Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

STUDI KELAYAKAN MIGRASI TV DIGITAL BERBASIS CAKUPAN AREA SIARAN DI BEKASI

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB III PERANCANGAN SFN

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

DAFTAR ISI. JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP.

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Presentasi Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Evaluasi Kinerja Penerapan Koordinasi Interferensi pada Sistem Komunikasi LTE- Advanced dengan Relay

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

Bab 7. Penutup Kesimpulan

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB I KETENTUAN UMUM Definisi

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

Simulasi Performansi Payload HAPS (High Altitude Platform System) Untuk FWA (Fixed Wireless Access) Pada Sistem CDMA2000 1x

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

e-proceeding of Engineering : Vol.1, No.1 Desember 2014 Page 89

BAB I PENDAHULUAN. broadband seperti high speed internet, digital video, audio broadcasting dan

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

Pertemuan 11 TEKNIK MODULASI. Dahlan Abdullah, ST, M.Kom Website :

PENGGUNAAN ADAPTIVE CODED MODULATION DAN SELECTION COMBINING UNTUK MITIGASI PENGARUH REDAMAN HUJAN DAN INTERFERENSI PADA SISTEM LMDS

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

KINERJA AKSES JAMAK OFDM-CDMA

ANALISIS MODE PENERIMAAN FIXED

ANALISIS INTERFERENSI PADA PROSES TRANSISI DARI SISTEM TV ANALOG KE SISTEM TV DIGITAL DVB T DENGAN KONFIGURASI SFN DI INDONESIA

SIMULASI ESTIMASI FREKUENSI UNTUK QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION MENGGUNAKAN DUA SAMPEL TERDEKAT

BAB 4 ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

Faculty of Electrical Engineering BANDUNG, 2015

BAB II LANDASAN TEORI

Sri Wahyuni, Pengaruh Penggunaan Jenis Modulasi Sistem HAPS Pada Layanan DVB-T

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Ka-Band Menggunakan Site Diversity di Daerah Tropis

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

ANALISIS KINERJA SISTEM AKSES JAMAK PADA ORTHOGONAL FREKUENSI DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) MENGGUNAKAN TEKNIK CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: endroyonoo@ee.its.ac.id Abstrak Indonesia sedang dalam proses migrasi dari siaran TV analog menjadi siaran TV digital. Siaran TV digital yang akan diterapkan di Indonesia menggunakan standar Digital Video Broadcasting Terrestrial Second Generation (DVB-T2). Siaran TV digital menawarkan lebih banyak keuntungan dibandingkan siaran TV analog. Indonesia yang merupakan wilayah hujan tropis memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Curah hujan yang tinggi ini dapat menganggu sistem transmisi DVB-T2 di Indonesia. Maka diperlukan analisa mengenai sistem DVB-T2 pada lingkungan tropis. Pada tugas akhir ini, sistem transmisi DVB-T2 menggunakan kanal redaman hujan untuk mengetahui pengaruh redaman hujan pada sistem transmisi DVB-T2. Pengaruh redaman hujan ini dianalisa terhadap mode FFT dan guard interval yang bervariasi. Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah sistem DVB-T2 dipengaruhi oleh redaman hujan. Mode FFT yang paling baik adalah mode 8K dengan selisih antara adanya redaman hujan dan tidak ada redaman hujan sebesar 2.2x. Sedangkan ukuran guard interval yang paling baik yaitu guard interval 1/32. P Kata Kunci DVB-T2, redaman hujan, TV Digital I. PENDAHULUAN ada awalnya televisi menggunakan konsep TV analog yang mengkodekan informasi gambar dengan memvariasikan frekuensi dari sinyal. Standar yang digunakan pada dalam TV analog adalah Phase Alternating Line (PAL-G). TV analog ini memiliki beberapa kelemahan yaitu gambar yang diterima terlihat kurang sempurna, terdapat banyak noise pada gambar, dan boros frekuensi. Untuk mengatasi kekurangan pada TV analog maka saat ini dikembangkan siaran TV digital yang menawarkan banyak kelebihan dibandingkan dengan siaran TV analog. Kekurangan yang ada pada siaran TV analog telah diperbaiki pada sistem siaran TV digital. Pada siaran TV digital tidak lagi terbatas oleh jumlah kanal dikarenakan pada satu kanal RF (Radio Frequency) dapat ditempati oleh beberapa siaran TV. Pada sistem siaran TV digital lebih tahan terhadap interferensi sehingga kualitas gambar yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan siaran TV analog dikarenakan proses modulasi digital dan pengolahan sinyal yang lebih kompleks. Berbagai macam standar penyiaran televisi yang sedang berkembang di berbagai negara antara lain ISDB-T, ATSC, DVB-T, DMB-T, dan T-DMB. Namun di Indonesia menggunakan sistem penyiaran televisi DVB-T2 sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 5/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air). Dimana saat ini Indonesia dalam proses migrasi dari siaran TV analog menuju siaran TV digital. Proses migrasi ini berlangsung dari tahun 2007 hingga tahun 2018. Sebelum tahun 2008 pemerintah melakukan simulcast dimana siaran TV analog dan siaran TV digital berjalan bersama. Hingga pada tahun 2018 pemerintah akan melakukan analog switch off yaitu mematikan siaran TV analog dan mengganti dengan siaran TV digital. Indonesia merupakan wilayah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi, yaitu mencapai 2000 hingga 3000 mm/tahun. Sistem komunikasi yang menggunakan RF dapat terganggu oleh adanya redaman hujan, maka sistem DVB-T2 ini juga dipengaruhi oleh redaman hujan. Pengaruh hujan mempunyai dua sifat yaitu spasial dan temporal. Dimana hujan spasial yaitu hujan yang merata di seluruh wilayah sedangkan hujan temporal yaitu ada hujan dalam waktu yang berbeda. Dalam tugas akhir ini dibahas pengaruh hujan dengan sifat temporal. Gambar 1. Diagram metode penelitian

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 2 II. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan, yaitu model kanal dan simulasi sistem seperti pada Gambar 1. Penelitian ini dimulai dengan menentukan parameter DVB-T2. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi kanal Okumura hata dan perencanaan model kanal redaman hujan. Hasil simulasi ini berupa nilai Bit Error Ratio (). A. Parameter DVB-T2 Penelitian Tugas Akhir ini menggunakan bandwidth 8 MHz sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 23/PER/M.KOMINFO/11/2011. Frekuensi yang disediakan pemerintah untuk siaran digital adalah antara range 478 694 MHz sehingga pada penelitian ini menggunakan frekuensi kerja 600 MHz. Penelitian ini menggunakan mode FFT yang bervariasi, yaitu 2K, 4K, dan 8K dengan menggunakan skema modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK). Skema modulasi QPSK dipilih karena orde yang lebih tinggi lebih rentan terhadap interferensi sehingga menyebabkan cakupan yang lebih kecil. Sedangkan ukuran guard interval yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1/4, 1/8, dan 1/32. Semakin besar ukuran guard interval maka semakin kecil interference akibat propagasi multipath. Tabel 1. Parameter DVB-T2 Parameter Mode 2K Mode 4K Mode 8K Bandwidth 8 MHz Frekuensi Modulasi 600 MHZ QPSK Guard Interval 1/4 1/8, dan 1/32 Jumlah carrier 1705 3409 6817 Ukuran IFFT/FFT 2048 4096 8192 Periode simbol 224 µs 448 µs 896 µs Dimana L urban (d)adalah path loss, fc adalah frekuensi kerja yang digunakan, ht adalah ketinggian antena pemancar, hr adalah ketinggian antena penerima, a(hr) adalah koreksi faktor dari tinggi antena penerima terhadap coverage area, dan d adalah jarak antara antenna pemancar dan antenna penerima. h = 3.2 11.75h 4.97,jika fc>300 (2) 8.29 1.54h 1.1,jika fc<300 Data yang akan dikirim masuk dalam blok kanal AWGN untuk ditambahkan noise selanjutnya masuk dalam blok model propagasi Okumura Hata. Dan pada akhirnya masuk dalam blok hujan yang memiliki prinsip kerja seperti switch. Fungsi switch bekerja berdasarkan nilai durasi hujan yang telah dibangkitkan. Bila terdapat hujan switch akan terbuka dan akan menghasilkan nilai redaman begitu pula sebaliknya jika tidak ada hujan maka switch akan tetap tertutup dan tidak akan memberikan redaman. Pemodelan kanal hujan yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan seperti Gambar 2. Gambar 2. Model simulasi kanal C. Simulasi Sistem DVB-T2 Setelah model simulasi kanal hujan terbentuk selanjutnya disimulasikan pada sistem DVB-T2 yang terdiri dari blok pemancar OFDM, blok model kanal hujan, dan blok penerima OFDM yang kemudian menghasilkan nilai Bit Error Rate () seperti terlihat dibawah ini Gambar 3. Carrier spacing f (khz) 4464 2232 1116 Pemancar OFDM Model Kanal Hujan Penerima OFDM B. Model Simulasi Kanal Data redaman hujan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pembangkitan fade slope dan fade duration berdasarkan penelitian sebelumnya. Hasil pembangkitan data hujan ini divalidasi terlebih dahulu dengan menggunakan kurva CCDF yang kemudian digunakan dalam model kanal redaman hujan. Model propagasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Okumura Hata. Model Okumura Hata ini digunakan untuk daerah perkotaan. Dimana model ini dapat bekerja pada range frekuensi 200 MHz-1900 MHz dengan radius 1 KM hingga 100 KM. Dalam penelitian ini menggunakan antena pemancar setinggi 30 m dan antenna penerima 3 m. Persamaan loss untuk daerah urban dapat ditentukan dengan persamaan (1) berikut =69.55+26.16 13.82 h h + 44.9 6.55 h (1) Gambar 3. Blok sistem DVB-T2 dengan kanal redaman hujan Pada diagram blok konfigurasi pemancar OFDM teridiri dari sinyal informasi sebagai masukan, blok modulasi, IFFT, dan digital to analog converter. Sinyal informasi yang dikirimkan dimodulasikan menurut skema modulasi yang digunakan pada sistem OFDM, yaitu modulasi QAM. Selanjutnya sinyal hasil modulasi masuk ke dalam blok IFFT sesuai dengan parameter yang digunakan yaitu, dan mode 8K yang berfungsi menjamin keorthogonal-an antar subcarrier dan pada akhirnya sinyal digital diubah menjadi sinyal analog. Sinyal OFDM yang dihasilkan merupakan sinyal baseband, untuk mendapatkan sinyal radio frekuensi (RF) diperlukan proses filtering dan mixing. OFDM memungkinkan untuk efisiensi spektrum tinggi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 3 sebagai daya carrier dan skema modulasi yang dikontrol setiap carrier. Namun dalam sistem penyiaran adalah tetap karena merupakan komunikasi yang satu arah. Setelah melewati pemancar OFDM, sinyal OFDM masuk dalam blok kanal hujan yang kemudian masuk dalam sinyal diteruskan pada receiver dan sinyal tersebut akan melewati blok penerima hingga kembali menjadi sinyal informasi yang diterima oleh pengguna. Blok penerima terdiri dari analog to digital converter, blok FFT, blok demodulasi dan sinyal keluaran. Sinyal baseband yang dihasilkan kemudian diubah menjadi sinyal analog yang kemudian dikonversi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi dengan jumlah FFT yang digunakan sama dengan jumlah IFFT yang digunakan pada pemancar. Selanjutnya sinyal akan didemodulasi dan akhirnya diterima oleh penerima. D. Evaluasi Sistem Agar dapat mengevaluasi sistem yang telah dirancang maka parameter yang menjadi acuan adalah nilai Bit Error Rate (). merupakan pengukuran kualitas dari sinyal terima untuk sistem komunikasi digital. Sedangkan untuk sistem komunikasi digital dinyatakan sebagai perbandingan kerapatan spectral daya energi per bit dengan noise (Eb/NO). merupakan parameter Quality of Service (QoS). Perhitungan adalah sebagai berikut: = Semakin kecil nilai berarti performansi sistem tersebut semakin bagus karena menunjukkan senakn kecil kesalahan bit yang diterima. III. HASIL SIMULASI DAN ANALISA DATA A. Hasil Validasi Pembangkitan Redaman Hujan Penelitian ini menggunakan data fade slope dan fade duration yang akan digunakan pada model simulasi kanal hujan. Sebelum data fade slope dan fade duration itu digunakan maka perlu adanya validasi data. Proses validasi fade slope dan fade duration ini menggunakan kurva CCDF. 10-1 Kurva CCDF fade slope 1km 2km 3km 4km (3) sebagai data fade slope untuk simulasi model kanal hujan pada sistem DVB-T2. Gambar 5. Kurva CCDF fade slope penelitian porman [1] Pembangkitan fade duration ini menggunakan nilai threshold 5 db, 10 db, 15 db, 20 db, dan 25 db seperti pada Gambar 6. Terlihat bahwa semakan lama durasi hujan maka probabilitasnya akan semakin kecil sedangkan semakin besar redaman hujan maka probabilitas durasi hujan semakin kecil. Probabilitas fade duration > axis 10 0 10-1 Kurva CCDF Pembangkitan Fade Duration pada Link 1 KM Gambar 6. Kurva CCDF fade duration hasil validasi 5db 10db 15db 20db 25db 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Durasi(s) Dari Gambar 7 yang merupakan kurva CCDF pada penelitian porman terlihat bahwa kurva CCDF fade duration hasil validasi mendekati kurva CCDF fade duration porman. Hasil pembangkitan ini akan digunakan sebagai data dalam pemodelan kanal hujan. Probabilitas [fade slope > axis] 0 2 4 6 8 10 12 Fade slope (db/s) Gambar 4. Kurva CCDF fade slope hasil validasi Hasil validasi pembangkitan fade slope ini tidak sama dengan kurva CCDF pada penelitian porman[1] seperti Gambar 5 namun kurva CCDF hasil validasi ini mendekati kurva CCDF penelitan sebelumnya sehingga dapat digunakan Gambar 7. Kurva CCDF fade duration penelitian porman[1]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 4 B. Analisa Pengaruh Redaman Hujan Terhadap Mode FFT Pada simulasi menggunakan dengan menggunakan guard interval 1/4, 1/8 dan 1/ 32 terlihat bahwa pengaruh redaman hujan terlihat ketika Eb/No lebih dari 3 db seperti pada Gambar 8. Pengaruh guard interval terlihat pada Eb/No 6 db nilai untuk guard interval 1/4, 1/8 dan 1/32 berturut-turut adalah 2.5x, 3.4x, dan 1.7x. Nilai yang terbaik untuk semua guard interval yaitu saat Eb/No lebih dari 8 db. Perbedaan pada akibat redaman hujan pada Eb/No 10 db sebesar 8.4 x. db sebesar 2.2x. Perubahan akibat redaman hujan pada sebesar 0.511. Grafik vs Eb/NO mode 8K tidak hujan Grafik vs Eb/NO tidak hujan Gambar 10. Grafik vs Eb/No mode 8K Gambar 8. Grafik vs Eb/No Untuk pengaruh redaman hujan baru terlihat ketika Eb/No lebih dari 5 db seperti pada Gambar 9. Pada Eb/No 6 db nilai untuk masing-masing guard interval 1/4, 1/8, dan 1/32 adalah 2.1 x, 6 x, dan 3.4x. Perbedaan antara akibat pengaruh redaman hujan pada Eb/No 9 hingga 10 db untuk semua guard interval adalah 4.3 x. Perubahan akibat redaman hujan pada ini sebesar 0.5. Grafik vs Eb/NO tidak hujan Dari hasil simulasi dengan menggunakan, mode 4K, dan mode 8K terlihat bahwa semakin tinggi mode FFT yang digunakan maka perubahan nilai akibat adanya redaman hujan semakin besar. C. Analisa Pengaruh Redaman Hujan Terhadap Guard Interval Pengaruh adanya redaman hujan baru terlihat ketika Eb/No lebih dari 6 db seperti pada Gambar 11. Untuk guard interval 1/4 selisih akibat redaman hujan untuk,, dan mode 8K pada Eb/No 10 db berturut-turut adalah 8.4 x, 4.3 x, dan 2.2 x. Besarnya nilai untuk Eb/No 7 db dengan guard interval 1/4 untuk semua mode adalah 1.7 x, 1.2 x, dan 1.2 x. Maka mode FFT yang memiliki nilai paling baik yaitu mode 8K untuk Eb/No lebih dari 7 db. Grafik vs Eb/NO mode 8K tidak hujan tidak hujan Gambar 9. Grafik vs Eb/No Seperti pada Gambar 10 untuk mode 8K redaman hujan berpengaruh terhadap nilai ketika Eb/No lebih dari 6 db. Pada Eb/No 8 db terlihat perbedaan nilai akibat pengaruh guard interval. Nilai pada Eb/No 8 db untuk guard interval 1/4, 1/8, dan 1/32 adalah 6.4x, 3.4x, dan 8.6 x. Selisih akibat redaman hujan pada Eb/No 10 Gambar 11. Grafik vs Eb/No dengan guard interval 1/4 Untuk guard interval 1/8 pengaruh redaman hujan pada sistem DVB-T2 terhadap terlihat saat Eb/No lebih dari 5 db. Nilai pada Eb/No 7 db untuk adalah 2.5x, adalah 2.1x, dan mode 8K adalah. Untuk guard interval 1/8 nilai yang paling baik yaitu mode 8K dengan Eb/No lebih dari 7 db.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 5 Grafik vs Eb/NO mode 8K tidak hujan tidak hujan yaitu sebesar 0.511. Pada dan perubahan sebesar 0.494 dan 0.5 c. Besarmya ukuran guard interval kurang mempengaruhi pada sistem DVB-T2. DAFTAR PUSTAKA [1] Aulia, F., Hutajulu, P., Hendrantoro, G., Mauludiyanto, A., Model Statistik Fading karena Hujan di Surabaya, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta. 2008. [2] Bolat, E., Study of OFDM Performance Over AWGN Channels, Eastern Mediterranean University, Juli. 2003. [3] Fischer, W., Digital Video and Audio Broadcasting Technology: A Practical Engineering Guide,Springer Series on Signal and Communication Technology, Second Edition. 2008. [4] Mitra, A., Lecture Notes on Mobile Communication, Indian Institutr of Technology Guwahati, November.2009. Gambar 12. Grafik vs Eb/No dengan guard interval 1/8 Pada Gambar 12 pengaruh redaman hujan untuk guard interval 1/32 terlihat ketika Eb/No lebih dari 6 db. Nilai untuk Eb/No 7 db pada guard interval 1/32 untuk semua mode berturut-turut adalah 1.7x, 1.2 x, dan. Selisih akibat adanya redaman hujan pada Eb/No 10 db adalah 8.4 x untuk, 4.3 x untuk, dan 2.2 x untuk mode 8K. Grafik vs Eb/NO tidak hujan Gambar 13. Grafik vs Eb/NO dengan guard interval 1/32 Dari hasil simulasi pengaruh redaman hujan terhadap semua ukuran guard interval bahwa semakin kecil ukuran guard interval maka nilai akan semakin kecil. Maka yang terbaik yaitu dengan mode 8K dan ukuran guard interval 1/32. IV. KESIMPULAN Berdasarkan simulasi model kanal hujan yang telah dibuat dan hasil analisa yang telah dilakukam pada sistem DVB-T2, maka pada tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Hasil simulasi sistem DVB-T2 menggunakan model kanal hujan menunjukkan bahwa redaman hujan berpengaruh terhadap sistem DVB-T2 ketika Eb/No lebih dari 5 db. b. Mode FFT mempengaruhi besarnya nilai. Semakin tinggi mode FFT maka perubahan nilai akibat redaman hujan akan semakin besar terlihat pada mode 8K