BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kinerja karyawan dalam suatu organisasi adalah stress kerja karyawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

I. PENDAHULUAN. kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal) dengan adanya kualitas keahlian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedang membangun, khususnya di bidang industri. Oleh karena itu, banyak

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA WALIKOTA MADIUN,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN JEPARA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemanusiaan dan menjadi contoh masyarakat. Seperti yang tercantum dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LAMPIRAN A. Lembar Item Skala Penelitian

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SRAGEN

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DASAR POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Malasah

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TENTANG ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

2011, No Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Re

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Pemda) adalah menjamin kepastian hukum, menciptakan, serta memelihara

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 20 TAHUN 2012 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang melayani kesehatan masyarakat serta di dukung oleh instansi dan

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

NURDIYANTO F

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri

PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KATINGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II URAIAN TEORITIS

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PONOROGO

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan P

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UCAPAN TERIMA KASIH...

Awal dibentuknya adalah untuk mengembalikan wibawa pemerintah daerah yang carut marut karena kondisi Pemerintahan Republik Indonesia yang masih belia.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DASAR POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKTOR ERGONOMI & PSIKOLOGI PERTEMUAN KE-4

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN TEORI

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 66

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 26 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Berdasarkan pada berbagai pemberitaan di media, khususnya media televisi, setiap pemberitaan yang berkaitan dengan serangkaian kegiatan penertiban selalu menyertakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Berdasarkan pasal 3 PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP, dijelaskan bahwa Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan perda, ketertiban umum, dan ketenteraman masyarakat. Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Dalam konteks itu, penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP merupakan salah satu kegiatan rutin untuk mengatur tata ruang kota yang mulai tidak menentu karena adanya sejumlah penggunaan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi. Kegiatan penertiban ini sampai menyita perhatian media karena tidak jarang dari aktivitas penertiban tersebut melahirkan sejumlah benturan-benturan fisik antara Satpol PP dan pihak yang ditertibkan. Berbagai kasus bentrokan Satpol PP dengan pihak-pihak yang dinilai mengganggu ketertiban umum sering terjadi. Kasus yang paling menghebohkan di tahun 2010 adalah kasus Priok yang memakan banyak korban jiwa. Kasus tersebut sering kita temukan di kota-kota besar yang padat akan penduduk. Sedangkan ruang lingkup kerja Satpol PP Kabupaten Kupang dengan ibukota berbeda. 1

2 Pekerjaan Satpol di ibukota lebih pada penanganan massa yang berorasi, penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima), tempat hiburan, dan lainlain. Sedangkan kegiatan yang sering berlangsung di Kabupaten Kupang adalah melakukan peninjauan dan sosialisasi IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) secara langsung, pemantauan bahan tambang mangan ilegal, dan tugas-tugas umum lainnya. Seperti kasus penanganan mangan yang sedang berlangsung saat ini, yang melibatkan Satpol PP vs TNI-POLRI yang memegang kekuasaan lebih tinggi dari Satpol PP, dan juga jam kerja di luar jam kantor yang semestinya, yaitu dari pagi sampai dengan pagi dikeesokan harinya, yang berlangsung selama 2 sampai 3 hari dengan kondisi lapangan yang terpencil dan tidak mendukung. Seperti yang dakatakan oleh salah seorang narasumber:...kalau kita bertugas dilapangan untuk menangani mangan, biasanya kita tidak pulang, kita tidur di sekitar tempat penambangan tersebut. Yaaa.., tidurnya beralaskan batu tanpa atap. Jadi tidurnya di tempat kosong yang bisa dipakai untuk beristirahat.. Biasanya dari pagi sampai pagi kembali. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa intensitas dan variasi pekerjaan yang dilakukan tidaklah sama. Sehingga yang menjadi pertanyaannya: Hal-hal apa saja yang memicu munculnya stress kerja pada aparat Satpol PP di Kabupaten Kupang, jika ruang lingkup pekerjaannya berbeda dari ruang lingkup pekerjaan di ibukota?. Heilriegel dan Slocum dalam buku Sutarto Wijono (2010: 120) menjelaskan pengertian stress kerja dengan menyatakan:...strees kerja merupakan umpan balik atas diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan permintaan organisasi. Stress kerja juga

3 merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja, serta dapat mengganggu individu tersebut. Dalam konteks pekerjaan, dengan mengikuti pendapat Greenberg dalam Kristanto, et al (2006: 5) stress kerja adalah interaksi antara stimulus dengan respon individu berdasarkan penilaian kognisinya terhadap stimulus tersebut yang dirasa mengancam dirinya. Pendapat ini menjelaskan bahwa stress dinilai sebagai sebuah bentuk interaksi atas adanya berbagai kejadiankejadian tertentu yang dinilai mengancam keselamatan seseorang, baik keselamatan fisik maupun keselamatan dalam pekerjaan. Berdasarkan data yang ada bisa diindikasikan terjadi stress kerja pada Satpol PP. Gejala terjadinya stress kerja sebenarnya bisa diidentifikasikan dari sisi psikologis, fisiologis dan perilaku. Untuk gejala psikologis bisa ditunjukkan dari kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung, rasa marah, sensitif, memendam perasaan, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kehilangan konsentrasi, dan lainnya. Namun gejala ini sebatas pada pengamatan peneliti selama berada di lingkungan kerja Satpol PP. Gejala fisiologis, bisa diidentifikasi dari sering munculnya keluhan seputar sakit kepala yang timbul ketika sedang mengerjakan tugas, dan lainnya. Hal tersebut juga ditunjukan dari hasil wawancara singkat dengan informan. Informan tersebut mengatakan sebagai berikut : Kadang-kadang kerja yang seperti ini membuat saya jadi migrain, yang berarti 2 minggu baru berhenti. Dan mata juga sekarang mudah berair, mungkin karena kebanyakan duduk (kerja). Kadang-kadang duduk kerja sampai lupa waktu

4 Selain gejala fisiologis tersebut, juga terdapat gejala stress kerja dari sisi perilaku yang ditunjukkan dari jumlah aparatur Satpol PP. Ada beberapa aparatur Satpol PP yang memiliki keinginan untuk pindah ke bagian lain atau pindah ke pekerjaan lain. Hal tersebut terlihat dari hasil wawancara informan R. Informan pernah berpikir untuk pindah karena tanggung jawab pekerjaannya sebagai Satpol PP sangat besar, selain berhadapan dengan berbagai macam watak masyarakat, juga tidak adanya peningkatan hasil kerja yang diinginkan. Hal tersebut juga terlihat pada hasil wawancara awal dengan salah seorang aparat Satpol PP. Beliau mengatakan bahwa :..saya dulu memang pernah berpikir untuk pindah ke sub bidang lain karena atasan yang mempimpin kami kebanyakan cuci tangan jika terjadi masalah di lapangan ketika berhadapan dengan massa. Dan bukan hanya saya saja, ada beberapa orang.., ya.. tidak banyak mungkin 2 sampai 3 orang juga merasakan hal yang sama. Jika dikilas balik dari lingkungan pekerjaan yang dihadapi oleh Satpol PP di Kabupaten Kupang, stress kerja yang muncul tidak saja datang dari bagian penyidikan dan penindakan yang berkaitan langsung dengan masyarakat, tetapi juga situasi kerja di dalam kantor, sehingga memberikan tekanan kejiwaan kepada aparatur Satpol PP. Hal tersebut semakin diperkuat dengan adanya keinginan untuk berpindah bagian. Wijono (2010: 122) mengatakan ada beberapa gejala stress yang dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukan adanya berubahan, yaitu fisiologis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti merasa lelah atau letih, kehabisan tenaga atau pusing, gangguan pencernaan. Psikologis ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-

5 sengal. Perilaku atau sikap, seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya. Siagian (2004: 300) menjelaskan bahwa stress dapat timbul sebagai akibat tekanan atau tegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seorang dengan lingkungannya. Apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami stress. Pada dasarnya berbagai sumber stress semakin kuat apabila seorang menghadapi masalah yang datangnya terus menerus. Berdasarkan pada uraian di atas, maka selayaknya dilakukan pengelolaan yang tepat atas pekerjaan Satpol PP sehingga pekerjaan di lapangan dan di dalam kantor dapat menekan terjadinya konflik dan juga memberikan beragam variasi pekerjaan, yang jika tidak ditangani akan berpotensial menyebabkan stress. Dengan kata lain hal tersebut dapat berdampak negatif bagi instansi pemerintah, di mana semua yang berkaitan dengan sistem kerja ikut terganggu. Misalnya, para aparatur Satpol PP ditugaskan untuk mengamankan massa yang sedang melakukan orasi atau mengawasi penambangan mangan, atau mengerjakan tugas kantor yang bukan merupakan sub bidangnya. Jika ada beberapa atau salah satu anggota Satpol PP yang sedang mengalami stress kerja, maka dia tidak dapat bekerja dengan maksimal. Beberapa hal yang harus segera diputuskan tidak dapat dilakukannya, pekerjaan yang harusnya diselesaikan tepat pada waktunya malahan tertunda karena sakit atau menggunakan alasan lainnya, atau ketika mengahadapi massa yang tidak patuh, dapat menyebabkan munculnya agresifitas yang berlebihan oleh aparat Satpol PP, sehingga yang seharusnya keadaan menjadi lebih tenang, namun kenyataannya menjadi semakin tidak dapat dikendalikan.

6 Jika dilihat dari alasan-alasan ini, maka stress kerja tentunya menjadi sangat penting untuk diteliti karena dapat menggangu equilibrium, seperti adanya stress kerja dapat pula memunculkan pemikiran positif untuk berkembang menjadi lebih baik. Apalagi, jika dilihat dari lingkungan kerjanya, aparat Satpol PP harus bisa lebih kreatif dalam mengambil satu keputusan ketika berhadapan dengan suatu konflik, atau harus lebih bisa mengontrol emosi ketika bentrokan terjadi, dan juga dapat mengatasi masalah-masalah yang terjadi di dalam kantor. Hal itu menjadi tuntutan karena salah satu tugas Satpol PP adalah memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, untuk mewujudkan tugas ini tentunya dibutuhan aparat-aparat Satpol PP yang sehat secara fisik, psikis, dan juga perilakunya. 1.2. Fokus Penelitian. Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran stress kerja pada aparat Satpol PP di Kabupaten Kupang?. 1.3. Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui gambaran stress kerja yang dialami oleh aparatur Satpol PP di Kabupaten Kupang.

7 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk teori psikologi sosial yang berkaitan dengan stress lingkungan, dimana lingkungan menjadi salah satu faktor yang memunculkan stress kerja. 2. Manfaat praktis. a. Bagi Satpol PP Memberikan gambaran stress kerja kepada kepala Satpol PP agar dapat mengelola lingkungan kerja secara maksima dan juga memberikan gambaran dampak negatif dari stress bagi individu itu sendiri. b. Bagi masyarakat Memberikan masukan kepada masyarakat bagaimana seharusnya menyikapi keberadaan Satpol PP khususnya berhubungan dengan upaya penertiban yang dilakukan demi kepentingan bersama. c. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang stress kerja pada Satuan Polisi Pamong Praja terutama mengenai tekanan psikologis yang dihadapi oleh aparatur negara yang berhadapan dengan sejumlah konflik kepentingan pada lingkungan kerjanya.