BAB I PENDAHULUAN. 2006). Sumber daya manusia merupakan partner strategis untuk mencapai tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPUASAN KERJA TENAGA MEDIS DI PUSKESMAS KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Miskin (JPKMM) atau lebih dikenal dengan program Askeskin ( ) yang kemudian

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 19 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1.1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PANGANDARAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

TANTANGAN DAN HARAPAN DOKTER UMUM DI ERA JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sangat berkaitan erat dengan pelayanan kesehatan. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi perubahan paradigma sistem pemerintahan, baik ditingkat pusat,

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

2 Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, dan para lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan masalah global yang sering dihadapi di dunia baik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan juga bagian dari

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

APOTEKER, FKTP DAN ERA JKN. Oleh Helen Widaya, S.Farm, Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 29 TAHUN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Hak warga negara dijamin oleh pemerintah dalam

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

PENCEGAHAN FRAUD DALAM PELAKSANAAN JKN KOMISI VIII

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok,

PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 37 TAHUN 2014 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2015.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BUPATI PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI PESISIR SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang

4400); 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerimaan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan semua aspek

2016, No perkembangan kebutuhan implementasi penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbang

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan bagian integral dari seluruh sistem pelayanan kesehatan,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Walaupun tidak tercantum dalam neraca, sumber daya manusia merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan/organisasi (Noe, 2006 dalam Purwanto, 2006). Sumber daya manusia merupakan partner strategis untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi (Herri, 2007). Semakin kompleks suatu perusahaan, makin memerlukan sumber daya manusia yang semakin produktif. Perusahaan yang kompleks tentu menghadapi permasalahan yang lebih rumit dan mempunyai tanggung jawab yang semakin luas pada semua stakeholder sehingga bila ditangani oleh sumber daya manusia yang kurang terampil akan membawa distorsi pada kinerja perusahaan karena pemanfaatan sumber daya perusahaan menjadi tidak efisien dan tidak efektif. Akibatnya kinerja perusahaan akan turun dan bahkan perusahaan merugi (Dessler, 2003). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai unit organisasi yang memberikan pelayanan jasa, peran sumber daya manusia sangat diperlukan karena berhubungan langsung dengan kepuasan yang akan dirasakan pelanggan/ pasien puskesmas tersebut (Novadilastri, 2004). Oleh karena itu kepuasan kerja dari karyawan sangat menentukan kepuasan pelanggan karena karyawan yang mengalami kepuasan dalam pekerjaannya akan menunjukkan perilaku dan aktivitas yang citizenship seperti menolong sesama pekerja, menolong pelanggan dan lebih

2 kooperatif (Luthans, 1995). Pendapat Ulmer (2000) menyatakan terdapat korelasi langsung antara kepuasan karyawan dengan kepuasan pelanggan/pasien. Sikap positif bagi karyawan sangat penting, karena akan berpengaruh terhadap keberhasilan strategi perusahaan. Hal ini ditegaskan oleh Crammer (1996) bahwa sebaik apapun strategi yang dirumuskan manajer, maka strategi itu tidak akan dapat dilaksanakan bila tidak disertai sikap positif dari karyawan. Menurut Robbins (2003) sikap karyawan yang positif dapat ditunjukkan karena karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja, sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan bahkan menurut Mayo (2007) dapat menimbulkan stress terhadap mereka. Pegawai yang tingkat kepuasan kerja tinggi cenderung memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, mempelajari tugas yang berhubungan dengan pekerjaan secara lebih cepat, tingkat kecelakaan lebih rendah dan lebih sedikit mengeluh. Karyawan yang puas akan menunjukkan perilaku dan aktivitas yang citizenship seperti menolong sesama pekerja, menolong pelanggan dan lebih kooperatif. Kepuasan kerja karyawan dapat membuat karyawan merasa ingin tetap bekerja pada perusahaan, bersedia berkorban dengan mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk pencapaian tujuan; dengan kata lain kepuasan kerja karyawan dapat mempengaruhi kinerja, motivasi, semangat kerja (Robbins, 2003). Sebaliknya bila karyawan merasa kurang mendapat perhatian dan pemeliharaan dapat memicu munculnya keresahan karyawan, menurunkan semangat kerja, menaikkan ketidakhadiran dan lebih banyak mengeluh (Ulmer, 2000). Kondisi dimana kepuasan kerja yang rendah pada tingkat organisasi/perusahaan berhubungan

3 dengan berkurangnya kinerja, bertambah tingginya ketidakhadiran, menambah turnover dan merusak moral kerja/semangat kerja. Salah satu upaya untuk mencegah gejala tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan adanya kepuasan kerja dalam perusahaan. Dalam implementasi sistem kesehatan nasional prinsip managed care diberlakukan, dimana terdapat 4 (empat) pilar yaitu Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif. Prinsip ini memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes Primer seperti di Puskesmas, klinik atau dokter prakter perseorangan yang akan menjadi gerbang utama peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan (BPJS, 2014). Untuk itu kualitas faskes primer harus dijaga, mengingat efek dari implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ke depan akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan sudah didapatkan. Jika FKTP/faskes primer tidak diperkuat, masyarakat akan mengakses faskes tingkat lanjutan sehingga akan terjadi kembali fenomena rumah sakit sebagai puskesmas raksasa (BPJS, 2014). Salah satu upaya terhadap penguatan fasilitas kesehatan primer, diharapkan tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer harus memiliki kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit (BPJS, 2014).

4 Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan dalam hal pencegahan penyakit yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter yang bekerja di tengah masyarakat agar pasien ke depan memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan penguatan FKTP/Faskes Primer melalui fungsi promotif dan preventif (BPJS, 2014). Dalam menghadapi era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut tentunya pelayanan yang diberikan oleh FKTP dalam hal ini salah satu diantaranya adalah puskesmas harus memberikan pelayanan prima dan berkualitas, maka untuk puskesmas juga harus mampu untuk memberikan kepuasan pada karyawan (BPJS, 2014). Data rasio jumlah tenaga medis dalam hal ini dokter dengan masyarakat yang ada di Kota Padang yaitu satu orang dokter untuk 7838 orang penduduk. Hal ini melebihi dari rasio dokter ideal menurut WHO, yaitu satu dokter untuk 2.500 penduduk Jika dilihat berdasarkan jumlah puskesmas, maka jumlah dokter yang ada saat ini di seluruh puskesmas Kota Padang adalah 53 orang, sedangkan kebutuhan menurut jumlah penduduk Kota Padang yang berjumlah 415.435 jiwa, jumlah dokter yang di butuhkan adalah 83 orang. Sehingga masih terdapat kekurangan jumlah dokter di Kota Padang sebanyak 30 orang (BPJS Kota Padang, 2014). Pelayanan kesehatan pada era JKN ditetapkan berdasarkan jumlah kapitasi yaitu jumlah peserta yang terdaftar. Dengan adanya kapitasi yang telah ditetapkan oleh BPJS maka masing-masing dokter harus mampu memberikan pelayanan kepada 5000 orang. Dengan melihat hal tersebut tentunya beban kerja yang dimiliki satu

5 orang dokter menjadi berlebih dari rasio ideal pelayanan yang harus dilakukannya untuk 2.500 penduduk (BPJS, 2014). Hasil penilaian Work Load Indikator Staff Need (WISN) yang digunakan untuk menilai beban kerja pada 6 Puskesmas di Kota Padang yaitu Puskesmas Padang Pasir, Puskesmas Lapai, Puskesmas Lubuk Buaya, Puskesmas Seberang Padang, Puskesmas Pengambiran dan puskesmas Andalas diketahui bahwa waktu kerja di Puskesmas yaitu 233 hari/tahun atau 1351 jam/tahun. Hasil perhitungan tersebut didapat dari pengurangan jumlah hari kerja puskesmas selama setahun dengan penjumlahan cuti tahunan, ijin, dinas luar, hari libur nasional dan daerah, sakit, dan pelatihan. Jika dilihat hasil perhitungan kebutuhan dokter umum di Puskesmas tersebut, didapat berdasarkan perkalian kebutuhan tenaga dengan faktor kelonggaran individu, hasil total kebutuhan tenaga untuk kegiatan pelayanan yaitu 2,55 digenapkan menjadi 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada enam puskesma tersebut dibutuhkan setidaknya 3 tenaga medis dalam menunjang pelayanan. Peningkatan beban kerja yang ada tersebut tentunya harus berbanding lurus dengan kompensasi yang diterima oleh dokter agar terjadi peningkatan kinerja dan pelayanan yang diberikan kepada pasien prima dan berkualitas. Tarif kapitasi dihitung berdasarkan jumlah peserta terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Pemerintah menetapkan tarif kapitasi untuk layanan primer (puskesmas) sebesar Rp 3-6 ribu (BPJS, 2014). Jumlah tersebut masih sangat kurang apalagi jika jumlah masyarakat yang terdaftar sangat sedikit misalnya di daerah. Pendapatan para dokter akan bergantung pada sisa biaya kapitasi yang diberikan. Jika masyarakat yang sakit banyak, maka biaya kapitasi tersebut akan

6 banyak digunakan untuk melakukan pengobatan sehingga sisanya yang bisa diberikan untuk jasa medik dokter makin sedikit. Dengan tidak adanya standar insentif tambahan tetap yang diberikan kepada para dokter, membuat timbulnya kekhawatiran para dokter (Zaenal, 2014). Padahal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyarankan kompensasi yang diterima oleh dokter pelayanan primer sebesar Rp 2-3 juta perbulannya untuk menghindarkan kekhawatiran para tenaga kesehatan (IDI, 2014). Berdasarkan data kapitasi peserta BPJS untuk Kota Padang adalah 415.435 jiwa. Jika dilihat data kapitasi terendah adalah 7.112 jiwa di Puskesmas Ikur Koto, sementara yang tertinggi adalah Puskesmas Lubuk Buaya dan Andalas dengan masing-masing kapitasi 36.422 jiwa dan 36.084 jiwa. Dana kapitasi ini berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam hal ini salah satunya adalah puskesmas yang digunakan untuk pembayaran jasa medis 60% dan pembayaran operasional 40%. Untuk pembayaran jasa medis ditentukan oleh jenis ketenagaan (tenaga medis, tenaga apoteker, tenaga profesi keperawatan atau Ners, tenaga kesehatan setara S1 atau D4, tenaga non kesehatan minimal setara D3, tenaga kesehatan setara D3, atau tenaga kesehatan dibawah D3 dengan masa kerja lebih dari 10 tahun, tenaga kesehatan dibawah D3, dan tenaga non kesehatan dibawah D3), jabatan (Kepala Fasilitas Kesehatan Pertama/FKTP, Kepala Tata Usaha, dan Bendahara Dana Kapitasi JKN) dan kehadiran (hadir setiap hari kerja) (Permenkes No. 19, 2014). Namun, seiring pelaksanaanya terjadi ketidakpuasan terhadap kriteria pembagian jasa medis yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 Tahun 2014 maka diinstruksikan kepada kepala daerah untuk menambahkan peraturan tersebut berdasarkan kebutuhan daerah

7 sebagai bentuk penjelasan kriteria lebih lanjut yang dituangkan dalam ketentuan variabel daerah, yang disahkan oleh walikota/bupati dalam hal ini Peraturan Walikota atau Peraturan Bupati. Variabel yang ditambahkan tersebut adalah berdasarkan kinerja (pencapaian Satuan Kerja Pegawai/SKP). Jika dilihat berdasarkan rata-rata jasa medis yang diterima masing-masing dokter per puskesmas di Kota Padang mendapatkan jasa medis per bulan adalah Rp 2,2 juta. Besaran kompensasi yang diterima tersebut jika dibandingkan dengan usulan IDI yaitu terdapat selisih Rp 800.000,-1.800.000,- dari rekomendasi IDI Rp 3-4 juta perbulannya (BPJS Kota Padang, 2014). Berdasarkan teori Herzberg (1987) Two Factors Theory menyatakan kepuasan kerja ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor motivasi (pekerjaan itu sendiri, prestasi yang diraih, promosi jabatan, pengakuan orang lain, dan tanggung jawab) dan faktor pemeliharaan (kompensasi, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijakan dan administrasi perusahaan) (Herzberg, 1987). Hasil penelitian Mustapha dan Zakaria (2013) di Kelantan Malaysia menyatakan bahwa terdapat hubungan kesempatan untuk promosi jabatan dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian Al Zoubi (2012) di Yordania menyatakan bahwa terdapat hubungan gaji pegawai dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian yang sama juga dilakukan Kesuma (2012) menyatakan bahwa kompensasi yang di terima petugas kesehatan di Puskesmas Kayu Aro Kabupaten Solok berhubungan dengan pelayanan yang di berikan kepada masyarakat. Hasil penelitian ini di dukung oleh

8 Afrizal (2013) yang menyatakan kompensasi dan supervisi berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai. Hasil penelitian Mafini dan Dlodlo (2013) di Afrika Selatan menyatakan bahwa terdapat hubungan supervisi dengan kepuasan kerja karyawan. Penelitian Morrison (2004) menyatakan terdapat hubungan interpersonal pegawai dengan kepuasan kerja. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan kepada 10 responden tenaga medis di Kota Padang diketahui 4 orang dari 10 responden (40%) menyatakan tidak memiliki kepuasan kerja dalam pekerjaan yang mereka lakukan, 5 orang (50%) menyatakan tidak mendapatkan promosi jabatan dan kurang puas dengan gaji yang diterima. Empat orang (40%) menyatakan kurang baik dalam mendapatkan supervisi dan hubungan interpersonal pegawai. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepuasan Kerja Tenaga Medis di Puskesmas Kota Padang. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis faktorfaktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja tenaga medis di Puskesmas Kota Padang.

9 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus Kuantitatif 1. Diketahuinya distribusi frekuensi kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 2. Diketahuinya hubungan persepsi pekerjaan dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 3. Diketahuinya hubungan promosi jabatan dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 4. Diketahuinya hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 5. Diketahuinya hubungan supervisi dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 6. Diketahuinya hubungan antar pribadi pegawai dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 1.3.3 Tujuan Khusus Kualitatif Diketahuinya informasi mendalam mengenai kepuasan tenaga medis dalam penerimaan jasa medis Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial di puskesmas Kota Padang.

10 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para akademisi dan pengembangan ilmu kesehatan masyarakat tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja tenaga medis di puskesmas Kota Padang. 1.4.2 Aspek Praktis Berdasarkan aspek praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi pihak Puskesmas di Kota Padang, Dinas Kesehatan Kota Padang, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis baik dalam hal faktor motivasi maupun pemeliharan dan dalam penerimaan jasa medis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.