat Arbitrase merupakan buruh dalam satu perusahaan. penyelesaian sengketa di luar Penyelesaian pengadilan berdasarkan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar kesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga

16 yang disebut arbiter dan para yang di serahkan pihak menyatakan akan mentaati penyelesaiannya melalui putusan yang diambil oleh arbiter. arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat Dalam Undang-Undang final. Penyelesaian Perselisihan Penyelesaian Hubungan Industrial, Arbitrase Hubungan Industrial adalah penyelesaian suatu kepentingan, dan antar serikat pekerja/serikat hubungan industrial melalui arbitrase meliputi kepentingan dan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu buruh hanya dalam satu perusahaan. Penyelesaian perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. menyerahkan penyelesaian Kesepakatan para pihak yang kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai berselisih dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase. Bila tak terjadi kesepakatan, maka diambil sidang arbitrase untuk menghasilkan putusan arbitrase. Terhadap putusan arbitrase, ada jangka waktu 30 hari bagi para pihak untuk mengajukan kepentingan, dan permohonan pembatalan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan putusan kepada Mahkamah Agung.

17 e. Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata berwenang memeriksa, yang berlaku pada Pengadilan mengadili dan memberi putusan terhadap hubungan industrial. Kewenangan mutlak atau kompetensi absolut dari Pengadilan Hubungan Industrial disebutkan dalam Pasal 56 dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang- Undang ini. Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, Undang-Undang Perselisihan Penyelesaian Hubungan pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya, termasuk Industrial, yakni Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: 1) Di tingkat pertama mengenai hak 2) Di tingkat pertama dan biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp ,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Sedangkan susunan hakim PHI dalam lingkungan Pengadilan Negeri Kelas IA Padang adalah terakhir mengenai 2 hakim ad hoc yang namanya kepentingan 3) Di tingkat pertama mengenai diusulkan oleh serikat pekerja dan organisasi pengusaha, serta hubungan kerja pemutusan 1 hakim karier. Penyelesaian perkara di PHI 4) Di tingkat pertama dan dalam lingkungan Pengadilan terakhir mengenai Negeri Kelas IA Padang dibatasi antar serikat masanya oleh Undang-Undang

18 Penyelesaian Hubungan Berdasarkan Penyelesaian Perselisihan Industrial. Undang-Undang Perselisihan mediator. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut diuraikan pengertian mediasi menurut pandangan para Hubungan Industrial Pasal 103, dinyatakan bahwa hakim harus sarjana dan secara konstitusi. Dalam pengertian secara yuridis memberikan putusan paling berdasarkan Undang-Undang lama 50 hari sejak hari pertama sidang. Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif 3. Proses Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Penyelesaian Hubungan Industrial Perselisihan (selanjutnya disingkat Undang- Undang No. 30 Tahun 1999) a. Pengertian Mediasi Kata mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi dan yang menengahinya di sebut mediator atau orang yang menjadi penengah. Dalam terminologi hukum, istilah mediation berarti pihak ketiga yang ikut campur perkara tidak ditemukan pengertian mediasi dengan jelas, namun secara implicit pengertian mediasi ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (3) yang menyebutkan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang atau lebih mediator. Berdasarkan Pasal 1 butir 6 Peraturan Mahkamah Agung cenderung penyelesaiannya, mencari sedangkan Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pihak yang menjadi penengah disebut dengan istilah (selanjutnya disingkat PERMA No. 2 Tahun 2003) menyebutkan

19 mediasi adalah penyelesaian 1. Mediasi adalah sebuah proses sengketa melalui proses penyelesaian sengketa perundingan para pihak dengan di bantu oleh mediator. Selanjutnya yang dimaksud dengan mediator berdasarkan Pasal 1 butir 5 PERMA No. 2 Tahun 2003 adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam berdasarkan perundingan 2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan 3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian 4. Mediator tidak mempunyai mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Melihat kewenangan keputusan membuat selama kedua ketentuan ini, dapat dikatakan bahwa mediasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa para pihak yang dibantu oleh mediator sebagai pihak penengah. Dari beberapa pengertian mediasi yang diberikan para pakar serta Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dan PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut diatas, maka terminologi mediasi perundingan berlangsung 5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Selanjutnya dapat pula disimpulkan bahwa mediasi merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para pihak yang mengadung unsur-unsur sebagai bersengketa mendiskusikan berikut : perbedaan-perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral

20 (mediator). Pihak yang netral tersebut tugas utamanya adalah menolong para pihak untuk memberikan pandangan kepada pihak lain sehubungan dengan membantu para pihak bernegosiasi secara lebih baik terhadap penyelesaian suatu sengketa. b. Asas-asas Hukum Mediasi masalah-masalah yang Asas yang dalam bahasa Inggris disengketakan, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian objektif dari keseluruhan situasi. Keputusan yang di ambil dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi didasarkan atas disebut Principle yang dapat berarti sebagai : 1) sumber atau asal sesuatu, 2) penyebab yang jauh dari sesuatu, 3) kewenangan atau kecakapan asli, 4) aturan atau dasar bagi tindakan seseorang, dan 5) suatu kehendak para pihak yang pernyataan (hukum, aturan, bersengketa, jadi bukan kehendak pihak ketiga (mediator). Mediator tersebut tetap bersifat netral dan selalu membina hubungan baik dengan kedua belah pihak, berbicara dengan bahasa para pihak, mendengarkan secara aktif, kebenaran) yang dipergunakan sebagai dasar-dasar untuk menjelaskan suatu peristiwa. Dengan demikian, asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan atau untuk memberikan saran-saran, mengendalikan sesuatu hal yang menekankan pada keuntungan potensial serta meminimalisir hendak dijelaskan. Didasarkan pada peraturan perbedaan-perberdaan dengan perundang-undangan yang menitikberatkan pada berlaku, maka secara garis besar persamaan. Oleh sebab itu, tujuan mediasi adalah untuk kita dapat menggali beberapa asas hukum sebagai dasar

21 penyelesaian sengketa melalui mediasi: 1) Asas Perwakilan. Adalah asas yang sangat mendasar dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, karena dalam penyelesaian sengketa pendidikan mediasi melalui lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung. 2) Asas Musyawarah. Adalah tindakan bersama antara para pihak yang bersengketa melalui mediasi untuk mengambil suatu pembicaraan secara langsung antara para pihak yang pendapat bersama yang bulat atas permasalahan yang bersengketa selalu dihadapi para pihak. Dalam dihindarkan, baik dalam penyelesaian sengketa proses tawar-menawar melalui mediasi asas maupun musyawarah untuk menentukan keputusan yang munyawarah merupakan hal yang mendasar dalam setiap diambil, semua pembicaraan pengambilan keputusan. dilakukan melalui perantara mediator yang telah dipilih dan disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Para mediator ini dapat berasal dari daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan atau mediator diluar daftar pengadilan. Sedangkan seseorang yang dianggap mampu menjadi mediator apabila telah mengikuti pelatihan atau Masing-masing para pihak yang bersengketa diberikan hak yang seluas-luasnya untuk menyampaikan apa yang ia rasakan dan mengharapkan apa yang ia inginkan kepada pihak lain melalui perantara mediator. Pada pihak dalam menyelesaikan sengketa ini tidak mengenal adanya intimidasi, paksaan maupun tekanan dari pihak manapun,

22 dan yang paling penting adalah diharapkan para pihak saling menerima dan bersedia mengalah untuk masing-masing pihak harus saling bersikap menerima dan memberi dengan ikhlas hati untuk sampai kepada mencapai suatu kesepakatan persamaan kehendak bersama. 3) Asas mufakat. Asas ini bersama. Azas ini sangat berperan dan tampak jelas mengajarkan perbedaan bahwa kepentingan dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, dimana pribadi diantara para pihak yang bersengketa haruslah diselesaikan dengan cara perundingan, antara seorang dengan orang lain yang setiap keputusan yang diambil dalam proses mediasi merupakan hasil dari proses tawar menawar yang kesemuanya dilakukan bersengketa. Perundingan melalui kesepakatan dalam ditujukkan kepada pihakpihak yang bersengketa akibat terjadinya perbedaan perundingan artinya para pihak yang bersengketa tidak ada yang tetap antara kehendak atau prinsip mempertahankan haknya dan pendirian dari masingmasing pihak. Dengan melakukan tawar menawar keinginan diharapkan sampai secara absolut, hal ini tidak lain untuk mencapai kesepakatan bersama antara para pihak dalam pada persamaan dan mengemukakan pendapat kesepakatan mengenai apa yang dikehendaki oleh dan Kesepakatan keinginannya. untuk masing-masing pihak. mengambil keputusan harus Dalam mewujudkan proses dilakukan dengan bebas tawar-menawar tersebut tanpa ada paksaan dan

23 tekanan dalam bentuk penyelesaian sengketa yang apapun dan dari siapapun, dapat menyelamatkan sehingga kesepakatan bersama yang dicapai kualitas dan status pihakpihak yang besangkutan mulalui mediasi merupakan dengan Penyelesaian sebaik-baiknya. sengketa kesepakatan yang benarbenar bersumber dari hati nurani yang dalam dari masing-masing pihak yang bersengketa. Untuk itu, peran mediator harus betulbetul netral, hanya berusaha melalui mediasi akan menyelamatkan harkat dan martabat para pihak yang bersengketa dengan lebih baik, hal ini dikarenakan tidak ada para pihak yang semaksimal membantu, mungkin membimbing, dikalahkan dan dimenangkan oleh keputusan mediasi. dan mengarahkan para pihak yang bersengketa untuk Keputusan mediasi sematamata merupakan hasil mencapai bersama. consensus kesepakatan para pihak, yang merupakan solusi 4) Asas kepatutan, merupakan terbaik untuk asas yang mengarah kepada usaha untuk mengurangi jatuhnya perasaan seseorang karena rasa malu yang ditimbulkan oleh hasil menghindarkan para pihak dari rasa malu di tengahtengah masyarakat. 5) Asas Tertutup. Untuk menjaga kehormatan dan penyelesaian sengketa kedudukan para pihak yang tersebut. Oleh karena itu, bersengketa maka dalam asas kepatutan ini proses penyelesainnya memusatkan perhatiannya tertutup untuk umum, kepada cara menemukan

24 terkecuali para pihak menghendaki lain 6) Asas Terbuka Untuk Umum, artinya anggota masyarakat dapat hadir atau mengamati, atau masyarakat dapat mengakses informasi yang penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan para pihak dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan muncul dalam proses penjelasan atau mediasi. Namun asas terbuka untuk umum ini hanya untuk pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa penyelesaian perbedaan. public, seperti sengketa lingkungan hidup, hak asasi Namun harus diingat kebebasan mediator disini manusia, perlindungan hanya berdasarkan konsumen, pertanahan dan kesepakatan para pihak yang perburuhan. bersengketa, artinya 7) Asas Mediator Aktif setelah mediator ditunjuk maka langkah awal yang wajib dilakukan mediator adalah mediator hanya memberi semangat serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak dapat menentukan jadwal memaksakan kehendaknya pertemuan untuk dalam menyelesaikan penyelesaian proses mediasi. Kemudian mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka yang bersengketa dan mencari sengketa tersebut, apalagi berpihak kesalah satu pihak. 8) Asas Para Pihak bebas memilih dimana para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan untuk memilih berbagai pilihan mediator dari daftar

25 mediator yang dimiliki oleh sebagaimana layaknya pengadilan atau memilih sebuah Undang-Undang. mediator di luar daftar pengadilan. Kemudian para pihak menghadap kepada hakim 9) Asas Ketelitian, dimana untuk memberitahukan kesepakatan yang terjadi di antara para pihak yang bahwa telah dicapainya kesepakatan dan hakim bersengketa dituangkan dapat mengukuhkan secara tertulis, namun kesepakatan sebagai suatu sebelum kesepakatan akta perdamaian sebagai tersebut ditandatangani oleh para pihak, mediator wajib bentuk kepastian hukum bagi para pihak. memeriksa kesepakatan materi untuk Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang menghindari adanya mengakibatkan pertentangan kesepakatan yang antara pengusaha atau gabungan bertentangan dengan hukum. 10) Asas kepastian hukum. Asas ini memberikan kepastian pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya mengenai hak, kepada para pihak yang kepentingan, bersengketa, dimana setelah terjadi kesepakatan maka para pihak wajib membuat klausul pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai. Untuk itu, para pihak harus menghormati substansi kesepakatan yang telah mereka buat, hubungan kerja, dan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. (Pasal 1 Undang - Undang No. 2 Tahun 2004). Dengan demikian Undang- Undang No. 2 tahun 2004 mengenal 4 jenis yaitu;

26 a. Perselisihan hak; Timbul karena tidak dipenuhinya hak; di mana hal ini timbul karena perbedaan pelaksanaan atau perbedaan penafsiran terhadap ketentuan Undang-Undang, PK, PP atau PKB. b. Perselisihan kepentingan Timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja dalam PK, PP atau PKB. c. Perselisihan PHK Timbul apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak; d. Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan. Karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan. Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap adalah sebagai berikut; Bipartit Mediasi atau Konsiliasi dan atau Arbitrase Pengadilan Hubungan Industrial. Semua jenis ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, maka Persetujuan Bersama (PB) tersebut di catatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan ticlak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mencatatkan nya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota. Salah satu persyaratan yang mutlak dalam pencatatan tersebut adalah bukti atau risalah perundingan Bipartit (Pasal 3), apabila bukti perundingan tidak ada, maka pencatatannya ditolak selanjutnya diberi waktu 30 hari

27 untuk melakukan perundingan Bipartit, jika perundingan Pada Mahkamah Agung telah diangkat Majelis Hakim menghasilkan kesepakatan Hubungan Industrial, yang (damai) maka akan dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI, jika tidak ada kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan tenaga penyelesaian apakah melalui Konsiliator atau Arbitrase, jika para pihak tidak memilih atau justru memilik mediasi maka tersebut akan diselesaikan dalam forum mediasi. Pengadilan Hubungan Industrial berwenang menangani ke 4 jenis, dengan ketentuan bahwa pada tingkat pertama dan terakhir untuk kepentingan dan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan. Sedangkan tingkat pertama untuk jenis hak, dan PHK. diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Ketua Majelis adalah Hakim Agung dan dua anggota Majelis terdiri dari Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja, yang berwenang menangani hak dan pemutusan hubungan kerja. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Proses mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja kota padang Proses mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang adalah sebagai berikut: 1. Mediator Hubungan Industrial melaksanakan tugas mediasi setelah menerima pelimpahan kasus hubungan industrial dari Kepala Dinas

28 Sosial dan Tenaga Kerja, melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kasi 4. Setelah meminta keterangan kepada para pihak dan Mediator Hubungan Industrial telah Perselisihan Industrial Hubungan mengetahui dan mengerti atas kasus yang ditanganinya 2. Setelah menerima pelimpahan, selanjutnya Mediator Hubungan Mediator Hubungan Industrial Industrial memberikan kemudian melakukan analisa terhadap kasus yang dilimpahkan kepadanya, guna mencari dan memastikan apakah termasuk hubungan industrial atau bukan penjelasan kepada para pihak tentang hak adan kewajiban mereka. 5. Jika Pada Saat Pemanggilan dan mediator telah memberikan penjelasan kepada para pihak Industrial. hubungan mengenai hak dan kewajiban masing-masing kemudian para 3. Berdasarkan hasil analisa mediator Hubungan Industrial jika kasus tersebut merupakan pihak setuju dan sepakat untuk berdamai, maka mediator membuat Persetujuan Bersama. hubungan 6. Jika pada saat pemanggilan dan Industrial, maka mediator hubungan industrial melakukan panggilan terhadap para pihak yang baru berselisih untuk datang ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja guna memberikan keterangan berkaitan dengan kasus hubungan industrial tersebut. mediator telah memberikan penjelasan kepada para pihak dan atau para pihak tidak setuju dan tidak sepakat untuk berdamai, maka mediator Hubungan Industrial membuat anjuran tertulis sebagai upaya penyelesaian kasus hubungan industrial yang ditanganinya, dan didalam anjuran tertulis

29 tersebut dijelaskan hak dan menerima pelimpahan kewajiban masing-masing penyelesaian, pihak. 7. Dengan telah dikeluarkan anjuran tertulis oleh Mediator Hubungan Industrial maka tugas mediator telah selesai sesuai dengan ketentuan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi. 3. Pasal 13 ayat (1) berbunyi Dalam hal tercapai peraturan perundang- kesepakatan penyelesaian Undangan. hubungan Proses mediasi dalam industrial melalui mediasi, penyeleseaian antara maka dibuat Perjanjian pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang telah sesuai dengan Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Undang-Undang Republik Pengadilan Hubungan Indonesia Nomor 2 tahun 2004 Penyelesaian hubungan industrial yaitu : Industrial. 4. Pasal 13 ayat (2) berbunyi pada Pengadilan Negeri di wilayah 1. Pasal 8 berbunyi Penyelesaian melalui mediasi hukum mengadakan pihak-pihak Perjanjian dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor instansi yang bertanggung jawab di Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan bidang ketenagakerjaan penyelesaian Kabupaten/Kota. 2. Pasal 10 berbunyi Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah hubungan industrial melalui mediasi, maka: a. Mediator mengeluarkan anjuran tertulis;

30 b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada harus sudah selesai membantu para pihak huruf a dalam waktu membuat Perjanjian selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara mengadakan Bersama Perjanjian untuk tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis mendapatkan akta bukti pendaftaran. 5. Pasal 13 ayat (3) berbunyi dalam waktu selambat Pendaftaran Perjanjian lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis; d. Pihak yang tidak Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan memberikan pendapatnya ayat (2) huruf e dila kukan sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis; e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator sebagai berikut : a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama; b. Apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e

31 tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Perselisihan Antara Pekerja Dengan Pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang. Bahwa karena tingkat keberhasilan Pengadilan Hubungan mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk Kerja Kota Padang hanya sebesar 50% maka di perlukan pembenahan supaya lebih berhasil. Menurut mendapat eksekusi; penetapan Soerjono Soekanto faktor-faktor penegakan hukum meliputi: c. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan a. Faktor hukumnya sendiri Semakin baik suatu peraturan hukum (Undang -Undang) akan Industrial pada Pengadilan semakin memungkinkan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat penegakan hukum. Secara umum peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang mengajukan permohonan memenuhi tiga konsep eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke keberlakuan, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis. b. Faktor penegak hukum Peranan penegak hukum sangatlah penting, karena Pengadilan Hubungan penegak hukum lebih banyak Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi. 2. Pelaksanaan Aturan-Aturan Mediasi Dalam Penyelesaian tertuju pada diskresi, yaitu dalam hal mengambil keputusan yang tidak sangat terikat pada hukum saja tetapi penilaian pribadi juga memegang peranan. Penegak

32 hukum terdiri dari badan legislatif dan pemerintah (pihak yang membuat hukum) serta peraturan hukum berlaku atau diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan kepolisian, kejaksaan, penegakan hukum adalah kehakiman, kepengacaraan, dan kesadaran hukum masyarakat. masyarakat (pihak menerapkan hukum). yang Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan c. Faktor sarana atau fasilitas semakin memungkinkan Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak penegakan hukum yang baik. e. Faktor kebudayaan mungkin penegakan hukum akan Kebudayaan hakekatnya berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, merupakan buah budidaya, cipta, rasa, dan karsa manusia dimana suatu kelompok masyarakat berada. Dengan demikian suatu kebudayaan di dalamnya mencakup nilai-nilai mana keuangan yang cukup dan merupakan konsepsi-konsepsi seterusnya. Kalau hal-hal tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. d. Faktor masyarakat abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari) 3. Hambatan yang ditemui dalam Penegakan hukum berasal dari pelaksanaan aturan-aturan masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Sebab itu, masyarakat dapat mempengaruhi mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang penegakan hukum dimana

33 Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh ibu Yulita, SH selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial, dan Bapak Baharuddin, SH selaku kasi Hubungan Industrial, Ibu Era Azwar, Ssos selaku kasi Persyaratan Kerja dan beberapa Mediator Hubungan Industrial Yitu Drs.Jasri, Yusmalinda SKom, Berto Ivan, S.Sos dan Zaini Hz, S.Sos dapat disimpulkan Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturan mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang adalah sebagai berikut: 1. Belum tersedianya ruangan sidang mediasi secara khusus, untuk pelaksanaan mediasi 3. Sering terjadi perdebatan dengan para pihak yang berselisih sehingga menyita waktu ketika mediator hubungan industrial memberikan penjelasan tentang fungsi dan peranannya 4. Salah satu kewajiban mediator hubungan industrial adalah meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan kepada para pihak mengenai penyebab karena proses meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan hal ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan negatif para pihak dan atau salah satu pihak terhadap mediator hubungan industrial. Kecurigaan ini timbul disebabkan para pihak atau sala satu pihak tidak mengerti tentang proses 2. Masih banyak pengusaha dan pekerja belum mengerti dan penyelesaian hubungan industrial. paham tentang fungsi dan peranan mediator Hubungan Industrial untuk diperlukan penjelasan terlebih dahulu kepada para pihak. Bahwa salah satu hambatan tercapainya mediasi adalah sering terjadi perdebatan dengan para pihak yang berselisih sehingga menyita waktu, sehingga tidak perlu lagi adanya mediator. Hal ini karena

34 salah satu pihak merasa lebih berkuasa atau lebih benar sehingga tidak adanya saling menghargai. Bahwa tindakan mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang pada saat mediasi meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan kepada para pihak adalah sudah tetap untuk menghindarkan emosi para pihak saat berunding. Hal ini dibenarkan Undang-Undang yang dinamakan kaukus. Pasal 1 ayat 4 PERMA No 1 tahun 2008 berbunyi kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya. Untuk mengatasi masalah ini mediator Dinas Sosial Tenaga Kerja kota padang harus menjelaskan ketentuan Pasal ini kmepada para pihak dalam pelaksanaan mediasi. Kerja kota padang telah sesuai dengan Undang-Undang 2) Penyelesaian Hubungan Industrial dengan cara mediasi berhasil pada Tahun 2007 sebesar 45,24%, Tahun 2008 sebesar 45,2%, Tahun 2009 sebesar 58,1%, Tahun 2010 sebesar 41,7%, Tahun 2011 sebesar 52,2%, Tahun 2012 sebesar 54,3%, Tahun 2013 sebesar 57,97%. Hal ini berarti bahwa tingkat keberhasilan mediasi di di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang adalah sebesar 50% dan semenjak tahun 2011 mengalami peningkatan. 3) Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota padang adalah sebagai berikut: Belum tersedianya ruangan sidang mediasi secara khusus, untuk PENUTUP Kesimpulan 1) Proses mediasi dalam penyelesaian antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga pelaksanaan mediasi, masih banyak pengusaha dan pekerja belum mengerti dan paham tentang fungsi dan peranan mediator Hubungan Industrial, Sering terjadi perdebatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon UPAYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT, MEDIASI DAN KONSILIASI, SEBUAH KAJIAN YURIDIS Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon ABSTRAK Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Peran Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada kedudukan-kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan dimana dapat dimiliki

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Meifi Meilani Paparang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Vykel H. Tering 2 A B S T R A K Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, pengumpulan bahan hukum dilakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh: Anjel Ria Meiliva Kanter 2 ABSTRAK Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Mengingat : MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 92 TH 2004

KEPMEN NO. 92 TH 2004 KEPMEN NO. 92 TH 2004 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR; KEP.92/MEN /VI/2004 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

Lebih terperinci

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA Oleh : Suwardjo,SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta ABSTRAKSI Hubungan Industrial Pancasila adalah sistem hubungan antara

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep hubungan industrial tidak bisa lepas dari unsur pengusaha dan pekerja, dimana pengusaha

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan perlu dilakukan upaya

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SEMARANG Andry Sugiantari*, Solechan., Suhartoyo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok. PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerapan prinsip cepat dalam penyelesaian sengketa ketenagakerjaan (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana mestinya, padahal prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI MEDIASI Krista Yitawati 1) 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Mediasi dalam hubungan industrial merupakan bagian dari alternatif

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Optimalisasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Mediasi Ditinjau dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2004 tentang Pengangkatan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito Profil Nuardi A. Dito [nuardi.atidaksa@gmail.com] Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang. Oleh karena itu, pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Dr. Sri Rahayu, SH, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Kementerian Tenaga Kerja Abstrak: (Diterima 13 November

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Novalita Eka Christy Pihang 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER -10/MEN/V/2005 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KONSILIATOR SERTA TATA KERJA KONSILIASI MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh :

PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : 59 PERSELISIHAN HAK ATAS UPAH PEKERJA TERKAIT UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Oleh : I Nyoman Jaya Kesuma, S.H. Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial Denpasar Abstract Salary are basic rights

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN. Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ABSTRAK

ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN. Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ABSTRAK DIH, Jurnal Ilmu Hukum Pebruari 2013, Vol. 9, No. 17, Hal. 1-18 ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN Akbar Pradima Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan semangat

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah usaha yang menghasilkan barang dan jasa tidak terlepas antara perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya tujuan yang diinginkan perusaahaan.

Lebih terperinci