BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan

PENGARUH PUTARAN SPINDEL UTAMA MESIN BOR TERHADAP KEAUSAN PAHAT BOR DAN PARAMETER PENGEBORAN PADA PROSES PENGEBORAN DENGAN BAHAN BAJA

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

BAB III METODE PENELITIAN

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

Mulai. Identifikasi Masalah. Persiapan Alat dan Bahan

3. Mesin Bor. Gambar 3.1 Mesin bor

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

Karakterisasi Material Sprocket

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

BAB III METODE PENELITIAN

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

Mesin Perkakas Konvensional

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NERACA. Neraca Ohauss

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PENGARUH SURFACE TREATMENT METODA PLASMA NITRIDING TERHADAP KEKERASAN DAN KETAHANAN AUS PAHAT BUBUT BAHAN BAJA KECEPATAN TINGGI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41

Iman Saefuloh 1, Ipick Setiawan 2 Panji Setyo Aji 3

NERACA A. TUJUAN B. DASAR TEORI a. Neraca Ohauss

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Rumusan Masalah. Identifikasi Variabel. Perancangan Percobaan. Analisis dan Pengujian

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45

Analisa Pengaruh Gerak Makan Dan Putaran Spindel Terhadap Keausan Pahat Pada Proses Bubut Konvensional

BAB V MESIN MILLING DAN DRILLING

28 Gambar 4.1 Perancangan Produk 4.3. Proses Pemilihan Pahat dan Perhitungan Langkah selanjutnya adalah memilih jenis pahat yang akan digunakan. Karen

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN. oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

ANALISA KEAUSAN PERKAKAS POTONG PADA PROSES HOT MACHINING BAJA BOHLER K110 DENGAN 3 VARIASI SPEED MACHINING

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA AISI 4140 AFRIANGGA PRATAMA 2011/ PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

BAB III. dan RX-KING ditujukan pada diagram dibawah ini yaitu diagram alir penelitian. Rumah Kopling F1-ZR. Rumah Kopling RX-KING.

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BAB III METODE PENELITIAN

PROSES GURDI (DRILLING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT. Mesin FT UNY

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

ANALISIS HASIL KEKERASAN METODE VIKERS DENGAN VARIASI GAYA PEMBEBANAN PADA BAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pandangan Umum terhadap Mesin Uji Tarik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

: Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr. Rr Sri Poernomo Sari, ST., MT. : 2.Irwansyah, ST., MT

PENERAPAN PENILAIAN KEKASARAN PERMUKAAN (SURFACE ROUGHNESS ASSESSMENT) BERBASIS VISI PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA S45C

UJI KEKERASAN MATERIAL DENGAN METODE ROCKWELL

PENGARUH LAJU PEMAKANAN PEMBUATAN CETTING CLEP MENGGUNAKAN MESIN BUBUT TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH DAN STAINLEES STEEL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

Ada beberapa jenis timbangan yang sering digunakan akan tetapi secara garis besar timbangan yang digunakan dibedakan menjadi 3 yaitu :

ANALISIS PROSES MACHINING DIES OUTER FENDER DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER SESUAI KATALOG DAN KONDISI DI LAPANGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode analisa, yaitu suatu usaha

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Proses pengeboran merupakan proses permesinan yang paling sering digunakan setelah proses bubut karena hampir semua komponen dan produk permesinan mempunyai lubang. Gerak makan pada proses pengeboran dilakukan oleh mata bor. Mata bor mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak pengeboran karena diputar oleh spindle mesin bor. Putaran spindle mesin dan gerak makan dapat dipilih dari beberapa tingkat putaran dan gerak makan yang tersedia pada mesin bor. 2.2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Armansyah. G, (2004), dalam pengujian keausan mata bor dilakukan dengan menggunakan Neraca Digital. Pengukuran keausan dilakukan dengan meletakan mata bor pada Neraca Digital, dimana dalam pengujian ini dengan menimbang berat pada mata bor sebelum dan sesudah digunakan, setelah itu diketahui materialnya yang hilang. 5

Menurut Rio Oktavianus. P (2005) dijelaskan bahwa keausan terjadi adanya material benda kerja yang hilang akibat panasnya mata bor dari gaya gesek. Menurut budiman. (2007) dijelaskan bahwa setelah proses pengeboran untuk mengetahui keausan mata bor perlu melihat struktur mikro menggunakan mikroskop. Menurut Pawlik et.al, (2001) dijelaskan bahwa untuk mengetahui umur mata bor juga harus dengan variasi kecepatan atau test kecepatan, dalam pengujian ini dengan 3 kali percobaan. Dan dalam penelitian ini menggunakan standard ASTM (American Standard Tester and Material ) 785. 2.3 Pengaruh Terhadap Keausan Keausan mata bor pada dasarnya terjadi akibat proses gaya gesek yang mengakibatkan mata bor menjadi panas dan permukaan menjadi rata akibat gesekan dimana yang menjadi keausan terhadap keausan sudut mata bor dikarenakan sudut dari mata bor yang di pergunakan untuk proses pengeboran dan apabila sering terjadi gesekan maka umur mata bor akan mencapai batasnya. Lalu apabila di paksa akan menjadi kepatahan. Lalu untuk mengetahui keausan dengan cara melihat secara visual mata terlebih dahulu sampai sekiranya sudah benarbenar mengalami puncak keausan, dan untuk mengetahui keausanya dengan cara menimbang berat pada mata bor sebelum dan sesudah digunakanya mata bor, setelah itu diketahui berapa keausanya, jadi bisa disimpulkan bahwa pada proses 6

pergesekan akan mengakibatkan jumlah material yang hilang dari sebuah mata bor akibat pergesekan dengan benda kerja. 2.4 ELEMEN MATA BOR Badan (body), adalah bagian mata bor yang dibentuk untuk mata bor. 140 Waluyo, Pengaruh putaran spindel utama mesin bor terhadap keausan mata bor dan parameter pengeboran pada proses pengeboran dengan bahan baja. Pemegang/gagang (Shank), adalah bagian bor yang dipasangkan pada mesin perkakas. Bila bagian ini tidak ada, maka fungsinya diganti oleh mata bor. Sumbu bor (Tool Axis), adalah garis maya yang digunakan untuk mendifinisikan geometri bor. Umumnya merupakan garis tengah dari pemegang. 2.5 BIDANG MATA BOR Merupakan permukaan aktif mata bor. Setiap mata bor mempunyai bidang aktif sesuai dengan jumlah mata potongnya. Dua bidang aktif dari mata bor adalah : 1. Bidang geram, adalah bidang tempat geram mengalir. 2. Bidang utama/mayor, adalah bidangyang menghadap permukaan transient dari benda kerja. 7

Gambar 2.1 Elemen mata Bor 2.6 SUDUT MATA BOR Untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari sebuah pengeboran, maka mata bor harus baik. Sudut mata bor harus tepat dan sesuai dengan bahan yang harus dibor. Sudut mata bor yang biasa pada pengeboran komersial pada umumnya adalah 118 yang cukup memudahkan untuk baja lunak, kuningan dan bahan pada umumnya. 2.7 TEMPERATUR Seperti pada semua operasi logam, energy yang dihasilkan dalam operasi pengeboran diubah menjadi panas, yang mana pada akhirnya akan menaikan temperatur pada daerah pengeboran tersebut, dan dengan naiknya kecepatan potong maka otomatis panas yang dihasilkan juga meningkat. Hampir semua energy pengeboran diubah menjadi energy panas/laju panas yang ditunjukan oleh daya pengeboran melalui proses gesekan antara geram dengan mata bor serta 8

antara mata bor dengan benda kerja, dan semakin tinggi kecepatan putaran spidel utama mesin bor maka semakin besar prosentase panas yang terbawa oleh gram. Pengetahuan perihal kenaikan temperatur perlu diperhatikan karena kenaikan temperatur dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan antara lain : 1. Bisa mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan keausan pada mata bor. 2. Menyebabkan perubahan dimensi benda kerja, sehingga akan sulit memperoleh ketelitian yang baik. 3. Dapat mempengaruhi kerusakan sehingga akan mempengaruhi umur pakai mesin perkakas/mesin bor. 4. Dapat mempengaruhi umur pakai mata bor, sehingga pemakaian mata bor tidak efisien. 2.8 BESI ST 37 Besi ST 37 memiliki arti baja (dalam bahasa jerman: stahl; dalam bahasa inggris: steel ) 37 memiliki makna kekuatan tarik sebesar 37 kgf/mm² atau sekitar 360-370 N/mm². Sehingga ST menunjukan baja structural, sedangkan dua digit dibelakang menunjukan kekuatan tarik dalam kgf/mm². Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ST 37 merupakan baja structural dengan kekuatan tarik sebesar 37 kgf/mm². Kandungan ST 37 mengandung 0,21-0,25% karbon; 0,065% phosphorus; 0, 065% sulfur dan 0,010% nitrogen. Dengan berat 3kg dan panjang 200 mm diameter 20 mm. 9

Gambar 2.2 besi ST 37 2.9 TEORI PENGUJIAN KEAUSAN MATA BOR Menurut Joko Waluyo 2010, Teori keausan mata bor dengan cara menimbang terlebih dahulu mata bor yang belum digunakan, dan setelah digunakan di timbang kembali berat mata bor tersebut, setelah itu di perbandingkan antara mata bor yang sudah digunakan dengan yang sebelum digunakan. Cara menimbang berat dari mata bor dengan menggunakan Neraca digital. 2.10 MATA BOR HSS Menurut robbi 2004, Mata bor masih dibedakan dari jenis material bahan, hanya saja yang umum dipasaran adalah HSS (High Speed Steel), walaupun ada type khusus untuk material tertentu. HSS-Co lebih keras dari pada HSS biasa, sehingga dalam penggunaan lebih awet dan tentunya dari segi harga lebih mahal dari HSS biasa. Kandungan dari mata bor HSS yaitu Krom (Cr): (10% s.d 35%) yang berbentuk karbida, Wolfram (W): (10% s.d 25%), Karbon : 3% menghasilkan jenis yang keras dan tahan haus. 10

2.10.1 JENIS-JENIS MATA BOR Core Drill Bit Hole Saw Metal Hatchi HSS Mata bor kaca Router Bit Mortiser Bit Hinge Borring Bit 2.11 TEORI KEAUSAN MATA BOR Keausan pada dasarnya adalah akibat adanya gaya gesek yang menimbulkan panas, lalu akibat terjadinya gaya gesek maka akan mengalami keausan, dan keausan juga terjadi akibat adanya material yang hilang pada mata bor. 11

2.12 NERACA DIGITAL Gambar 2.3 Neraca Digital Sumber : Pribadi Neraca digital merupakan alat yang sangat akurat untuk meneliti berat terkecil, ke akuratanya sampai 0,0001 gram, dan sering ada dalam laboratorium yang digunakan untuk menimbang bahan yang akan digunakan. Neraca digital berfungsi untuk membantu mengukur berat serta cara kalkulasi fecare otomatis harganya dengan harga dasar satuan banyak kurang. Cara kerja neraca digital hanya bisa mengeluarkan label, ada juga yang hanya timbul ditampilkan layar LCDnya (Mansur, 2010). Kita mengenal neraca digital sebagai alat ukur untuk satuan berat. Dibandingkan dengan neraca jaman dulu yang masih menggunakan neraca analog atau manual, neraca digital memiliki fungsi lebih sebagai alat ukur, diantaranya neraca digital lebih akurat, presisi, akuntable (bisa menyimpan hasil dari setiap penimbangan). Menimbang benda adalah menimbang sesuatu yang tidak memerlukan tempat dan biasanya tidak dipergunakan pad reaksi kimia, seperti menimbang cawan, gelas kimia dan lain-lain. Menimbang zat adalah 12

menimbang zat kimia yang dipergunakan untuk membuat larutan atau akan direaksikan. Untuk menimbang zat ini diperlukan tempat penimbangan yang dapat digunakan seperti gelas kimia (Mansur, 2010). 2.13 ALAT VICKERS (HV/HVN) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk pyramid. beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian Rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Dalam pengujian kekerasan menggunakan Standar ASTM E 384. Rentang Micro (10g-1000g). dan tipe alat Vickers yaitu Hv1000 seperti yang di tunjukan pada gambar 2.12 (Okasatria. 2007. Pengujian kekerasan). Angka kekerasan Vickers (Hv) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (Injakan) dari identor (diagonalnya) yang dikalikan dengan sin (136 /2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu : H v = (1.8544+F) dr ² Rumus menentukan d (rata-rata) = (d1+d2) / 2 / 40 Rumus menentukan (dr²) = d (rata-rata) x d ( rata-rata) Rumus H v (rata-rata) = Hv1+ Hv2+ Hv3+ Hv4+ Hv5 5 Keterangan: H v : angka kekerasan Vickers 13

F d d r : beban (Kgf) : diagonal (mm) : diagonal rata-rata (mm) Gambar 12.4 Hv1000 Sumber : Pribadi 2.14 RUMUS-RUMUS DALAM PERHITUNGAN UNTUK MENENTUKAN KECEPATAN PENGEBORAN DAN WAKTU PENGEBORAN Rumus-rumus ini digunakan untuk mengetahui hasil data dari Tabel 4.2, Menurut Wijanarka. S. (2012). dijelaskan bahwa untuk mengetahui keausan harus di tentukan terlebih dahulu kecepatan pengeboran dan waktu pengeboranya 14

Kecepatan pengeboran Dihitung dari putaran per menit terhadap diameter benda kerjanya, sering juga disebut dengan kecepatan pada permukaan. V c = π D n 1000 keterangan, n = putaran benda kerja (rpm) D = diameter benda kerja (mm) V c = kecepatan pengboran (m/menit) Waktu pengeboran (T c ) Waktu pengeboran adalah waktu yang dibutuhkan proses pengerjaan suatu produk T c = L t V c Keterangan, T c : waktu yang dibutuhkan (menit) L t : panjang benda kerja yang dibubut (mm) V c : Kecepatan pemakanan (mm/min) 15

2.15 MIKROSKOP Mikroskop adalah alat optik yang terdiri dari dua buah lensa cembung yang digunakan untuk mengamati benda-benda renik (sangat kecil) supaya terlihat lebih besar 2.15.1 Bagian-bagian mikroskop Gambar 2.5 bagian-bagian mikroskop. Sumber : (Giam. 2014. Mikroskop. Bandung) 2.15.2 Cara Kerja Mikroskop Lensa obyektif berfungsi guna pembentukan bayangan pertama dan menentukan struktur serta bagian renik yang akan terlihat pada bayangan akhir serta berkemampuan untuk memperbesar bayangan obyek sehingga dapat memiliki nilai "apertura" yaitu suatu ukuran daya pisah suatu lensa obyektif yang akan 16

menentukan daya pisah spesimen, sehingga mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai dua benda yang terpisah. Lensa okuler, adalah lensa mikroskop yang terdapat di bagian ujung atas tabung berdekatan dengan mata pengamat, dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang dihasilkan oleh lensa obyektif berkisar antara 4 hingga 25 kali. Lensa kondensor, adalah lensa yang berfungsi guna mendukung terciptanya pencahayaan pada obyek yang akan dilihat sehingga dengan pengaturan yang tepat maka akan diperoleh daya pisah maksimal.jika daya pisah kurang maksimal maka dua bendaakan terlihat menjadi satu dan pembesarannyapun akan kurang optimal (Giam. 2014. Mikroskop. Bandung). 17